Hujan badai di kota Perth Australia tidak mengurungkan niat Arlene untuk kembali melarikan diri. Setelah mantan suaminya yang kejam kembali menemukan apartemen kecil tempat Arlene tinggal bersama buah hati mereka. Alleyah.
Malam itu juga Arlene pergi membawa Alleyah, derasnya hujan disertai petir membuat keduanya basah kuyup serta mengigil.
Mereka masuk begitu saja kedalam taksi yang terparkir dibadan jalan, melempar tas yang sudah basah dengan Alleyah yang menangis.
"Hei ... Siapa kau? Aku masuk kedalam taksi ini terlebih dahulu!"
Arlene menoleh, dia sama sekali tidak menyadari jika ada seseorang didalam taksi saat dia masuk tadi.
"Maaf, tapi bisakah kau mengalah untukku? Bayiku kedinginan dan juga pakaiannya basah." Jawab Arlene yang memohon dengan Alleyah yang terus menangis.
"Tidak bisa! Diluar sedang hujan badai, dan aku harus segera pulang!"
"Tuan aku mohon!"
"Tidak mau, enak saja."
"Tuan! Aku mohon." pintanya dengan bibir yang sudah bergetar kedinginan. "Atau begini saja, bagaimana kalau kita berbagi taksi ini?"
Alleyah terus menangis, dengan cekatan Arlene membuka semua pakaian Alleyah yang basah, mengabaikan pria disampingnya yang terus mengoceh karena tidak ingin berbagi taksi sebab pria itu merasa dia lebih dulu masuk kedalam taksi tersebut sebelum Arlene. Dean Mcdermott
Sementara supir menoleh ke arah belakang, "Maaf, kemana aku harus mengantarkan kalian tuan dan nyonya?"
Keduanya saling menoleh, lalu dengan cepat menjawab pertanyaan supir.
"Antar ke hotel xxxx,"
"Tidak, antarkan aku terlebih dahulu ke mansion McDermott." Sela Dean, dia ingin cepat pulang karena kelelahan, ditambah ibunya terus menelepon agar dia tidak pulang terlambat.
Supir taksi terlihat menghela nafas, "Jadi siapa yang pertama harus diantarkan? Diluar hujan badai, kita tidak bisa terus diam disini. Tuan ... Nyonya?"
Keduanya saling menoleh lagi.
"Aku dulu ..."
"Tidak nyonya, aku yang pertama masuk kedalam mobil ini! Dan aku tidak ingin terkena masalah oleh ibuku karena terlambat di pesta."
"Tidakkah kau lihat Tuan, kami berdua kedinginan. Kami harus cepat menemukan hotel untuk menghangatkan tubuh, kau hanya akan terlambat berpesta, tapi kami mempertaruhkan nyawa!" tukas Arlene dengan menyibak rambutnya yang basah, hingga air itu sedikit menciprat tepat di wajah Dean.
Tanpa menghiraukan keduanya yang terus ribut, sang supir taksi melajukan mobilnya terlebih dahulu, jarak hotel xxx sama jauhnya dengan mansion McDermott.
"Silahkan putuskan siapa yang pertama kali diantar, atau kalian berdua turun saja dari taksiku! Aku tidak ada waktu untuk keributan ini." Tegas sang supir membuat keduanya terdiam.
Arlene menoleh lagi kearah Dean, membuat Dean akhirnya menghela nafas berat, "Ya baiklah ... Kita akan berbagi dan kau boleh duluan."
Dengan kedua mata berbinar, Arlene menganggukkan kepalanya, "Terima kasih tuan."
Tangisan Alleyah terus melengking, membuat Arlene dengan cepat membuka pakaian yang dikenakan putrinya itu, mengambil minyak eucalyptus dari dalam tasnya untuk membalur tubuhnya yang dingin.
"Sabar sayang, tunggu sebentar lagi ya! Kita akan segera sampai." gumam Arlene dengan tangan membalur punggung balita berumur dua tahun itu.
