Bismillahirohmanirohim.
"Ibu, bapak Mira pulang, bawa hasil dari kebun" ucap seorang gadis, sambil menunjukan hasil yang dia bawa dari kebun nya, pada kedua orang tuanya yang terbaring lemah ditempat tidur.
Hampir setiap hari Mira harus selalu terlihat baik-baik saja. Padahal raganya hancur melihat kondisi ibu dan bapaknya, yang sudah tidak bisa berbuat apa-apa.
Kedua orang tua Mira hanya bisa tersenyum pada anak gadis mereka. Mereka tidak bisa menjawab apa-apa, untuk sekadar bicara satu katapun sudah begitu sulit, rasanya bibir sudah tidak bisa digerkana lagi.
Nama nya Mira, dia seorang gadis desa yang terlahir dari keluarga cukup terpandang di desanya. Karena orang tuanya memiliki kebun yang begitu luas dan sawah ada sekitar 3 hektar di desannya.
Sayang di desa itu dia sudah tidak memiliki kerabat, dia juga hanya anak satu-satunya dari ibu dan bapaknya, bisa dibilang Mira adalah pewaris tunggal dari keluarganya.
Saat ini gadis itu menginjak usia 21 tahun, tapi sayang di umurnya yang ke 21 tahun dia harus melihat kedua orang tuanya terbaring lemah ditempat tidur.
Sudah hampir 3 bulan ini orang tua Mira sakit keras, tapi sakit yang orang tua Mira alami begitu aneh, karena jika diperiksa di medis orang tua Mira tidak sakit apa-apa.
Selalu begitu hasil medis yang keluar tidak ada memuaskan untuk Mira, padahal dia sudah datang ke beberapa dokter berbeda untuk memeriksa keadaan kedua orang tuanya.
"Mira harus pake cara apa lagi biar ibu dan bapak sembuh" ucap Mira pada orang tuanya.
Dia mendekati tempat berbaring orang tuanya, semakin hari Mira tidak tahu kenapa perut kedua orang tuanya semakin membesar. Sementara badan orang tuanya semakin kecil dan kurus.
Padahal ibu dan bapaknya selalu makan dan buang hajat dengan baik, layaknya orang-orang pada umumnya.
Tangan sang ibu terangkat untuk mengelus pucuk kepala anaknya. Mira tahu ibu nya sedang memberikan kekuatan pada dirinya, agar bisa menerima semua cobaan yang menimpa dirinya dan keluarga.
"Mira mau masak dulu ya pak ibu" pamitnya.
Mira keluar dari kamar orang tuanya dengan derai air mata, sudah banyak cara dia lakukan untuk kesembuhan kedua orang tuanya, tapi tidak ada satupun yang berhasil, semuanya hanya sia-sia saja.
"Aku mau ibu dan bapak sembuh!" ucap Mira pada diri sendiri, sambil mengusap air matanya, saat ini menangis hanya akan membuang-buang tenaga Mira saja.
Mira melangkah pergi ke dapur untuk memasak hasil kebun yang dia dapat tadi, dari kebun orang tuanya sendiri.
"Semoga ibu sama bapak senang masakannya" ujar Mira, dia melupakan sejenak apa yang sedang menimpa keluarganya.
Selesai memasak Mira akan menyiapkan makanan kedua orang tuanya, setiap hari Mira akan menyuapi ibu dan bapaknya secara bergantian.
"Ibu makan dulu" kata Mira, sambil membantu ibunya untuk duduk, ibu Mira tidak menjawab tapi dia menuruti apa yang Mira suruh.
"Makan yang banyak ya bu biar cepat sembuh" ucapnya untuk menghibur dirinya sendiri, Mira merasa kesepian, tanpa adanya obrolan ibu dan bapaknya.
Padahal sebelum ibu dan bapak Mira sakit, rumah yang lumayan besar itu selalu terasa harmonis, selalu ada canda tawa didalamnya.
Tapi semua itu langsung lenyap seketika saat sakit yang tidak tahu apa menimpa kedua orang tua Mira, kini rumah itu berubah menjadi sunyi, seperti tak berpenghuni.
