NovelToon NovelToon

KARMA POLIANDRI

Episode 1. Asih si Bunga Desa.

Asih, perempuan cantik mantan bunga desa itu berlari dengan air mata berlinang. Rambutnya yang terurai hingga lututnya melambai tertiup angin malam. Sebagian wajah cantiknya kini mulai memudar dimakan usia. Gaun putih panjang yang dipakainya hingga menutupi kakinya membuat Asih seolah sedang melayang diudara.

Dari kejauhan terdengar teriakan orang-orang yang mengejarnya dengan marah. Sebagian dari orang-orang itu membawa beberapa benda tajam seperti parang, pisau, sabit dan lain-lain. Sementara sebagian lainnya berlari sambil memukul kentongan sekuat tenaga.

Suara riuh membuat Asih semakin ketakutan dan melayang menuju kompleks pekuburan di desa itu.

Sebuah kuburan yang masih terbuka liang lahatnya dituju Asih. Kemudian perempuan itu masuk ke liang lahat tersebut dan tanah kuburan itupun tertutup disertai suara gemuruh dan getaran hebat seperti gempa.

Orang-orang kampung yang telah tiba ditempat itupun mundur ketakutan. Ahmad, seorang juru kunci kuburan menyuruh orang-orang untuk menjauh karena hawa panas dari dalam kuburan Asih terasa begitu panas hingga membakar tetumbuhan yang ada disekitar makam Itu. Beberapa kali jilatan lidah api dan asap tebal yang mengepul terlihat masih keluar disela tanah kuburan Asih yang masih sedikit terbuka.

“Berikan paku kayu itu kepadaku,” titah Ahmad kepada salah seorang muridnya yang bernama Abdul.

Abdul kemudian maju dan memberikan dua buah paku kayu yang telah diberi ayat-ayat suci Al-Qur’an kepada Ahmad.

“Semua mundur. Biar aku yang akan mengunci perempuan laknat itu didalam kuburnya!!” teriak Ahmad membuat semua orang yang ada disitu mundur seketika. Suasana semakin mencekam.

Dengan melantunkan ayat-ayat suci Al Qur-an dibantu semua warga yang ikut membaca, Ahmad kemudian menancapkan salah paku kayu tadi tepat dibatu nisan tempat nama Asih dipahat. Kemudian Ahmad beralih ke bagian kaki dan menancapkan paku kayu satunya lagi disitu.

"ARRRRRGGGGG....AAAMPUUUNN...JANGAN KUNCII AKUUUU....AMPUUUNNN..!!!” Terdengar teriakan Asih dari dalam kuburnya. Teriakan itu begitu pilu dan mengiris hati hingga membuat bulu kuduk setiap orang yang ada di area pekuburan itu merinding ketakutan.

Ahmad mengakhiri ritual penguncian kuburan Asih dengan menyiram air mawar yang dibawanya keatas tanah kuburan Asih.

Tiba-tiba suasana kembali hening seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Tidak terdengar lagi teriakan minta tolong Asih walaupun rumput liar, beberapa tanaman serta pepohonan disekitar area kuburan Asih terbakar, namun api itu telah menghilang seolah ditelan bumi.

"Alhamdulillah...!”ujar Ahmad lega sambil menyapu wajahnya yang basah karena peluh yang membanjiri wajah dan sekujur tubuhnya.

“Alhamdulillaaaahh...!” seru orang-orang yang ada disekitar kuburan itu ikut lega.

“Ayo kita pulang. In syaa Allah roh Asih tidak akan kembali dan mengganggu masyarakat kampung kita lagi...,” ucap Ahmad lega.

Aamiiinn...!!” sahut semua orang mengaminkan ucapan Ahmad.

“Ayo kita pulang,” ajak Ahmad sambil berjalan meninggalkan kuburan Asih yang masih menyisakan kepulan asap tipis diikuti semua orang yang ada di area pekuburan itu, kecuali salah seorang laki-laki paruh baya bernama Ibrahim dan anak perempuannya, Ulfa yang memutuskan untuk tidak ikut pulang meninggalkan kuburan Asih.