"Bisa kau ambilkan popok bayi didalam tas itu?" tukas Arlene membuat Dean yang sedari tadi terus memperhatikan jalanan dan tidak peduli dengan wanita yang tengah sibuk disampingnya terhenyak.
"Berani sekali kau menyuruhku!"
Arlene yang juga basah kuyup menoleh ke arah Dean yang diam tidak peduli.
"Tuan. Bisakah? Kalau tidak, kau geserlah sedikit."
Dean mendengus pelan, "Ya ... Baiklah, aku akan membantu mengambil popok, agar anakmu berhenti menangis!"
Dean mengambil tas perlengkapan bayi setengah basah yang terletak dekat di kakinya itu, dia membuka dan mencari popok sesuai permintaan Arlene.
Tas sekecil ini memuat banyak barang, seperti orang yang tengah melarikan diri. Batin Dean saat menemukan popok dan menyerahkannya pada Arlene
Setelah menyerahkan popok itu pada Arlene, Dean kembali diam namun, ada sesuatu yang menarik perhatiannya, dia memperhatikan tangan Arlene yang cekatan mengganti pakaian basah dan membuat anaknya tenang dan akhirnya berhenti menangis.
Terlebih menarik dari Arlene, paras cantik dengan rambut basahnya, bibir yang menggigil mulai kebiruan namun tetap berusaha membuat bayi dalam pangkuannya hangat, menggulung kain yang Dean sendiri belum pernah melihatnya, lalu digulungkan pada balita yang kini menatapnya.
Dean terus memperhatikan tangan Arlene hingga dia selesai mengganti semua pakaian Alleyah dan bayi berusia dua tahun itu tenang.
"Tuan bisakah kau menolongku satu hal lagi? Aku harus mengganti pakaian ku yang basah, bisakah kau pegang anakku terlebih dahulu?"
Belum sempat menjawab, Arlene meletakkan putrinya di pangkuan Dean, mau tidak mau dia pun harus memegangi anak balita dengan wangi eucalyptus itu sementara Arlene sendiri mengganti pakaian nya yang basah.
Dean menelan saliva, saat melihat sekilas punggung seputih susu saat Arlene dengan konyolnya membuka atasannya. Namun itu tak berselang lama, karena wanita berambut coklat itu menggunakan mantel, membuka sepatu berwarna hitam dan menggantinya dengan flatshoes dengan warna yang sama. Dean diam diam meliriknya.
"Tidak usah mengintip bisa kan?"
Dean mendengus, lalu membuang wajahnya ke arah lain. Setelah selesai, dia kembali mengambil Alleyah dari tangannya.
"Terima kasih Tuan!"
"Panggil aku Dean ... Dean Mcdermott." Dean mengulurkan tangan ke arahnya, namun Arlene hanya mengangguk tanpa menyebutkan namanya sendiri. Sampai Dean berdecak lalu menggosokkan tangan yang tetap menggantung itu pada pahanya sendiri.
Perjalanan terhambat karena kemacetan, hujan badai yang kerap terjadi di musim dingin di Perth memang sering membuat daerah daerah tertentu mengalami kerusakan, bahkan tidak jarang rumah rumah rusak terkena badai.
Ponsel Dean berdering, dia merogoh ponsel dari balik saku celananya, melihat nomor ibunya lagi lagi menghubunginya. Entah keseberapa kali hari ini ibunya menghubungi dan memperingatkannya agar tidak terlambat. Dean mengabaikan panggilan itu, tidak mau mendengar ocehan ibu yang melahirkannya.
"Ibu pasti hanya akan mengatakan jangan sampai terlambat!" gumamnya pelan.
Ting
Sebuah nada pesan masuk kedalam ponselnya selang bebepa detik saat sambungan telepon itu berhenti.
'Dean ... kau masih dimana? Selena sudah hampir bosan menunggumu, jangan mencari alasan untuk menghindar darinya lagi. Ibu tunggu segera.'
