NovelToon NovelToon

Aqidah Cinta

Demi Cinta

Pagi yang cerah, namun tak secerah wajah seorang gadis yang tengah berjalan dengan sedikit tergesa menuju ke 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 mobil tempatnya bekerja.

"Pagi, Mbak Fafa," sapa seorang 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 yang melihat kedatangan Fatiya. Laki-laki paruh baya tersebut mengerutkan kening, kala melihat wajah gadis yang disapa tak secerah biasanya.

"Tumben, Mbak Fafa terlambat?" tanya 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 itu kemudian.

"Pagi, Pak. Iya, nih. Jalanan ramai dan angkotnya juga lama tadi," balas Fatiya dengan tersenyum ramah, tetapi buru-buru menundukkan wajahnya kembali menekuri lantai halaman 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 yang dia tapaki.

"Fafa masuk dulu ya, Pak," pamitnya sambil berlalu dari hadapan 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 tersebut.

"Iya, Mbak Fafa. Hati-hati kalau jalan, awas pintu ka -- " belum selesai laki-laki paruh baya yang merupakan 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 di tempat Fatiya bekerja itu berkata, Fatiya telah menjerit kecil.

"Aw," Fatiya terpekik tertahan, kala dirinya menabrak seseorang tepat di depan pintu kaca.

Fatiya yang hampir jatuh, merasakan ada tangan kekar yang memeluk pinggangnya. Gadis berhijab itu buru-buru melepaskan diri.

"Maaf, saya enggak lihat jalan, Mas. Terimakasih sudah menolong saya," ucap Fatiya dengan tulus, seraya menatap sekilas pemuda yang baru dilihatnya pagi ini di tempatnya bekerja.

Pemuda bertubuh tinggi tegap dengan wajah tegas dan sorot mata tajam namun bersahaja itu tersenyum. "Iya, tidak apa-apa. Lain kali, hati-hati, Nona," balasnya dengan ramah.

Fatiya sempat terpana melihat wajah yang enak dipandang itu, tetapi buru-buru Fatiya menundukkan wajahnya kembali untuk menyembunyikan mata sembabnya karena semalaman menangis.

"Ada apa, Bro?" tanya seseorang yang baru saja keluar menyusul pemuda yang ditabrak Fatiya, yang diikuti oleh dua orang berbadan tegap.

"Tuan Muda, apa Anda tidak apa-apa?" tanya salah seorang yang berbadan tinggi tegap seperti tentara itu, seraya mendekati tuan mudanya.

Pemuda tersebut hanya mengedikkan bahu, seraya menunjuk Fatiya dengan dagunya.

"Ada apa, Fa?"

"Eh, Pak Angga. Maaf, Fafa enggak sengaja tadi. Fafa menabrak Masnya," ucap Fatiya gugup, apalagi setelah menyadari bahwa pemuda yang barusan dia tabrak bukanlah orang sembarangan. Terbukti, ada dua orang pengawal yang menjaganya dan memanggil pemuda tersebut dengan sebutan tuan muda.

Laki-laki yang bernama Angga, yang merupakan pemilik 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 tersebut mengernyitkan dahi. "Kamu kenapa, Fa?" tanya Angga yang mendapati wajah pegawainya itu nampak sembab.

"Enggak apa-apa kok, Pak. Fafa hanya kurang tidur karena banyak tugas di kampus," jawab Fatiya berbohong. Gadis itu rupanya tidak mau jika masalah yang sedang dia hadapi diketahui oleh orang lain, meskipun itu sang bos.

"Ya sudah, kamu langsung masuk sana," titah Angga. "Oh ya, Fa. Tadi kamu dicariin sama Didi," imbuh Angga memberitahukan.

"Baik, Pak. Fafa akan langsung menemui Mbak Didi," pamit Fatiya, yang bergegas masuk ke dalam 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 mobil mewah tersebut yang diiringi tatapan pemuda yang tadi ditabraknya.

"Bro, penasaran?" tanya Angga seraya mengibaskan tangan di depan pemuda tersebut. Pemilik 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 itu tersenyum menggoda pada pemuda di hadapannya.

"Ck, Bang Angga, nih," decak pemuda tersebut seraya tersenyum samar, seperti ada yang disembunyikan dibalik senyum menawannya itu.

