Di sudut kota yang ramai dan padat, ada dua sejoli yang memadu kasih, mereka tengah berbahagia karena hanya tinggal satu langkah lagi menuju hari pernikahan nya.
Mereka Zovita dan Defa, yang sangat antusias membagikan kartu undangan kepada kerabat dan saudara.
Zovita dan Defa sudah 3 tahun berpacaran, melewati suka duka sebagai pasangan kekasih di tengah kota besar, karena satu pekerjaan yang mempertemukan mereka sampai akhirnya mereka menjadi pasangan kekasih.
Defa akhirnya melamar Zovita dan mengajak untuk melangsungkan pernikahan, tentu bagi seorang perempuan sangat bahagia karena di ajak ke jenjang yang lebih serius.
Zovita dan Defa memilih tanggal pernikahan dan mempersiapkan semua nya.
Setiap malam Zovita selalu membayangkan hari-hari indah itu, saat dirinya berada di pelaminan, dan menjadi seorang pengantin dengan gaun yang sangat cantik.
Zovita adalah anak sulung, tinggal hanya bersama ibu nya, karena sejak dia berusia 5 tahun kedua orang tua nya bercerai, sementara Ayah nya telah memiliki keluarga baru. Dari pernikahan baru nya, ayah Zovita memiliki dua anak namun Zovita jarang bertemu dengan ayahnya, karena semenjak ayah nya menikah lagi Zovita merasa tidak pernah di perhatikan.
Suatu hari, di malam yang mencekam di rumah Zovita, saat Zovita dan Ibu nya tengah terlelap tidur dan bermimpi indah, tiba-tiba ada seorang lelaki yang menyelinap lewat jendela rumah nya, lelaki itu mencongkel jendela rumah Zovita.
Zovita mendengar suara teriakan minta tolong dari kamar sebelah, tepat di kamar Ibu nya.
Zovita ketakutan, namun khawatir kepada ibu nya, Zovita segera beranjak keluar dari kamar nya dan berlari ke arah suara teriakan Ibu nya, tiba di kamar Ibu nya, Zovita syok melihat Ibu nya sudah tergeletak berlumuran darah dengan seorang lelaki, bertubuh tinggi, besar di samping nya memegang sebilah pisau.
Zovita hampir pingsan dan mencoba menghampiri tubuh Ibu nya, tapi lelaki itu terus menatap Zovita.
"Aaaaa," teriak Zovita.
"Ibu!!! tidak!! siapa kamu? kamu apakan ibuku bajing*n?" Zovita terus berteriak yang membuat lelaki itu panik, karena takut terdengar tetangga sebelah.
"Tolong!!! tolong!!!"
Zovita terus berteriak berharap ada yang datang menolong nya.
Lelaki itu semakin kesal, melihat Zovita terus berteriak, lalu dia menghampiri Zovita.
"Apa yang kau mau? pergi!!!pergi!!!" ucap Zovita dengan suara yang bergetar, takut dan hancur melihat ibu nya sudah tergeletak.
"Tolong! tolong!"
Lelaki itu terus melihat ke arahnya, Zovita perlahan mundur, namun kaki nya terasa lemas untuk berlari, dia ingin berlari tapi dia terlalu syok dengan pemandangan di depan nya.
Dengan refleks, lelaki itu meraih tubuh Zovita dan membekap mulutnya, Zovita kesulitan bernafas dengan air mata yang terus mengalir di wajahnya, tubuh Zovita di tarik dan di seret lalu Zovita di banting sekuat tenaga ke atas tempat tidur nya.
Lelaki itu berniat untuk melepaskan Zovita, tapi dia tergoda oleh bau aroma seorang gadis yang hanya menggunakan daster tidur yang tipis.
"Tidak, jangan! jangan! aku mohon lepaskan aku!" pinta Zovita.
Niat jahatnya muncul, dengan tangan yang masih membekap mulut Zovita, dia perlahan membuka baju yang di pakai Zovita.
