Bia mencium punggung tangan Ghazzy selesai mereka bermunajat untuk diberikan kemajuan ekonomi dan juga segera diberikan momongan.
15 tahun usia pernikahan mereka. Tapi mereka belum juga diberikan momongan. Bermacam usaha dari yang medis maupun non medis sudah mereka coba tapi sampai sekarang belum juga membuahkan hasil.
Sebenarnya beruntung karena masing-masing keluarga tidak pernah menuntut mereka untuk diberikan anak. Karena masing-masing keluarga tahu betul usaha apa saja yang telah mereka coba. Ini hanya murni karena kerinduan mereka hadirnya sang buah hati.
" Besok ke dr. Gita jam berapa ?" tanya Ghazzy.
" Sekitar jam sembilan Mas."
" Kamu gak capek sayang, kan kamu baru pulang kerja."
" Inshallah gak Mas. "
" Maafkan aku sayang. Belum bisa memberikan kehidupan layak untukmu. "
Ghazzy semakin menunduk menyesal. Bia hanya tersenyum. Kalimat yang sudah sering di dengarnya dua tahun terakhir ini. Karena Ghazzy terkena PHK efek dari pandemi. Perusahaan ditempatnya bekerja sudah hampir bangkrut.
Andai saja Ghazzy di PHK dengan pesangon yang memadai. Mungkin cukup untuk sekedar bisnis kecil-kecilan. Tapi, perusahaan Ghazzy hanya mampu mencicil pesangonya dua juta selama empat tahun. Awal cicilan memang rutin terkirim di rekening Ghazzy sejumlah dua juta. Tapi masuk ke pertengahan tahun, perusahaannya makin pailit dan hanya bisa transfer pesangon satu juta.
Jumlah yang sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. Meskipun Bia juga masih bekerja di sebuah pabrik makanan. Akhirnya dari gaji bekerja Bia mereka bisa membayar semua tanggungan cicilan.
" Mas,, ini sudah jalanNya kayak gini. Kita gak boleh mengeluh ya. Mungkin Allah udah siapin rejeki lain untuk kita. "
" Sampai sekarang aku masih belum mendapat pekerjaan sayang. "
" Sabar dulu Mas. "
Ghazzy mengusap kepala Bia kemudian mencium keningnya.
" Istirahatlah. Nanti aku bangunkan kalo udah waktunya kerja. "
Bia hanya mengangguk kemudian beranjak menuju kamarnya. Sedangkan Ghazzy kembali melanjutkan mengajinya.
Pabrik tempat kerja Bia terbagi tiga shift. Pagi, siang dan malam. Minggu ini Bia kerja malam. Ghazzy bukan hanya diam saja. Dia ikut tetangganya menjadi kuli bangunan. Meskipun dia seorang lulusan S1 teknik elektro. Dengan ijazah S1 nya, dari sepuluh perusahaann yang dia lamar. Belum ada satupun yang merespon. Ghazzy tahu diri, karena memang usianya sebenarnya tidak termasuk kategorinya.
****
Jam tujuh pagi, Bia sudah pulang kerja dan memasak untuk makan hari ini. Setelah sarapan, Bia mandi dan bersiap untuk ke RS Harapan untuk bertemu dr. Gita. Dokter SPOG yang menjadi tempatnya konsultasi untuk promil.
" Gak ngantuk sayang ?"
" Nanti pas di RS, aku akan menyempatkan tidur sembari menunggu antrian. "
" Ya sudah. Kita berangkat sekarang. "
" Mas sudah bilang Pak Timan kalo libur dulu hari ini ?"
" Iya sudah. Malah Pak Timan bilang, masuk siangnya aja. Setengah hari. "
" Lalu ?"
" Lihat nanti saja. Biasanya kan sampai siang kontrolnya. "
" Iya juga sih. "
" Berangkat sekarang aja. Biar dapat nomor antrian lebih awal. "
" Ayo. Mas. "
Bia naik diatas motor Suprafit lama milik suaminya. Ghazzy langsung aja melajukan motor itu ke RS Harapan.