Selama ibu dan bapaknya sakit sudah 3 bulan ini pula Mira sendiri yang mengurus sawah dan kebun milik orang tuanya.
"Aku yakin ibu dan bapak akan segera sembuh, jadi makan yang banyaknya" Mira yang tersenyum pada ibunya membuat ibunya juga ikut mengangkat sudut bibirnya untuk tersenyum.
"Ibu udah selesai makan sekarang tinggal giliran bapak untuk makan mengisi perut terlebih dahulu" ucap Mira lagi setelah memberi ibunya air putih.
Mira memberikan bekas makan ibunya terlebih dahulu, setelah itu baru dia menyuapi bapaknya makan.
"Ayo bapak juga harus makan yang banyak kayak ibu" ujar Mira, sambil mulai menyuapkan nasi dan sayur ke dalam mulut bapaknya.
"Harus makan yang banyak ya bapak" bapak Mira mengangguk saat Mira menyuruh makan yang banyak.
"Mira akan menunggu kalian sembuh" batinnya sambil melihat ke ibu dan bapaknya secara bergantian.
"Mira akan lakukan apapun asal ibu dan bapak bisa sembuh!" tekad Mira begitu bulat untuk kesembuhan kedua orang tuanya.
Lagipula anak mana yang tega melihat ibu dan bapaknya setiap hari terbaring lemah diatas kasur, tanpa berbuat apa-apa, hanya bisa makan dan buang air saja.
***
Setiap pagi Mira gadis 21 tahun itu akan pergi ke kebun atau ke sawah bapaknya, semenjak bapak dan ibu nya sakit.
"Mira bapak sama ibumu belum sembuh juga memang?" tanya seorang wanita paruh baya yang kerap disapa mbok Darmi di desanya, mbok Darmi merupakan salah satu tetangga Mira.
Mira memang sering pergi ke kebun bersama mbok Darmi, karena kebun keduanya bersebelahan, walaupun tetap kebun milik keluarga Mira yang lebih luas.
"Belum mbok" sahut Mira dengan nada lesu.
"Mira sudah datang ke beberapa rumah sakit yang ada di kabupaten kita ini, tapi hasil pemeriksaan setiap rumah sakit sama. Mereka mengatakan jika bapak dan ibu baik-baik saja, tapi mereka juga bingung karena melihat perut ibu dan bapak membesar, sementara badannya semakin mengecil"
"Bisa begitu ya Mir, tapi kamu sudah coba datang ke orang pintar untuk menanyakan keadaan ibu dan bapakmu?" tanya mbok Darmi memastikan.
Keduanya terus berjalan menuju kebun sambil membahas penyakit yang menimpa orang tua Mira, mendengar ucapan mbok Darmi Mira terdiam sejenak.
"Belum mbok, tapi Mira nggak mau ke orang pinter Mira takut" tutur Mira.
Mbok Darmi mengerti dengan maksud Mira, tapi mbok Darmi yakin ada yang tidak beres dengan penyakit yang diderita orang tua Mira.
"Kalau tidak begini saja Mira, hari ini kamu pikirkan matang-matang dulu, ini juga demi kesembuhan orang tuamu, kamu pikir dulu mau dateng ke orang pintar atau nggak, kalau mau kamu besok datang ke rumah mbok, biar mbok Darmi kasih tahu dimana orang pintar yang bisa membantu menyembuhkan penyakit ibu dan bapakmu" usul mbok Darmi pada Mira.
"Iya mbok, biar Mira pikir dulu, terima kasih sudah mau membantu Mira"
"Sama-sama Mira" sahut mbok Darmi.
Keduanya berpisah di jalan setelah ada dua jalan di hadapan mereka, mbok Darmi berjalan lurus, karena kebunnya ada dijalan lurus itu.
Sementara Mira mengambil jalan sebelah kanan, karena kebun orang taunya melewati jalan situ, saat ini Mira tengan memikirkan usulan yang mbok Darmi beritahu padanya tadi, dijalan.
Bismillahirohmanirohim.