Dean mendengus kasar, lalu memasukkan kembali ponsel itu tanpa membalas pesannya, dia sudah bisa mengira Selena akan hadir disana.
Seketika ide konyol melintas didepannya, saat melihat Arlene yang tengah memeluk putrinya yang kini terlelap.
"Nyonya ... Apa kau butuh pekerjaan?"
Arlene menoleh, "Hah?"
Tatapan mereka beradu, cukup beberapa detik hingga akhirnya tangisan Alleyah terdengar.
"Ku fikir kau sedang dalam masalah dan pasti butuh pekerjaan! Aku akan membayarmu dengan gaji tinggi kalau kau mau."
"Kau serius? Aku memang butuh pekerjaan, tapi aku tidak bisa meninggalkan putriku."
"Tidak masalah! Itu justru akan jadi poin terpenting."
"Kau serius. pekerjaan apa itu?"
"Apa kau mau menikah denganku?"
Arlene kembali menoleh, dia tersentak dengan ucapan pria yang bahkan belum satu jam dia kenal.
"Apa kau gila?"
"Maksudku pura pura jadi istriku!" Ujarnya dengan meyakinkan, "Dengan harga tinggi, atau berapapun yang kau mau!" ujarnya lagi.
Mendengar kata harga, berarti bernilai uang, kehidupan, sekaligus tempat bersembunyi yang aman, tidak perlu berpindah pindah dan yang penting kehidupan yang layak untuk putrinya. Arlene terdiam, kesempatan ini mungkinkah datang kepadanya disaat yang tepat.
Suara kecil dari Alleyah membuyarkan fikiran Arlene, dengan tangan menggapai gapai ke arah Dean.
"Papa ... Papaaaa!"
Alleyah yang berusia dua tahun itu masih belajar bicara, kata-kata pertamanya hanya sebatas huruf huruf vokal dasar, namun dengan situasi seperti ini membuat keputusan ide konyol Dean seolah terrestui. Terdengar dengan jelas jika suara balita itu sebagai pertanda yang tidak boleh dilewatkan begitu saja.
"Pa---papapa!"
Dean tersenyum mendengarnya, dia mengambil Alleyah begitu saja dari pangkuan ibunya yang masih tidak bisa mencerna semua perkataan dari sosok pria yang baru saja bertemu itu, termasuk saat Alleyah yang tiba tiba memanggilnya Papa.
"Aku anggap ini adalah persetujuan, dia setuju kita menikah! Maksudku pura pura menikah." ujar Dean tersenyum penuh kemenangan.
"Ta---tapi!!"
"Aku tahu kau pasti sedang kabur atau menghindar dari sesuatu atau seseorang bahkan. Tapi apapun itu aku tidak akan peduli, kecuali kau ambil kesempatan ini dan aku bisa pastikan kau dan putrimu ini aman. Kau juga akan mendapat uang dengan nilai yang tinggi untuk kehidupanmu dan juga anakmu ini!" tukas Dean panjang lebar.
Arlene terdiam, memang benar apa yang dikatakan oleh Dean. Dengan begitu, hidup Alleyah sedikitnya akan terjamin, mereka juga tidak perlu repot lagi mencari tempat yang aman.
"Malam ini juga kau ikut aku ke mansion, dan aku akan membayarmu disana, untuk perjanjiannya, akan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan kita." ucap Dean tanpa melihatnya, dia fokus dengan wajah Alleyah yang terus menatapnya dengan terus tertawa.
Hingga hujan mereda, pun dengan kemacetan yang mulai mengurai, hingga perjalanan mereka kembali lancar. Supir taksi itu hanya bisa menatap mereka dari arah spion, keributan yang terjadi diawal kini tidak ada lagi, Dean sibuk bermain dengan Alleyah, sementara Arlene sendiri menatap kaca mobil yang masih basah, berfikir dengan keras apa yang akan di lakukannya jika dia mengambil.kesempatan emas itu.