Sesampainya disana. Meski belum banyak yang datang di poli dr. Gita. Tapi nomor yang didapat Bia sudah yang paling buncit. Nomor lima belas. Keduanya hanya terkekeh melihat nomor antrian yang dibawa Bia. Akhirnya mereka duduk didepan poli dr. Gita.
Bia menyandarkan kepalanya ke bahu Ghazzy saat merasa kantuk sudah menyerangnya. Ghazzy sedikit merendahkan posisi duduknya agar Bia lebih nyaman bersandar.
Sekitar jam 12 siang, nomor Bia akhirnya dipanggil. Ghazzy membuka matanya saat seseorang menepuk lengannya.
" Udah di panggil dokter Mas. " jawab perawat yang membangunkannya. Saat Ghazzy bertanya dengan matanya.
" Oh iya sus. Sayang,, sayaang,, bangun. Udah dipanggil dr. Gita. " kata Ghazzy sambil mengusap kepala Bia yang terbungkus hijab.
Bia mengerjapkan matanya dan membersihkan matanya dari kotoran. Lalu merapikan bajunya sebelum masuk.
" Selamat siang Bu Bia. Masuk malam ya. " sapa dr. Gita sambil tertawa.
" Iya dokter. "
" Langsung aja ya Bu. Silahkan naik. Saya USG dulu. "
Dr. Gita memeriksa kondisi rahim Bia dan menjelaskan sedikit pengetahuan tentang rahim pada Ghazzy meskipun diketahui Bia pasti gak ngerti.
" Seperti yang sudah saya sering bilang Bu Bia. Kondisi kalian saat ini benar-benar normal. Tapi karena usia pernikahan yang sudah lebih dari sepuh tahun. Saya lebih menyarankan untuk program bayi tabung."
Keduanya saling mamandang sekilas. Kemudian tersenyum pada dr. Gita.
" Terima kasih dokter. Kalo kami nanti udah siap semuanya. Pasti kami akan menemui dr. Gita." jawab Bia tenang.
" Saya tunggu ,, sangat menunggunya. "
" Terima kasih dokter. Kami permisi dulu. "
" Silahkan Bu Bia. "
***
Bia menatap Ghazzy yang sedang menatap kosong kedepan.
" Mas,, kepikiran yang dibilang sama dr. Gita ?" tanya Bia ragu.
Ghazzy menghela nafas kemudian mengangguk.
" Bayi tabung ? Darimana kita akan mendapatkan biayanya ? Sedangkan untuk sehari-harinya kita aja sudah cukup memusingkan. "
" Itu,, kita pikirkan nanti ya Mas. Maafkan aku karena belum bisa memberikan anak pada Mas. "
" Kamu ngomong apa sayang. Tentu saja kita pikirkan nanti saja. Kita mampir sholat di masjid ya. "
" Oke. Makasi ya Mas. "
" Sama-sama sayang. "
*****
Ghazzy menatap bingung ke arah istrinya yang nampak sedang melihat ke arah dua wanita baya yang tengah berdoa disampingnya.
" Sayang,, udah ??" panggilnya.
Bia berdiri kemudian beranjak menuju Ghazzy dengan sesekali masih melihat ke arah dua wanita baya yang tengah berdoa tadi.
" Ada apa sih. Kok kelihatannya kamu lagi bingung. Kamu mengenal Ibu itu sayang ?"
Bia tersenyum kemudian menggeleng.
" Lha terus ? Kenapa lihat mereka sampai segitunya ?"
" Tadi aku dengar sedikit doa mereka Mas. "
" Eehh,, gak baik nguping doa orang."
" Bukan pas habis sholat Mas. Tadi, obrolan mereka sebelum sholat. "
" Memangnya apa yang mereka doakan. "
" Kayaknya mereka lagi butuh darah. Entah buat anak Ibu yang mana. "
Ghazzy nampak manggut-manggut. Ibu-ibu yang dibicarakan Bia sudah selesai sholat dan berdiri tidak jauh dari tempat Ghazzy dan Bia duduk.
" Kalo di PMi dan rumah sakit ini kosong. Gimana nasib anak kita ?"
" Kenapa darah golongan A ini, sulit sekali didapat. "
Ghazzy dan Bia sontak saling bertatapan kaget. Karena keduanya tahu kalo golongan darah Bia adalah golongan darah A.
