Hai, kenalkan nama aku Zahra Affianisha. Islam banget bukan?
Tetapi nama aku jauh berbeda dengan gaya hidup aku. Yeah, kalian semua pasti tau lah. Anak zaman sekarang. Sudah bisa dibayangkan? jika belum bisa, sini deh aku deskripsi kan.
Aku terlahir dari keluarga yang menganut islam secara kafah.
Aku, anak ketiga atau terakhir dari tiga bersaudara. Kakak ku yang pertama bernama Muhammad Affianka Razi.
Dia secara fisik tampan, tinggi, kulit putih, hidung mancung, intinya dia the best lah. Sifatnya ke siapa pun terkesan cuek dan dingin. Jangankan ke orang lain, aku saja yang menjadi adiknya ia tidak terlalu bersikap baik. Tetapi, jika itu adalah kakak aku yang kedua, uh, ia sangat friendly.
Kakak ku yang pertama ini adalah kakak yang nyebelin.
Mengapa?
Karena jika ada perdebatan atau masalah apalah yang terjadi di rumah, pasti selalu disangkut pautin sama kehadiran ku. Yeah, aku dibanding-bandingkan dengan kakak ku yang ke dua. Dia bilang aku cewek begok lah, cewek gak jelas, cewek liar, cewek gak punya malu, cewek gak punya masa depan lah. Intinya aku selalu salah dimatanya!
Ya, terserah. Aku memang tidak seperti kak Annisa.
Aku memang liar.
Aku memang bego.
Aku memang tidak punya malu.
Aku memang tidak punya masa depan. Tetapi apa kalian tau?
Aku begini karena kalian semua! karena kalian hanya sayang dan perhatian dengan kak Annisa. Ah, ok, jangan bahas kak Razi lagi. Nah, sekarang kita ke kakak ku yang nomor dua.
Yap, namanya Annisa. Atau nama panjangnya Annisazaki Affian. Yah, dia adalah anak kesayangan di keluarga ku. Semua perhatian dan kasih sayang dikeluarga ku, di tumpah dan diberikan hanya untuk kak Annisa. Iya sih aku sadar, aku dan dia sangat jauh berbeda. Dia adalah wanita yang sempurna dan memenuhi harapan kedua orang tua ku.
Kita tidak perlu membicarakan masalah fisiknya, karena seperti yang kalian pikirkan ia tidak jauh berbeda dengan kakak ku yang pertama. Dengan aku mengatakan dia adalah gadis yang sempurna, itu sudah menunjukan kualitas sebagai seorang gadis.
Siapa yang tidak ingin seperti dia, sudah sempurna dan jadi kesayangan di keluarganya. Tetapi jika aku mengikuti jejak nya, menjadi wanita muslimah, maka orang tua ku akan berpikir bahwa aku ingin mendapatkan pujian dari mereka atau apalah. Jadi, aku lebih memilih jadi diri aku sendiri, mungkin. Oh ya, ini yang paling penting dari dia, dia sudah hafal Al-Qur'an 26 juz. Hebat bukan?
Beda dengan aku, boro-boro hafal Al-Qur'an, baca saja aku tidak bisa. Hehehe...udah jelas kan perbedaan aku sama dia?. Sekarang kita beralih ke orang tua ku, yap umi dan abi ku.
Umi ku bernama Fatimah Asakiah, yah sama halnya dengan kak Annisa, mereka berdua tidak jauh berbeda.
Menurut ku mulai dari sifat, sikap, sopan santun, dan tentu nya semua apa yang dimiliki umi pasti ada pada kak Annisa.
Umi adalah tipe orang yang sabar. Paling sabar ngeladenin dan ngehadepin aku di antara mereka. Dia anggun, intinya umi ku spesial. Setiap aku mendapatkan masalah, umi adalah orang pertama yang selalu ada buat aku. Yang selalu belain aku, saat abi dan kak Razi ngeroyok aku dengan segudang kata-kata yang menurut ku itu adalah sebuah penghinaan. Tetapi terserahlah, apa aku harus peduli?. Mau marah, toh mereka makin berulah. Jadi, setiap ada masalah dengan mereka terkadang aku lebih baik diam. Udah, ah, sekarang kita ke abi aku.