"Mau apa kau brengs*k? tolong! tolong! mphhhh." Zovita terus berteriak, tapi langsung di tutup oleh tangan besar dan hitam lelaki itu.
Sekuat tenaga Zovita melawan, terus memberontak namun tenaga nya sangat lemah dan tidak berdaya, Zovita menangis sejadi-jadi nya.
Lelaki itu dengan beringas memperkosa nya tanpa ampun, dan tak peduli dengan permohonan Zovita yang meminta di lepaskan, dia hanya peduli dengan nafsu liarnya.
Semakin memberontak, lelaki itu semakin kasar layaknya seekor beruang yang sedang melahap mangsa nya, Zovita kehilangan kekuatan untuk melawan, karena lelaki itu terus menerus menampar wajahnya sampai kehilangan kesadaran nya.
Tubuh Zovita tergeletak di kasur itu dengan kain daster yang sudah robek, tempat yang acak-acakan dan sedikit luka, lelaki itu segera pergi begitu saja meninggalkan tubuh nya.
**
Saat tersadar dan membuka mata nya, Zovita kaget dengan suara ricuh di luar kamar nya, dan melihat tubuh nya yang di tutup dengan selimut tebal, dengan pakaian yang sudah sobek-sobek membalut tubuh nya.
Seseorang menghampirinya.
"Vita, kamu sudah sadar? kamu yang sabar ya, Vita, saya turut berduka dengan apa yang kamu alami," ucap seorang wanita paruh baya, sekaligus tetangga sebelah rumah Zovita.
"A-Apa? S-saya tidak mengerti bu? apa yang terjadi padaku?" sahut Zovita, karena dia pikir kejadian semalam hanya sebuah mimpi.
Dia tidak percaya.
"Tidak!! tidak!!" teriak Vita dan melempar semua yang ada di sekeliling nya, dia menangis histeris dan teriak tanpa henti, dan siapa pun yang akan menghampiri nya akan dia maki.
"Pergi!! pergi!!! jangan mendekat, kalian pergi!" Zovita terus berteriak histeris.
"Ibu!! Ibu!! Kamu dimana Ibu?"
Zovita terus berteriak dengan penampilan nya yang acak-acakan seperti orang gila, dia terus menangis dan menjambak rambut nya sendiri.
Beberapa polisi masuk.
"Vita, kita akan mengurus jenazah Ibu mu kamu yang tenang dulu ya," kata tetangga Zovita dengan sabar yang terus menenangkan nya.
"Jangan!!! Kalian jangan bawa pergi Ibu ku!!! " pinta Zovita seperti anak kecil yang sedang merengek.
Lalu polisi muncul, mencoba menjelaskan semua nya kepada Zovita, dengan penjelasan dari polisi Zovita baru sadar bahwa dia benar-benar tidak bermimpi.
Wajahnya kini tertunduk lesu, malu dengan apa yang dia alami, bahkan dia mengunci diri di kamar nya seharian setelah para pelayat pulang dan jenazah Ibu nya di makam kan.
Zovita menatap langit-langit, berfikir bahwa hidup nya sudah tidak ada artinya lagi, sudah tidak ada yang bisa di harapkan dari nya dan impian nya untuk berdiri di pelaminan kini sudah pupus.
"Ibu!!! Ibu!!!"
Zovita terus memanggil nama Ibu nya.
Dia baru ingat kepada sosok laki-laki yang sama sekali tidak dia lihat dari pagi, Zovita memikirkan kemana Defa? kenapa Defa tidak melihat nya? apakah Defa sudah tau dengan kondisi nya? dia bertanya-tanya, padahal dia butuh sosok nya.
Tok... Tok... Tok
Terdengar suara ketukan pintu kamar nya.
Zovita menoleh, apakah itu Defa?
Zovita beranjak segera membuka kunci pintu kamar nya, namun dia kecewa karena ternyata bukan Defa, melainkan Ayah nya.
"Vita!!!!" Ayah Zovita menghampiri nya dan segera memeluknya, air mata nya tak bisa di bendung lagi.
