NovelToon NovelToon

Step Brother

Kehilangan

Di pemakaman umum, terlihat seorang gadis tengah menangisi kepergian mama nya.

Dia memeluk dan kadang mencium batu Nissan yang bertuliskan dengan nama mama nya.

Felicia Pondarsia.

Kenapa sih ma, mama pergi cepat begini. Kenapa mama ninggalin Giesel ma, mama gak sayang sama Giesel?

Kalau mama pergi, terus Giesel sama siapa? Giesel cuma punya mama.

Giesel melirik ke makam samping makam mama nya.

Bahkan papa juga seperti itu, kalian tidak sayang sama Giesel. kalian jahat! Jahat!

Gadis itu terus menangis sambil meratapi nasibnya. Menyalahkan mama dan papa nya yang pergi terlalu cepat.

Tak jauh dari tempatnya menangis, seorang pria hanya bisa menatap iba padanya. Dia tidak tega melihat anak tiri nya menangis seperti itu.

Farhan mengusap bahu nya pelan, seakan memberi tahu pada gadis itu agar tetap sabar dan kuat menjalani semua cobaan ini.

Farhan menatap langit, dia merasakan udara mulai terasa lembab. Seperti nya sebentar lagi akan turun hujan.

"Ayo gie kita pulang, sebentar lagi hujan akan turun" ucap nya.

"Tidak, aku tidak mau pulang. Aku mau di sini, menemani mama dan papa. Aku tidak mau pulang ke rumah itu" Tolak nya.

Farhan menghela nafas dalam, kemudian mencoba memberikan pengertian pada gadis yang baru saja beranjak dewasa itu.

"Giesel, kamu gak boleh seperti ini. Apa kamu tidak kasihan sama mama kamu di alam sana? dia pasti akan sedih melihat kamu seperti ini. kamu harus ikhlas, agar dia di mudahkan di sisi nya!"

Giesel tidak menjawab, dia hanya menangis sembari memeluk batu Nissan mama nya.

"Mama, Giesel gak akan tinggalin mama. Giesel akan tetap jaga mama di sini" gumam nya sambil mengusap batu Nissan makam mama nya. Seakan saat ini dia sedang mengusap kepala mama nya.

Giesel Amanda Pondarsia, Putri dari Handerno Pondarsia dan Felicia Pondarsia.

10 tahun yang lalu, Giesel ditinggal oleh papa nya untuk selama lama nya. Dia masih sangat kecil, baru berusia 7 tahun.

Dia terbilang kurang kasih sayang dari seorang ayah. Namun, mama nya yang sangat menyayanginya mampu memenuhi kekurangan itu.

Sehingga Giesel tidak merasa kurang nya kasih dari seorang ayah. Meskipun sebenarnya dia memang sangat butuh sosok figur ayah dalam hidupnya.

Kini, Giesel kembali mengalami kehilangan itu. Kehilangan yang jauh lebih besar ketika kehilangan papa nya.

Waktu dulu, dia belum terlalu paham. Dia masih polos dan masih bisa di bujuk.

Sedangkan sekarang, dia sudah sangat mengerti dan ketakutan. Kini dia merasa tidak memiliki siapapun.

Sebelum nya hidup Giesel baik baik saja. Kemudian, mama nya pulang dan memberitahu pada putrinya, bahwa dirinya akan menikah dengan seorang pria yang bernama Farhan Agronio.

Giesel tidak menentangnya, dia hanya berpikir bahwa ini adalah pilihan yang bagus, selepas melihat mama nya yang kesepian hidup sendiri.

Benar saja, kehidupan mama nya mulai terlihat membaik. Pria itu merawat mama nya dengan sangat baik.

Kepada Giesel, Farhan juga sangat baik. Dia menganggap Giesel sama seperti putrinya sendiri.

Dua bulan berlalu, Giesel kembali di kejutkan oleh mama nya. Dia mengetahui bahwa mama nya mengidap penyakit kanker stadium akhir.

Giesel sangat terpukul mendengar kabar itu. Hingga kini, dia mengalami apa yang dia takutkan selama ini.

Mama nya pergi menyusul papa nya, meninggalkan dirinya untuk selama lama nya.

Mama....Giesel takut, Giesel tidak punya siapa siapa lagi.

Duarrr... Duarrr

Angin bertiup kencang, gemuruh petir pun mulai terdengar.