Nama abi aku Muhammad Affiarul Hadi. Dia adalah pemimpin yang tegas di keluarga ku. Abi ku sebelas dua belas dengan kakak aku yang pertama. Kesannya, keras kepala. Kehidupan aku dengan mereka sangat bertolak belakang. Mereka sangat islami, sedangkan aku? lebih memilih dunia yang bebas. Yap, pergi clubinglah, weekend, jalan-jalan sesuka hati aku, tentunya aku tidak sendiri. Aku punya sahabat yang selalu ada buat aku. Daripada mereka,
"JAHAT".
Bersambung..
"Zahra!" Suara cempreng terdengar dari arah berlawanan. Seorang gadis dengan seragam putih-abu nya sedang berdiri di depannya dengan jarak beberapa meter saja.
"Sialan. Kenapa aku harus bertemu dia sih?, dasar perusak mood." Gumam Zahra yang langsung memutar arah jalannya.
"Woi, jangan coba-coba kabur lo yah!" Teriak gadis itu terdengar kesal dengan kelakuan Zahra. Namun Zahra sama sekali tak menghiraukan teriakan gadis tersebut. Dia lebih memilih memperhatikan handphone nya yang mendapatkan pesan dari seseorang.
"Sigh, dia lagi. Gak bosen apa ganggu hidup aku?" Keluh Zahra. Karena terlalu fokus dengan handphone dan pikirannya, Zahra tidak menyadari ada seseorang yang sedang berjalan dari berlawanan arah dan
Bruughhh
"Eh, ***! kalo jalan liat-liat dong. Lo gak liat apa gue la-" Omelan Zahra terhenti ketika melihat sosok tersebut.
Oh astaga, ini yang di depan aku anak siapa sih?. Ganteng banget, aa...mau dong. Zahra terlihat salah tingkah dengan pemuda yang didepannya.
Ah, Shit!. Inget Zahra, jaga image dong!. Jangan malu-malu in kenapa sih!. Ego Zahra mulai bersuara.
"Astagafirullah..." Pemuda itu mulai menundukkan pandangannya.
Hah? ni cowok kok aneh banget sih, emang aku sejelek apa sih? sampai ngebuat dia jadi nunduk gitu?!. Emang aku seserem apa sih sampai ngebuat dia jadi gak berani natap mata aku ? Ya kali aku jelek dan serem. Yang ada itu Zahra cantik dan manis keles, buktinya cowok-cowok yang ada di sekolah aku pada ngejar-ngejar aku, itu tuh kayak si kak-
"Kalo ngomong sama orang itu bisa lebih sopan? apa lagi kamu ngomong sama orang yang lebih tua dari kamu. Dan ya, kamu kan sudah SMA, sudah bisa baca tulis, jadi sudah tau kan aturannya dilarang bawa hp ke sekolah. Apalagi dimainin sambil jalan. Benar-benar tidak disiplin!." Ucapan pemuda tersebut langsung membuyarkan lamunan nya, sekaligus membuat dirinya langsung terbengong di depan pemuda tersebut.
Ini pertama kalinya ada orang yang berani ngebentak aku di sekolah ini. Batin Zahra.
"Saya minta maaf telah tidak sengaja menabrak kamu, lain kali saya akan hati-hati. Dan satu lagi, tolong kontrol ucapan kamu, jangan sampai mengeluarkan kata kata kasar lagi. Permisi, assalamualaikum." Ucap laki-laki itu dingin. Sementara itu, Zahra hanya melongo melihat kepergian pemuda tersebut. Ada rasa malu dan kesal yang dia rasakan sekarang.
Hadeh, kenapa juga aku malu denger omongan dia?. Aku kan udah biasa denger ocehan macam kaya gini di rumah. tetapi, tunggu dulu, dia ngapain ke sekolah ini? murid baru kah? tetapi kan dia gak pake seragam seperti aku. Udah gitu kalo diliat-liat penampilannya seperti orang yang sudah kuliah. Ah, shit. Stop Zahra! kenapa kamu jadi mikirin dia sih, benar-benar gak jelas!. Batin Zahra membrontak.