"Jangan bersedih, sayang! ada Ayah disini, di depan banyak saudara, ada paman, bibi juga," ucap Ayah nya mencoba membuat zovita tenang.
"Aaaaaaaaa, Ayah!!! kenapa ini terjadi kepada ku Ayah?" celetuk Zovita dengan tangis nya.
Tubuhnya langsung tersungkur di lantai, rasanya tidak sanggup lagi untuk bangun.
"Kamu yang sabar, maafkan Ayah, Vita, tidak ada saat...," ucap Ayah nya tidak sanggup lagi untuk meneruskan ucapan nya, hanya air mata yang terus membanjiri pipi nya.
" Ibu yah, Ibuuuu!!"
Tangis Zovita semakin pecah.
"Ayo kita makan! kamu belum mengisi perut mu dari pagi, nanti kamu sakit, Vita," ajak Ayah Zovita sembari menuntun tubuh Zovita bangun.
"Tidak, Ayah, aku tak mau makan apapun, biar saja lah. Aku sudah tak ingin lagi berada di dunia yang kejam ini," timpalnya, Zovita sudah tidak punya harapan lagi, tidak ada rasa lapar, karena kondisi nya yang sangat menyakit kan.
"Oh ya, tadi Defa memberi kabar sedang ada di luar kota, katanya dia tidak bisa melihat mu saat ini," ujar Ayah Zovita, Pak Irwan.
Zovita kesal mendengar nya, karena sepertinya Defa berbohong dan dia tahu Defa tidak sedang keluar kota, mungkin Defa malu untuk melihat nya.
"Pergi, Ayah! biarkan aku sendiri, jangan ganggu aku!" Zovita mendorong Ayah nya keluar dari kamar dan segera mengunci pintu kamar nya lagi.
Zovita menghempaskan tubuh nya ke kasur dan terus berteriak sekencang kencangnya di bawah bantal.
Di luar kamar masih terdengar suara orang yang sedang berbincang, saudara dan kerabat dekat nya, namun pandangan Zovita kosong, dia hanya melihat ke arah cermin dan menatap dirinya, dia menangisi keadaan nya sendiri.
"Kamu kotor Zovita! kamu lemah, kamu bodoh Zovita, menjijikan!!! " Zovita terus bergumam dan berbicara sendiri, kadang seperti tertawa tapi tiba-tiba menangis histeris.
_____
Di pagi hari.
"Vita, bangun ini sudah pagi." Ayah Zovita, membangunkan Zovita.
Tok tok tok
Ayah Zovita terus mengetuk pintu dan memohon kepada Zovita agar membuka kan pintu untuk nya.
Perlahan Zovita membuka mata nya, melihat sekeliling kamar nya, berfikir bahwa dia sudah ada di alam lain ternyata diri nya masih ada di kamar nya, masih dengan keadaan yang mengenaskan menurut nya.
hiikkksssssss
Ayah nya hanya mendengar suara Zovita menangis.
"Ayo vita Ayah mohon buka pintu nya, kamu jangan seperti ini terus." Ayah nya terus memohon.
Zovita membuka pintu.
Ceklek.
Sontak Ayah nya kaget dengan kondisi putri nya yang menyedihkan, bahkan Zovita menggunting rambut nya sendiri, padahal sebelum nya rambut nya panjang terurai.
"Ya ampun, Vita." Ayah nya meneteskan air mata melihat putri nya, segera menghampiri nya dan, mengajak nya duduk di kursi.
"Kamu jangan begini, Vita. Kamu harus kuat, kamu tidak boleh lemah seperti ini, kamu anak yang hebat, ayo Vita jangan berlarut."
Ayah nya terus menyemangati Zovita.
"Ha ha ha, Apa kata mu, Ayah? aku harus kuat? dengan keadaan yang begini? siapa yang tidak jijik melihat aku yah?"
Zovita menyahut terus merasa diri nya menjijikan.
"Bahkan seseorang yang kata nya dulu mencintai ku, mau hidup bersama denganku, sampai saat ini tidak terlihat batang hidung nya," lanjut nya.