" Apa aku boleh bantu Mas ?"
" Kalo fisikmu gak kuat dan gak lagi sakit ya gak apa-apa sayang. "
" Ayo kita bilang ke Ibu itu Mas. "
" Baiklah. "
Keduanya berdiri dan mendekat kearah dua orang Ibu yang tengah menghapus air mata mereka.
" Assalamualaikum Bu. " sapa Bia.
" Waalaikumsalam Nak. Ada apa ya. Apa kalian mengenal kami ?"
" Ohh gak Bu. Tapi tadi,, eehm,, maafkan saya karena saya tadi sempat mendengar obrolan Ibu."
" Aah,, iya Maafkan kami juga. Mungkin kami mengganggu. "
" Tidak apa-apa Bu."
" Begini Bu, kata istri saya tadi. Ibu sedang mencari golongan darah A ?"
" Iya Nak."
" Kebetulan istri saya ini golongan darahnya A Bu. "
" Benarkah ? Alhamdulillah. " seru Ibu yang memakai jilbab hitam.
" Mbak ini, golongan darahnya nersus Positif apa negatif. " tanya yang Ibu yang tidak memakai jilbab.
" Wahh,, saya lupa Bu. Bisa dicek dulu biar tahu Bu. "
" Aahh,, iya,, iya,, bener. Bisakah kita menemui dokter sekarang ?"
" Baiklah Bu. "
" Sayang, aku ada panggilan tes. Tapi via telpon nanti jam satu. Aku tunggu disini sebentar ya. Setelah wawancaranya selesai aku susul kesana. "
" Alhamdulillah. Iya Mas. Good luck ya. " ujar Bia sambil mencium punggung tangan suaminya untuk berpamitan.
Kedua Ibu itu hanay mengangguk sopan pada Ghazzy.
" Nama saya Rabbiatul Adawiyah Bu. Panggil saja Bia." kenal Bia saat mereka berada di lift.
" Saya Amy. Panggil saja Bu Amy. Ini Bu Okta."
" Salam kenal Bu. "
Langkah Bia semakin berat saat kedua wanita itu membawanya ke bangsal VIP rumah sakit.
Penampilan Bu Amy dan Bu Okta sangat terlihat sederhana. Gimana anaknya ditempatkan di bangsal VIP ?? Batin Bia kaget.
Bu Amy dan Bu Okta nampak tengah berbicara dengan antusias dengan wanita yang raut wajahnya terlihat sedih di ujung kursi tunggu. Bia memang memilih duduk di deretan paling ujung karena merasa tak enak hati juga penasaran.
Bu Amy menepuk pundak Bia yang tengah menunduk karena terasa kembali mengantuk. Bia mendongak kemudian berdiri.
" Benarkah golongan darahmu A ?!" seru wanita yang tadi berbicara dengan Bu Amy dan Bu Okta.
" Benar Bu. " jawab Bia canggung.
" Bisakah dokter memeriksamu sekarang ?"
Bia memandang ke arah Bu Okta dan Bu Amy seolah meminta penjelasan.
" Nak Bia. Ini Nyonya Azalea. Dan yang sakit itu, Zaskia anak dari Nyonya Azalea. Kami ART di rumah Nyonya Azalea. " jelas Bu Okta.
Bia nampak tercengang kemudian teersenyum canggung.
* Kenapa begini ? Aku gak tahu kalo yang sakit ternyata bukan anak daari kedua Ibu ini. * batin Bia.
" Aku Azalea. "
" Bia Tante. " jawab Bia sambil membalas uluran tangan wanita itu.
" Lea. Benarkah kamu sudah mendapatkan darahnya ?!!" seru seseorang dengan mengenaakan baju dokter yang baru saja masuk di ruang tunggu VIP sembari mendekat pada Azalea dengan wajah yang berbinar.
" Iya Leon. Dia,, golongan darahnya A. " jawab Azalea senang.
" Dia,,, ? Siapa dia ? " tanya Leon heran.
" Dia Bia. Bibi bertemu dengannya sewaktu sholat di masjid. "
" Ohh,, "
Bia semakin canggung dengan jawaban ' Oh ' dari dokter itu. Alisnya bahkan sampai mengkerut heran.