"Hahaha emang enak di ceramahin.." Tawa seorang gadis berhasil membuyarkan lamunan Zahra.
"Kalo ngomong sama orang bisa lebih sopan?. Apa lagi kamu ngomong sama orang yang lebih tua dari kamu..." Gadis berkacamata itu mulai angkat suara sambil menirukan suara pemuda tersebut.
"Lucu yah..?" Tanya Zahra polos.
"Hahaha...iya lah bego! jarang-jarang kan kita bisa dapat nonton drama tadi. Limited edition tau gak Ra!" Ucap gadis berkacamata tersebut.
"Oh, dasar bego lo pada ya, sahabat kagak berguna! temannya kena apes bukannya bantu, eh malah di ketawain? emang yah jahat lo pada?" Emosi Zahra.
"Eits, bukannya gitu Ra, kita juga gak pengen ngeliat sahabat kita kena sial, apalagi itu lo, Ra." Ucap Gadis bertubuh ramping meyakinkan.
"Iya Ra, percaya deh. Lagian lo ya Ra, kita panggil-panggil, eh malah kabur. Tuh kan jadi gini, kena apes kan lo!" Gadis berkacamata ikutan bersuara.
"Apa? berdua? enak aja lo! gue aja kali, lo kagak!" Gadis ramping meninju lengan si gadis berkacamata dengan pelan.
"Iye-ye lo doang gue kagak! Hehehe...maklumin aja, lidah gue khilaf." Ucapnya santai dibarengi dengan cengengesan. Zahra semakin pusing melihat tingkah kedua sahabat nya ini. Hingga akhirnya dia memilih untuk langsung menuju ke kelas nya.
"Eh, dia malah pergi!. Ini sih gara-gara lo yang gak bisa diam!." Ucap gadis bertubuh ramping itu sambil berlalu mengejar Zahra.
"Et dah! gue di tinggal lagi. Woi, tungguin gue dong.!"
***
Setelah duduk dibangkunya, Zahra kini memilih untuk tidur sejenak untuk menghilangkan stres karena kejadian dirumah nya tadi pagi.
Flash back on
"Ra, kamu kapan pake jilbab? Hem, Zahra kan udah besar, udah bal-"
"Udah balig, udah saatnya nutup aurat, udah mulai nanggung dosa!" Ucap Zahra memotong ucapan uminya.
"Umi, Zahra pengen ngabisin masa remaja dulu. Zahra pengen kayak remaja yang lain umi, bebas, tanpa aturan!. Lagian Zahra juga harus jilbab'in hati dulu umi, baru nutup aurat. Zahra harus nunggu hi-"
"Nunggu hidayah datang'in kamu?" Ucap seseorang dari arah belakang. Kak Razi. Dan saat yang bersamaan, kak Razi sedang menatapnya tajam.
"Yang benar aja Zahra, kamu kan sekolah, masa soal begini saja kamu gak paham?. Sebenarnya kamu ke sekolah belajar atau hanya main-main sih?. Zahra, hidayah itu gak akan datang dengan sendirinya kecuali kamu yang mencarinya. Kalo kamu begini trus mau jadi apa kamu besok, hah? coba kamu liat Annisa, dia itu-"
"Umi Zahra berangkat dulu yah, assalamualaikum." Potong Zahra cepat. Zahra beranjak dari duduknya, dan melangkahkan kakinya keluar dari meja makan.
"Selalu saja begitu, dasar tidak mau diatur!" Ucapan kakaknya terasa sangat menyakitkan untuk hatinya. Dirasakannya wajahnya mulai memanas dan matanya terasa hangat.
Tes.
Air mata Zahra sukses keluar dari persembunyiannya. Zahra bergegas keluar dari rumahnya, berharap dia tak mengingat kembali kejadian tadi pagi.
"Kenapa harus kak Annisa?" Gumam Zahra terluka.