Dia merasa kecewa, karena Defa calon suami nya benar-benar tidak melihat nya sampai saat ini, dia seperti malu untuk menemui nya.
Tak lama terdengar suara langkah kaki yang menuju ke kamar nya.
"Zovita, sudahlah jangan mengharapkan Defa lagi, dengan keadaan kamu yang seperti ini itu sudah cukup membuktikan lelaki seperti apa dia." Rika, Ibu tiri Zovita muncul tiba-tiba.
Rika, dia memiliki penampilan yang anggun dengan gaya rambut pendek nya, usia nya lebih muda di bandingkan Ibu nya.
"Husss, jangan ngomong begitu." Ayah Zovita mengingatkan istri nya karena takut membuat Zovita semakin down.
Zovita hanya menarik nafas dalam-dalam dan berada dalam pandangan yang kosong.
"Lupakan pernikahan! lupakan lelaki bernama Defa itu! dia hanya omong kosong, banyak alasan dan pandai berbohong, lebih baik kamu fokus pada kesehatan mu," ungkap Ibu tiri nya agak ceplas ceplos orang nya.
"Lagi pula, Tante. Lelaki mana yang mau dengan wanita menjijikan seperti aku? melihat saja jijik apalagi untuk hidup bersama, aku saja jijik dengan diriku sendiri," jawab Zovita lirih sekali, air mata nya terus berjatuhan.
"Sudah-sudah stop, Rika. Jangan terus berbicara tentang pernikahan dulu."
Ayah nya mencoba untuk memperingati istri nya.
Rika atau Ibu tiri Zovita mendekati tubuh Zovita, lalu meraih kedua tangan nya.
"Vita!!! Lupakan peristiwa menyakitkan itu, kamu berhak bahagia, kamu jangan menganggap dirimu kotor atau jijik, kamu harus bangkit melawan rasa trauma mu."
Ibu tiri nya terus membujuk Zovita, agar Zovita tenang dan tidak menyalahkan diri nya sendiri.
Zovita bangun dari tempat duduk nya, menatap kamar terkutuk nya dan dengan perasaan penuh dendam Zovita menutup pintu kamar nya dari luar.
"Entahlah, aku butuh waktu, tolong bawa aku pergi dari tempat ini Ayah." Zovita meminta kepada Ayah nya dengan isak tangis yang tak dapat di bendung lagi.
Ibu tiri nya terus menepuk bahu dan mengelus kepala nya.
"Kalau Defa datang menanyakan aku, bilang saja kalau aku sudah mati."
Dengan emosi Zovita melontarkan kalimat itu.
Mereka bertiga pun berpelukan, sambil terus menangis.
Tepat hari ini, dimana tertulis di undangan pernikahan bahwa Zovita dan Defa akan melangsungkan pernikahan, namun kandas.
Dengan ketidak hadiran Defa selama peristiwa mengerikan itu terjadi, Zovita semakin yakin bahwa Defa memang tidak mencintai nya, bahkan sekedar basa basi lewat telepon saja tidak.
Defa seperti hilang di telan bumi.
Zovita sadar bahwa impian nya untuk menikah dengan lelaki yang dia cintai harus kandas, harapan itu terkubur bersama rasa sakit nya.
Zovita berencana meninggalkan kota itu bersama Ayah, dan ibu tiri nya. Dia ingin melupakan kenangan pahit yang menghancurkan hidup nya, dia akan pindah ke rumah lama Ibu nya di kampung yang saat ini tidak berpenghuni.
Sebelum pergi, Zovita mengunjungi makam Ibu nya dan menumpahkan segala kesedihan nya.
***
Di sepanjang perjalanan menuju kampung, Zovita terus memandangi sudut-sudut kota, kota penuh harapan dan impian nya namun dia harus meninggalkan kota itu karena kenangan buruk, dia bertekad untuk tetap melanjutkan hidup jauh dari bayang-bayang buruk tentang diri nya.
Dia berharap di kampung kelahiran Ibu nya, dia menemukan kehidupan baru yang jauh lebih baik.