"Ayo Bro, kita ngopi dulu! Sudah ditungguin sama Adit," ajak Angga sambil bergegas menuju cafe resto yang terletak di samping 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 mobil miliknya.

Pemuda itu mengikuti langkah Angga yang diiringi oleh dua orang pengawal pribadinya.

Sementara Fatiya yang langsung menuju ke ruangan bosnya di lantai dua, mengetuk pintu dengan perlahan.

"Masuk," terdengar suara lembut dari dalam ruangan yang tidak tertutup rapat.

"Pagi, Mbak Didi," sapa Fatiya dengan sopan. "Maaf Mbak, Fafa datang terlambat," ucap Fatiya dengan jujur.

Diandra yang merupakan istri pemilik 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 tempat Fatiya bekerja tersenyum ramah. "Tidak mengapa, Fa. Tapi jika boleh aku tahu, kenapa? Ada apa, Fa? Tidak biasanya lho kamu seperti ini?" tanya Didi dengan tatapan lembut, membuat Fatiya terhipnotis dan merasa diperhatikan oleh istri sang bos.

Tanpa sadar, air mata gadis berhijab itu menetes membasahi pipi putihnya yang berlesung pipit dan menambah daya tarik Fatiya kala tersenyum.

"Duduk sini, Fa," titah Didi seraya menepuk bangku kosong disebelahnya.

Fatiya menurut, gadis itu kemudian duduk tepat disamping Diandra.

"Kalau kamu tidak keberatan berbagi denganku, dengan senang hati aku akan mendengarkan kisahmu, Fa," ucap Didi seraya mengelus lengan Fatiya, pegawai yang sudah dianggap seperti adik sendiri.

Ya, Fatiya adalah pegawai di 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 milik Angga. Gadis berkulit putih bersih dan berhidung mancung itu bekerja paruh waktu karena dia masih kuliah.

Angga mau menerima Fatiya karena melihat keseriusan gadis sederhana itu dalam mencari pekerjaan, demi untuk membiayai kuliahnya sendiri.

"Ibu, Mbak. Ibu tiba-tiba tidak setuju Fafa melanjutkan hubungan dengan Daniel," ucap Fatiya sambil menyeka air matanya.

"Padahal, Mbak Didi 'kan tahu sendiri kalau Fafa sama Daniel udah lama menjalin hubungan," lanjutnya dengan bibir mengerucut.

"Mungkin, ibu punya pertimbangan sendiri, Fa. Coba deh, kamu bicarakan lagi sama ibu secara baik-baik," saran Didi.

Fatiya menggeleng. "Susah, Mbak. Ibu itu kalau sudah mengambil suatu keputusan, tidak mudah untuk digoyahkan," ucap Fatiya yang mulai putus asa.

"Memangnya, ibu mengatakan bagaimana, Fa?' tanya Didi.

Fatiya kemudian menceritakan obrolannya dengan sang ibu semalam, yang membuat hati gadis itu bersedih hingga Fatiya menangis semalaman memikirkan keberlangsungan hubungannya dengan Daniel.

"Ibu tidak setuju jika kamu masih berhubungan dengan pacar kamu itu, Nak," tutur sang ibu, setelah Fatiya menerima telepon dari sang kekasih.

"Kenapa, Bu? Kenapa Ibu baru mengatakannya sekarang?" cecar Fatiya seraya menatap sang ibu tak mengerti.

"Karena ternyata keyakinan Daniel berbeda dengan kita, Fa dan ibu baru mengetahui sekarang," balas sang ibu dengan menatap dalam netra bulat putri semata wayangnya.

"Tidak sah dimata hukum agama kita, pernikahan beda keyakinan dan aqidah, Fa. Kamu juga sudah mengerti dan paham hal itu, bukan?"

Fatiya mengangguk. "Benar, Bu. Tapi ...."

"Ibu takut, kamu akan terbawa dan menggadaikan keyakinan serta aqidahmu demi cinta, Nak," sergah sang ibu, memotong perkataan Fatiya.

Fatiya menggeleng. "Tidak, Bu. Fafa tidak selemah itu," sanggahnya tegas.

"Daniel juga tidak akan membiarkan hal itu, Bu. Dia pemuda yang baik dan selalu menomorsatukan Fafa," bela Fatiya pada kekasih yang sudah dipacarinya hampir empat tahun ini.