Keesokan harinya Mira mendatangi mbok Darmi di rumahnya. Pagi-pagi sekali Mira sudah berada dibelakang rumah mbok Darmi yang sedang memberi pakan ayamnya.
"Mbok" sapa Mira pada mbok Darmi yang belum menyadari kehadiran Mira.
"Iya neng Mira, ada apa?
Mungkin efek umur jadi mbok Darmi lupa jika dia kemarin menawarkan bantuan untuk mengajak Mira ke orang pinter.
"Itu mbok, Mira sudah memikirkan usulan mbok Darmi kemarin, buat datang ke orang pinter, Mira tidak tega melihat kondisi ibu dan bapak yang semakin hari semakin parah, Mira sebagai anak merasa bersalah, karena tidak bisa berbuat banyak"
Mbok Darmi paham apa yang dirasakan oleh gadis berusia 21 tahun itu, bagaimanapun juga dia harus selalu pura-pura kuat didepan orang tuanya yang terbaring lemah diatas kasur.
Mira tak pernah menumpahkan air matanya di hadapan ibu dan bapaknya, jangan salah tapi jika tidak ada di hadapan siapapun air mata itu akan terus mengalir dengan deras.
Bagi Mira mau dia banyak harta atau tidak, dia tidak masalah asalkan hidup bahagia bersama orang tuanya, untuk saat ini sepertinya hal itu hanya menjadi harapan belaka bagi Mira.
"Mbok akan antara neng Mira, sekarang neng Mira pulang, terus siap-siap nanti mbok Darmi susul ke rumah neng Mira, kalau mbok juga sudah selesai bersiap" ujar mbok Darmi.
"Iya mbok, Mira pulang dulu" pamitnya sopan.
Sampai dirumah Mira segera bersiap, Mira juga langsung membawa orang tuanya untuk ikut langsung agar bisa berobat dengan orang pintar.
Sekitar setengah jam, akhirnya pintu rumah Mira diketuk, Mira segera membuka pintu rumahnya.
"Sudah siap neng Mira?" tanya mbok Darmi saat melihat Mira muncul dibalik pintu.
"Sudah mbok, bisa minta tolong bantuin Mira papah ibu sama bapak gantian" ucap Mira merasa sungkan, dia takut dikira tidak sopan pada yang lebih tua nanti.
"Tak usah kamu yang bawa Mira, biar dibantu mang Aceng" kata mbok Darmi, lalu menyuruh suaminya itu untuk mengakut orang tau Mira secara bergantian dalam mobil.
"Maaf Mbok Darmi, mang Aceng jadi merepotkan kalian" ucap Mira saat akan masuk kedalam mobil.
"Sudah tak usah dipikirkan Mira, yang penting kita bisa membantu orang tua mu berobat"
Mang Aceng sudah melajukan mobilnya, meninggalkan kampung mereka pergi ke kampung lain untuk bertemu orang pintar, guna meminta tolong untuk mengobati orang tua Mira.
Lama dalam perjalanan, akhirnya mang Aceng memberhentikan mobilnya di tempat yang asing bagi Mira, hanya ada 3 rumah di tempat itu.
"Benar ini tempatnya mang?" tanya Mira memastikan dia sedikit tidak yakin, karena sebelum-sebelumnya Mira tak pernah pergi ketempat orang pintar, ini untuk pertama kalinya Mira datang ke tempat seperti ini.
"Iya neng" sahut mang Aceng sambil membantu turun kedua orang tua Mira dari mobil.
Sementara mbok Darmi mengajak Mira untuk menemui pemilik rumah terlebih dahulu. "Permisi" ucap mbok Darmi dari depan pintu rumah milik orang pintar tersebut.
"Iya, ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang laki-laki paruh baya dengan penampilan sedikit seram, penampilanya itu membuat nyali Mira menciut, ditambah lagi kedatanganya yang tiba-tiba membuat Mira terlonjak kaget untung dia tidak berteriak kencang.
"Kami kesini mau meminta tolong untuk mengobati orang tua gadis ini" jawab mbok Darmi.
"Silahkan bawa mereka masuk" suruh orang tadi.
