Levin Hadinata Tjendra, penerus dari Tjendra Group. Pria berusia 27 tahun anak dari CEO Dave Christian Tjendra dan Dokter Jeslyn, Dokter Bedah terbaik di Indonesia. Perusahaan milik ayah Levin merupakan perusahaan terbesar di Indonesia.
Levin memiliki 1 adik kandung bernama Jeniffer Christian Tjendra dan adik angkat bernama Celine. Celine adalah anak yang diangkat oleh kedua orang tuanya setelah ayahnya meninggal dalam kecelakaan 10 tahun lalu. Saat itu, umur Celine 5 tahun dan Levin 8 tahun.
Karena tidak memiliki identitas yang jelas dan tidak ada keluarga yang mencarinya, Jeslyn memutuskan untuk mengangkat Celine menjadi anaknya. Kehidupan tenang keluarga Tjendra mulai terusik ketika Celine masuk ke dalam keluarga itu. Levin, nyatanya menolak dengan keras kedatangan Celine.
Dia tidak bisa menerima kehadiran Ceilne di tengah-tengah keluarganya, terlebih lagi, dia harus menganggapnya sebagai adik. Levin berkali-kali bertengkar dengan ibunya karena Celine. Levin terus bersikap ketus dan dingin pada Celine. Karena sikap Levin itulah membuat Celine berubah menjadi pribadi tertutup.
Sikap Levin dingin terus berlanjut hingga mereka sekolah di satu sekolah yang sama yaitu sekolah milik kakek Levin. Selama di sekolah Levin melarang Celine untuk dekat-dekat dengannya dan juga melarang Celine untuk memanggilnya kakak.
Ternyata, di sekolah Celine sering mendapatkan perlakuan buruk dari temannya saat tahu kalau dia hanya anak yang diangkat oleh keluarga Tjendra. Baik Levin maupun keluarga Tjendra tidak ada yang tahu kalau selama ini Celine mendapatkan perlakuan buruk dari teman-temannya di sekolah.
Celine tidak pernah penah membalas teman-temannya karena tidak mau membuat masalah. Dia juga tidak pernah mengadu pada orang tua angkatnya karena dia tidak mau merepotkan sekaligus menambah beban orang tua angkatnya.
Dia menyimpan sendiri semuanya hingga suatu hari Levin tahu semuanya dan melihat secara langsung perlakuan buruk teman-temannya Celine. Levin merasa marah melihat itu. Dia kemudian meminta kakeknya untuk mengeluarkan anak-anak yang sudah merundung Celine.
Semenjak kejadian itu, sikap Levin sedikit berubah. Dia tidak sedingin dulu. Levin juga diam-diam mengawasi Celine di sekolah. Kehidupan keluarga mulai tenang dan bahagia, tapi tidak bertahan lama. Suatu hari ada dua orang yang mengaku sebagai keluarga berniat untuk membawa pulang Celine ke negara mereka yaitu Swiss.
Rencana kepulangan Celine ke Swiss tidak diketahui oleh Levin maupun Jeniffer. Baik Celine maupaun orang tua Levin, sengaja tidak mengatakan pada Levin mengenai rencana kepulangan Celine karena mereka pikir kalau Levin membenci Celine karena selama ini Levin selama bersikap dingin padanya.
Celine, akhirnya pergi tanpa berpamitan dengan Levin dan Jeniffer. Tanpa kata dia meninggalkan Indonesia. Levin baru tahu kalau Celine pergi saat melihat ibunya tiba-tiba menangis pada suatu malam. Ayahnya mengatakan kalau Celine sudah pergi ke Swiss bersama keluarganya dan tidak akan pernah kembali.
Levin marah dan bertengar dengan orang tuanya karena membiarkan Celine pergi begitu saja. Ternyata, sebelum pergi, Celine meninggalkan surat untuknya. Levin langsung menitikkan air mata setelah selesai membaca surat dari Celine.
"Maafkan aku Celine. Asal kau tahu, aku tidak pernah membencimu."
Levin kemudian berjanji akan membawa Celine kembali ke rumahnya suatu saat nanti, tapi ternyata Celine menghilang setelah kepergiannya ke Swiss. Levin mencari Celine hingga bertahun-tahun lamanya, tetapi tidak menemukan jejak apapun.