Setelah yakin semua orang telah pergi, Ibrahimpun mendekati  kuburan Asih. Dengan wajah pucat pasi, Ulfa mengikuti langkah kaki Ayahnya.

“Asih..maafkan aku karena tak bisa menolongmu menghadapi semua ini,” ucap Ibrahim sendu. Laki-laki itu membungkuk di samping kuburan Asih sementara Ulfa berdiri dibelakang Ayahnya dengan ketakutan.

“Seharusnya kamu tidak melakukan perbuatan itu. Dan sekarang kamu harus menanggung semua akibatnya. Aku sudah seringkali memperingatkanmu Asih kalau Poliandri itu dosa besar. Seharusnya kamu mendengar kata-kataku!”

"Tapi jangan khawatirkan anak-anakmu. Aku akan menjaga mereka dengan seluruh jiwa dan ragaku. Kamu tenanglah disana. Semoga Allah mengampuni segala dosa-dosamu. Aku Ikhlas dan memaafkan semua kesalahanmu kepadaku” janji dan do’a Ibrahim sambil menghapus setitik bening disudut netranya.

Setelah membaca beberapa ayat suci Al Qur-an, Ibrahim dan Ulfa pun meninggalkan tanah pekuburan yang semakin sepi  ditelan gelapnya malam.

#

Kilas balik...

Asih adalah gadis cantik bunga desa yang menjadi rebutan para lelaki di desanya karena berparas cantik dan berperawakan bak peragawati. Dari hari ke hari, diusianya yang masih remaja dan beranjak dewasa, Asih terlihat semakin cantik dan mempesona.

Dengan postur tubuh tinggi semampai, berkulit putih bersih dan senyum yang menawan membuat Asih seolah magnet yang tak bisa dihindari baik oleh lelaki bujangan, duda maupun yang lelaki beristri.

Ibrahim, seorang remaja tanggung yang sederhana, alim dan sopan telah jatuh cinta kepada Asih sejak pertama kali melihat gadia itu.

"Asiiih, ada yang mencarimu," teriak Mak dengan suaranya yang nyaring dan memekakkan telinga.

"Siapa Mak," teriak Asih tak kalah nyaring.

"Ibrahim. Sana temuin," jawab ibu Asih

Tak terdengar suara Asih menjawab perintah ibunya. Tiba-tiba terdengar lagi suara nyaring ibu yang semakin kencang memanggil nama Asih.

"ASIIIIIIH..!!" teriak Ibu. Kali ini lebih lantang dari sebelumnya.

Astaga Maaak. Bikin malu Asih aja, gerutu Asih dalam hati.

"Iyaaa..Iyaaa..Asih keluar nich," jawab Asih sambil melangkah malas ke ruang tamu.

Di ruang tamu dilihatnya Ibrahim sedang duduk menunggunya. Begitu melihat Asih, dengan wajah polosnya remaja laki-laki itu buru-buru berdiri dan menyambut Asih.

"Asih..kita ke sekolah bareng yuk," ajak Ibrahim sembari tertunduk malu, tak berani menatap wajah Asih yang cantik dan disukainya.

"Iiih, siapa juga yang nyuruh kamu kesini. Asih bisa ke sekolah sendiri, ga perlu kamu jemput. Emangnya Asih anak kecil?" jawab Asih kecut.

Bibirnya dimanyunkan namun tetap terlihat menarik dimata Ibrahim yang telah dibutakan oleh pesona cinta pertamanya itu.

"Udah Asih..jangan belagu. Sana, kesekolah bareng Ibrahim. Orang udah nunggu kamu sejak tadi, masa kamu abaikan kayak gitu?" ucap Mak yang tiba-tiba telah berdiri dibelakang Asih.

"Ogah akh Mak..Ibrahim culun soalnya. Bikin Asih malu aja," bisik Asih di telinga Mak.