" Kamu yakin ?! Kita sama-sama tahu bagaimana sikap Al nantinya. " kata dokter itu sambil melipat tangan di dadanya.
" Itu urusanku. Lebih baik kamu memeriksa Bia dulu."
Dokter itu menghela nafas sejenak.
" Bia. Ini dr. Leon. Dia yang bertanggung jawab untuk kesembuhan putriku, Kia. " kenal Azalea.
" Bia. " jawab Bia keki.
" Baiklah. Ayo kita ke ruang tindakan. " jawabnya tanpa menjabat uluran tangan Bia.
Bia menarik tangannya yang di acuhkan dr. Leon. Nampak bibir Azalea mengerucut karenanya.
" Maafkan dr. Leon Bia. Dia itu memang sangat dingin pada seseorang yang baru dikenalnya. Lama-lama kamu pasti akan terbiasa."
" Tidak apa - apa Tante. Saya permisi dulu. " pamit Bia sembari berusaha mengejar langkah dr. Leon yang tampak seusia Ghazzy suaminya.
*****
" Mama bilang sudah menemukan pendonor untuk Kia. Dimana dia sekarang ?" tanya suara berat namun tegas saat membuka pintu ruang tunggu.
" Bia sedang diperiksa dokter. "
" Bia ?? "
" Wanita yang mempunyai golongan darah yang sama seperti Kia. "
" Oh, jadi dia seorang wanita. " keluhnya.
Teringat obrolan dengan Mamanya semalam.
FLASHBACK ON
" Cepat,, buat pengumuman. Kalo ada yang mempunyai golongan darah A nersus negatif. Kalo dia laki-laki, aku akan menikahkannya dengan Kia. Kalo dia wanita, aku akan menikahkannya dengan Al. "
" Ma,, ini keterlaluan. " bentak Al kesal. Karena namanya dibawa-bawa.
" Kamu gak akan bisa mengerti gimana sakitnya hati seorang Ibu yang khawatir melihat anaknya seperti mayat hidup. " keluh Azalea sembari kembali terduduk dengan menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Tak membutuhkan waktu untuk menangis.
Tentu saja hal itu membuat hati Al trenyuh. Dia memeluk wanita yang sangat disayanginya itu.
" Maa,, bersabarlah sebentar lagi. Aku akan segera menemukan pendonor itu. "
" Tapi sampai kapan Al ? Mama gak tega melihat adikmu seperti mayat disana. "
" Sssttt,, Mama ini ngomong apa sih. Gak baik bicara seperti itu. " kata Al sambil mengusap kepala Azalea.
FLASHBACK OFF
" Bia,, " panggil Azalea sambil berdiri menyambut Bia yang tengah merapikan lipatan baju dilenganya.
" Bagaimana dnegan hasilnya ?"
" Dokter menyuruh saya keluar lebih dulu Tante. "
" Terima kasih Bia. "
" Terima kasih ?? Saya,, gak melakukan apa apa Tante."
Al masih terus menatap intens kearah wanita yang tengah berbicara dengan Azalea.
* Apa mungkin Mama nanti akan menyuruhku menikah dengan wanita degil seperti ini ?!* batinya kesal.
" Berapa yang kamu minta ?!" seru Al kesal.
" Apa maksudnya ?"
" Oh iya, Bia. Kenalkan ini anak Tante. Kakaknya Bia "
" Bia. " ucap Bia tanpa mengulurkan tangannya setelah mendapatkan tatapan dingin dan tajam dari lelaki didepannya.
" Berapa yang kamu minta untuk mengganti darahmu ?!" tegas Al dingin tanpa melihat ke arah Mamanya yang tengah menatapnya marah.
" Aku ikhlas mau mendonorkan darahku kalo memang cocok nantinya. " jawab Bia apa adanya. Meskipun dia juga sedikit tersinggung dengan ucapan anak Azalea itu. Tapi berusaha tidak menunjukkannya.
" Bullshit. "
" Al,, !!!" bentak Azalea.
" Sepertinya memang saya tidak diperkenankan untuk mendonorkan darah saya. " ujar Bia sarkas.