Mira dan mbok Darmi membantu mang Aceng membawa masuk kedua orang tau Mira, di dalam bapak-bapak tadi langsung melakukan pengecekan untuk orang tua Mira.
Mira tidak tahu metode apa yang bapak-bapak tersebut gunakan, karena baru pertama kalinya Mira melihat hal-hal semacam itu, walaupun di kampungnya ada beberapa dukun, tapi dia tak pernah datang, karena pikir Mira datang juga untuk apa.
Lama bapak-bapak tadi melakukan pengecekan pada tubuh kedua orang tua Mira, bahkan sampai keringat bercucuran, bapak-bapak tadi belum juga usai.
Selang beberapa menit bapak tadi menghentikan aktivitasnya.
"Ibu dan bapak kamu sudah tidak dapat disembuhkan lagi" ucap orang pintar tersebut.
Mendengar perkataan orang pintar itu seketika itu juga Mira langsung menangis histeris, dia tak menyangka sudah separah itukan penyakit yang diderita orang tuanya, padahal jika medis mengatakan orang tuanya sehat tak apa-apa.
Ibarat sebuah penyakit medis yang diderita seseorang mencapai stadium akhir yang tak bisa tertolong lagi, kecuali keajaiban yang diberikan oleh sang pencipta.
Setelah puas menangis akhirnya Mira memberanikan diri untuk bertanya dengan bapak-bapak di depannya ini. "Apa sebenarnya yang terjadi dengan ibu dan bapak saya? Penyakit apa yang mereka derita?" tanya Mira masih terisak.
Bapak-bapak itu mengambil nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan Mira. "Orang tuamu terkenal santet orang!" jawabnya mantap.
"Coba saja kalian datang lebih awal saat bapak dan ibu kamu baru beberapa hari sakit, mungkin saja saya masih bisa membantu mereka, tapi sekarang saya tidak bisa berbuat apa-apa" ucap bapak-bapak itu sambil memainkan kuku jarinya.
"Tak ada kemungkinan untuk orang tua saya sembuh?" tanya Mira lagi kembali memastikan dia tak ingin menerima kenyataan pahit ini.
"Maafkan saya, orang yang mengirim santet pada kedua orang tuamu ini terlalu kuat"
Air mata Mira kembali jatuh membasahi pipinya. "Boleh saya tahu kenapa ada orang yang tega menyantet ibu dan bapak saya?" tanyanya di sela-sela tangisnya.
"Orang itu sepertinya pernah sakit hati dengan perkataan bapak mu atau ibumu, atau bahkan mereka iri dengan orang tuamu" jelas bapak-bapak dukun itu.
Mira mengangguk mengerti. "Kulit bapak dan ibumu setiap hari menggerogoti tubuh mereka, tadi tidak dibagi perut, itu kenapa sebabnya ibu dan bapakmu, begitu kurus tapi perut buncit, tukang santet itu sengaja melakukan menggerogoti tubuh orang tuamu dari dalam" ucap dukun itu lagi.
Seketika itu Mira begitu membenci orang yang sudah tega membuat bapak dan ibunya menjadi sengsara seperti ini.
Tanpa Mira sadari hatinya tertanam dendam pada orang yang telah membuat ibu dan bapaknya menderita.
Setelah mendapat banyak penjelasan dari orang pintar itu, mereka akhirnya pamit pulang, Mira masih memikirkan apa saja yang dikatakan oleh orang pintar tadi.
"Yang sabar ya neng Mira" hibur Mbok Darmi pada Mira, Mira hanya mengangguk tanpa suara.
Mira menjadi pendiam begitu saja saat mengetahui apa yang telah menimpa kedua orang tuanya.
Mbok Darmi dan mang Aceng merasa iba pada Mira, tapi mereka tak bisa berbuat apa-apa, mereka hanya bisa membantu sampai disini saja, seterusnya mereka tak bisa membantu apa-apa.
Mang Aceng segera melajukan mobilnya untuk kembali pulang ke kampung mereka, setelah apa yang mereka inginkan sudah tersampaikan. Untuk membantu Mira, memeriksa apa yang menimpa orang tuanya.