"Nyonya ... lima menit lagi hotel yang anda tuju akan sampai." supir itu mengingatkan.
"Teruskan saja ke mansion Mcdermott!" Sahut Dean tanpa mengalihkan pandangannya kearah depan maupun samping, rasanya dia tidak lagi perlu meminta persetujuan dari Arlene lagi, karena wanita itu tidak mampu berfikir dengan baik saat ini.
Supir taksi mengangguk, dia kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, karena jalanan basah itu biasanya licin dan kerap membuat ban kendaraan tergelincir.
"Aku belum memutuskan untuk setuju atau tidak dengan rencanamu tuan Dean!"
"Tapi anakmu sudah setuju, dia sudah memanggilku dengan sebutan papa bukan? Aku rasa kau juga akan setuju!" ujar Dean dengan penuh percaya diri. "Kalau kau masih ragu, aku akan membayar uang muka sepuluh kali lipat dari harga yang aku tawarkan tadi. berikan nomor rekeningmu, berikan sekarang juga dan ikut aku ke mansion." ucapnya lagi panjang lebar dengan terus mrngajak bicara Alleyah.
Arlene menelan saliva, saat mendengar kata sepuluh kali lipat, keberuntungan kah ini, atau doa doa yang tidak berujung terkabul kini berada di depan matanya sendiri.
Tanpa berfikir lebih panjang untuk ke depannya, Arlene mengangguk dengan lirih.
"Berikan nomor rekeningmu!" tukas Dean yang kalu ini menoleh ke arahnya. Dan benar saja, Dean mentransferkan sejumlah uang yang banyak kedalam rekening miliknya.
"Aku tahu kau pasti tidak akan menolaknya." Ujarnya dengan menatap lekat Arlene.
Wanita berusia 24 tahun itu pun terdiam, dia masih tercengang dengan jumlah uang yang di kirimkan Dean.
"Siapa namamu? Kan tidak lucu jika seorang suami tidak tahu nama istrinya."
"Arlene Khesya ... panggil aku Arlene, dan putriku Alleyah." jawabnya ragu, dia masih belum percaya jika ada seaeorang yang memberikan uang yang banyak begitu saja.
"Baiklah Arlene ... Alleyah, semoga kita bisa bekerja dengan baik!" tukasnya dengan mengulurkan tangan pada Arlene walaupun lagi lagi tangannya menggantung begitu saja.
Hampir tiga puluh menit, mereka tiba di mansion Mcdermott, mansion mewah dengan lampu lampu terang berada dimana mana, Arlene cukup tercengang menatap saldo direkeningnya tadi, sekarang berlipat lipat saat melihat bangunan di depannya.
"Kau orang kaya." gumamnya pelan, tidak menyangka jika pria yang baru saja dia kenal ternyata berasal dari keluarga yang kaya raya.
"Tidak juga, yang kaya itu Nenekku," Dean terkekeh.
Sementara Arlene kembali membisu.
"Kenapa wajahmu. Seperti baru pertama kali melihat Mansion seperti ini?" ujar Dean yang keluar dari taksi.
Pria berlesung pipi itu berdiri disamping Taksi dengan kedua tangan memeluk tubuh kecil Alleyah yang kini tertidur. Sementara Arlene keluar dengan perlahan, dia bahkan lupa dengan barang barang dan tas miliknya yang masih berada di dalam.
"Tidak ... aku bahkan sudah bosan melihat mansion seperti ini di Perth." kilah Arlene berbohong, dia bahkan sama sekali belum pernah melihat mansion mewah seperti yang dia lihat saat ini, sekalipun dalam bayangannya. Menyedihkan sekali.
Gerbang hitam menjulang tinggi itu terbuka otomatis saat sang empunya menempelkan kedua matanya pada sebuah layar kecil dengan sensor pemindai kornea mata. Membuat Arlene kembali terperangah dengan kemewahan mansion yang akan dia masuki.