" Kamu pasti melihat iklan yang memuat tentang pencarian kami. Dan kamu tertaarik dengan imbalannya ? Apa kamu memang sengaja mau mendekatiku dengan cara seperti ini ? Agar kamu bisa menikah dengan pengusaha sukses sepertiku."
* Ya Allah,, ada ya orang senarsis ini ?? *
" Aku sama sekali tidak menyangka ada orang senarsis anda. Alibi anda sangat tidak masuk akal. Mendekati ?? Menikah dengan anda ? Oohh maaf. Aku sudah menikah. Dan Alhamdulillah, suamiku lebih tampan daripada anda. " tegas Bia sembari mengambil tasnya.
" Al,, kamu jangan bicara seenaknya. Ayo minta maaf. Mama gak mau kamu bertengkar dengan Bia. Dia yang akan mendonorkan darahnya untuk Kia. "
" Ma,, bersabarlah sedikit lagi. Aku pasti bisa menemukan orang yang cocok dnegan golongan darah Kia Ma. Tapi, bukan dia. "
" Memangnya kenapa kalo orang itu aku ?!"
" Lihat aja penampilannya. Dekil dan,,, kumuh. "
" Apa hubungannya dengan penampilanku ?"
" Terlalu jelas memperlihatkan niatmu untuk meminta imbalan. "
" Ehhmm,,, sepertinya sudah gak ada gunanya aku berada di sini. Aku permisi Tante. Mari Bu Amy, Bu Okta. "
" Syukurlah kamu cukup peka. " sindir Al.
Bia menatapnya sekilas kemudian melanjutkan langkahnya untuk pergi dari bangsal VIP disana.
" Bia,, Bia,, " Panggil Azalea sembari hendak mengejarnya tapi keburu ditarik Al dalam pelukannya.
" Udahlah Ma. Aku janji, aku akan berusaha menemukan orang itu."
" Jangan terus berjanji kalo kamu gak bisa menepatinya. "
" Ma,,, I'll try my best. I promise. "
" Amy,, gimana ini ? Apa nanti kita yang akan disalahkan juga ? " Keluh Okta.
" Bukan itu yang sedang aku pikirkan Okta. "
" Lalu ?"
" Bagaimana nasib Nona Kia ? "
Keduanya menunduk penuh kecemasan.
Suara derap langkah setengah berlari membuat Azalea dan Al menoleh. Azalea menatap Leon yang celingukan seolah tengah mencari seseorang.
" Ada apa Leon ? Apa terjadi sesuatu pada Kia ??" serunya panik dan langsung berdiri.
" Dimana wanita itu ?"
" Wanita ??" tanya Al heran.
" Siiapa namanya tadi yaa. Ehhhmm.. Bia,, yah ,, Bia,, dimana Bia Lea ?"
" Seperti yang kamu pikirkan. " jawab Azalea malas sembari mendekat ke pintu kamar Zaskia anaknya. Menatap dari balik kaca pintu.
" Kamu benar-benar mengusirnnya ?!!" hardik Leon.
" Apa harus sekeras itu ??" ujar Al dengan datar dan memasang wajah dinginnya.
Leon menghela nafas panjang.
" Sayang sekali. Padahal aku sudah sangat bahagia. "
" Apa maksud Om Leon ??"
" Wanita yang kamu usir itu ,, Bia,, dia tidak hanya mempunyai golongan darah yang sama dengan Kia. Tapi dia juga mempunyaai kesamaan sumsum tulang belakang yang sama dengaan Kia. "
Al sontaak berdiri. Begitupun deengan Azaleaa.
" Kamu yakin ?!" tanya Azaleaa tidak percaya.
" Bahkan 90% Lea !! Dia bisa menjadi pendonor sumsum tulang belakaang untuk Kia. Meskipun dia bukan saudara kaandungnya. Bukankah ini keajaiban ??! Bukankah ini jawaban dari doa-doamu selama ini ??" jelaas Leon dengan mata berbinar.
Azaalea tak hentinya berucaap syukur. Sampai dia bersujud syukur sejenak begitupun dengan Okta dan Aamy. Kemudian Leon membantunya untuk berdiri.