Setelah lulus kuliah di universitas ternama di Inggris, Levin pulang ke Indonesia atas perintah ayahnya. "Kau harus bekerja di anak perusahaan kita yang ada di Perancis. Papa tidak mengijinkanmu bekerja di Swiss," ucap Dave ketika mereka sedang berkumpul di ruang keluarga.
"Tapi, Paa...." Hendak kembali protes tetapi ayahnya sudah lebih dulu memotong ucapannya.
"Bukankah Perancis dekat dengan Swiss? Kau bisa bekerja di perusahaan kita yang ada di Paris sambil mencarinya."
Dave tahu betul kenapa Levin bersikukuh untuk bekerja di Swiss dibandingkan di perusahaan mereka yang ada di Paris. Alasannya cuma satu yaitu Celine.
Levin langsung terdiam. "Papa tidak akan melarangmu untuk mencarinya, tapi kau harus tahu kapan waktunya untuk berhenti."
Levin terdiam seraya berpikir. "Baiklah, aku akan bekerja di perusahaan kita," jawab Levin dengan wajah lesu. "tapi, sebelum ke Paris, aku akan pergi ke Swiss terlebih dahulu."
Tidak masalah bagiku jika harus bekerja di perusahaan papa di Paris. Aku bisa pergi ke Swiss setiap akhir pekan untuk mencarinya, batin Levin.
******
Seminggu sudah berlalu. Hari ini, Levin akan berangkat ke Swiss dan tinggal selama seminggu di sana sebelum akhirnya dia terbang ke Paris.
"Sayang, jangan dirimu baik-baik di sana. Jangan sampai sakit. Kau harus makan dengan teratur," ucap Jeslyn ketika dia hendak melepas kepergian Levin di bandara.
Meskipun dia sudah terbiasa tinggal berjauhan dengan Levin, tapi tetap saja Jeslyn selalu sedih dan menangis setiap mengantarkan Levin ke bandara.
Levin terlihat memeluk ibunya sambil mengusap lembut punggungnya ketika melihat ibunya mulai meneteskan air mata. "Iyaaa Ma, tenang saja, jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja."
Levin melepaskan pelukannya setelah cukup lama menenangkan ibunya. "Ingat, kabari kami kalau kau sudah sampai di Swiss," ucap Dave.
Levin mengangguk. "Iyaaa, Pa."
Wajah Jeniffer nampak sedih. "Kak, baik-baik di sana."
"Iyaaa, jagain Mama ya?"
Jen mengangguk. "Levin pergi dulu," ucap Levin sambil melambaikan tangan.
"Iyaa, hati-hati," ucap mereka serempak.
Setelah Levin tidak terlihat lagi, mereka bertiga pun memutuskan untuk pulang. Saat Levin tiba di Bandara Internasional Zurich, Levin tidak sengaja bertabrakan dengan seorang wanita ketika menuju tolilet.
"Maaf Tuan, saya tidak sengaja," ucap wanita sambil membungkuk meraih ponselnya yang terjatuh.
Levin menatap wanita yang menabraknya tadi tanpa berkedip. Wanita itu berkulit putih, tinggi langsing, rambut panjang, menggunakan topi hitam, kaca mata hitam besar yang hampir menutupi sebagian wajahnya dan menggunakan masker. Tidak terlihat jelas bagaimana rupanya. Yang jelas wanita itu terlihat cantik, meskipun wajahnya hanya terlihat sedikit.
"Tuan, maaf saya buru-buru. Sekali lagi saya minta maaf." Wanita itu pergi tanpa menunggu jawaban dari Levin.
Tanpa sadar, tatapan Levin terus mengikuti kemana arah wanita itu pergi.
"Celine tunggu!" Seorang pria tampan berteriak sambil berlari kecil ke arah wanita itu tadi pergi.
Tubuh Levin langsung menegang dan kaku. Jantungnya berdebar kencang ketika mendengar nama Celine disebut. Levin terdiam beberapa saat sampai akhirnya kesadarannya kembali lagi.
Dengan langkah cepat Levin berjalan ke arah wanita itu tadi pergi. Levin mencari ke sana-kemari, tetapi tidak menemukannya. Setelah mencari cukup lama, Levin berjalan menuju tempat duduk dengan langkah gontai. Dia mengusap wajahnya setelah menghembuskan napas kasar.