Mereka disambut oleh beberapa pria dengan balutan jas berwarna hitam hitam, dengan tinggi badan hampir mirip dengan kedua mata menyala bak elang.
"Tuan Dean?" ujarnya dengan menyerahkan sebuah kunci mobil padanya.
"Kalian urus mobil yang mogok itu!" ucapnya dengan mengayunkan kedua kakinya ke arah mobil sport berwarna merah.
"Kenapa harus kembali naik mobil?" Arlene mengikutinya bak seekor itik yang takut tersesat dalam rombongannya.
"Memangnya kau mau masuk dengan berjalan kaki?" ujarnya dengan membukakan pintu untuk Arlene, lalu memberikan Alleyah dipangkuannya.
Beberapa orang membawa barang miliknya dan juga milik Dean. Mereka lantas masuk kedalam mobil yang lain, dan melaju lebih lambat dari mobil yang dikendarai Dean. Kendaraan beroda dua itu melaju, melewati jalanan terang dengan pohon pohon pinus disisi kiri dan kanannya. Dengan mata telanjang, tentu saja kawasan ini bak hutan, namun dia harus kembali menelan saliva saat melihat mansion yang besar dengan gaya Eropa semakin jelas terlihat, lampu lampu gemerlap dengan pilar pilar besar disetiap sisi, juga ukiran ukiran detail pada dinding menandakan kemewahannya bukanlah main main..
"Kau siap Arlene?" Tanya Dean sebelum mobil akhirnya berhenti.
Arlene melihat ada beberapa mobil di parkiran luas seluas tanah seluruh apartemen dimana dia tinggal. Dan saat itu juga hatinya mulai berdebar semakin tidak karuan.
Sampai mobil berhenti melaju, dan seorang petugas membuka pintu mobil Dean dan bergegas melangkah ke sampingnya. Dia juga sedikit berlari membuka pintu untuk Arlene. Hawa kaum Borjuis sudah tercium dari sejak Arlene menginjak karpet berwarna merah yang membentang panjang hingga melewati pilar besar dan pintu masuk utama.
"Ayo!" pungkasnya dengan menunggu jawaban Arlene
Arlen mengangguk, tanpa sadar dia telah masuk ke dalam masalah baru dalam hidupnya.
"Sepertinya aku bodoh karena menerima tawaran ini!"
Keduanya berjalan masuk kedalam ruangan luas yang dipenuhi orang orang kalangan atas. Saling menatap dengan kedua alis berkerut bahkan ada yang berbisik bisik kearahnya walau dengan elegan.
Apa orang kaya terlihat elegan bahkan saat membicarakan orang lain secara terang terangan? tanya Arlene dalam hati.
Mereka berdua memasuki ruangan yang besar, tirai berwarna gold dan silver dengan penuh bunga. Ditambah meja panjang berisi banyak makanan juga minuman.
"Mama benar benar membuat pesta yang mewah." Gumam Dean, langkahnya tetap diikuti oleh Arlene dari samping, sikap Dean memang tidak terlihat canggung, sesekali dia tersenyum ke arahnya dan justru membuat Arlene semakin resah saja.
Hingga berada di ruangan ujung, semua menyambut pria berwajah tampan dengan lesung pipi itu, satu keluarga besar Mcdermott, tanpa terkecuali sang Nenek.
"Dean ... akhirnya kau pulang juga!"
"Hai mama ... maafkan aku, penerbanganku sedikit delay karena adanya badai di kota ini, ditambah mobilku mogok, sampai aku harus naik taksi untuk kemari." Dean memeluk sang ibu.
Wanita elegan dengan rambut sebahu, wajahnya tajam dan penuh karisma, walau tersenyum sangat datar. Sementara Arlene hanya berdiri melihat mereka yang sibuk berbincang dengan Alleyah yang tetap pulas dalam gendongannya, kedua matanya menyisir seluruh ruangan besar nan megah. Sesudah sang ibu menyapa, sosok perempuan cantik pun terlihat berjalan kearahnya dan langsung memeluknya, mendaratkan ciuman pada kedua pipi Dean.