Flash back off
"Zahra, lo gak apa-apa kan?" Sapa seorang gadis.
"Andrini, sejak kapan lo di sini?" Zahra terkejut dengan kedatangan Andrini.
"Sebelum lo di sini, gue udah duduk dibangku ini." Jawab Andrini.
"Zahra, lo ada masalah ya? sampai-sampai kehadiran gue aja lo gak sadari?"
"Masalah? enggak kok. Gue cuma ngantuk aja." Elak zahra.
"Zahra, lo gak usah bohong deh, gue tau kalo lo itu la-"
"Zahra, Andrini!" Suara tiga curut itu memotong perkataan Andrini.
"Kalian kenapa, sih? main tinggal aja?. Kita tuh capai nyari lo pada!" Protes Latifa, gadis berkacamata.
"Iya nih, gak asik lo pada!" Kesal Fia.
"Hadeh, gue capai, gue lelah. Please, kali ini aja, biarin gue sendiri. Gue butuh sendiri." Mohon Zahra. Tiga curut itu langsung menatap Andrini. Meminta penjelasan. Namun yang di tatap hanya menggelengkan kepala.
"Ayo guys, biarin Zahra sendiri dulu. Oh ya, sementara dia sendiri, kita pergi beliin Zahra makanan ok?" Intruksi Andrini.
"Ok" Jawab mereka semua serempak.
Setelah mereka semua meninggalkan Zahra, Zahra kembali merebahkan kepala nya di atas meja. Kemudian, dengan perlahan ia mulai menutup matanya damai.
Bersambung...
Zahra masih berkutat di depan cerminnya. Dia tak melakukan apa yang seharusnya di kerjakan oleh remaja kebanyakan di depan cermin. Seperti menggunakan make up atau merias dirinya, bahkan dia hanya memandangi wajahnya saja, namun pikirannya melayang pada kejadian kemaren pagi di sekolah.
Flash back on
"Woi, guys." Suara teriakan khas cempreng dari Dewi dan Fia terdengar dari koridor sekolah. Membuat mahluk-mahluk yang berkeliaran di sana seketika menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arah sumber suara.
Krik..
Krik....
Krik..
"Eh, maaf-maaf, maksudnya temen saya yang di sana. Hehehe..." Dewi terlihat cengengesan menahan malu. Sedangkan Fia sudah menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Mungkin wajahnya sudah seperti kepiting rebus, karena mendapat tatapan dari mahluk-mahluk tak kasat mata. Eh ralat!, maksudnya siswa-siswi yang ada dikoridor. Sedangkan tak jauh dari mereka berdua berdiri Zahra, Latifa dan Andrini sudah tertawa terpingkal-pingkal melihat kelakuan mereka berdua.
"Hahaha..pagi-pagi udah dikasih tontonan gratis. Kenapa gak tiap hari aja kali ya? pasti hidup gue dipenuhi warna." Ucap Latifa tertawa bebas.
"Warna-warni, pale lo warna-warni!. Ya kale lo pada ngetawain teman yang lagi ketiban apes. Sigh, dosa apa gue punya temen kayak lo pada!" Kesal Dewi.
"Dosa apa lo bilang? duh Dewi, sadar dikit napa sih. Dosa lo banyak banget tau gak. Lo kan jarang salat, jarang ngaj-" Mulut Fia langsung dibungkam oleh tangan Dewi.
"Apaan sih lo!. Bukannya bela teman seperjuangan, eh malah memperkeruh suasana. Lagian lo yah, udah tau teman jarang ibadah. Eh malah lo bongkar tu aib. Dasar bego lo!". Kesal Dewi makin memuncak.
"Et dah, kok gue yang disalahin? lo yang punya aib kok gue yang susah. Lagian lo kenapa pake ungkit-ungkit soal dosa sih! kan mulut gue jadi kelepasan, Yah, walaupun itu fakta sih." Ucap Fia tak kalah kesal karena disalahkan.
"Kalo tau fakta ya dijaga dong, Fia. Jangan lo buka dong! apalagi ini ditempat umum. Bisa hilang image gue nanti." Ucap Dewi jujur.