"Eeh..jangan gitu. Ibrahim anak yang baik, soleh dan sopan. Jarang lho ada remaja zaman sekarang yang seperti Ibrahim," bela Mak membuat Asih gerah.

"Tapi Mak..Asih nggak suka kalau jalan bareng Ibrahim. Asih malu digodain teman-teman. Katanya Asih pacaran sama si culun Ibrahim. Iih..Asih jadi malu Mak," rajuk Asih sembari menghentakkan kakinya.

"Kasian Ibrahim Asih. udah sana..bareng Ibrahin ke sekolah. Nanti Bapak tambahin uang jajan kamu," ujar Bapak yang tiba-tiba nongol dari balik pintu dapur.

Rupanya Bapak mendengar perdebatan putri dan istrinya membuat lelaki paruh baya itu memutuskan untuk keluar dan ikut campur menengahi perdebatan istri dan putrinya.

"Beneran Pak, uang jajan Asih mau ditambahin?" tanya Asih tak percaya.

"Iya, asal Asih ke sekolahnya bareng Ibrahim!" seru Bapak menyebutkan syarat yang harus dipenuhi Asih.

Dengan terpaksa Asih mengiyakan permintaan Bapak, demi tambahan jatah uang jajan yang dijanjikan Bapak.

Ibrahim tersenyum senang. Merekapun berboncengan ke sekolah dengan menggunakan sepeda kumbang milik Ibrahim.

\=\=\=\=\=\=\=

Episode 2. Bertemu Teman Masa Kecil

Asih yang diboncengi Ibrahim menutupi wajahnya ketika sepeda kumbang yang mereka tumpangi hendak memasuki halaman sekolah.

"Aku turun disini aja!" seru Asih sambil menepuk pundak Ibrahim, menyuruhnya untuk berhenti.

"Lho Asih, ntar kamu jalannya kejauhan ke sekolah. Udah ..aku antar sampai di gerbang sekolah aja ya!?" tawar Ibrahim sambil hendak mengayuh sepedanya.

"Eeeehhh..kalo aku bilang berhenti ya berhenti..jangan ngeyel kamu. Malu aku kalau ada yang lihat aku ke sekolah bareng kamu!!!" ujar Asih, marah..

Tanpa menunggu persetujuan Ibrahim, Asih langsung meloncat dari boncengan Ibrahim.

"Asiiih..nanti kamu jatuh!!!" seru Ibrahim yang terkejut melihat aksi berani Asih.

"Bodooo'..!!" umpat Asih sambil berlalu meninggalkan Ibrahim yang masih bengong di atas sepedanya.

Dari kejauhan terlihat sebuah mobil sedan putih memasuki halaman Sekolah. Ibrahim yang berdiri tak jauh dari pintu gerbang sekolahnya memicingkan matanya untuk melihat siapa yang berada didalam mobil sedan mewah itu.

"Ahh..mungkin ada pejabat yang berkunjung ke sekolah ini," guman Ibrahim menerka. Dipandanginya jam tangan yang melingkar di tangan kirinya.

"Sudah hampir masuk kelas. Aku harus buru-buru," ucap Ibrahim sambil mengayuh sepedanya memasuki halaman Sekolah.

Saat melewati ruang Kepala Sekolah, ekor mata Ibrahim menangkap dua sosok tamu di ruang Kepala Sekolah. Karena penasaran, Ibrahim memutuskan untuk mengintip melalui celah pintu yang agak terbuka.

Didalam ruang Kepala Sekolah terlihat seorang laki-laki berpakaian parlente dan remaja laki-laki seusia Ibrahim sedang berbincang dengan Kepala Sekolah.

Wajah remaja laki-laki itu tak jelas terlihat oleh Ibrahim karena letak duduknya yang membelakangi pintu tempat Ibrahim mengintip.

Karena tak bisa melihat dengan jelas siapa tamu Bapak Kepala Sekolah dan bel tanda masuk ke kelas telah berbunyi, akhirnya Ibrahim memutuskan untuk mengabaikan kehadiran laki-laki berpakaian parlente dan remaja laki-laki itu.