Bismillahirohmanirohim.
Satu minggu berlalu setelah dimana mbok Darmi dan mang Aceng membantu Mira. mengantar Mira untuk mengobati orang tau Mira, gadis itu masih setia merawat ibu dan bapaknya, sampai hari ini dia tak pernah lelah mengurus ibu dan bapaknya yang sudah tak bisa berbuat apa-apa.
"Ibu kita mandi dulu ya" ujar Mira membantu ibunya untuk bangun, Mira tak pernah mengeluh mengurus ibu dan bapaknya.
Tapi yang membuat Mira selalu mengeluh itu, karena kondisi ibu dan bapaknya yang semakin hari semakin memburuk.
Mira terus memantau kesehatan ibu dan bapaknya, dia tahu bagaimana cara melihat seperti apa ibu dan bapaknya setiap hari tersiksa oleh santet yang dikirim pada orang taunya. Karena sebuah benda yang diberikan oleh dukun itu, orang pintar itu mengatakan tak bisa membantu apa-apa, hanya sebuah bambu yang diberikan dukun itu, mambu yang bisa membantu Mira tidak ada yang lain, hanya sebuah bambu itu saja.
Tanpa sadar semakin hari, terus melihat secara langsung seperti apa cara ibu dan bapaknya disiksa melalui santet, dengan bantuan bambu yang diberikan orang pintar itu Mira bisa tahu apa yang terjadi. Dendam di dalam hati Mira semakin besar, dendam itu sudah tertanam di dalam hati Mira.
"Ibu, bapak tunggu sebentar Mira ambilin makan dulu ya" ucapnya meninggalkan kamar orang tuanya.
Tak lama Mira kembali dengan satu nampan yang berisi makan dan minum untuk orang tuanya.
Prang! Prang……prang….prang!
sura nampan seng terjatuh dari tangan Mira
Saat Mira mendekati ranjang dimana tempat ibu nya berbaring, kakinya tiba-tiba terasa kaku, nampan yang Mira pegang jatuh begitu saja, badannya bergetar hebat, saat melihat tak ada hembusan nafas yang terlihat dari tubuh ibunya.
"Ibu" panggil Mira dengan mulut yang begitu kaku untuk berucap. Dengan langkah pelan Mira mendekati ranjang tempat ibunya berbaring.
Rasanya waktu berhati bagi Mira, saat dia bisa merasakan nadi ibunya sudah tak lagi berbunyi, Mira tak tahu saat ini apa yang harus dia lakukan.
Saat itu juga Mira menengok ke ranjang sebelah dimana bapaknya berada. Nafas Mira terhenti ketika melihat cairan kental keluar dari mulut bapaknya.
Kali ini Mira merasa nafasnya ikut berhenti pula, betapa sakitnya bagi Mira untuk menerima kenyataan ini, kenyataan yang begitu menyakitkan bagi dirinya.
"Bapak" ucap Mira nyaris tak terdengar. Air matanya lulus sudah membasahi pipinya, Mira pegang erat satu tangan kedua orang tuanya. Dia berharap mereka masih bernafas saat ini juga.
"Bapak, ibu Mira mohon dengerin Mira, Mira mohon jangan tinggalin Mira" pintanya penuh harapan.
Namun detik demi detik menunggu, menit demi menit Mira masih menunggu, berharap nyawa kedua orang taunya masih berada didalam raga mereka, Mira masih berharap jiwa itu masih berada didalam tubuh ibu dan bapaknya. Tapi sayang takdir berkata lain.
Bapak dan ibu Mira meninggal secara bersama dengan waktu yang bersamaan pula, cara meninggal keduanya itu juga sedikit tidak lazim, karena keluar cairan kental dari mulut bapak Mira, sementara pada ibunya cairan itu keluar dari kedua lubang sang ibu.
"Ibu…….! Bapak……!" tangis Mira semakin menjadi jadi, gadis dua puluh satu tahun itu menjerit histeris di dalam kamar orang tuanya.