Celine, apakah yang tadi itu kau? Tapi, kalau itu memang kau, kenapa kau tidak mengenaliku sama sekali? Sebenarnya di mana kau bersembunyi selama ini? Apa kau tidak tahu kalau aku sudah mencarimu selama 9 tahun?
********
Satu tahun kemudian.
"Vin, apa kau senggang nanti malam?" Zio mendatangi Levin yang sedang duduk di meja kebesarannya yang ada di ruangan kantornya.
Levin mengangkat kepalanya lalu menatap malas pada Zio. "Memangnya kenapa?"
Erzio adalan anak dari Stella dan Dion. Sama halnya dengan Levin, Erzio memilih untuk tinggal di Paris mengikuti jejak Levin. Zio sendiri menjadi asisten sekaligus sekertaris Levin atas permintaan dari Levin.
Padahal, Dion sudah menyuruhnya pulang untuk mengambil alih perusahaan milik keluarganya, tapi Zio tidak mau. Dion masih tetap tidak mau mengambil alih perusahaan keluarganya karena dia lebih suka menjadi dokter sehingga perusahaan tersebut sekarang dipimpin oleh Stella sebagai Direktur Utama di perusahaan milik keluarga Dion.
"Josep mengudang kita untuk datang ke acara ulang tahunnya. Dia mengadakan pesta di sebuah club malam ternama. Pasti banyak wanita cantik yang akan datang."
Levin langsung menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan wajah lelah. "Aku tidak mau datang, kau saja yang pergi."
"Ayoolah, temani aku. Sampai kapan kau hidup dalam duniamu sendiri. Aku akan menemanimu lagi minggu depan ke Swiss untuk mencarinya," bujuk Zio.
Levin mengetukkan jari-jari tangannya ke meja sambil berpikir. "Baiklah, tapi kau harus menemaniku minggu depan ke Swiss."
"Hhmmmm," gumam Zio sambil mengangguk.
"Bagaimana kabar kak Alea? Kapan dia ke sini?" Seketika Levin teringat dengan wanita cantik yang sudah dianggap seperti kakaknya sendiri. Alea memang sangat dekat dengan Levin dan Erzio.
"Dia akan ke sini seminggu lagi. Dia bilang akan tinggal di sini selama sebulan karena ada pemotretan di sini."
"Lalu dia akan tinggal di mana?"
"Aku sudah memintanya untuk tinggal di apartemenku, tapi dia menolak karena dia bilang perusahaan yang mengontraknya sudah memberikan dia tempat tinggal di salah satu apartemen yang tidak jauh dari tempat kantor yang memberikan kontrak padanya."
Levin manggut-manggut. "Jangan beritahu dia kalau aku masih mencari Celine. Dia pasti akan memarahiku habis-habisan."
Erzio tersenyum mengejek sembari duduk di depan Levin. "Tentu saja dia akan memarahimu. Kau mengabaikan nasehatnya untuk berhenti mencari cinta pertamamu itu."
Levin langsung melemparkan pulpen pada Erzio tapi bisa dihindari dengan cepat olehanya. "Sudah kukatakan dia bukan cinta pertamaku," sanggah Levin dengan kesal, "dia itu bagian dari keluargaku. Aku tidak pernah melihatnya sebagai wanita."
"Benarkah?" tanya Erzio dengan tatapan ragu. "Kalau kau tidak melihatnya sebagai seorang wanita lalu kau menganggapnya apa?"
Setahu Erzion, Levin tidak pernah mau mengakui Celine sebagai adiknya. Dia akan marah jika ada yang menyebut Celine sebagai adiknya. Bahkan ketika mereka masih kecil, Erzio sering menggodanya dengan mengatakan kalau Celine memang cocok menjadi adiknya dan itu sukses membuat Levin marah.
Dulu Erzio memang sering ke berkunjung ke rumah Levin untuk sekedar bermain dengannya atau bertemu dengan Celine. Erzio cukup dekat dengan Celine karena sikap Erzio yang humble, tidak seperti Levin yang sering bersikap dingin pada Celine.
"Seperti Jen?" tebak Zio sebelum Levin sempat menjawab.
"Tentu saja tidak," jawab Levin acuh tak acuh.