Zovita pergi bersama Ayah, ibu dan kedua adik tiri nya yang usia nya tidak terpaut jauh dengan nya.
Mereka juga menyayangi Zovita.
"Vita, kamu yakin dengan keputusan mu ini?"
Ayah Zovita bertanya kepada putri nya, untuk memastikan bahwa putri nya akan meninggalkan kota besar itu.
"Ayah bilang aku harus bangkit, aku akan tetap melanjutkan hidup ku tanpa bayangan buruk dan kenangan mengerikan itu yah," jawab Zovita dengan suara lembut.
"Benar vit, bagaimana pun kamu harus tetap berjalan ke depan, lagi pula lelaki berengs*k itu kan sudah di tangani polisi, dia akan menanggung akibat buruk dari perbuatan nya," timpal Rika.
Kedua adik nya tersenyum ke arah Zovita.
"Kakak, harus kuat, semangat yah," ujar Rachel adik pertama Zovita.
Sementara Raka, adik bungsu nya ikut tersenyum ke arah jendela mobil yang mereka tumpangi.
Rika, Ibu tiri Zovita menganggap Zovita seperti anak kandung nya sendiri, dia bahkan mau merawat Zovita saat kecil dulu, namun Ibu Zovita tidak mau karena Ibu nya hanya sendiri.
Rika cantik, anggun dan tampilan nya sangat berwibawa seperti istri-istri pejabat, dia selalu mau tampil cantik dan perfect agar Ayah Zovita tidak bosan melihat nya, katanya.
Karena Ayah Zovita adalah seorang politisi.
Berbicara nya pun selalu berbobot, dan berisi, penuh dengan nasihat dan motivasi.
Berbeda dengan kehidupan Zovita bersama Ibu nya, jauh dari kata mewah. Mereka sangat sederhana, Ibu nya bekerja keras sebagai kepala staff marketing di suatu perusahaan.
Zovita juga hanya staff biasa di kantor nya, untuk membiayai kuliah nya, dia sangat bekerja keras.
Kini Zovita harus rela melepaskan semua nya, harus meninggalkan mimpi nya untuk menjadi sarjana hukum, melepaskan karir nya yang selama ini di perjuangkan.
Dia sangat mengutuk kejadian mengerikan itu, dia mau lepas dari rasa trauma dan menjalani hidup dengan tenang tanpa pandangan buruk dari orang lain.
Sementara untuk tetap berada di kota ini, Zovita akan menerima cibiran, hinaan dari siapa pun, dari lingkungan kerja dan lingkungan rumah nya tentu.
Pilihan terbaik memang keluar dari kota ini, dari kenangan pahit, yang membuat nya kehilangan satu-satu nya orang yang dia sayangi.
"Vita, kamu tidak apa-apa kan nanti di kampung sendiri? karena Ayah dan Ibu akan kembali ke kota, kita banyak yang harus di kerjakan," ungkap Ayah Zovita mencoba memberi penjelasan kepada putri nya.
"Iya Ayah, aku memang butuh sendiri. Aku sudah biasa," jawab Zovita terlihat pasrah.
Tapi, memang tujuan dia ke kampung untuk menenangkan diri dan pikiran, terutama menghilangkan rasa trauma.
"Ada bi Wati kok, tenang saja. Bi Wati akan menemani kamu selama di sana dan saat kamu butuh apa-apa bilang saja sama bi Wati ya," ucap Rika, lalu tersenyum.
Zovita ingin mengucapkan selamat tinggal pada kota ini yang telah membuat hancur semua nya, semua mimpi nya.
______
Sementara di kota yang berbeda, ternyata Defa tengah melangsungkan pertunangan dengan seorang wanita yang tak asing, dia adalah Nikita teman kuliah Zovita dulu, cukup dekat.
Nikita adalah seorang model, juga lebih di kenal selebgram atau artis dunia maya oleh teman-teman nya, Nikita ternyata selama ini memendam perasaan terhadap Defa, dan ternyata selama menjalin hubungan dengan Zovita.
