NovelToon NovelToon

Permintaan Terakhir Istriku

Aku Ingin Cerai

Di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di kota, terlihat seorang wanita sedang tersenyum sambil memeluk pria yang ada di sampingnya. Tangan wanita cantik dengan pakaian seksi dan ketat itu, penuh dengan barang belanjaan.

Pria yang merupakan kekasihnya itu rupanya baru saja membelanjakan apapun yang diinginkan oleh sang wanita.

"Terima kasih karena sudah mau mengantarkan aku berbelanja."

"Tentu saja sayang, apapun yang kamu inginkan." Ucap Pria yang bernama Chiko sambil menol gemas hidung kekasihnya. Dinda.

Tiba tiba senyum kebahagiaan yang tadinya menghiasi wajah Dinda, kini berganti dengan kesedihan seolah-olah Ada kekecewaan yang mendalam di dalam hatinya.

"Ada apa?" Tanya Chiko sambil berhenti dan memutar tubuh Dinda sehingga keduanya kini saling berhadapan.

"Kapan kita akan nikah?"

Deg !!

Lagi lagi, itu yang dibicarakan oleh Dinda. Chiko bisa apa? walaupun sebenarnya dia juga sangat ingin membangun rumah tangga dengan Dinda. Tapi Chiko tidak bisa membuatnya menjadi mudah, mengingat dia masih terikat, ikatan pernikahan dengan Humaira.

Chiko dan Humaira sudah menikah selama 10 tahun dan dikaruniai dua orang anak.

Anak pertama yang sekarang berusia 7 tahun diberi nama Aisyah.

Anak kedua yang juga perempuan berusia 5 tahun bernama Almira.

Kehadiran Dinda rupanya menumbuhkan benih-benih cinta di hati Chiko yang sudah lama vakum. Entah kenapa, tapi Chiko merasa bahwa sudah tidak ada lagi cinta yang dapat dia rasakan di dalam biduk rumah tangganya dengan Humaira.

"Chiko, kok kamu malah bengong sih. Kamu tuh kebiasaan ya kalau diajak ngomong soal kapan nikah selalu saja bengong. Memangnya apa sih yang kamu pikirkan?"

"Tentu saja Humaira, siapa lagi," lirih Chiko.

Dinda kemudian mengatakan kakinya sebelum dia memilih untuk pergi meninggalkan Chiko.

"Dinda.." Chiko memejamkan mata sebelum dia mengejar kekasihnya.

"Tunggu." Chiko memegang tangan Dinda dan menghentikan langkahnya.

"Apa?"

"Beri aku waktu."

"Aku bosan mendengar alasan yang selalu mengatakan untuk memberikan kamu waktu. 6 bulan aku menunggu, tapi kamu belum pernah sekalipun membicarakan ini kepada istri kamu."

"Sekarang kamu pilih saja antara hubungan kita dan pernikahan kamu. Aku wanita, aku tidak bisa menjalani hubungan seperti ini tanpa adanya kejelasan."

Humaira kemudian meninggalkan Chiko. Chiko tidak bisa berbuat apa-apa selain menatap kepergian Dinda.

Di rumah, Chiko pulang dan langsung di sambut oleh Humaira.

"Assalamualaikum.." ucap Chiko.

"Walaikumsalam." Humaira tersenyum saat membuka pintu dan langsung mencium punggung tangan dari Chiko.

"Dimana anak anak?" tanya Chiko.

"Ibu baru saja menjemputnya, beliau bilang jika beliau ingin mengajak Aisyah dan Almira jalan-jalan."

Chiko hanya mengangguk-anggukkan kepala kemudian mengikuti langkah kaki Humaira memasuki rumah.

"Kebetulan sekali mas sudah pulang. Aku baru saja selesai memasak makanan untuk makan malam." Humaira tersenyum sambil mengambil dua piring dan menyiapkan satu piring nasi goreng untuk Chiko.

Humaira mulai memakan makanan yang ada di piringnya, namun ada yang berbeda. Jika biasanya Chiko dan Humaira akan makan bersama-sama.

Kali ini, Humaira melihat Chiko tidak menyentuh makanannya.

"Ada apa? apa mas tidak suka dengan makanan yang aku buat?"

Bagaimana caraku mengatakan bahwa aku ingin menikahi Dinda.

Chiko menatap Humaira, melihat mata wanita yang sudah menemaninya selama 10 tahun itu membuat Chiko seakan sulit untuk mengatakan keinginannya.

"Mas? jika memang mas tidak suka dengan makanan yang aku masak, katakan saja. Aku akan mengganti menu makan malam kita. Mas mau makan apa?" tanya Humaira dengan lembut.

"Humaira, dengarkan baik-baik apa yang ingin aku bicarakan."

"Oke, kenapa aku merasa bahwa akan ada kejutan menyenangkan dari yang akan kamu katakan?" Humaira tersenyum sambil memasukkan satu sendok makanan ke dalam mulutnya.