Erzio tersenyum mengejek lalu berkata, "Kalau kau tidak memiliki perasaan pada Celine lalu untuk apa kau mencarinya selama 10 tahun?"
"Itu karena mama ingin dia kembali. Aku juga ingin menebus kesalahan karena sudah bersikap dingin padanya."
Erzio memajukan tubuhnya lalu meletakkan kedua tangannya di atas meja kerja Levin sambil memasang wajah penasaran. "Kalau begitu, katakan padaku, kenapa sampai sekarang tidak ada satu pun wanita yang kau jadikan kekasih? Padahal, banyak yang mengejarmu. Bukankah karena di hatimu sudah sepenuhnya diisi oleh Celine?"
"Tentu saja tidak. Aku belum menemukan wanita yang mampu menggetarkan hatiku, hanya itu alasannya."
Erzio mendengus. "Bilang saja kau tidak bisa berpaling dari gadis kecilmu itu," cibir Erzio
"Sudah aku bilang semua tidak seperti yang kau pikirkan," elak Levin.
"Kalau begitu, bolehkah aku mendekatinya jika kita sudah menemukannya?"
"Tidak boleh! Cari saja wanita lain," ujar Levin, "lebih baik kau dekati Jen, dia sudah lama menyukaimu."
Erzio kembali mendengus kesal. "Aku tidak suka dengan anak kecil."
Bersambung....
"Ayolah, cepat! Kau sudah berjanji bukan untuk menemaniku." Erzio menarik dengan paksa tangan Levin yang terlihat enggan memasuki salah satu club terkenal yang ada di Paris.
"Berhenti menarikku seperti orang bodoh!" Levin menghempaskan tangan Erzio dengan wajah kesal.
Sangat sulit untuk mengajak Levin untuk keluar saat malam hari. Dia terbiasa berdiam diri di apartemennya setelah seharian bekerja. Levin, tetap dingin dan acuh tak acuh seperti biasanya. Padahal, banyak sekali wanita yang mengejarnya. Mewarisi wajah tampan ayahnya, membuatnya digilai oleh banyak wanita sama seperti Dave dulunya.
"Aku sungguh kasihan padamu. Kau sangat kaku, hidupmu monoton dan sangat dingin pada wanita. Entah bagaimana bisa mama memiliki anak sepertimu," ucap Erzio seraya berjalan bersama dengan Levin ke arah pintu club malam tersebut, "aku lupa, kau mewarisi semua sifat papa."
Levin menatap dengan malas pada Erzio ketika melihatnya tersenyum mengejek. "Apa kau sudah puas tertawa?"
"Belum, aku suka sekali melihatmu menderita." Erzio terlihat tersenyum lebar pada Levin.
Levin mendengus lalu berkata dengan wajah datarnya. "Aku akan mengadukanmu pada mommy dan daddy kalau kau suka keluar masuk club malam selama tinggal di sini."
Mendengar itu, Erzio seketika langsung menoleh pada Levin. "Jangan begitu, mommy bisa memblokir semua kartu kredit serta membekukan akun bank-ku kalau sampai dia tahu. Aku hanya bercanda tadi, jangan dimasukkan ke hati, Vin."
Levin mengabaikan Erzio dan memilih mempercepat langkah kakinya masuk ke dalam club yang terkenal sebagai club malam untuk para orang kaya. Club itu memang dikhususkan untuk kalangan atas. Di sana salah satu tempat orang kaya untuk menghabiskan uangnya.
Setelah berada di dalam, Erzio dan Levin langsung berjalan ke arah tempat yang sudah di pesan khusus oleh Josep. Terlihat beberapa meja sudah di duduki oleh tamu undangan Josep, sementara Josep sendiri sedang sibuk berjoget dengan beberapa wanita cantik di dance floor.
Levin dan Erzio memilih untuk duduk di tempat duduk yang masih kosong yang sudah di pesan oleh Josep. Mereka berdua duduk sambil menatap ke arah dance floor setelah menyapa teman mereka lainnya yang mereka kenal. Erzio terlihat memesan beberapa minuman beralkohol setelah duduk dengan santai.
"Hai, Zio, kenapa kau baru datang?" Seorang wanita cantik menghampiri meja Levin dan Erzio.