Hujan mulai rintik rintik turun membasahi mereka.

Farhan semakin panik, dia tidak mau anak tirinya terkena hujan dan sakit.

"Giesel, ayo pulang. Hujan sudah turun!" ucap Farhan menarik tangan Giesel, dia memaksa anak tirinya itu bangkit, kemudian menatiknya kearah mobil.

"Lepaskan aku om, aku mau tetap di sini" pinta Giesel berusaha meronta agar bisa tetap berada di makam mama nya.

"Tidak nak, nanti kamu bisa sakit kalau terkena hujan"

"Aku tidak peduli. Aku tetap mau di sini" teriak Giesel lagi. Dia berusaha mendorong Farhan, kemudian kembali berlari ke makam mama nya.

Giesel menelungkup di atas gundukan tanah seolah sedang memeluk mama nya.

Farhan semakin iba, air matanya menetes melihat kondisi putri tirinya seperti ini.

Hujan semakin deras, Farhan tidak punya pilihan lain. Dia mengangkat tubuh Giesel, kemudian menggendong nya keluar dari pemakaman itu.

"Lepaskan aku!! Pria sialan! lepaskan aku!" teriak Giesel meronta ronta.

Farhan tidak peduli, dia tetap menahan tubuh Giesel dan berjalan cepat menuju ke mobil.

"Dasar pria tua! lepaskan aku! aku hanya ingin bersama mama papa! lepas!" teriak nya memukul mukul punggung Farhan.

Melihat kedatangan majikan nya, supir Farhan langsung berlari membuka pintu mobil.

Farhan masuk ke dalam mobil, bersamaan dengan Giesel. Dia mendudukkan gadis itu di samping nya. menahan agar dia tidak bisa kabur.

"Jalan pak!" titah Farhan.

"Baik tuan"

Supir langsung menyalahkan mobil dan segera meninggalkan pemakaman umum itu.

"Mama!! Mama!!!" Giesel berteriak dan berusaha mendobrak pintu.

Farhan tidak melarang nya, dia hanya menatap putrinya itu dalam diam.

Kasian sekali kamu Giesel, di usia mu yang masih muda. Pasti ini sangat berat bagi mu.

"Hiks...Mama...Mama..." lirih Giesel memanggil mama nya.

"Giesel, kamu harus ikhlas. Kamu harus bisa ikhlas" Farhan menarik tubuh putri tirinya, memeluk nya erat.

"Om...Mama...Om.." Kesadaran Giesel pun hilang, dia pingsan di dalam pelukan papa tirinya.

Tidak merasakan pergerakan putrinya, Farhan menunduk kebawah.

"Giesel, Giesel..." Farhan menepuk nepuk pipi Giesel pelan. Namun, tetap tidak ada pergerakan dari gadis itu.

"Seperti nya nona muda pingsan tuan" ujar supir yang melihat mereka dari spion.

"Percepat mobil nya, aku tidak mau putri ku kenapa kenapa!" titah Farhan. Dia semakin memeluk erat Giesel. Dia mengusap wajah putrinya yang masih basah oleh air hujan yang bercampur dengan air mata.

Selama 2 bulan menikah dengan Felicia, Farhan menjadi tahu arti keluarga. Dia sebelum nya tidak tahu, bagaimana rasa hangat keluarga sesungguhnya.

Sejak kecil, Farhan sudah hidup sendirian. Tidak ada yang mau membesarkan nya. Hingga dia bertemu dengan keluarga Agronio, dia bisa hidup dengan baik.

Kini dia merasakan bagaimana memiliki cinta keluarga. Hanya selama dua bulan, Farhan bisa merasakan nya.

Farhan sangat menyayangi Felicia dan juga Giesel.

Setiba di rumah, Farhan langsung menggendong putrinya masuk ke dalam rumah. Membawanya ke dalam kamar putrinya.

"Tuan, apa yang terjadi?", pekik Surti melihat nona mudanya di gendong oleh majikan nya masuk ke dalam rumah.

Tanpa menoleh, Farhan menyuruh Surti untuk mengambilkan air hangat dan es batu.

"Bawa air hangat dan es batu ke kamar Giesel" titah Farhan. Dia berjalan cepat menuju ke kamar Giesel .