"Dean aku sudah menunggumu dari tadi!"
Dean mendorongnya sedikit, dengan raut wajah yang berubah datar.
"Hai Selena. Aku bahkan tidak tahu kau ada disini?"
Lebih tepatnya Dean pura pura tidak tahu, dia mundur dua langkah namun gadis bernama Selena itu masih mengikutinya. Selena melingkarkan tangannya pada lengan Dean dengan manja lalu menyenderkan kepalanya dibahu pria yang disinyalir tunangannya itu.
"Kau hanya berpura pura tidak tahu kan Dean sayang? Aku juga tahu kau pasti merindukan aku." ujarnya dengan sedikit berbisik dengan suara yang mendayu dayu.
"Tidak juga!" Dean melepaskan tangan Selena dari dengan berpura pura berjalan menghampiri kakak perempuannya yang duduk disofa.
"Sorra? Kau tidak ingin menyambutku?" Dean merengkuh bahunya, mendaratkan kecupan di rambut sang kakak yang tengah santai meresap wine ditangannya.
"Hentikan Dean! Kau merusak riasan rambutku!" ketusnya dengan mendorong bahu sang adik, membenarkan rambutnya yang bahkan tidak berubah sama sekali.
Dean berdecih, dari semua saudara kandungnya, hanya Sorra yang selalu bersikap bengis padanya, dia seakan tidak peduli pada adiknya itu.
"Kau pelit sekali, pantas saja kau tidak laku karena sikapmu yang judes itu."
Sorra mendelik ke arahnya, dengan mengepalkan tangan seperti hendak memukul, namun tatapannya beralih pada sang ibu yang menggelengkan kepalanya sampai akhirnya Sorra hanya mendengus saja.
Sementara Arlene masih terpaku ditempatnya tanpa ada orang yang menyadari keberadaannya, termasuk Dean yang seolah lupa bahwa dia datang bersamanya juga Alleyah.
"Apa dia lupa kalau dia telah mengajakku ke mansion ini, atau aku di beri pekerjaan layaknya sepeeti patung yang hanya mengawasi mereka saja?" gumam Arlene yang merasa dirinya mulai lapar, kedua matanya menyisir kudapan kudapan mewah di meja sepanjang lorong.
Suasana pesta yang meriah itu sebenarnya membuat Arlene merasa tidak nyaman, ditambah sudut ruangan yang terletak terpisah dan tanpa berbaur dengan tamu tamu yang lain membuatnya tegang. Berhadapan dengan orang orang yang terlihat tidak peduli satu sama lain. Namun Arlene berusaha bersikap tenang, terlebih sejumlah uang sudah masuk dalam rekeningnya.
Tidak pernah terpikirkan olehnya, dia akan mendapatkan pekerjaan yang tidak biasa dari kebanyakan orang, mungkin hanya bisa dia temukan dalam cerita novel saja. Seorang pria yang memberikan pekerjaan untuk pura pura jadi Istrinya, bahkan rasanya dia baru saja mengenal istilah itu, lebih tepatnya menyewa seorang istri.
Selena melirik Arlene yang tengah menenangkan Alleyah yang mulai menangis, dia melihat sosok wanita itu dari ujung kepala hingga ujung kakinya dengan mata malas.
"Siapa dia?" gumamnya dengan nada menghina, matanya terus memperhatikan Arlene yang menggunakan mantel tebal serta sepatu tipis berwarna hitam yang telah usang.
Begitu pun dengan semua anggota keluarga yang lain, mereka menoleh ke arah Arlene dengan tatapan yang berbeda beda.
Debora, sang ibu bahkan setengah terbelalak, karena orang orang yang dia undang hanya orang penting di kota Perth dan juga kalangan jetset saja, seakan baru sadar ada orang yang sedikit berbeda diantara mereka.