Zahra hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan dua curut itu. Dalam hati dia berkata;
"Dosa ape yah aku punya temen kayak mereka semua. Sigh..bunuh saja hayati di rawa-rawa Bang".
"Tetapi kan maksud gue bu-"
"Udah, berisik lo pada..." Lerai Andrini.
Dewi dan Fia langsung cemberut. Melihat ekspresi mereka berdua Latifa semakin tertawa heboh.
"Ada berita apa Fi, ampe lo berdua teriak heboh gitu?. Biasanya kan lo pada kalo udah heboh-heboh gini pasti bawa berita hangat." Kali ini Zahra bersuara. Untuk mencairkan suasana.
"Berita hangat, tentang apa?" Tanya Latifa antusias.
"Tadi ngetawain, sekarang?"
"Jawab aja kali Wi, sensi banget sih jadi orang." Perintah Andrini, memotong perkataan Dewi.
"Ya-ya sabar napa sih, sewot aja jadi orang." Kesal Dewi.
"Ekhem, kalo gitu gue cabut dulu yah. " Pamit Zahra dengan kesal.
"Yah Ra, jangan ngambek dong. Ini juga mau ngomong." Cegah Dewi.
"Jadi ada berita apa?"
Latifa sudah tak sabar.
"Jadi tadi gue ama Fia lewat depan kelas 11.4, nah di sana gue ama Fia berpapasan dengan si Nadin dan Rara. Ketika Kita lewat in mereka gue dengar mereka lagi ngomongin tentang ada guru baru..guys." Pekik Dewi.
"Udah biasa kali Wi, gak usah di heboh-hebohin juga!" Ucap Andrini datar.
"Tetapi Ann, gurunya ini cowok.." Kini Fia mulai bersuara.
"Udah biasa Fi." Jawab Andrini.
"Tetapi ini beda Ann, guru ini cowok, masih muda banget. Dan yang bikin geger sekolah yah karena dia ganteng coy. Kakak kelas aja langsung klepek-klepek ngeliat dia."
Mendengar itu, mata Andrini dan Latifa langsung membulat.
"Serius lo?." Tanya Andrini.
"Iya, trus katanya dia guru agama coy. Sementara ini dia yang ganti in Pak Amri ngajar."
Andrini dan Latifa langsung ber'oh ria. Sedangkan Zahra hanya diam dan tak menanggapi obrolan sahabatnya. dia masih sibuk dengan pikirannya.
"Apa mungkin guru baru itu adalah cowok kemarin?. Tetapi masa iya sih? dia kan muda banget!. Shit, kenapa juga aku mikirin dia! yah walaupun faktanya dia tampan. Et dah, mulai dah ni otak geser!." Batin Zahra dalam hati.
"Kalo emang benar itu guru tampan, gue rela deh belajar agama tiap hari.." Harap Latifa.
Kring...
Kring...
Kring...
"Eh udah masuk, ke kelas yok." Ajak Zahra.
"Ayo." Ucap Fia. Mereka berlima pun langsung berjalan menuju kelas 11.5.
Flash back off
"Dek, umi manggil kamu kebawah.." Suara kak Annisa langsung membuyarkan lamunan Zahra. Zahra membalikkan badannya menghadap kak Annisa seraya tersenyum.
"Iya kak-kakak duluan aja turun. Nanti Zahra nyusul." Ucapnya ramah.
"Iya udah dek, kakak duluan, Assalamualaikum."
Salam kak Annisa.
Mendengar salam kak Annisa, Zahra tak menjawabnya. dia kembali membalikkan tubuhnya menghadap cermin. Mengambil tas punggung nya. Sebelum melangkah keluar, Zahra sempat memperbaiki ikat rambutnya.
"Ah, udah rapi." Batinnya.
***
"Annisa, adek mu mana nak?" Tanya umi bingung karena tidak mendapati kehadiran Zahra di meja makan.
"Zahra masih di atas umi, nanti nyusul katanya." Jawab Annisa sopan seraya mendudukkan dirinya di salah satu kursi.