"Baik tuan" jawab Surti kembali ke dapur, dia mengambil apa yang Farhan ucapkan. Kemudian, dia berlari menuju ke kamar nona mudanya.

Farhan membaringkan tubuh Giesel di atas ranjang dengan hati hati.

"Ini tuan, air panas sama es batunya" ucap Surti memberikan satu baskom kecil air hangat dan beberapa balok kecil es batu di dalam mangkuk kecil.

Surti menatap khawatir pada nona mudanya. Tadi memang Surti tidak ikut ke pemakaman. Dia harus membereskan rumah setelah semua orang pergi mengantarkan Nyonya besar, ke tempat peristirahatan terakhir nya.

"Tuan, ada apa dengan nona muda. Mengapa nona muda tidak sadarkan diri?" tanya Surti khawatir.

"Aku juga tidak tahu, tapi kemungkinan besar Giesel kelelahan dan syok dengan semua ini" jelas nya.

"Tolong kamu ganti pakaian nya, lalu usapkan air hanya ini ke tubuh nya. Jika badan nya panas, kamu kompres kepalanya dengan es ini" Farhan menjelaskan.

Surti mengangguk mengerti, dia langsung mengambil pakaian nona mudanya di dalam lemari.

Lalu, Surti pun mulai mengganti pakaian Giesel setelah Farhan keluar.

Sebelum dia benar benar keluar, Farhan sempat menatap lama gadis malang itu.

"Huh..Giesel, kamu tidak boleh seperti ini" gumam nya, lalu menutup pintu rapat.

...----------------...

"Mama!!!! Mama!!!!!"

Seorang gadis berteriak sekeras mungkin, memanggil seorang wanita cantik yang memakai pakaian serba putih.

Sekencang apapun gadis itu berlari, dia tetap tidak bisa menggapai mama nya. Jarak mereka terasa tetap sama.

Giesel menatap heran, dia kembali berteriak karena tak kunjung bisa memeluk mama nya.

"Mama!!! Kenapa mama menjauh! Giesel kangen!"

Wanita itu tidak menjawab, dia hanya menatap putrinya dengan senyuman manis.

Dalam senyum manisnya, Giesel melihat mama nya menggelengkan kepalanya. Giesel tidak mengerti maksudnya. Dia benar-benar di buat bingung oleh mama nya.

Dia kembali mencoba berlari, berusaha menggapai mamanya. Namun hasil nya tetap nihil.

"Mama!!! Mama!!!" teriak nya semakin histeris

"Mama, sini peluk Giesel. Kenapa mama tidak mau mendekat?" tangis nya.

Lagi lagi Giesel melihat mamanya menggeleng pelan. Kemudian, dia melihat mama nya menunjuk ke arah belakang nya.

Giesel pun mengikuti arah tunjuk mama nya. Dan dia terkejut dengan apa yang dia lihat.

Sebuah layar lebar membentang seperti di bioskop. Di sana Giesel melihat gambar Farhan.

"Kenapa dia ma?"tanya Giesel kembali menoleh pada mama nya. Namun, mama nya tidak menjawab, dia hanya tersenyum dan kembali menunjuk ke arah layar tersebut.

Kali ini Giesel melihat orang lain, orang itu saling merangkul dengan Farhan.

Tapi, Giesel tidak bisa melihat dengan jelas wajah orang itu.

"Siapa dia ma?" tanya Giesel sembari menoleh kearah mama nya lagi.

"Ma?"

"Mama kemana?"

Gisel menjadi panik, dia tidak melihat sosok mama nya dia mana pun. Seketika dada nya menjadi sesak, perasaan kehilangan langsung menyeruak di dalam hatinya

"Mama!!!!"

Masih Bersedih

"Mama!!!"

Giesel terbangun, dia langsung duduk dan mencari keberadaan mama nya.

"Non, non Giesel sudah sadar?", tanya Surti terkejut.

"Mama mana bi?" tanya Giesel panik. Dia lupa jika mama nya telah pergi.

Dengan terisak Surti menjawab.

"Nyonya sudah pergi non, non Giesel harus tabah yah",

"Gak. Mama gak boleh pergi. Gak!!! Gak boleh!!" teriak Giesel kembali histeris.

Surti langsung memeluk nona mudanya, merasakan kesedihan yang saat ini melanda hatinya.

"Sabar non, non Giesel harus ikhlas."

"Mama... Hiks..Hiks.."