Ibrahim yang sekelas dengan Asih buru-buru memasuki ruangan kelasnya yang masih gaduh oleh ocehan teman-teman sekelasnya.

"Eh, tau gak. Tadi aku lihat ada mobil sedan mewah didepan sekolah. Penumpangnya Pak Camat dan anak laki-lakinya. Kamu tau nggak siapa nama anak Pak Camat itu?" tanya teman sebangku Ibrahim kepada salah seorang teman sekelasnya yang duduk di deretan kursi belakang.

Semua siswa yang mendengar cerita tentang Pak Camat dan anak laki-lakinya itu hanya menggeleng dan mengangkat bahu.

"Prabowo, iya nama anak laki-laki itu Prabowo. Dia baru saja kembali dari kota. Tapi aslinya dia emang berasal dari kampung kita," ucap remaja itu yakin.

Ibrahim mengernyitkan keningnya. Prabowo...??

Nama yang nggak asing ditelingaku. Apa mungkin itu dia. Si Bowo teman main masa kecilku dan Asih ?? batin Ibrahim ragu-ragu

Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu kelas. Kemudian masuklah Kepala Sekolah, Wali Kelas dan seorang remaja laki-laki yang tampan namun terlihat sinis.

"Anak-anak. Kenalkan, ini teman baru kalian dari kota yang akan bergabung dengan kalian di kelas ini. Namanya Prabowo. Ayo nak, perkenalkan dirimu," ucap Kepala Sekolah meminta Prabowo untuk memperkenalkan dirinya.

Asih yang sedang menulis sesuatu di bukunya tak memperhatikan ke depan kelas. Ketika remaja laki-laki itu mulai bersuara, tiba-tiba Asih terkejut dan sontak mengangkat wajahnya. Suara itu...!?

"Hai, nama saya Prabowo Dwi Raharjo, pindahan dari Jakarta. Panggil saya Dwi," anak baru itu memperkenalkan dirinya.

"Bowo..?" guman Asih terkejut. Matanya membulat, memandangi wajah anak baru itu.

Asih berpaling kearah Ibrahim dan memberi isyarat dengan bibirnya menyebut nama Bowo. Ekor matanya mengerling kearah Prabowo yang masih berdiri di depan kelas.

Ibrahim mengangguk....

Kini mata Asih tak lepas memandangi Prabowo. Bowo..?. Dia masih setampan dulu. Astagaa. Tak kusangka, setelah pergi meninggalkan desa ini beberapa tahun lalu, akhirnya dia kembali juga..

Asih tersenyum. Matanya berbinar. Apakah Bowo masih mengingat aku dan Ibrahim, teman masa kecilnya ?. tiba-tiba Asih mulai ragu apakah Bowo masih mengingatnya dan masih memiliki perasaan suka pada dirinya.

"Silahkan duduk nak Dwi,' ucap pak Kepala Sekolah sambil menunjuk kearah salah satu kursi kosong tepat didepan tempat duduk Asih.

"Oh iya, Nak Dwi ini anaknya Pak Camat kita yang baru, Pak Camat Raharjo. Baiklah anak-anak, silahkan dilanjutkan belajarnya ya," pamit Kepala Sekolah sambil meninggalkan ruangan kelas itu.

Setelah Kepala Sekolah pergi, kelaspun dimulai.

Asih memandangi punggung Bowo yang duduk membelakanginya. Dirinya ingin menegur Bowo duluan, namun urung karena Bowo seperti tak mengenal dirinya.

Ibrahim, Prabowo dan Asih bersahabat sejak kecil. Prabowo yang dipanggil Bowo oleh Asih dan Ibrahim adalah anak Kepala Desa mereka. Saat lulus SD, masa jabatan Bapaknya Bowo selesai dan merekapun hijrah ke Jakarta.

Rupanya nasib baik masih menyertai keluarga Prabowo. Bapaknya terpilih sebagai Camat di daerah tempat tinggal Asih dan Ibrahim Takdir mempertemukan ketiga sahabat itu kembali.

