Nabila Kemala,gadis berusia 17 tahun yang tengah duduk di kelas 2 sekolah menengah atas ini hidup dalam keterbatasan ekonomi.Di tengah keterbatasan ini pula yang menjadi tolok ukur dan acuan dia untuk tetap semangat belajar dan menggapai cita-cita nya demi memperbaiki ekonomi keluarga dan mengangkat derajat keluarga nya.
Sang ibu yang berprofesi sebagai kuli gosok dan cuci keliling dengan pendapatan yang tak seberapa.Kadang cukup,kadang pula tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya.Terpaksa ibu martinah harus banting tulang demi keberlangsungan hidup kedua putrinya setelah kematian suaminya beberapa tahun silam.
Kendati seperti itu,ibu martinah di bantu oleh anaknya yang bernama Nabila Kemala.Dia juga ikut membantu perekonomian keluarga dengan berjualan makaroni balado yang keuntungannya bisa di gunakan untuk keperluan sekolah Nabila sendiri terkadang pula bisa di gunakan untuk membeli beras.
Nabila,gadis manis yang sekarang duduk di bangku kelas 2menengah atas ini harus rela ikut berjuang demi keberlangsungan hidup nya dan mimpinya yang ingin menjadi penulis novel terkenal.
Di sela-sela kesibukan belajar nya dan juga berjualan di waktu senggang.Nabila seiring menulis di berbagai macam buku, menuangkan beberapa ide dan pemikiran nya melalui buku harian yang dia sulap menjadi buku novel terkadang dia juga menulis cerpen.
Maklum lah,Nabila belum punya handphone canggih keluaran terbaru seperti teman-teman nya.Bagaimana,dia punya handphone bahkan smartphone untuk makan sehari-hari saja,dia masih kekurangan.Jauh dari kata cukup bahkan dia harus rela berpuasa demi menghemat beras yang semakin mahal akibat beberapa faktor yang mempengaruhinya.
Seperti malam ini,Nabila menulis novel dalam buku diary nya yang dia ubah menjadi buku novel yang akan dia tulis bilamana dia memiliki ide dan beberapa gagasan yang dia torehkan dalam buku novelnya.
Tulisan tangan yang indah dan kecepatan menulis nya sama seperti kecepatan berpikir nya yang terus menari-nari menorehkan rangkaian cerita hidup dirinya atau bahkan itu hanya fiksi belaka.
Nabila begitu lihai menulis novel di bawah cahaya lilin yang meleleh dan terbatas.Ibunya tak sanggup untuk membayar listrik terpaksa dia harus belajar dan beraktivitas dengan memanfaatkan cahaya lilin.
Di bawah keterbatasan nya itu tak membuat hidup Nabila menjadi putus asa,justru karena itu pula dia terus bersemangat dalam meraih cita-citanya dan mengangkat derajat orang tuanya.
Nabila Kemala, sesekali dia terlihat mengerutkan kening, sesekali dia diam berpikir dan terus menulis ide demi ide nya.
"Seperti cahaya lilin yang cahayanya terbatas tapi bermanfaat.Seperti itu pula hidup ku,meski dalam keterbatasan tapi harus tetap semangat".Kata motivasi,sering dia lontarkan untuk dirinya sendiri.
Di kala lelah seperti ini,Nabila sering menasehati dirinya sendiri akan semangat hidup pantang menyerah.
"Hoam". Nabila menguap,kali ini dia tidak bisa lagi menahan kantuknya dan lelah jiwa, pikiran dan batinnya memaksanya untuk segera beristirahat sesegera mungkin.
Nabila merapihkan pensil, bolpoin,penggaris dan buku nya.Merangkap nya dalam satu tumpukan dan di letakkan diatas meja belajarnya yang telah usang.
Nabila,menyibak selimut usang nya dan menutupkan nya pada seluruh bagian tubuhnya yang telah menggigil kedinginan akibat angin malam yang berhembus semakin kencang,menusuk setiap inci permukaan kulit yang membawa penyakit dalam tubuh.
"Huh".Nabila meniup lilin yang menyala hingga padam dan seluruh ruangan menjadi gelap gulita seperti kehidupan nya yang sekarang.Gelap,tiada cahaya penerang.