Mendengar teriakan keras dari kamar anak tirinya. Farhan langsung berlari ke sana.

Dia mendapati putrinya sudah sadar dari pingsan nya dan menangis di dalam pelukan Surti.

"Giesel" panggil Farhan pelan.

"Om.."

Surti melepas pelukan Surti, kemudian beralih memeluk Farhan.

"Sudah Gie, kamu jangan menangis terus. Mama kamu pasti sedih, lihat putri kesayangan nya bersedih seperti ini" ucap Farhan menenangkan.

"Tapi aku tidak sanggup, bila mama tidak ada. Sudah cukup aku kehilangan papa, dan sekarang mama ku juga pergi om.." tangis Giesel di dalam pelukan Farhan.

Surti menghapus air matanya, dia juga merasakan kesedihan itu.

"Kasian nona muda" lirih nya.

Farhan menghapus air mata yang mengalir dari sudut mata Giesel.

...----------------...

Cukup lama Giesel menangis di dalam pelukan Farhan. Hingga Giesel pun tertidur karena kelelahan.

Kasian Giesel. Ini pasti sulit baginya.

Farhan merapihkan selimut Giesel, menatap sebentar wajah polos gadis itu, kemudian barulah dia memutuskan untuk keluar dari sana.

Surti juga mengikutinya, mereka berjalan bersama keluar dari kamar Giesel.

Saat di luar, Surti seperti memikirkan sesuatu.

"Tuan" panggilnya pada Graha yang berjalan di depan nya.

Farhan menoleh, dia menatap Surti yang berjalan menghampiri nya.

"Ada apa Surti?"

"Anu tuan..Keluarga nya nona muda datang. Mereka bilang mau menginap" ucap bi Surti memberitahu.

Farhan terdiam sejenak, kemudian memberi perintah pada Surti.

"Persilahkan saja, suruh mereka tidur di kamar tamu" titah nya, lalu pergi begitu saja.

"Baik tuan" jawab Surti.

Giesel merupakan keturunan konglomerat. Harta kekayaan mama nya sangat banyak. Tak heran keluarga nya berlomba lomba ingin mendekatinya.

Padahal sebelum nya, hubungan papa Giesel dan mama nya sangat di tentang oleh keluarga kedua bela pihak.

Namun, setelah mereka sukses. Mereka semua langsung mendukung mereka.

Keluarga papa Giesel tidak terlalu memperhatikan nya. Mereka memang dari golongan atas. Berbeda dengan mama Giesel. Keluarnya terlihat sangat jelas ingin menguasai harta milik Felicia.

Felicia berasal dari keluarga yang biasa saja. Kakek dan nenek Giesel bukan lah pengusaha sukses. Dia hanya pemilik toko kue.

...----------------...

Giesel masih terlihat murung, tubuh nya juga mulai terlihat kurus.

Bagaimana tidak, sejak kemarin dia tidak memakan apapun. Giesel hanya menangis dan menangis, dia belum bisa menerima kepergian mama nya.

"Non, ayo makan. Tubuh non sudah semakin kurus. Ayo non makan biar tidak sakit" bujuk Surti.

"Tidak bi, aku gak selera makan. Bawa saja lagi makanan nya" tolak Giesel. Dia kembali berbaring.

Surti hanya bisa menghela nafas, dia tidak bisa memaksa nona muda nya untuk makan. dia juga kasian pada nona mudanya ini.

Ceklek.

"Giesel!" panggil seorang gadis seusia Giesel. Dia berjalan cepat, kemudian memeluk sahabatnya nya erat.

Sara, dia adalah sahabat karib Giesel. Dia baru saja pulang dari olimpiade dan langsung mendatangi rumah sahabat nya setelah mendengar berita ini.

"Maafin gue yah Giesel, gue gak ada saat Lo kaya gini. Maafin gue" sesal Sara.

Giesel tidak menjawab, dia hanya membalas pelukan Sara dan kembali menangis bersama sahabat nya.

Surti tersenyum melihat kedatangan Sara, dia merasa lega akhirnya ada yang menjadi teman berbicara nona mudanya. Dia pun beranjak pergi, memberi ruang untuk kedua sahabat itu waktu.

Surti turun ke bawah, dia bertemu dengan Marsa, bibi Giesel. Wanita angkuh dan sombong. Dia adalah adik Felicia.