Sejak kecil Asih sudah menyukai Bowo. Dibandingkan Ibrahim, Bowo memiliki semua kriteria yang diinginkan Asih.

Namun kepergian Bowo dan keluarganya dari desa itu memupuskan harapan dan cinta Asih kepada Bowo.

Dan kini, Bowo dan keluarganya kembali lagi. Apakah Bowo masih punya perasaan yang sama kepadanya seperti dulu ?.

Melihat sikap Bowo barusan yang seolah tidak mengenali Asih dan Ibrahim membuat Asih semakin ragu.

Kriiing.....

Bel istirahat pertama berbunyi. Semua siswa dikelas itu berhamburan keluar kelas, kecuali Asih, ibrahim, Prabowo dan beberapa gadis yang terlihat sedang mencoba menarik perhatian Bowo.

Gadis-gadis itu melirik malu-malu kearah Prabowo, saling berbisik kemudian tertawa cekikikan seolah sedang menebar pesona kepada Bowo.

Asih berdiri mendekati Bowo yang sedang membenahi buku-bukunya. Bowo yang menyadari kehadiran Asih tak bergeming dan bersikap seolah tak mengenali Asih.

"Wo..kamu Bowo kan. Teman masa kecil aku dan Ibrahim!?" tegur Asih.

Prabowo masih tak bergeming dari tempat duduknya.

"Wo...!" Asih mulai tak sabar.

"Panggil aku Dwi. Aku tau dan ingat siapa kamu dan anak laki-laki itu," ucap Bowo masih dengan sikap acuh tak acuhnya sambil menunjuk ke arah Ibrahim yang juga sedang memandangi mereka.

Asih tertegung, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

"Kamu.....lalu kenapa kamu berlaku seolah tidak mengenali kami berdua Wo!?" tanya Asih.

"Sudah kubilang, panggil aku Dwi..nama panggilanku DWI, bukan BOWO..kampungan banget!!" sungut Prabowo marah sambil berdiri dan keluar meninggalkan Ibrahim dan Asih yang terbengong-bengong dengan sikap Prabowo barusan.

Asih memandangi Ibrahim dengan wajah bingung dan bibir membuka. Sementara brahim hanya diam dan mengangkat kedua bahunya.

Karena tidak puas, Asih memutuskan untuk menyusul Prabowo diikuti Ibrahim.

"Prabowo Dwi Raharjo..BERHENTIIII....Aku mau bicara!!!" teriak Asih ketika keluar dari kelasnya dan melihat Prabowo sedang berjalan menuju kantin Sekolah.

Prabowo yang mendengar teriakan Asih, berhenti sejenak kemudian berjalan lagi tanpa menoleh kearah Asih dan Ibrahim.

\=\=\=\=\=\=\=\=\=

Episode 3. Janji Prabowo

Asih berlari cepat kearah Prabowo diikuti Ibrahim. Gadis itu kemudian mencegat langkah Prabowo dengan merentangkan kedua tangannya didepan Prabowo.

Prabowo terkejut dengan langkah berani Asih mencegatnya. "Apa-apaan kamu Asih. Jangan malui-maluin aku. Aku tunggu kamu dan Ibrahim di halaman belakang sekolah," bisik Prabowo sambil menepis tangan Asih.

Asih menurunkan kedua tangannya. Wajahnya kebingungan, tak mengerti ada apa dengan Prabowo.

Ibrahin yang sudah berada didepan Asih kemudian menepuk pundak gadis itu membuat Asih tersadar dari lamunannya.

"Dia masih ingat kita Im..dia bahkan menyebut namaku dan namamu tadi. Tapi kenapa di kelas dia bersikap seolah tidak mengenali kita " tanya Asih tak mengerti.