Defa juga sering pergi bersama Nikita, di tengah duka yang di alami Zovita, Defa malah tidak ada simpati sama sekali.
Kabar pertunangan Defa dan Nikita di dengar oleh Ayah Zovita yaitu Irwan suryadarma, seorang politisi yang tengah jadi perbincangan publik karena kasus yang di alami putri nya.
Rika tak kalah geram mendengar kabar tersebut.
"Sudah ku duga, Defa itu tidak beres, dari pertemuan pertama saja aku sudah menebak kalau dia bukan lelaki baik-baik," ucap Rika, Ibu tiri Zovita yang sedang ber santai ria di taman bersama suami nya, Ayah Zovita.
"Defa seharusnya tidak gegabah, dia pikir kita akan tinggal diam dengan dia memperlakukan Zovita seperti ini," timpal Ayah Zovita.
"Lihat saja nanti, dia pasti menyesal," lanjut nya.
"Ini perkara kecil, serahkan saja padaku, kamu hanya perlu duduk manis menyaksikan kehancuran nya." Rika meyakinkan suaminya, bibir nya tersenyum namun raut wajah nya menunjukan dendam yang sangat dalam.
"Kamu juga selidiki, siapa dalang di balik peristiwa yang di alami Zovita, jangan-jangan ada hubungan nya sama si Defa itu," ujar Irwan yang mencurigai Defa.
"Tapi pelaku nya kan sudah menyerahkan diri." Rika mencoba meyakinkan Irwan, karena Rika merasa Defa tidak ada di balik kejadian itu.
"Aku yakin dia bukan pelaku sebenarnya, mungkin saja dia di bayar." Irwan semakin meyakinkan Rika kalau pelaku yang ada di penjara saat ini bukan pelaku sebenarnya.
"Oke aku akan selidiki," ucap Rika pede.
Rika bak detektif yang sangat lihai dalam menyelidiki sesuatu, tidak ada yang bisa luput dari pengawasan nya, karena Rika punya anak buah yang di andalkan.
"Pokok nya siapapun yang mencari masalah sama Irwan suryadarma tak akan tenang hidup nya," ungkap Rika dengan gaya khas nya yang sombong.
"Iya gara-gara kasus ini semua media jadi membicarakan ku," kata Irwan kesal.
"Tapi, Mas. Dengan begini nama kamu jadi naik, orang biasa akan semakin tau siapa itu Irwan, iya kan?" timpal Rika membuat Irwan semakin yakin bahwa karir politik nya akan bagus meskipun Irwan kecewa dengan yang di alami putri nya.
***
Zovita yang kini menikmati udara pedesaan, sejuk dan sangat jauh dari keramaian sudah semakin merasa tenang, rasa trauma yang membuat dia tidak ingin bertemu dengan banyak orang, dia hanya mengurung diri di dalam kamar nya.
Kesibukan Zovita kini hanya menulis, menumpahkan semua nya di sebuah tulisan di laptop nya, kadang menggambar pemandangan di balik kaca jendela kamar nya.
Hanya bi Wati yang menemani Zovita di rumah itu, bi Wati yang menyiapkan segala kebutuhan Zovita, karena bi Wati di percaya oleh keluarga almarhum Ibu nya untuk mengurus rumah peninggalan nenek Zovita.
Wati sering mengajak Zovita untuk keluar rumah, tapi Zovita selalu menolak. Zovita takut ada orang yang tahu kisah nya, Zovita takut dengan pandangan orang terhadap nya.
Bahkan untuk melihat ponsel nya saja, Zovita belum berani padahal mungkin banyak pesan yang menanyakan keberadaan dirinya, teman kerja nya, teman kuliah nya. Atau mungkin media sosial nya penuh dengan nama nya, dia semakin takut jika ada orang yang mengetahui dirinya dari media sosial.