"Heh pembantu! gimana keadaan anak yatim itu?" tanya Marsa ketus.

Surti menahan geram pada mereka, dia tahu ular bermuka sepuluh ini tidak bisa di lawan.

"Dia sudah bangun, dan bersama sahabat nya" jawab Surti datar. Kemudian, dia pergi begitu saja.

"Ih, dasar pembantu belagu! lihat saja nanti. Setelah semua ini menjadi milik ku, aku akan langsung memecat mu!" maki Marsa menunjuk Surti yang telah berlalu pergi.

Marsa menggerutu tidak jelas, kemudian beranjak ke kamar nya.

Saat di rungan tengah, dia bertemu dengan Farhan. Senyum licik terbit di bibirnya. Dengan angkuh nya, Marsa menghadang Farhan yang hendak pergi keluar.

"Heh pria tua!" panggil Marsa tidak sopan.

Farhan menoleh, dia menatap datar pada Marsa.

"Ngapain kamu masih di sini? kakak ku sudah mati, harusnya kamu pergi dari rumah ini!" ucap Marsa sinis.

"Jangan jadi parasit pada keponakan ku!" tambah nya.

Farhan tersenyum miring, dia menatap Marsa lekat dan berkata.

"Aku di sini atau tidak, itu bukan urusan mu. Yang terpenting adalah, kamu yang tidak berhak tinggal di rumah ini!" balas Farhan.

Marsa malah emosi mendengar balas Farhan.

"Aku tidak akan pergi dari sini, rumah ini milik kakak ku. Ada hak ku di sini!" balas nya sombong.

"Waw...Percaya diri sekali anda. Lihat saja nanti, setelah surat wasiat itu di bacakan, bersiap siaplah untuk angkat kaki dari sini!"

wajah Farhan berubah datar, kemudian dia berbalik pergi.

...----------------...

Di dalam kamar nya, Giesel masih bersedih. Dia memeluk sahabatnya erat.

"Terimakasih yah Sar, Lo udah datang ke sini. Padahal kan, Lo baru pulang dari lomba" ungkap Giesel tidak enak hati.

Sara pun membalasnya dengan senyum manis.

"Gak papa kok Gie, apapun itu gue rela kok demi Lo. Gue juga yakin, jika ini posisi gue. Lo juga pasti akan melakukan hal yang sama" jawab Sara.

Giesel pun tersentuh, dia kembali memeluk sahabatnya itu.

"Setidaknya gue punya Lo Sar, gue takut banget bakal hidup sendiri" lirihnya mulai terisak.

Sara mengusap punggung Giesel lembut, menyalurkan rasa kasih sayang dan kekuatan, agar Giesel tetap kuat dan tidak mau kalah dengan kesedihan nya ini.

...----------------...

Di ruangan kerja nya. Seorang pria tengah memandangi layar ponsel miliknya. Senyuman yang tak pernah ia perlihatkan pada semua orang, kini dengan sengaja dia pamerkan ketika menatap layar ponsel miliknya sendiri.

Tuk!! Tuk!!

Terdengar suara ketukan pintu dari luar.

"Masuk!" seru nya sembari menyimpan ponsel nya ke dalam saku jas hitam, yang dia kenakan.

Ceklek.

Seorang pria bertubuh tegap masuk ke dalam ruangan kerja F

pria itu. Dia menghadap untuk melaporkan sesuatu.

"Salam bos. Saya ingin menyampaikan bahwa Felicia Pondarsia telah wafat" ucap pria tegap itu singkat dan jelas.

Pria tampan itu menyunggingkan senyum manis nya. Membuat pria tegap itu sedikit terkejut melihatnya.

"Bagus, pergi dan siapkan semuanya. Aku akan segera pergi ke sana" titahnya.

"Baik boss" jawab pria tegap itu. Kemudian dia berbalik pergi meninggalkan ruangan yang terasa seperti neraka.

Pria tampan itu kembali tersenyum. Jika orang biasa melihatnya, mereka akan terpikat dengan ketampanan nya.

Namun sebaliknya, jika musuh nya yang melihat senyuman manis itu. Mereka akan bergidik ngeri dan seakan malaikat maut telah bersiap mendekati mereka.

"Bersiaplah, pertarungan akan segera di mulai" gumam nya girang.