Arlene merasa semakin tidak nyaman, namun dia tidak bisa mundur lagi karena Dean sudah memberinya uang, lagi lagi uang yang membuatnya terjerat dalam situasi mencanggungkan dan mencekamkan ini.
Dean baru menoleh ke belakang, saat kakak dan ibunya terus menatap Arlene dengan penampilan yang jauh berbeda dibandingkan dengan mereka, dia mengulas senyuman saat Arlene menatapnya bak minta pertolongan.
"Dean?"
Alleyah yang terbangun mulai menangis lagi, dan tangisannya semakin kencang saat suara musik bergema diseluruh ruangan.
"Cup sayang, jangan menangis lagi."
Tatapan ketiganya semakin menajam, saat Dean menghampiri Arlene.
"Dean?" teriak Debora.
Namun Dean tetap melangkah maju, dia juga harus bekerja sama dengan baik agar semua rencananya berjalan dengan mulus.
"Sayang ... Dia kenapa? Dia pasti lelah, kau juga ya?" tanya Dean dengan mengelus kepala Alleyah.
Bodoh, tentu saja dia lelah setelah kehujanan tadi, dia tidak bisa tidur dengan nyenyak ditambah musik yang tiba tiba menggema, dan juga tatapan tidak menyenangkan dari orang orang itu. Batin Arlene.
"Sepertinya aku harus mengganti popoknya terlebih dahulu." Arlene dengan acuh, melangkah menuju sebuah meja yang terletak di sudut ruangan, membaringkan putrinya yang berumur dua tahun itu disana, lalu mengambil tas berisi perlengkapan Alleyah, dia mulai bersikap masa bodoh, sudah terlanjur terjun dalam permainan, ya sudah mainkan sekalian. Fikirkan.
"Hei siapa dia?" Sentak Sorra lalu bangkit dari duduknya.
Begitupun dengan Debora, wanita paruh baya yang elegan itu menajamkan kedua matanya, saat Arlene membuka celana Alleyah, dan mengganti popoknya.
Arlene semakin tidak perduli melihat tatapan keluarga yang bahkan belum Dean kenalkan padanya itu, dia tetap mengganti popok Alleyah dengan cekatan.
Dean melihatnya dengan terkekeh, terlebih melihat kekesalan yang mulai diperlihatkan ibu dan saudari nya.
"Biar aku ambilkan popoknya!" Dean menawarkan diri membantu, sebenarnya sih dia hanya iseng saja karena ingin mengerjai keluarganya belaka.
"Maaf ... aku terpaksa menggantinya disini! Kami kehujanan dan kemungkinan besar Alleyah masuk angin." Jelas Arlene, saat kembali menggendong putrinya.
"Siapa kamu?" tanya Sorra yang semakin penasaran.
"Hey ... Itu bukan tempat untuk mengganti ...iiiwwhhh ... Jorok sekali!" Timpal Selena. ingin tahu bagaimana Arlene bekerja.
"Mungkin dia salah satu pekerja, dan pasti dia tersesat di rumah ini!" Debora bangkit dari duduknya dan berdiri disamping Sorra.
"Pa...,papa!" bibir kecil Alleyah tiba tiba saja kembali memanggil Dean dengan sebutan papa, membuat semua orang yang menatapnya tercengang.
"Papa?"
Semua saling pandang, tidak hanya Debora dan juga Sorra, namun Selena dan ayahnya yang hadir disana. Sementara Dean mengangkat satu bibirnya ke atas.
"Dean? Apa maksudnya?" Debora berbalik kearah anak keduanya yang berada tidak jauh dari nya. "Apa yang kau lakukan ini. Kau sengaja ingin membuatku marah?"
Kini giliran Dean yang tidak bisa menjawabnya, dia dan Arlene memang belum berdiskusi tentang pertanyaan apa saja yang akan dijawabnya. Dan untuk kedua kalinya Alleyah memanggilnya kembali, membuat rencana Dean semakin sukses.
"Papapapaa!!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!