" Tapi, sayaangnyaa kita kehilangan keajaiban itu. " keluh Leon sedih.
" Mama gak mau tahu. Cari Bia sampai dapat. Dan kamu harus bisa meyakinkannyya untuk menjadi pendonor. Dan Mama,, sudah pernah bernadzar untuk menikahkkan pendonnor waanitanya denganmu. Cari dia sampai dapaat. Jangan pernah ke rumah sakit sebelum menemukannya. "
" Sayang,, !!" panggil Ghazzy saat matanya menemukan sosok Bia keluar dari pintu lift.
Ghazzy mendekat ketika melihat Bia tengah celingukan menemukan si empunya suara yang memanggilnya sayang.
" Mas,, " panggil Bia sembari mendekat ke arah Ghazzy yang juga tengah mendekat padanya.
" Aku mencarimu sayang. Aku telpon tapi gak diangkat. "
" Maaf Mas. Tadi aku sedang diperiksa dokter. "
" Lalu, gimana ? Cocok dengan golongan darah anak salah satu Ibu itu ?"
Bia menghela nafas panjang berusaha menenangkan emosinya.
" Kenapa ? Duduklah. "
Keduanya kemudian duduk di taman depan parkiran dimana motor Ghazzy terparkir disana.
" Aku gak sempet mendengar hasil pemeriksaan dokternya Mas. "
" Lhoo kok gitu ? Bukannya kamu mau mendonorkan darahmu sayang ? Ibu itu pasti sedih kamu kabur kayak gini. "
" Dua ibu di masjid tadi, ternyata hanya ART Mas. Mereka sudah menganggap anak majikannya seperti anak mereka sendiri. "
" Jadi yang sakit anak majikannya ?"
" Iya Mas. Kamarnya ada di ruang VVIP mas. Aku jadi insecure waktu masuk ke ruangan itu. Bahkan,, "
Bia menghentikan bicaranya karena takut keceplosan tentang bagaimana sikap anak sulung keluarga itu.
" Bahkan apa ?"
" Saking dekilnya penampilanku, dokternya bahkan meragukan kecocokan golongan darahku. Dan itu diperjelas dengan ucapan Anak sulung majikannya. Dia gak mau adiknya dapat pendonor darah dari orang miskin kayak aku. "
" Apa ? Terus hubungannya apa kaya sama miskin ? Toh, kita punya darah yang sama merah. "
" Itu kan pemikiran orang sehat kayak kita. Lha yang sakit kayak mereka ?? Mungkin takut ketularan miskin kali. " gurau Bia sambil tertawa.
" Kamu baik-baik saja sayang ?"
" Baik. Sangat baik. Mungkin kalo aku tetap berada disana. Aku akan ketakutan kalo darahku makin memperparah penyakitnya. Bisa-bisa aku di persulit."
" Alhamdulillah. Ya sudah. Kita pulang ya. "
" Iya Mas. Oh iya. Interviewnya gimana ? Sukses ? "
" Alhmdulillah. Ini masih tes pertama. satu minggu lagi dihubungi kalo lolos seleksi. "
" Alhamdulillah. Semoga rejekinya Mas. "
" Aamiinnn. "
*****
Al melemparkan jasnya dengan kesal diatas sofa. Kemudian mengendurkan dasinya. Dilemparkan satu vas bunga dimeja ke arah pintu sesaat sebelum pintu itu dibuka oleh asisten pribadinya.
" Dev,, Temukan wanita yang tadi menjadi pendonor darah untuk Zaskia. Bawa dia didepanku,,, paling lambat besok !!!" serunya marah.
" Baik Pak Al. "
" Suruh OB untuk membersihkan ruanganku. Aku akan pulang ke rumah. "
" Iya Pak. "
Al mengambil jasnya dan segera keluar dari ruangannya. Devan menelpon seorang OB untuk membersihkan ruangan Al. Setelah OB itu selesai dan keluar. Dia pun juga ikut keluar.
*****
Al menghabiskan makanan dan minumannya. Ada satu pesan dari Devan.
' Pak Al,, semua tentang wanita itu sudah saya kirimkan ke email anda. Apa perlu besok saya bawa mereka ke kantor ?'