"Bu, Daniel pernah berjanji pada Fafa, kalau dia akan mengikuti keyakinan kita jika kami menikah nanti," ucap Fatiya kemudian, mencoba meyakinkan sang ibu.

"Daniel laki-laki yang bertanggung jawab, Bu. Dia pasti akan menepati janjinya untuk pindah keyakinan," kekeuh Fatiya seraya menatap sang ibu.

"Tidak, Nak. Kamu harus dengarkan ibu," tegas sang ibu. Wanita paruh baya yang guratan lelah di wajahnya terlihat jelas itu menghela napas panjang.

"Jika Daniel melakukan semua itu demi cintanya padamu, itu pertanda tidak baik, Nak. Kecuali, jika dia melakukannya karena Daniel percaya bahwa itu adalah sebuah kebenaran yang datang dari Sang Pencipta."

"Jangan berpikir naif, Nak. Jika keyakinannya saja bisa dia tukar, ibu khawatir Daniel juga bisa berubah pikiran dan melakukan hal yang sama untuk cintanya," pungkas sang ibu dengan raut wajah penuh kekhawatiran.

🍀🍀🍀🍀🍀 tbc 🍀🍀🍀🍀🍀

Note : Bagi yang baru saja gabung di lapakku, jangan lupa tinggalkan jejak kalian, yah 🥰

Bintang⭐ lima dan ulasan, jempol dan komentar, plus hadiah tentunya.

Jangan lupa subscribe, yah...di atas kanan cover klik titik tiga...(mode malak, lagi kambuh, Best 😄🤭)

Video Editan

Diandra yang serius mendengarkan cerita Fatiya, menghela napas panjang. "Memang rumit, Fa. Tetapi, apa yang dikhawatirkan oleh ibu kamu, ada benarnya," ucap Didi.

"Lantas, Fafa harus bagaimana, Mbak?" tanya Fatiya bingung.

"Mbak dengar, Daniel akan segera melamar kamu, kapan?" tanya Didi balik.

"Iya, Mbak. Rencana bulan depan, setelah Fafa di wisuda," balas Fatiya.

"Tegaskan sekali lagi pada Daniel, apakah dia serius dengan ucapannya untuk bersedia mengikuti keyakinan kamu," saran Didi.

Fatiya mengangguk setuju. "Iya, Mbak. Nanti sore, coba Fafa bicarakan lagi sama dia."

"Semoga segera ada titik terang dari masalah yang kamu hadapi, Fa," ucap Didi.

"Aamiin, makasih Mbak Didi, Mbak udah bersedia mendengarkan curhatan Fafa." Fatiya merasa sedikit lega.

"Oh ya, Fa. Tadi ada saudara yang lagi nyari mobil, tapi kayaknya sekarang lagi diajak ngopi sama Kak Angga. Tolong nanti kamu handle ya," pinta Didi.

"Siap, Mbak. Kalau gitu, Fafa ke bawah dulu ya, Mbak," pamit Fatiya dengan sopan.

Istri bos 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 itu mengangguk dan tersenyum ramah, wanita cantik itu kemudian melanjutkan rajutannya yang sempat terjeda.

Ya, meski saat ini Diandra telah menjadi seorang Presiden Direktur di perusahaan yang didirikan oleh sang kakek, tetapi Diandra lebih memilih mendampingi sang suami di 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 mobil yang dirintis Angga sejak dari nol hingga bisa sebesar sekarang ini.

Diandra menyerahkan kepengurusan perusahaan pada saudara yang juga merupakan sahabatnya di masa kuliah dulu, yaitu Thomas yang dibantu oleh sahabatnya yang lain, Andrew.

Hanya sesekali saja, Diandra ke kantor untuk sekadar melihat perkembangan perusahaan.

Di lantai bawah, Fatiya mulai sibuk dengan pekerjaannya. Hingga tanpa dia sadari, seseorang menatapnya sedari tadi seraya tersenyum.

"Maaf, Nona. Apa Anda bisa membantu Tuan Muda kami?" tanya laki-laki bertubuh tinggi tegap yang merupakan salah satu dari pengawal Tuan Muda yang tadi ditabrak Fatiya.

"Eh iya, Pak. Bisa," balas Fatiya sambil merapikan brosur di mejanya.

"Apa yang bisa saya bantu, Mas. Em-maaf, Tuan Muda?" tanya Fatiya pada pemuda yang kemudian mendekatinya itu.