"Mungkin Bowo punya alasan tersendiri Asih. Kita nggak tau apa yang dialami Bowo sejak hijrah ke Ibukota beberapa tahun yang lalu," jawab Ibrahim

Asih menarik nafasnya. "Oh iya, tadi Bowo..eh si Dwi bilang pengen ketemu kita di halaman belakang sekolah. Kita kesana yuk. Aku jadi penasaran," ajak Asih kemudian berjalan mendahului Ibrahim menuju halaman belakang.

Melihat itu, Ibrahim kemudian buru-buru berjalan mengikuti langkah Asih menuju halaman belakang sekolah dengan pertanyaan yang sama di otaknya.

Setibanya di halaman belakang, Asih dan Ibrahim semakin dibuat terkejut dengan sikap Prabowo yang berubah 180 derajat. Dengan senyuman khasnya. Prabowo menyambut Asih dan Ibrahim kemudian merentangkan kedua tangannya kearah sahabat-sahabatnya itu...

"Kalian nggak ingin memelukku !?" tanya Prabowo dengan wajah tanpa dosa.

"Brengsek..apa-apan sich kamu Wo!!," umpat Asih tanpa mendekati Prabowo.

"Eiiit, panggil aku Dwi..dan berhenti memanggilku dengan nama itu. Bowo itu masa laluku!" sergah Prabowo sambil melangkah mendekati Asih.

Dipeluknya gadis itu dengan senyum sumringah. "Kamu tidak merindukanku cantik?" tanya Prabowo menggoda Asih.

Netra gadis itu mulai mengembun. Sesungguhnya Asih sangat merindukan laki-laki yang kini sedang memeluknya itu.

"Kamu sudah berubah Wo...eeh, Dwi," Asih memukul lengan Prabowo pelan sambil menghapus setetes bening disudut netranya.

"Aku tidak berubah cantik. Aku masih tetap Prabowomu yang dulu," jawab Prabowo sembari melepaskan pelukannya dan beralih mendekati Ibrahim

"Apa kabar Im. Kamu semakin ganteng saja sekarang," sapa Prabowo sambil memeluk Ibrahim dan menepuk pundaknya.

"Ak..aku baik-baik saja Wo, eeeh...Dwi. Berarti yang aku lihat di kantor kepala sekolah tadi kamu dan pak Camat ya?" tanya Ibrahim disambut anggukan Prabowo.

"Aku minta maaf, tadi di kelas mengacuhkan kalian. Emang sengaja aku lakukan agar anak-anak yang lain tidak mengetahui hubungan kita bertiga," jawab Prabowo sambil duduk di atas akar besar yang menjulang dibawah pohon beringin tempat mereka berdiri.

Asih dan Ibrahim mengikuti langkah Prabowo dan duduk disampingnya.

"Saat ini aku sedang dipersiapkan Bapak untuk menjadi Kepala Desa termuda di kampung kita, kemudian menggantikan posisinya sebagai Camat. Setelah lulus nanti, aku akan dikuliahkan Bapak ke Akademi Pemerintahan Dalam Negeri di kota. Makanya aku diwanti-wanti Bapak untuk mulai menjaga sikap dan wibawaku, terutama kepada kalian berdua," cerita Prabowo membuat Asih dan Ibrahim tertegung.

"Tapi kenapa..apa alasan Bapakmu. Toh kami nggak akan menghalangi niat Bapakmu untuk menjadikanmu pejabat di daerah kita ini," sela Ibrahim disambut anggukan kepala Asih.

"Bapakku khawatir, keakraban kita bertiga akan berdampak buruk kepadaku. Beliau ingin aku menjadi orang yang bisa mengabaikan perasaan dan masa lalu demi ambisinya menjadikanku pejabat di tanah kelahirannya ini," jawab Prabowo.

Asih dan Ibrahim saling berpandangan tak mengerti. Itu artinya dengan kekuasaan dan pengaruh Bapaknya yang seorang Camat, Prabowo akan menjadi Kepala Desa termuda di daerah mereka setelah dia lulus nanti.

Suatu beban yang harus dipikul Prabowo diusianya yang masih sangat muda.