Pembagian Warisan

Satu Minggu pun berlalu. Selama itu pula Giesel menangisi mama nya. Beruntung Sara cepat datang, dia bisa mengurangi rasa sedih di hati Giesel.

Sara sering memberikan Giesel arahan, membangkitkan semangat yang hampir padam di dalam hati Giesel.

Kini Giesel tengah duduk di ruangan keluarga nya. Menunggu pengacara mama nya membacakan surat wasiat.

Giesel duduk di sebelah Farhan. Mengingat mimpinya, Giesel semakin dekat dengan Farhan. Dia merasa, mama nya memberi petunjuk bahwa Farhan adalah orang baik.

Marsa menatap tajam pada Farhan, pria itu sedikit pun tidak memberi cela bagi dirinya mendekati keponakan nya .

Setiap kali dia menemui Giesel, Farhan pasti akan selalu ada di sana seperti hantu.

"Giesel, kamu tenang aja yah. Mama kamu tidak akan salah memberi warisan, pasti dia tahu siapa yang pantas menjaga mu" ujar Marsa tersenyum palsu. Dia melirik Farhan sinis.

Sedangkan Giesel, dia terlihat acuh dan tidak terlalu memperdulikan harta mama nya. Bagi Giesel ini hanya harta, tidak akan di bawa mati. Dia hanya butuh mama nya, kasih sayang seorang mama.

Akhirnya, pengacara pun tiba. Marsa dan beberapa saudara nya yang lain tampak girang.

"Selamat datang pak" sambut Farhan menyalami tangan pengacara itu. Kemudian mempersilahkan nya untuk duduk.

"Terimakasih" balas Bufian.

"Baiklah, apakah semua anggota keluarga telah hadir?" Tanya Bufian memastikan semuanya ke gelap tanpa terkecuali sebelum dia membuka surat wasiat nya.

"Sudah dong pak, siapa lagi yang akan di tunggu" jawab Marsa.

Bufien melirik pada Farhan, kemudian baru memulai acara setelah melihat anggukan kepala dari Farhan.

"Baiklah, karena sudah lengkap. Saya akan membacakan wasit yang telah di tinggalkan oleh nyonya Felicia Pondarsia."

Bufien membuka map coklat, di mana nama nama penerima warisan di dalam nya.

"Sebelum meninggal nyonya Felicia telah membuat surat wasiat dan meminta saya untuk menyimpan nya. Beliau memberi amanat jika setelah dia meninggal, maka saya harus membacakan surat wasiat ini"

Semua orang tampak tegang, kecuali Giesel dan Farhan. Mereka terlihat biasa saja mendengar Bufien membacakan nya.

"90% harta yang di miliki oleh nyonya Felicia di berikan kepada..." Bufien menggantungkan ucapan nya, agar mereka semua penasaran.

Marsa dan saudaranya harap harap cemas, mereka berpikir jika niat baik mereka ketika Felicia sakit, membuat wanita itu memberi mereka hak atas harta milik nya.

"90% harta warisan di wariskan oleh nyonya Felicia kepada Vioms Dakskara. "

"Hu?"

Semua orang terkejut mendengar nama asing itu. Mereka tidak tahu siapa Vioms Dakskara itu.

Lebih mengejutkan lagi adalah, besar harta yang di wariskan kepadanya. Hampir seluruhnya.

Giesel juga terkejut, bukan soal besarnya. Tapi soal orang nya. Siapa Vioms itu??.

"Pak, kenapa harta mama jatuh ke Viom? Dan lagi siapa Viom itu? Aku tidak mengenalnya" tanya Giesel.

"Benar pak, bagaimana mungkin harta sebanyak itu jatuh ke tangan orang asing" protes Marsa.

"Maaf nona muda, dan nyonya Marsa. ini sudah keputusan beliau sebelum meninggal " jelas Bufien membela diri.

"Bukan begitu pak, bagaimana mungkin harta mama jatuh ke tangan orang lain. Apalagi, dia juga tidak ada di sini" balas Giesel.

"Aku di sini!"

Semua orang terkejut, mereka menoleh ke sumber suara .

Seorang pria tampan berwajah dingin melangkah masuk ke ruangan keluarga. Tubuh tegap atletis, membuat para keponakan Felicia terpesona.

"Siapa kau!" tanya Giesel lantang. Mata ya menatap lurus dan dingin pada pria itu.