"Panggil mas saja, Nona. Saya bukan tuan muda Anda," tolak pemuda tersebut dengan ramah.

Fatiya mengangguk. "Baik, Mas. Anda juga bisa panggil nama saya langsung, enggak perlu pakai embel-embel nona, saya Fafa," balas Fatiya seraya tersenyum lebar dan menampakkan lesung pipitnya yang membuat wajah Fatiya terlihat menggemaskan.

"Anda membutuhkan mobil yang seperti apa, Mas?" tanya Fatiya kemudian. "Jenis sport, sedan, MPV atau SUV?" Fatiya menatap netra elang pemuda tersebut.

"Yang menurut Fafa paling bagus, yang mana?" tanya pemuda tersebut.

"Kok, saya? Yang butuh mobil 'kan, Masnya?" tanya Fatiya balik.

"Ya, saya minta rekomendasi pada kamu, Fa, selaku salah satu pegawai di 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 ini, yang menurut Kak Didi paling mengerti dengan jenis-jenis mobil yang dijual di sini," balas pemuda itu dengan sikap yang begitu santai.

"Baiklah, kalau menurut saya, Mas ini cocok pakai mobil jenis sport sedan. Mobil jenis itu paling digemari oleh para eksekutif muda seperti Mas," terang Fatiya, yang bisa menilai bahwa pemuda di hadapannya adalah salah satu dari saudara Diandra yang merupakan eksekutif muda.

Selama ini, banyak dari saudara atau teman Diandra yang datang ke 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 untuk membeli mobil-mobil mewah, diantaranya putra-putri keluarga Alamsyah yang sangat dekat dengan Diandra dan Angga.

Tetapi selama ini pula, Fatiya belum pernah melihat pemuda yang satu ini datang ke 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮.

"Kebetulan, kami memiliki stok mobil keluaran terbaru dari Aston Martin. Bodi mobil modern dan tampilannya juga elegan, mobil ini banyak disukai oleh para pengusaha muda seperti Anda, Mas," ucap Fatiya seraya menunjukkan brosur mobil tersebut.

Fatiya terus saja berbicara menerangkan spesifikasi dari mobil yang dia tawarkan, sambil tangannya sibuk menunjuk berbagai fitur yang ditampilkan dalam brosur.

Sementara pemuda di hadapannya, malah sibuk memperhatikan wajah Fatiya yang enak dipandang kala berbicara dengan sangat serius.

Keringat sebesar biji jagung bahkan nampak membasahi kening Fatiya, saking seriusnya dia mempromosikan mobil kepada calon pembelinya.

Pemuda itu mengambil sapu tangan dari dalam saku dan kemudian menyodorkan pada Fatiya.

"Lap dulu keringat kamu, Fa," ucapnya lembut, membuat Fatiya terpana menatap pemuda berkulit putih bersih yang berdiri sambil mengulas senyuman manis di hadapannya.

"Ini, ambil dan lap keringat kamu," ucap pemuda itu kembali, yang mengurai lamunan Fatiya.

Fatiya terhipnotis, dia seperti robot yang patuh menjalankan perintah pemuda tersebut. Fatiya mengambil kain halus berbentuk persegi dari tangan sang pemuda dan segera mengelap keningnya, gadis berhijab itu kemudian mengembalikan sapu tangan yang telah basah kepada pemiliknya.

"Terimakasih," ucap Fatiya yang seolah tidak sadar dengan apa yang baru saja dia lakukan.

Pemuda bertubuh jangkung itu hanya tersenyum dan kemudian mengantongi kembali sapu tangan yang telah basah oleh keringat Fatiya, tanpa rasa risih.

"Eh maaf, Mas. Sapu tangannya biar saya cuci dulu," pinta Fatiya dengan wajah merona merah karena malu akan kebodohannya barusan, setelah menyadari apa yang baru saja dia lakukan.

Pemuda tersebut menggeleng. "Tidak perlu, Fa. Saya juga bisa mencucinya."

Fatiya semakin salah tingkah, apalagi pemuda itu terus menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Ja-jadi gimana, Mas? Mau am-bil yang mana?" tanya Fatiya dengan gugup.