"Humaira, Aku ingin kita bercerai."

Humaira refleks meletakkan sendok dan garpu di piringnya sehingga menimbulkan suara dentingan yang memecah keheningan malam.

"apa aku berbuat salah sehingga Mas memutuskan untuk bercerai?"

"Kamu tidak salah, aku hanya merasa bahwa aku tidak lagi menemukan kebahagiaan dalam pernikahan kita."

"Aku ingin cerai saja."

Deg !!

Hati wanita mana yang tidak sakit ketika mendengar kata itu dari sang suami.

Tidak ada yang terjadi sebelumnya, angin dan badai pun tidak masuk dan mengusik rumah tangganya. Lalu tiba-tiba sang suami mengatakan jika dirinya ingin bercerai saja hanya karena sudah tidak lagi menemukan kebahagiaan di dalam rumah tangga, itu benar-benar hal yang menyakitkan.

"Mas..."

"Maafkan aku, Humaira. aku tahu mungkin keputusan ini mengejutkan kamu. Tapi keinginanku sudah bulat untuk bercerai dengan mu."

"Apa alasan kamu ingin bercerai karena wanita itu?"

Chiko terdiam, dan diamnya Chiko membuat Humaira tersenyum. Senyuman yang sebenarnya menandakan kesedihan.

"Jadi benar kabar yang selama ini aku dengar tentang kamu yang menjalin hubungan dengan sekretaris mu?"

Chiko terdiam, jujur saja dia sangat tidak tega untuk menyakiti hati wanita yang sudah memberinya dua putri yang sangat cantik. Sayangnya, keinginan untuk menjalin hubungan yang baru bersama dengan Dinda membuat nya harus kuat untuk menentukan pilihan.

"Aku akan memberikan hak asuh kedua putri kita kepada kamu, aku yakin mereka akan lebih bahagia saat mereka bersama dengan kamu. Aku jika tidak akan lepas dari tanggung jawab. Aku akan tetap membiayai hidup mereka hingga mereka menyelesaikan pendidikan terakhir yang mereka inginkan."

Chiko menghela nafas panjang sebelum dia memberikan sebuah berkas yang berisi surat perceraian kepada Humaira.

Tes !!

Air mata Humaira tidak dapat lagi dia tahan, Humaira menggunakan jilbab yang dia kenakan untuk menghapus air mata yang sudah membasahi kedua pipinya.

Humaira membuka surat perceraian yang sudah ditandatangani oleh Chiko.

"Tidakkah kita bisa membicarakan hal ini lagi? apakah kamu tidak memikirkan perasaan Aisyah dan Almira?"

"Humaira, jangan membuatku semakin sulit untuk menentukan pilihan."

"Jadi mas lebih berat untuk meninggalkan selingkuhan Mas daripada mempertahankan istri dan juga anak-anak?"

"Letakkan saja dokumen itu di sini setelah kamu menandatanganinya." Chiko memilih untuk pergi dari hadapan Humaira.

"Tunggu," ucap Humaira yang membuat langkah kaki Chiko terhenti.

"Aku akan menandatangani surat ini setelah mas mau menuruti permintaan terakhir ku."

Chiko terlihat masih stay pada posisinya yang berdiri membelakangi Humaira.

"Aku ingin selama satu bulan penuh. Mas akan menghabiskan waktu bersama dengan aku dan anak-anak. Membantu aku untuk menyiapkan semua keperluan Aisyah dan juga Almira. Setiap malam, Aku ingin mas menggendong aku menuju tempat tidur. Sama seperti saat kita pertama kali memasuki rumah ini."

"Hanya itu?"

"Ya. Hanya itu." Humaira meremas ujung jilbab yang sudah basah dengan air mata.

"Baiklah."

Chiko kemudian pergi meninggalkan Humaira tanpa menoleh lagi ke belakang.

...----------------...

...----------------...

...----------------...

POV Humaira

Aku berdiri saat kamu mengucapkan kata yang tidak pernah ingin aku dengar selama hidupku.

Ingin aku memutar waktu. Mengingat kamu yang dulu ada di sampingku setiap hari, menjadi sandaran ternyaman saat ku lemah saat ku lelah.

Hanya tinggal menghitung hari menuju aku yang akan tinggal sendiri, merenungi semua yang tak mungkin bisa ku putarkan kembali seperti dulu.

Aku bahagia tapi semuanya hilang tanpa sebab, ingin aku menghentikan semuanya. Sayangnya aku tidak memiliki kekuatan untuk melakukan apa yang aku inginkan.

Terluka dan menangis karena aku tak bisa terima semua keputusan yang telah kau buat..

Satu yang harus kau tahu. Ku menanti kau tuk kembali, jujur ku tak ingin engkau pergi meninggalkan semua usai di sini. Aku tidak dapat menahan air mata ini, saat mengingat semua yang telah terjadi.