Setelah mendengar jawaban Annisa, mereka semua pun memutuskan untuk langsung menyantap sarapan mereka, akan tetapi sebelum benar-benar menyantap makanan mereka muncullah seorang gadis dengan seragam putih lengan pendeknya serta tidak lupa dengan rok abu di atas lututnya. Dia sangat terlihat cantik dengan ikat rambut pita manisnya. Sangat cantik.
"Pagi semua." Teriaknya ceria.
"Salam Zahra! bukan ucapan selamat pagi." Tegur kak Razi, ia tidak begitu suka melihat Zahra yang berpenampilan tidak sesuai dengan agama mereka.
"Hehehe..maaf kak, Zahra lupa." Ucapnya cengengesan. Sesungguhnya Zahra bukannya lupa, ia hanya enggan saja mengucapkan hal-hal yang berbau agama.
"Zahra, salam aja yang ringan kamu lupa. Apalagi yang lain?" Ucap Razi sinis. Ia bingung mengapa Zahra begitu susah mengucapkan sesuatu yang di anjurkan agama mereka, ini adalah rasa ingin tahunya yang paling besar.
Zahra menatap jengah kakaknya. Dia memutar bola matanya dan lebih memilih untuk mengabaikan perkataan kak Razi. Zahra melangkah untuk duduk di kursi samping kak Annisa. Lalu ia mengambil roti dan mulai mengolesinya dengan selai kacang.
"Benar-benar berbeda, bahkan sangat menakjubkan." Kak Razi bersuara lagi. Apa lagi yang dipikirkan kak Razi terhadapnya.
"Sabar Zahra, sabar." Batin Zahra menyemangati.
"Yang di sebelah kanan adalah calon penghuni surga." Ucap kak Razi menatap kak Annisa. Kak Annisa dengan pakaian tertutupnya. Sangat anggun dan cantik.
"Dan yang di sebelah kiri adalah calon penghuni NERAKA." Ucap kak Razi sinis. Razi sangat terganggu dengan pakaian yang Zahra kenakan, begitu minim dan terbuka.
"Sabar Zahra." Suara batinnya menyemangati, mencoba agar tidak tersulut oleh emosi di pagi ini.
"Kak, ini masih pagi, Zahra tidak mau mencari ribut." Ucap Zahra datar. Dia masih saja
mengoleskan rotinya dengan selai kacang.
"Kakak gak cari masalah Zahra. Kakak cuma ngomong fakta dan jika kamu tersinggung itu bukan kesalahan kakak yah." Ucap Razi santai. Sungguh mendengar hal itu hati Zahra sakit. Rasanya seperti di tusuk-tusuk ribuan belati yang tajam. Tuhan ini sangat sakit.
Dalam keadaan menunduk Zahra menyunggungkan bibirnya tipis, menyembunyikan rasa sakit yang sudah mengakar dalam di hatinya.
"Pangeran ku tidak seperti ini dulunya. " Batin Zahra sedih.
"Memang nya kamu gak sayang sama abi? kalo kamu sayang-"
Brak
Suara tersebut sukses menghentikan ucapan kak Razi. Bukan cuma Razi yang terkejut
namun abi, umi dan Annisa pun terkejut. Suara tersebut berasal dari piring yang pecah. Yah, Zahra lah pelaku yang membuat piring itu pecah. Zahra yang melempar piring itu ke lantai.
"Kalo kakak bertanya, Zahra sayang sama abi atau gak? tentu Zahra sayang sama abi. Bagaimana mungkin kakak bisa berbicara seperti itu?." Teriak Zahra murka.
"Kakak itu seharusnya nger-"
"Zahra, jaga ucapan kamu! Abi tidak suka dengan sikap kamu yang seperti ini." Bentak Abi.
"Tetapi abi, Zahra gak salah. Zahra hanya ingin-"
"Zahra! apa kamu tidak dengar perkataan abi?." Bentak abi lebih keras. Bentakan abi sukses membuat aksinya terhenti. Terdiam, ia coba menahan air matanya keluar dari persembunyian nya.
Menangis? Tidak.