Pemuda yang dipanggil tuan muda oleh kedua 𝘣𝘰𝘥𝘺 𝘨𝘶𝘢𝘳𝘥-nya itu tersenyum lebar. "Aku ikut saja, yang mana yang terbaik menurut kamu, Fa."

Fatiya mengangguk senang, sejumlah uang bonus melintas di pelupuk matanya. 'Alhamdulillah, aku bisa bayar wisuda tanpa harus menguras tabungan,' ucapnya penuh rasa syukur dalam hati.

"Bisa temani saya untuk 𝘵𝘦𝘴𝘵 𝘥𝘳𝘪𝘷𝘦?" pinta pemuda tersebut dengan tutur kata yang lembut.

Kembali Fatiya terhipnotis, dia mengangguk seperti robot dan berjalan mengikuti sang pemuda menuju mobil yang tadi ditawarkan Fatiya.

Mereka berdua berjalan sambil saling melempar senyum, Fatiya yang terus tersenyum karena senang akan segera mendapatkan bonus, sementara sang pemuda tersenyum dengan alasannya sendiri.

Angga dan Diandra yang melihat obrolan keduanya dari lantai atas, tersenyum lebar. Ayah dan bundanya Elvano itu saling melempar pandang, dengan tatapan yang penuh arti.

"Di sebelah sana, Mas," tunjuk Fatiya pada mobil mewah berwarna silver.

Pemuda tersebut mengangguk. "Oke," balasnya singkat, masih dengan senyum yang menghiasi wajah bersahaja itu.

Pemuda berhidung mancung dengan alis tebal yang semakin mempertegas garis wajahnya itu segera menghidupkan mesin mobil, setelah keduanya duduk dengan nyaman.

Setelah mesin panas dan siap melaju, pemuda itu mulai melajukan mobil mewah tersebut dengan kecepatan sedang, mengelilingi halaman 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 Angga yang sangat luas.

Tanpa Fatiya sadari, seseorang diam-diam mengabadikan momen obrolan dirinya dengan pemuda tersebut, hingga Fatiya naik ke dalam mobil mewah bersama sang pemuda dan mengirimkan video yang telah sedikit diedit itu pada seseorang.

"Lihatlah kelakuan gadismu yang selalu kamu puja itu, Daniel!" tulis orang tersebut, dibawah video editan yang dia kirimkan pada Daniel, kekasih Fatiya.

🍀🍀🍀🍀🍀 tbc 🍀🍀🍀🍀🍀

Aku ucapkan terimakasih untuk yang sudah hadir di sini 🤗😘

Aku ingatkan sekali lagi, jangan lupa kasih ulasan bintang ⭐ lima 🙏☺

Yang penasaran dengan kisah ayah dan bundanya Elvano, Angga dan Diandra, cusss ... baca 'AKHIR SEBUAH PENANTIAN' 🥰

Untuk giveaway kali ini, beda yah, Best...

Yang bisa menebak dengan benar Pertanyaan di bawah, akan mendapatkan voucher pulsa senilai 25k untuk 4 orang di akhir cerita.

"Siapakah tuan muda yang membeli mobil di showroom Angga?" 😄😄

Nah, pusing kan? Sama... 🤭

Jawaban paling lambat harus sudah masuk, sebelum episode tuan muda membuka jati dirinya ☺🙏

Giveaway edisi nyleneh, gak boleh protes... yuk nyanyi 💃💃

Terus atau Putus

Waktu menunjukkan pukul empat sore, saatnya bagi Fatiya dan karyawan yang lain untuk pulang ke rumah masing-masing.

Semua teman-teman Fatiya telah meninggalkan area parkir 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 milik Angga, hanya menyisakan Fatiya seorang diri yang masih menunggu dijemput Daniel.

"Masih nunggu jemputan, Mbak Fafa?" tanya 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 yang berjaga.

"Iya, Pak. Mungkin, dia kejebak macet," balas Fatiya seraya melihat jam di pergelangan tangan kanannya.

"Mbak, Maaf sebelumnya jika saya lancang," ujar 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 tersebut. "Memangnya, Mbak Fafa serius sama pacar Mbak yang non Muslim itu?" tanyanya kemudian.

Fatiya mengerutkan kening. "Kok, Bapak tanya seperti itu?"