"Jangan khawatir. Kami berdua akan terus mendukungmu untuk menjadi Kepala Desa kemudian Camat di daerah kita ini, iya kan Im?" ujar Asih sambil meminta dukungan Ibrahim.

"Iya Wo...ehh, Dwi. Kita berdua pasti akan mendukungmu untuk mewujudkan cita-cita dan keinginan Bapakmu," jawab Ibrahin sambil menepuk pundak Prabowo.

Mereka bertigapun tersenyum dan saling berangkulan.

#

#

Beberapa bulan setelah kepulangan Prabowo, hubungan Asih dan Prabowo semakin dekat dan tak terpisahkan.

Sementara Ibrahim yang secara sembunyi-sembunyi mengagumi dan mencintai Asih tak bisa berbuat apa-apa. Ibrahim memilih memendam perasaannya yang semakin hari semakin besar kepada Asih demi persahabatan mereka bertiga.

Bahkan ketika tanpa sengaja Ibrahim memergoki Prabowo dan Asih yang sedang berasyik masyuk di kamar mewah milik Prabowo saat kedua orang tuanya sedang di luar kota mengurus bisnis mereka pun tak mampu berbuat apa-apa dan memilih diam, menyembunyikan rahasia Prabowo dan Asih.

Beberapa bulanpun berlalu dan mereka bertiga akhirnya lulus dari SMA tempat mereka menimba ilmu.

Prabowo yang telah dipersiapkan oleh Bapaknya untuk menggantikan dirinya menjadi pejabat sekaligus pengusaha besar di daerah itu akhirnya mengirim Prabowo untuk melanjutkan pendidikannya di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri di kota S.

Asih yang merasa akan kehilangan Prabowo dalam waktu yang lama tak bisa berbuat apa-apa.

Namun sebelum keberangkatan Prabowo melanjutkan pendidikannya, mereka berdua memutuskan untuk saling mengikat hati dan janji untuk tetap setia satu sama lain sampai Prabowo kembali kelak.

Dan kamar penginapan di kecamatan menjadi saksi bisu kedua sejoli itu memadu kasih dan cinta yang semakin menggebu.

Setelah melepas hasrat muda mereka, Prabowo kemudian memeluk tubuh Asih yang menangis sesenggukan dan membelai rambut hitamnya yang terurai indah.

"Aku janji, akan selalu setia kepada cinta kita berdua Asih. Dan aku berharap kamupun melakukan hal yang sama. Setelah selesai sekolah nanti, aku akan datang untuk melamar dan menikahimu," ucap Prabowo sambil membalikkan tubuh Asih.

"Benar kamu tidak akan mengingkari janjimu Mas?" tanya Asih disela tangisannya.

"Ya..benar. Percayalah kepadaku Asih. Kamu pegang janji aku. Jika nanti aku tidak menepati janjiku maka hidupku tidak akan pernah bahagia dan aku akan selalu tertimpa sial seumur hidupku," jani Prabowo membuat Asih terperangah dan menutup mulut Prabowo.

"Jangan menjanjikan sesuatu yang tidak akan bisa kamu penuhi Mas," ucap Asih mengingatkan kekasihnya itu.

"Tidak Asih. Janji sudah terucap dan pantang untuk aku tarik kembali," lantang jawab Prabowo.

Asih membenamkan wajahnya di pelukan Prabowo dan merekapun kembali bermesraan tanpa menyadari ada sepasang mata yang melihat apa yang mereka lakukan dibalik pintu yang sedikit terbuka.

Sepasang mata itu milik Ibrahim, sahabat Asih dan Ibrahim. Hatinya hancur berkeping-keping melihat kenyataan bahwa dirinya tidak akan bisa lagi memiliki Asih seutuhnya.

Cinta Ibrahim kepada Asih hanya bertepuk sebelah tangan. Kini Asih benar-benar telah menjadi milik Prabowo meskipun kedua sejoli itu belum terikat hubungan pernikahan, tapi Ibrahim yakin apa yang dikhawatirkannya itu akan terjadi suatu saat nanti.

\=\=\=\=\=\=\=

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!