Rika, Ibu tirinya sesekali mengunjungi Zovita karena dia khawatir dengan kesehatan mental nya, makanya dia sering mendatangkan seorang psikolog atau psikiater untuk Zovita. Zovita hanya mengkonsumsi obat penenang yang di resepkan oleh psikiater nya, saat rasa trauma itu muncul.
Rika juga sering mengirim pesan untuk me motivasi Zovita agar segera bangkit dari keterpurukan nya.
Zovita tersadar dari lamunan nya, ketika kedua mata nya tiba-tiba di tutup oleh tangan seseorang. Zovita takut dan sontak berteriak.
"Aaaaaaa."
Zovita segera melepaskan kedua tangan itu, menghindar dan terus berteriak.
"Aduh maaf, Vita, membuat mu kaget."
Dia segera meminta maaf karena membuat Zovita kaget, dia ternyata Sofie anak bi Wati juga teman masa kecil Zovita dulu, saat sering mengunjungi nenek nya sewaktu masih hidup.
"Ya ampun Sofie, kamu ini apa- apaan sih, tuh jadi kaget kan Zovita nya."
Bi Wati tiba- tiba muncul dari luar.
"Maaf ya vita, aku tidak bermaksud membuat kamu kaget." Sofie meminta maaf.
"I- iya tidak apa-apa," timpal Zovita dengan bibir yang masih gemetar karena mengingat kenangan buruk itu.
"Aku hanya mau ajak kamu keluar, karena kamu di kamar terus seharian, kamu tidak jenuh vita? ayo kita keluar!" ajak Sofie membujuk Zovita yang masih terduduk lesu di tempat tidur nya.
"Tidak! Aku mau di kamar saja, lebih baik kamu keluar aku mau tidur."
Zovita menolak dan segera menyuruh Sofie agar segera keluar dari kamar nya.
Sofie tercengang, tidak di sangka Zovita kini sangat berbeda dengan Zovita yang dia kenal waktu kecil, dia merasa Zovita sekarang sangat sombong.
Sofie pun keluar dari kamar Zovita, di susul langkah kaki bi Wati di belakang nya.
Sofie satu persatu menuruni anak tangga, banyak sekali pertanyaan yang timbul di kepala Sofie, namun Sofie belum sempat bertanya karena hari sudah mulai sore, Sofie tau apa yang di alami Zovita, oleh sebab itu dia ingin menghibur Zovita, tapi selalu tak behasil, Zovita seperti nya belum bisa sembuh dari rasa trauma nya.
"Mah, Sofie pamit pulang ya udah sore,"
pamit Sofie kepada Ibu nya.
"Iya Sof, besok saja kesini lagi ya," ucap bi Wati sembari mengelus punggung putri nya.
"Kasian ya mah Zovita, sepertinya dia masih takut, aku gak tau juga kalau di posisi Zovita aku kuat tidak," imbuh Sofie sambil menyalami tangan Ibu nya.
Bi Wati hanya tersenyum melihat putri nya berlalu.
Di keluarga Zovita, bi Wati sudah melayani keluarga nenek Zovita lebih dari sepuluh tahun, ketika bi Wati menyandang status janda dan tengah mengandung Sofie. Keluarga nenek Zovita menerima bi Wati seperti keluarga, sepeninggal nenek Zovita, bi Wati hanya datang sekali seminggu sekadar membersihkan rumah peninggalan nenek Zovita.
Kini, saat Zovita tinggal di rumah itu untuk sementara bi Wati menemani Zovita, agar Zovita tidak kesepian. Dia berharap Zovita segera sembuh dari trauma nya dan bisa menjalani hidup normal kembali.
Tok tok tok
"Vita, bi Wati sudah menyiapkan makanan di meja makan ya."
Bi Wati mengetuk pintu kamar Zovita dan memanggil nya untuk makan.
Tak ada sahutan dari dalam kamar, namun bi Wati sudah tahu jika Zovita tak akan menyahut, dia akan keluar sendiri dari kamar nya dan makan.
Begitu hari- hari berlalu, seperti itu lah kehidupan yang di rasakan Zovita kini.
Di rumah nenek hanya bersama bi Wati.
______
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!