"Bukan apa-apa, Mbak. Setahu saya 'kan, Mbak Fafa orangnya taat beribadah. Jadi saya pikir, Mbak Fafa juga pasti nyarinya yang seiman dan juga taat seperti Mbak," balas 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 tersebut, yang membuat Fatiya kembali terngiang penuturan sang ibu.

"Mbak, menikah itu bukan hanya tentang bagaimana kita bisa menerima perbedaan dari pasangan, tetapi juga bagaimana kita bisa menyatukan visi dalam membangun rumah tangga."

"Berbicara mengenai visi, agama akan menjadi salah satu pertimbangan dan menjadi aspek penentu. Siapa yang akan ikut agama siapa. Karena bukan hanya agama kita yang melarang, bahkan pemerintah pun melarang pernikahan beda agama."

"Dan satu hal yang mendasar, bahwa masalah iman itu tidak bisa dibuat mainan. Pondasi keluarga juga akan dibangun dengan iman dan tercurah melalui ajaran agama. Jadi, sebelum memutuskan untuk menikah dengan calon yang bukan seiman, hendaknya Mbak Fafa pikirkan kembali dengan matang agar tidak ada penyesalan di kemudian hari," terang 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 yang seusia orang tua Fatiya itu panjang lebar.

Fatiya terdiam, begitupun dengan petugas 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 yang masih berdiri di samping Fatiya, laki-laki paruh baya itupun ikut terdiam.

Cinta memang tidak dapat diterka, kapan datangnya dan pada siapa cinta akan berlabuh. Fatiya telah mencintai seseorang yang ternyata memiliki banyak perbedaan.

Bukan hanya perbedaan karakter, tetapi ternyata juga berbeda keyakinan. Namun, karena Fatiya dan Daniel sudah terlanjur saling jatuh cinta, hubungan mereka berdua pun terus berlanjut.

Sekarang, ketika mereka berdua mulai berpikir untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius, barulah kebingungan itu muncul.

'Semua yang dikatakan Pak Rozak ada benarnya,' gumam Fatiya dalam hati.

"Mbak, kalau menurut penglihatan saya tadi nih, Tuan Muda temannya Mbak Didi yang membeli mobil sepertinya naksir deh sama Mbak Fafa," ujar 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 itu mengurai keheningan.

"Ah, Bapak bisa saja deh, bercandanya," ucap Fatiya. "Mana mungkinlah, Pak, seorang pengusaha kelas kakap seperti Tuan Muda tadi jatuh cinta sama sales seperti saya," imbuh Fatiya yang akhirnya mengetahui jati diri Tuan Muda tersebut dari bisik-bisik teman-temannya tadi, gadis berhijab itu terkekeh pelan.

Fatiya menganggap, apa yang dikatakan 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 tersebut hanyalah candaan semata. Padahal petugas keamanan di 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 milik Angga tersebut mengatakan sebagaimana yang dilihatnya tadi pagi, kala Fatiya dan Tuan Muda itu bertemu dengan cara yang tidak disengaja.

"Mbak Fafa kok malah tertawa." 𝘚𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 tersebut mengerutkan dahi. "Saya bicara sesuai kenyataan yang saya lihat lho, Mbak. Saya ini sudah tua dan saya bisa melihat mata seorang laki-laki yang sedang jatuh cinta itu seperti apa, Mbak," lanjutnya menjelaskan.

"Lagipula ya, Mbak. Pujangga mengatakan, bahwa cinta itu tak mengenal kasta," imbuhnya yang membuat Fatiya semakin terkekeh.

"Bukannya, Pujangga mengatakan agar kita menggenggam dunia ya, Pak?" tanya Fatiya yang mengutip sebuah lagu lawas yang dinyanyikan oleh almarhum Abiem Ngesti.

"Oh, iya ya, Mbak," balas 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 tersebut seraya tersenyum. 𝘚𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 itu kemudian menyanyikan lagu lawas yang pernah hits pada masanya, bahkan masih tetap dikenang hingga saat ini di hati para pecintanya.