Senyum Erzio sektika merekah setelah melihat wanita yang mendatanginya. "Aku harus menjemput pangeran ini lebih dulu," tunjuk Erzio pada Levin, "apa kau merindukan aku?" tanya Erzio pada wanita yang sudah duduk di sebelahnya.
"Tentu saja, kau sudah lama tidak mengunjungiku," jawab Wanita itu dengan manja.
"Maafkan aku, Sayang. Aku sedang sibuk," jawab Erzio sambil merangkul pinggang wanita itu.
"Hai, Vin, bagaimana kabarmu?" Wanita itu menatap sekilas pada Levin yang terlihat hanya diam dengan wajah acuh tak acuhnya.
"Baik," jawab Levin tanpa menoleh pada wanita itu.
Sikap dinginnya itu, tidak membuat wanita itu kesal. Dia sudah tahu bagaimana kepribadian Levin karena mereka kuliah di kampus yang sama saat di Inggris.
"Kalian sudah datang?" Josep datang dari arah dance floor bersama dengan 4 wanita.
"Yaa. Pesta yang sangat meriah Josep," jawab Erzio seraya tersenyum lebar pada temannya itu.
"Pesan apapun yang kalian mau. Tidak hanya minuman, kalian juga bisa memesan yang lainnya." Josep mengerlingkan matanya sambil tersenyum penuh arti pada Erzio dan Levin.
Tentu saja mereka mengerti maksud dari perkataan Josep. "Tidak perlu, kami hanya ingin minum," tolak Erzio.
Josep duduk di dekat Levin diikuti oleh 4 wanita lainnya. Terlihat dua wanita lainnya duduk di antara Levin yang sedari tadi hanya diam.
"Vin, aku kira kau tidak akan datang ke pestaku," ucap Josep seraya merangkul kedua wanita di samping kanan kirinya.
"Zio yang memaksaku datang ke sini," jawab Levin dengan wajah datar.
Josep tertawa kecil. Dia sudah menduganya. Levin tidak suka dengan keramaian seperti club malam. Dia lebih suka menyendiri. Berbeda dengan Erzio yang sangat suka dengan keramaian dan sering kali keluar masuk club malam bersama dengan Josep dan teman mereka yang lainnya.
Sifat Erzio entah menurun dari mana. Untuk hal yang berhubungan dengan dunia malam, Dion lebih mirip dengan Levin, suka menyendiri dan tidak suka dengan keramaian club. Bahkan Dion tidak pernah memasuki club malam selama hidupnya. Dave meskipun beberapa kali memasuki club, tetapi selalu ditemani oleh Zayn.
"Jangan sentuh aku!" Levin melayangkan tatapan tajam dan dingin saat kedua wanita yang duduk di samping kanan kirinya ingin memegang lengannya.
"Ladiees, menjauhlah darinya. Lebih baik kalian cari mangsa yang lain. Meskipun kau bertelanjang di depannya, tidak akan berpengaruh apapun padanya karena dia tidak suka wanita," sahut Erzio dengan cepat dan langsung disambut gelak tawa oleh Brenda dan Josep.
"Benarkah?" Kedua wanita otomatis menjauh dari Levin.
"Tentu saja. Dia memiliki sedikit kelainan," tambah Erzio lagi.
Levin hanya menampilkan wajah dinginnya dan tidak menimpali ucapan Erzio. "Sayang sekali, padahal, dia sangat tampan." Wanita itu berlalu dengan wajah kecewa karena gagal menggoda Levin.
Josep yang mendengar itu hanya tersenyum. Dia juga tahu kalau selama ini, Levin tidak pernah suka didekati oleh wanita manapun.
"Kau jahat sekali, Zio," ucap Brenda sambil tersenyum padanya.
"Abaikan dia, Sayang. Mari kita bersenang-senang."
Erzio menuangkan minuman ke dalam gelas, lalu memberikannya pada Brenda kemudian mereka berdua meneguk minuman itu, mengabaikan Levin yang sedari tadi hanya diam.
Waktu terus berlalu dan malam semakin larut. Karena merasa bosan, Levin akhirnya memutuskan untuk keluar sebentar dari club tersebut untuk mencari udara segar dan menikmati hembusan angin malam yang begitu dingin. Saat dia akan masuk ke dalam club, dia tidak sengaja melihat seorang wanita berambut ikal panjang sedang berdiri di dekat pintu masuk.