Tentu saja Zahra tidak menangis. Menangisi ketidak adilan tempat ini terhadap kehadirannya, itu pasti, tapi bukan sekarang. Terlebih, terhadap semua penghuni rumah yang selalu memojokkan nya. Itu masih bisa ia tanggung, ia tidak ingin membuat mereka melihat air matanya. Ia bukanlah gadis yang lemah.
Iyah, aku memang salah di mata mereka dan akan selalu salah. Entahlah, aku bingung dengan semua ini. Aku selalu berpikir bahwa Tuhan memang tak adil kepadaku atau mereka nya saja yang terlalu kejam. tetapi yang aku tau, hatiku sangat sakit hari ini. Mereka? jahat. Mereka jahat karena terus mengabaikan ku!. Pekik Zahra dalam hati. Sayang, semuanya hanya bisa pendam untuk dirinya sendiri. Untuk luka di sana, di tempat terdalam dan tergelap di sudut hatinya.
"Abi, umi, Zahra berangkat dulu..Assalamualaikum." Ucap Zahra pelan.
Mencium tangan kedua orang tua nya, Zahra langsung bergegas meninggalkan meja makan. Langkah demi langkah ia tapaki, tetesan yang hangat dan bening terus mengirinya langkahnya. Jika tadi ia berusaha menahan nya agar tidak terjatuh, tapi saat ini ia tidak perlu menahan nya lagi. Tidak ada yang melihat, tidak akan ada yang mengetahui nya. Ia hanya ingin menangis untuk saat ini.
"Bahkan, perjuangan keras ku tidak pernah kalian hargai. Aku kecewa, dia dan mereka sudah berubah terlalu jauh. "
***
Zahra masih saja mengingat kejadian tadi pagi. Baginya, ini bukan pertama kalinya kak Razi dan abi menyakiti nya. Namun ini yang sudah kesekian kali baginya.
"Mereka tidak mengerti, mungkin. Mereka tidak mau mengerti, mungkin. Dia..berubah." Zahra tersenyum kecut, tak tau harus bagaimana menghadapi situasi yang telah membuatnya jatuh sejauh ini.
"Kamu kenapa, Ra?" Suara gadis berhasil membuyarkan lamunannya. Bibir yang semula menyunggingkan senyum kecut kini telah pergi berganti dengan ekspresi datarnya.
"Dari tadi aku liat kamu bengong terus. Kamu ada masalah ya, Ra?. Kalo kamu ada masalah kamu bisa cerita kok sama aku, Ra. Siapa tau aku bisa ban-"
"Jangan sok akrab deh lo sama gue, emangnya lo siapa sih?" Zahra mengalihkan pandangannya, menatap wajah terkejut dari gadis yang kini sedang berdiri di samping nya.
"Sahabat, bukan!"
"Teman, bukan!"
"Saudara, apalagi itu!." Zahra berkata ketus kepada gadis yang masih menatapnya dengan tatapan terkejut. Zahra tau bahwa gadis yang kini berada disampinya pasti merasakan sakit setelah mendapatkan suara ketusnya, akan tetapi Zahra tidak perduli, ia hanya ingin gadis ini berhenti untuk terus ikut campur dalam hidupnya.
"Eh, Fira, gue kasih tau lo yah, lo itu siapa sih dikehidupan gue? siapa?. Lo bukan siapa-siapa gue kan. Jadi jangan sok akrab deh lo sama gue, apalagi pake acara mau bantu segala. Dasar begok, sahabat gue aja gak terlalu kepo dengan urusan hidup gue. Eh, lo? yang bukan siapa-siapa kok kepo banget? Udah deh, jauhin gue!. Gue gak suka ama lo, risih tau gak!." Zahra menatap sinis, lalu tanpa menunggu suara gadis itu Zahra memutuskan untuk pergi meninggalkan nya. Berjalan, ia mengabaikan wajah ketakutan gadis itu yang kini masih belum bersuara.
"Bukan itu maksud aku, Ra.
Bukan maksud aku begitu. Karena aku tau apa yang kamu rasakan, karena aku tau. "
Bersambung..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!