'Aku adalah insan yang tak punya

Namun cita slalu membara

Biar ku tentang badai dan gelombang

Atau gunung yang menjulang'

'Pujangga mengatakan

Genggamlah dunia

Agar hidup tak percuma

Ku bawa kedamaian di persada jiwa

Sinar menyuluh gulita'

'Setiap desah nafasku teriringi doa

Bangkit jiwaku citaku dan langkah terpadu

Lalu tersentak diriku sadari lamunan

Kini sebenarnya aku telah jauh berjalan'

Fatiya pun ikut asyik menyanyikan lagu Menggenggam Dunia, lagu lawas yang dirilis pada tahun sembilan puluhan bahkan sebelum gadis cantik itu lahir ke dunia. Lagu tersebut tetap familiar di telinga Fatiya karena di angkot yang dia tumpangi setiap hari, sering memutar lagu religi anak-anak tersebut.

Fatiya menghentikan keasyikannya bernyanyi yang sejenak dapat melupakan kegundahan hatinya, mengingat hubungan asmaranya dengan pemuda yang memiliki keyakinan dan aqidah yang berbeda, kala gadis berlesung pipi itu melihat mobil sang kekasih memasuki area parkir 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 Angga dan berhenti tepat di dekat Fatiya.

"Pak, Fafa pulang dulu, ya," pamit Fatiya dengan sopan. "Terimakasih atas wejangan Bapak tadi," imbuh Fatiya.

"Asssalamu'alaikum, Pak," ucap salam Fatiya, yang langsung bergegas masuk ke dalam mobil Daniel seraya melambaikan tangan pada Pak Rozak, 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 di 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 mobil milik Angga.

"Wa'alaikumsalam," balas Pak Rozak mengiringi mobil Daniel yang bergerak perlahan meninggalkan area parkir 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮.

Daniel membunyikan klakson, sebagai tanda pamitan pada 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 tersebut.

"Maaf ya, kalau lama nunggu. Tadi ada sedikit kerjaan tambahan dari bos, karena Bos Thomas tiba-tiba harus pulang awal," ucap Daniel sesaat setelah mobil melaju di jalan raya ibukota.

Pemuda itu bersikap biasa saja pada sang kekasih, meski tadi Daniel menerima kiriman video Fatiya dengan seorang pemuda tampan, dari teman baik Fatiya. Kekasih Fatiya itu seolah tak terusik dengan video tersebut.

"Istri Bos Thomas mau melahirkan katanya," lanjut Daniel.

Fatiya mengangguk-anggukkan kepala. "Pantas saja, tadi Mbak Didi dan Pak Angga juga buru-buru pulang," timpal Fatiya.

Hening, sejenak menyapa kabin mobil sedan milik Daniel.

"Bang, bolehkah Fafa bertanya sesuatu?" Suara lembut Fatiya mengurai keheningan.

"Hem, apa itu, Dik?" tanya Daniel yang sekilas menoleh pada Fatiya, pemuda itu kemudian kembali fokus ke jalan raya yang padat merayap.

Pemandangan khas jalanan ibukota di sore hari, tatkala semua orang berlomba-lomba untuk dapat segera tiba di rumah masing-masing dan berkumpul bersama keluarga tercinta.

"Apa alasan Bang Daniel ingin pindah agama?" tanya Fatiya hati-hati, sebab ini adalah masalah yang sangat prinsip dan Fatiya tak ingin menyinggung siapapun.

Daniel menghela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan Fatiya, seperti ada beban berat yang menghimpit dadanya. "Karena aku mencintaimu, Dik dan karena hanya itu satu-satunya jalan agar kita bisa melanjutkan hubungan ini hingga ke jenjang pernikahan," terang Daniel sejujurnya.

"Lantas setelah kita menikah, apakah Bang Daniel akan tetap memeluk keyakinan yang baru atau kembali lagi pada keyakinan Abang semula?" lanjut Fatiya bertanya.

"Entahlah, Dik. Aku belum memikirkan sejauh itu," balas Daniel.

"Maaf Bang, bukankah kita seharusnya sudah mulai memikirkan hal itu termasuk bagaimana pola pengasuhan anak-anak kita nanti?" tanya Fatiya.

Daniel terkekeh. "Kenapa kamu mikirnya jadi sejauh itu, Dik. Anak-anak gampanglah, toh masih jauh dan bisa kita pikirkan nanti sambil jalan."

"Bisalah, nanti mereka mau ikut keyakinan keluargaku ataupun keyakinan keluarga kamu, bagiku itu tak menjadi soal." Daniel berbicara dengan begitu entengnya, membuat hati Fatiya semakin bimbang, antara terus atau putus.

🍀🍀🍀🍀🍀 tbc 🍀🍀🍀🍀🍀

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!