Wanita berdiri sambil menunduk, menggigit jari kukunya. Tubuh Levin seketika membeku saat melihat wajah wanita itu ketika dia mengangkat kepalanya. Ada perasaan tidak asing saat dia menatap wajahnya. Tiba-tiba wanita itu berjalan dengan cepat ke arah jalan raya. Tanpa sadar Levin mengikuti wanita lalu mencekalnya tangannya saat dia akan menghentikan taksi.
"Apa yang kau lakukan, Tuan?" tanya Wanita itu sambil menoleh pada Levin dengan wajah terkejut.
Wanita tentu saja merasa takut karena ada pria yang tidak dikenalnya tiba-tiba memegang tangannya, tapi saat melihat siapa yang mencekal tangannya, wanita itu nampak tertegun sejenak. Untuk beberapa saat mereka saling bertatapan.
Levin terlihat tidak mau melepas tangan wanita itu dan terus memandang mata wanita itu dengan lekat. Mata jernih berwarna amber. Mata itu jelas mengingatkannya pada seseorang.
"Lepaskan aku! Apa kau tidak memiliki sopan santun?" Wanita itu terlihat berusaha melepaskan cengkraman tangan Levin padanya, tapi tidak bisa karena cengkraman tangan Levin sangat kuat.
"Celine, apa kau sudah lupa padaku? Aku Levin." Levin akhirnya berbicara setelah sekian lama terdiam.
"Maaf, kau salah orang, Tuan. Aku tidak mengenalmu. Lagi pula, namaku bukan Celine," ucap Wanita itu dengan marah, "lepaskan aku!"
Dari arah belakang, seorang pria menghampiri mereka. "Levin, apa yang kau lakukan? Ada apa? Apa kau mengenalnya?" Pertanyaan beruntun dilontarkan oleh Erzio.
Dia menatap heran pada Levin saat melihatnya mengcekram tangan seorang wanita dan terlihat dia tidak mau melepaskan, meskipun wanita itu berusaha melepaskan tangannya.
"...." Levin mengabaikan pertanyaan Erzio dan terus menatap wanita di depannya.
Wanita itu lalu menoleh pada Erzio. "Sepertinya temanmu ini salah mengenali orang. Dia mengira aku Celine. Aku bahkan tidak pernah mendengar nama itu," ucap Wanita dengan ketus seraya meleparkan senyuman mengejek pada Levin.
"Maafkan temanku, sepertinya dia mabuk. Sekali lagi maafkan temanku." Erzio kemudian menoleh pada Levin. "Levin, lepaskan tangannya, dia bukan Celine. Sadarlah, jangan membuat keributan di sini."
Levin terlihat belum juga mau melepaskan tangan wanita itu. "Jika kau tidak melepaskan tanganku, aku bisa salah paham padamu dan beranggapan kalau kau menyukaiku," ucap Wanita itu sinis. Walaupun dia berkata dengan datar, tapi nada mengejek terdengar jelas dari cara bicaranya.
Perlahan cengkraman tangan Levin mengendur dan akhir terlepas. Levin lalu berjalan ke arah mobil Erzio dengan langkah cepat, mengabaikan panggil Erzio padanya. Setelah meminta maaf pada wanita itu, Erzio menyusul Levin.
Wanita itu terlihat memegang tangannya yang dicengkram Levin tadi sambil menatap kepergian Levin dan Erzio. Tiba-tiba ada pria yang menghampiri wanita itu dari belakang. "Celia, ada apa denganmu? Bukankah kau bilang ingin pulang lebih dulu?"
Wanita itu menoleh pada pria di sampingnya. "Baru saja ada pria mabuk yang menarik tanganku. Dia mengira aku wanita yang dia kenal."
"Benarkah? Apa dia menyakitimu?"
Wanita itu menggeleng sambil tersenyum. "Tidak. Dia hanya memegang tanganku, menatap wajahku selama beberapa saat lalu pergi begitu saja. Sepertinya dia terpesona dengan kecantikanku," jawab Wanita itu sambil menatap ke arah Levin dan Erzio pergi.
"Aku akan mengantarmu pulang." Wanita itu mengangguk lalu mengikuti langkah pria itu menuju parkiran.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!