' Aku akan mengabarimu nanti. '
Al tersenyum smirk. Kemudian segera menuju ruang kerjanya. Rumah mewah dua lantai yang di belinya tiga bulan yang lalu. Karena kondisi Kia yang tidak mungkin membawanya pulang pergi Kalimantan-Surabaya.
Lantai atas terdiri dari empat kamar. Satu kamar utama ditempatinya. Satu kamar untuk Mamanya. Satu kamar untuk Zaskia. Dan satu kamar kosong untuk tamu. Di lengkapi dengan satu ruang keluarga yang terdapat TV. Dan juga ada balkon untuk bersantai. Dan juga ruang kerja Al.
Sedangkan di lantai dasar. Ada kolam renang dan taman gantung di bagian belakang. Didepan garasi yang cukup untuk memuat tiga mobil. Satu dapur dan tiga kamar pembantu dan juga satu ruang tamu.
" Rabiatul Adawiyah. Bia. " desis Al setelah melihat file yang dikirim Devan ke emailnya.
" Dia bekerja sebagai buruh pabrik. Suaminya bernama, Abdul Ghazzy. Dulu, seorang operator crane. Dengan ijazah S1 teknik elektro ? Heemm,, rupanya sekarang pengangguran. Tunggu,, tunggu,, dia telah interview di perusahaanku ? "
Al kembali tersenyum smirk. Dia tahu bagaimana caranya menghindar dari nadzar Mamanya. Untuk menikahkan pendonor wanita dengannya.
****
Bia mengemudikan motornya dengan sedikit cepat saat menyadari ada mobil yang tengah mengikutinya. Bia tak hentinya bersenandung sholawat untuk menenangkannya.
* Kok mobilnya ngikutin terus sih. * batin Bia gelisah.
Ketakutannya semakin menjadi saat dia harus melewati jalan yang samping kanannya ada sebuah TPU. Meskipun jalan raya tapi jarang yang lewat sana karena bukan jalan utama.
* Bodoh,, kenapa tadi lewat jalan tembusan. Bukannya jalan utama. * batin Bia merutuki kecerobohnnya.
Tiba-tiba mobil itu melewatinya hingga dia kaget dan motornya oleng. Bia tidak bisa menstabilkan motornya hingga terjatuh.
" Awww,,, "
Bia mengibaskan telapak tangannya yang sedikit lecet. Kaki kirinya juga sedikit terkilir. Dia membetulkan posisi motornya yang terguling dengan susah payah karena harus menahan sakit di kaki kirinya.
" Ini untuk kompensasi kaki kirimu. " seru satu suara sembari melemparkan satu gepok uang di atas motornya. Sepuluh juta.
Bia menoleh. Saat melihat yang punya suara adalah Al anak Azalea dia hanya mendnegus kesal. Dia memiringkan motornya berpura-pura untuk mengecek motornya. Padahal agar uang itu terjatuh. Dan benar saja, uangnya terjatuh.
Setelah itu Bia hendak naik ke motornya tapi segera dicekal oleh Al. Kemudian menariknya ke pinggir jalan. Tentu saja motornya kembali jatuh.
" Apa yang kamu lakukan ?!" bentak Bia marah.
" Kamu harus jadi pendonor adikku. "
" Maaf. Aku sudah gak berminat. " katanya sambil menepis tangan Al yang mencekal pergelangan tangannya.
" Lepaskan tanganmu !!!" sergahnya risih.
Al memberikan kode pada Devan untuk mengambil uang yang terjatuh.
" Berikan pada anak buahmu. Suruh mereka membuang motor ini. "
" Apa ? tidak !!" seru Bia sembari hendak mengambil kunci motornya tapi segera ditarik oleh Al.
" Lepaskan !!! " hardiknya marah.
Tidak berapa lama ada dua orang laki-laki mendekat. Bia mengenal salah satunya, karena dia adalah tukang ojek di sekitar perumahan sahabatnya.
" Pak Tono !" panggilnya.
" Lhoo mbak Bia. Ada apa ini ?"
" Pak Tono,, tolong saya Pak. "
" Jangan ikut campur !!! " bentak Al dengan tatapan dinginnya.