Dengan langkah santai, Vioms berdiri di hadapan mereka.

"Apa kalian tuli? Pengacara telah menyebutkan nama ku!"

"Vioms?" Beo Marsa.

"Tunggu dulu! Aku tidak bisa menerima ini! Aku tidak akan membiarkan harta mama jatuh ke tangan orang asing seperti mu!" Protes Giesel.

Vioms menatap Giesel dari balik kaca mata hitam nya.

"Pak pengacara, bagaimana mungkin mama mewariskan hartanya pada orang asing seperti dia. Pasti ada yang salah di sini"protes nya lagi.

"Aku bukan orang asing!, Aku adalah anak tiri Felicia Pondarsia!" Tegas Vioms.

"Kan anak tiri, bukan anak kandung. Kamu tidak berhak mendapatkan seluruh harta Kaka ku!" Protes Marsa, dia tidak terima Vioms mendapatkan lebih banyak.

"Sudah sudah, tenang . Keputusan ini sudah bulat, tidak ada kesalahan apapun"

"Nyonya Felicia mengatakan langsung kepada saya, bahwa dia ingin mewariskan hartanya pada Vioms Dakskara." Sambung Bufien.

"Jika Lo anak tiri mama, itu artinya kamu..." Giesel menoleh pada Farhan.

"Apa dia anak om Farhan?"tanya Giesel dengan nada bergetar.

Karena tidak punya jawaban lain dan tidak bisa berkata kata lagi. Farhan hanya bisa menganggukkan kepalanya.

Giesel melebarkan matanya, dia tidak percaya. Selama ini Farhan memiliki seorang anak.

"Konspirasi, pasti mereka sudah merencanakan semua ini. Giesel, kamu tidak boleh membiarkan mereka merebut hak kamu!" ucap Marsa, dia mendekati keponakan nya, kemudian mendesaknya agar berbuat sesuatu.

"Giesel, jangan biarkan dia merebut harta mama mu. Pasti kakak sedih di alam sana" ujar Marsa berakting sedih, agar Giesel termakan oleh ucapan nya.

"Tidak, ini tidak mungkin. Mama tidak pernah cerita pada ku, jika dia memiliki seorang putra tiri. Om juga!" Teriak Giesel.

"Om tidak pernah mengatakan pada ku, jika om memiliki seorang anak!"

"Maaf Giesel, om tidak sempat menceritakan pada mu , tapi mama kamu tahu itu"jelas Farhan. Dia tidak berani menentang manik mata Giesel.

"Sudah sudah, saya akan kembali membacakan isi surat warisan ini. Tolong tenang lah" lerai Bufien.

Mereka pun kembali duduk ke tempat masing-masing. Vioms duduk tepat di depan Giesel. Tatapan matanya tak lepas dari wajah gadis itu.

Bufien pun melanjutkan kembali membacakan isi dari surat wasiat itu.

" Sisa warisan itu hanya sebesar 10% saja. 8% milik nona muda, 1% milik Farhan, dan 1% lagi milik saudara nya" bufien menutup surat itu, kemudian kembali memasukkan ke dalam amplop.

Merasa tidak adil, Masra dan saudara nya tidak menerima keputusan ini.

"Sulit di percaya, Kaka ku memberikan hartanya pada orang asing!" Gumam nya.

"Jika kalian tidak percaya, itu terserah kalian. Surat ini resmi dari pemerintahan hukum. Bagi kalian yang melanggar, maka kalian akan mendapatkan sangsi hukum!" Ucap Farhan angkat bicara.

Giesel kembali menoleh padanya, gadis itu terlihat mulai meragukan dirinya.

"Sulit di percaya, ternyata wajah polos dan sikap baik mu, memiliki tujuan yang menjijikan" seru Giesel menatap tajam pada vioms, kemudian dia pun beranjak pergi meninggalkan ruangan keluarga.

"Aku yakin kalian memalsukan ini semua! kakak ku tidak mungkin melupakan aku! aku adik nya" protes Marsa.

"benar, kakak kami tidak akan seperti itu" sahut Dodi.

Brak!

Vioms menggebrak meja besar itu, matanya menatap mereka semua tajam.

"Mulut kalian sangat tajam dan memuakkan, aku bisa saja menjebloskan kalian ke penjara, jika terus membuat ketenangan ku terusik!" ancam Vioms.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!