Suara Kokok ayam dan sinar mentari menerobos masuk melalui celah-celah kecil, malu-malu mengintip sang penghuni rumah untuk membangunkan jiwa-jiwa yang masih terlelap tidur dan di buai oleh mimpi indah.
Cahaya matahari itu dapat menerobos masuk ke dalam rumah Nabila yang terbuat dari bilah bambu yang telah usang dan hampir roboh.
Beberapa kali pihak desa telah mengajukan rumah Nabila untuk masuk ke dalam salah satu program pemerintah.Namun, sampai saat ini belum ada tanggapan dari pihak berwajib.
Hal,itu di lakukan karena rumah Nabila yang hampir roboh di makan usia dan keterbatasan ekonomi yang menjadi faktor utamanya.Tapi,Nabila masih tetap semangat dalam mengubah takdir kehidupan nya,cahaya api itu masih menyala kendati terpaan angin dan air terus silih berganti menerpa kehidupan Nabila.
Pagi hari,ibu martinah seperti biasa selalu menggoreng makaroni balado untuk Nabila jual sendiri atau di titipkan ke kantin sekolah.
Tak ada beras yang tersisa untuk di makan oleh dirinya dan kedua anaknya,terpaksa dia harus berpuasa bersamaan dengan Nabila dan adiknya.
"Hari ini kita,puasa lagi yah Bu?".Tanya si kecil Nisa.
Ibu martinah hanya tersenyum, mendapatkan pertanyaan dari si bungsu.Semalam dia sudah memberitahu Nabila dan Nisa.
"Sabar yah dek".Sahut Nabila yang sudah berdiri tepat di belakang Nisa.
Nabila juga sama,harus bangun pagi-pagi sekali agar dia juga bisa membantu ibunya dalam menyiapkan makaroni balado untuk dia jual dengan keuntungan tak lebih dan tak kurang hanya 15 ribu saja.
Si kecil Nisa,yang baru berusia 7 tahun.Mendelik sebal, lagi-lagi dirinya harus berpuasa sama seperti kakak dan ibunya padahal dia masih sangat lah kecil, perutnya belum sanggup berpuasa penuh seharian bahkan sampai esok hari.
Nisa, melenggang pergi dengan wajah cemberut.Dia untuk kesekian kalinya tidak mendapatkan uang jajan dan tak bisa makan enak seperti teman-teman nya yang lain.
Nabila dan ibu martinah, hanya bergeleng-geleng kepala melihat tingkah laku si kecil Nisa yang sering kali merajuk bila di suruh berpuasa.
Nabila,yang tadi membuat bumbu balado untuk makaroni yang sudah di goreng oleh ibu martinah,kini dia merapihkan plastik kemasan makaroni balado itu dan menyiapkan segala keperluan nya agar siap di kemas dalam plastik.
"Bila,kalau sudah matang bumbunya langsung masukin semua makaroni nya jangan nunggu bumbunya dingin nanti gak meresap".Nasehat ibu martinah,sembari memasukkan makaroni ke dalam wajan bumbu.
Nabila, mengangguk kepala.Mengerti dengan nasihat ibunya,dia juga ikut membantu memasukkan makaroni goreng sementara ibu martinah mengaduk-aduk makaroni dengan serok agar bumbunya merata dan meresap.
Nabila dan ibu martinah membuat bumbu balado dan menggoreng makaroni dalam tungku kayu,bukan pada kompor yang tingkat kematangan nya bisa diatur dan cepat.
Lagi-lagi karena keterbatasan ekonomi lah yang membuat hidup Nabila harus serba kekurangan dan hidup dengan sangat sederhana.
Pagi-pagi sekali Nabila sudah bau keringat dan asap yang mengepul dari tungku api sederhana menyerbak kesana-kemari, bahkan sampai ke luar rumah.
Semua makaroni goreng telah di beri bumbu dengan meresap dan merata, saatnya Nabila memasukkan makaroni balado itu ke dalam plastik kemasan dengan penutup nya yang menggunakan cahaya lilin,agar makaroni itu tidak dingin dan terjamin kualitasnya.