" Tolong Pak Tono. " pinta Bia memelas.
Pak Tono hendak mendekat. Tapi tiba-tiba Al mencium Bia sejenak. Tentu saja itu menyurutkan langkah kaki Pak Tono.
" Maaf Mbak Bia. " ujarnya tak enak hati.
Bia yang kaget langsung mendorong tubuh Al untuk menjauh.
* Sialaan !!!*
" Pak To,,, " belum selesai Bia berucap telapak tangan kanan Al segera membungkam mulutnya.
" Maaf Pak. Istriku sedang cemburu. Tolong antarkan motornya ke tempat biasa. "
Pak Tono tertawa.
" Mbak Bia,, Mbak Bia,, punya suami yang tampan harus banyak bersabar Mbak. " guraunya.
" Terima kasih Pak. " ujar Al pura-pura.
Bia menggelengkan kepalanya sembari berusaha membuka tangan Al dari mulutnya.
" Mbak Bia saya bawa motornya ke rumah mbak Lily ya. Cemburunya jangan lama-lama Mbak. Kasihan suaminya. "
" Ini ongkosnya Pak. " kata Devan.
" Gak usah Pak. Saya ikhlas menolong Mbak Bia. "
" Tidak apa-apa Pak. Terima saja. " Jawab Al.
" Gitu ya Mas. Makasi. Permisi. "
Setelah dua laki-laki itu pergi, Al melepaskan bekapan pada mulut Bia. Tapi tidak pergelangan tangannya.
PLAAKKKK,,,
Bia mendaratkan telapak tangannya ke pipi Al yang masih tersenyum smirk sembari meraba bibirnya.
" Apa maumu ?!" tanya Bia dengan mengelap mulutnya dengan kasar.
" Kesepakatan. "
" Aku gak tertarik. Lepaskan !"
" Aku akan menerima suamimu bekerja diperusahaanku kalo kamu bersedia menjadi pendonor untuk adikku. "
* Perusahaannya ? Perusahaan Dewandaru ?? Tadi pagi Mas Ghazzy bilang, perusahaan itu telah menerimanya bekerja. Apa itu karena laki-laki ini ? *
" Gimana ?"
" Tidak perlu. Suamiku sudah diterima kerja. "
" Perusahaan Dewandaru kan. "
Bia menatap tajam pada Al.
" Aku ownernya. Tentu saja aku tahu siapa pegawaiku." jawabnya sombong.
" Lepaskan !!" seru Bia tanpa menghiraukan Al.
" Aku bisa saja mengcancelnya kalo kamu mau. "
Al mengeluarkan ponselnya. Menelpon Devan yanh tengah berada di dalam mobil. Mengubah panggilan menjadi loud speaker.
" Halo Devan. Bagaimana dengan pegawai baru itu ?"
" Pegawai baru atas nama Abdul Ghazzy. Jam sepuluh akan ke kantor untuk tanda tangan kontrak Pak. Apa ada yang salah Pak ?"
" Sepertinya begitu. "
" Apa perlu saya revisi Pak ?"
" Batalkan. "
" Baik. Saya akan menghubungi Pak Ghazzy sekarang. "
" Jangan. " ujar Bia melemah.
* Hanya untuk menjadi pendonor. *
" Baiklah. Aku jadi pendonornya. " jawab Bia lemah.
Al tersenyum menang.
" Devan. Gak usah direvisi. Suruh dia datang kekantorku jam delapan nanti. "
" Baik Pak. "
" Sekarang, lepaskan aku !" seru Bia saat melihat Al memasukkan kembali ponselnya.
" Kamu harus ikut ke kantor. Aku akan memastikan kamu gak kabur. " jawabnya sambil menarik Bia menuju ke mobilnya.
" Kamu jangan ngawur. Aku harus pulang."
" Tidak !!" bentaknya hingga Bia terlonjak kaget.
Al mendorong Bia ke kursi belakang. Dia sendiri duduk di kursi depan. Mobil segera melaju menuju kantornya. Kondisi Bia yang pulang kerja semakin merasa ngantuk merasakan hawa dingin di mobil itu. Tak berapa lama dia tertidur.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!