Dendam Mira semakin membara di dalam hatinya, dia yakin akan membalas perbuatan orang yang sudah berani membuat orang taunya begitu menderita, sampai mereka tiada dengan cara yang tidak lazim menurutnya.
"Siapapun orangnya yang telah membuat mereka (kedua orang tua Mira) semua menderita akan aku balas!! semuanya, bahkan melebihi dari ini semua!!" batin Mira dengan dendamnya.
Mbok Darmi yang kebetulan melintasi rumah Mira, tak sengaja mendengar teriakan Mira yang begitu ngilu dan menyayat hati.
"Ada apa dengan neng Mira?" tanya mbok Darmi pada diri sendiri, beliau terpongoh-pongoh masuk kedalam rumah Mira. Karena mbok Darmi takut terjadi sesuatu di dalam rumah Mira.
Mbok Darmi langsung tahu dimana Mira berada, saat tak melihat dimana-mana keberadaan Mira, Mbok Darmi menyusul masuk ke kamar orang tua Mira.
Langkah mbok Darmi terhenti di depan pintu keluar masuk kamar orang tua Mira, saat melihat tubuh kedua orang tua Mira yang sudah terbujur kaku, sementara cairan terus keluar dari mulut dan hidung orang tua Mira, mbok Darmi semakin terpaku dengan penampilan Mira yang susah begitu ajak-ajakan, seperti tak terurus.
Setelah sadar buru-buru mbok Darmi mendekati Mira. "Neng Mira bangun dulu" suruh mbok Darmi membantu Mira agar duduk dikursi.
"Mbok, bapak sama ibu Mbok!!" adu Mira pada mbok Darmi.
"Mbok tahu neng, neng Mira yang ikhlas, yang sabar ya, mungkin ini yang terbaik untuk orang tua neng Mira, neng Mira yang tabah" ucap mbok Darmi, tapi Mira sama sekali tak menanggapi ucapan mbok Darmi.
Mata hatinya seperti sudah tertutup akan rasa dendam yang setiap hari, semakin besar di dalam hati Mira, Mbok Darmi tidak tau jika hari itu saat Mira mengetahui ibu dan bapaknya sakit keras, gadis 21 tahun tahun itu sudah dendam dengan orang yang telah mencelakai ibu dan bapaknya.
Melihat Mira tak merespon membuat mbok Darmi paham. "Mbok panggil yang lain dulu ya neng" ujar mbok Darmi, lagi-lagi tanpa ada sahutan dari Mira.
Mbok Darmi paham betul apa yang dirasakan oleh gadis itu, mbok Darmi juga tahu pasti berat untuk Mira menerima semua kejadian yang menimpanya ini.
Mbok Darmi keluar dari rumah Mira, segera memanggil mang Aceng suaminya, dan beberapa warga desa yang lainnya.
"Ada apa, mbok? Kenapa kita disuruh kerumah Mira?" tanya salah satu warga.
"Kedua orang tua Mira sudah tiada" ucap mbok Darmi ikut bersedih.
"Inalilahi Wainalilahi Rojiun" ucap mereka semua dengan begitu kompak.
Para warga buru-buru masuk kedalam rumah Mira, sementara mbok membantu Mira lebih dulu, mbok Darmi ingin menenangkan hati Mira.
Hari itu juga pemakaman orang tua Mira dilakukan, pemakaman berjalan dengan sangat lancar, warga juga dapat memberhentikan cairan yang keluar dari mulut dan hidung kedua orang tua Mira
Mira yang berjalan dengan bantuan mbok Darmi, seperti mayat berjalan karena tak berdaya, pikirnya entah sudah pergi melayang kemana-mana.
"Yang sabar ya neng" ujar mbok Darmi gusar, dia takut terjadi apa-apa pada Mira.
Lagi-lagi Mira tak sedikitpun menyahuti ucapan mbok Darmi, selesai pemakaman mbok Darmi langsung mengajak Mira untuk segera pulang.
Mbok Darmi tidak mau terjadi apa-apa pada Mira, apalagi sedari tadi mbok Darmi lihat Mira terus menatap kosong ke depan, di kedua bola matanya terpancar jelas sebuah kebencian yang entah untuk siapa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!