Seragam sekolah yang telah menguning dan lusuh adalah pakaian Nabila yang dia kenakan hari ini.Hari ini adalah hari Senin,hari dimana kata orang adalah hari termalas setelah libur panjang atau bahkan libur singkat yang di gunakan untuk bermain dan istirahat.Tapi,tidak dengan Nabila justru hari Senin adalah hari yang di nanti-nanti kan nya sebab pada hari Senin dia bisa menempelkan mahakarya nya di majalah dinding (MaDing) sekolah,disana lah dia sering menempelkan cerita bersambung nya dan di nikmati oleh kalangan pecinta karya fiksi.
Lumayan bagi Nabila,walau tidak mendapatkan keuntungan dari sana bahkan seringnya mendapatkan kritikan di sebabkan karya nya yang kurang menarik dan bahkan terkesan jelek.Tapi,untuk pemula Nabila Kemala justru itu di jadikan sebagai tolok ukur acuan semangat dalam membangun mahakarya nya menjadi lebih baik dan berkualitas.
Melalui bimbingan petugas perpustakaan dan dari usulan dia pula,Nabila yang seorang kutu buku yang sering mondar-mandir ke perpustakaan di jam istirahat,Nabila bisa menempelkan karya fiksi nya di Mading sekolah.
Nabila,yang berangkat sekolah hanya dengan berjalan kaki yang dapat dia tempuh sekitar 15 menit dengan menenteng dagangan makaroninya,dia berjalan dengan semangat nya diantara teman-teman nya yang berangkat menggunakan kendaraan pribadinya.
Nabila,harus berangkat lebih awal sebab dia berangkat hanya berjalan kaki dan harus menitipkan dagangan nya ke ibu kantin, sisanya dia jual sendiri pada teman-teman nya bila masih ada juga,ada seorang guru yang berbaik hati memborong dagangan nya agar Nabila bisa fokus dalam belajar.
Sebenarnya Nabila termasuk siswi pintar dan pandai, hanya kurang aktif sebab ketidakaktifan nya itu di karenakan faktor ekonomi.Kalau pun waktunya istirahat,Nabila sering pergi ke perpustakaan untuk membaca buku, mengerjakan tugas, berdiskusi dengan temannya,tidur,atau bahkan untuk menahan perutnya yang keroncongan tapi dia tidak punya uang lebih.
Hal itu pula yang menjadi awal Nabila aktif menulis karya fiksi di Mading sekolah atau bahkan di buku diary nya.Dorongan dan bimbingan dari petugas perpustakaan yang menjadi semangat Nabila,karena dia juga merasa iba terhadap kehidupan Nabila yang di katakan kurang mampu dan bahkan sekolah tinggi pun karena faktor semangat bukan karena faktor uang.
Terkadang Nabila mengerjakan tugas kuliah dari petugas perpustakaan dan menggaji nya sebagai uang saku yang terkadang tidak di miliki oleh Nabila.
Semangat hidup Nabila masih ada,kendati kehidupan nya yang pas-pasan dan ejekan demi ejekan sering dia terima dari teman-teman sekelasnya mengenai kehidupan nya yang di kata miskin dengan pakaian yang lusuh dan tak terawat.Maklum saja,Nabila menggunakan seragam yang di kasih oleh tetangganya yang iba terhadap kehidupannya.
Nabila,tak merasa risih sekali walau dia harus menggunakan seragam yang lusuh dan sedikit menguning pemberian dari tetangganya.
Dengan senyum sumringah,dan semangat Nabila memulai harinya sebagai seorang siswi dengan membawa api semangat perubahan dalam mengubah takdir kehidupan.
Pagi ini pula Nabila,sudah menitipkan dagangannya pada ibu kantin dan sisanya dia jual sendiri.Total yang dia jual ada 15 bungkus, setelah tadi dia titipkan ke ibu kantin sekitar 15 bungkus pula.
"Apa masih ada makaroninya?".Tanya seorang pria,yang tak lain dan tak bukan adalah guru dermawan yang sering memborong dagangan nabila.
Buru-buru sekali Nabila menyembunyikan kantong dagangannya dari guru dermawan itu."Sudah habis,pak".Sahut Nabila,sembari berbalik badan menghadap guru dermawan nya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!