Ku tahu kau pun sama seperti aku yang tak ingin cinta usai di sini. Aku bisa melihatnya di dalam matamu.

Tapi mungkin inilah jalannya.

Harus berpisah.

Aku harap, sebuah keajaiban terjadi sehingga kamu tidak akan meneruskan keinginanmu yang ingin mengakhiri hubungan ini.

Lihatlah dua malaikat yang sudah mendampingi kehidupan kita dan melukiskan warna yang lebih terang daripada warna yang selalu kita lukiskan dalam sejarah kisah cinta kita.

Cobalah untuk merasakan bagaimana penderitaan yang akan mereka rasakan ketika kamu tetap pada pendiriannya.

"Humaira.."

"Mama?" aku yang sedang duduk termenung di dekat jendela, langsung tersadar dan menghapus air mata sebelum menatap ke arah Ibu mertuaku. Ibu yang sudah menjadi pengganti Ibu kandungku yang telah tiada.

"Aisyah dan Almira tidur, jadi Mama datang ke sini untuk memberitahukan kepada kamu bahwa mereka akan tidur di tempat Mama. Ajak Chiko untuk datang dan menginap di rumah mama. Kalian sudah lama kan tidak pernah menginap di rumah mama?" Ucap beliau sambil tersenyum.

Aku berdoa agar Mama tidak mengetahui bahwa sebenarnya aku sedang merasakan kegundahan yang luar biasa.

"Insyallah, ma."

Aku mengantar kepergian Mama mertua ke depan rumah karena sopir sudah menunggunya.

"Mama pulang dulu ya, assalamualaikum."

"Walaikumsalam."

Aku menghela nafas panjang dan melihat rumah yang sudah 10 tahun menjadi saksi perjalanan hidupku bersama dengan Chiko.

Tak terasa, air mata kembali menetes saat mengingat bahwa 10 tahun kebersamaan akan berakhir dalam tiga puluh hari kedepan.

Tidak ada satu pun pasangan di dunia ini yang menginginkan perceraian. Perceraian selalu meninggalkan dampak negatif, tidak hanya pada pasangan suami dan istri, tapi juga pada anak yang mereka miliki.

Seandainya kamu mengetahui dampak yang akan terjadi kepada anak saat kita memutuskan untuk bercerai. Mungkin kamu akan berpikir dua kali untuk mengatakan kata itu kepadaku.

Di sisa waktu yang aku miliki, Aku akan berusaha meninggalkan pesan yang membahagiakan untuk kedua putri kita.

Pagi harinya..

Aku memberanikan diri untuk menanyakan kepada suamiku tentang perceraian. Berharap bahwa dia akan berubah pikiran.

"Aku memilih untuk bercerai bukan karena aku tidak mencintaimu lagi, tapi karena aku lebih memilih untuk bahagia tanpamu," ucapnya sebelum pergi meninggalkan rumah.

"Apa memang benar bahwa di dalam hatimu sudah tidak ada lagi cinta untukku?" tanya ku sambil berusaha menahan air mata agar tidak terjatuh di depannya.

Suamiku, berbaliklah dan lihatlah mataku. Kenapa sejak hari itu setiap kita berbicara kamu tidak pernah menatap mataku. Aku tahu kamu tengah diselimuti oleh kabut cinta sesaat. Berbalik dan tataplah aku, agar aku bisa menghilangkan kabut itu dari mata dan hatimu.

Ya, sepertinya percuma saja Humaira berharap karena Chiko tetap berbicara sambil membelakangi Humaira.

"Jangan menilaiku tak lagi mencintaimu, tak lagi menghormatimu sebagai pasanganku. Aku sudah melakukan semampuku untuk mempertahankan pernikahan tapi nyatanya aku tidak bisa. Maafkan aku Humaira. Aku berharap setelah ini kamu bisa menemukan kebahagiaan yang lebih besar."

"Aku tidak melihat perceraian sebagai suatu kegagalan. Aku melihatnya sebagai akhir dari sebuah cerita. Dalam sebuah cerita, semuanya memiliki akhir dan permulaan. Dan inilah akhir dari cerita kita berdua."

"Aku harus pergi ke kantor, assalamualaikum." Ucap Chiko sambil melihat ke arah jam tangannya sebelum benar-benar pergi meninggalkan Humaira.

"Walaikumsalam.."

Humaira berjalan sambil mengulurkan tangan, berharap bahwa Chiko tidak akan lupa untuk membiarkan Humaira mencium tangannya seperti yang selalu mereka lakukan. Tapi ternyata Chiko langsung pergi.

"Perceraian adalah salah satu pengalaman traumatis yang paling merusak dan emosional yang bisa dilalui manusia, tidak peduli apakah kamu penghasut atau penerima. Sulit, dan sakit, dan butuh waktu lama untuk merasa normal kembali." Lirih ku sambil berusaha menahan diri agar tidak menangis.

Aku memutuskan untuk membersihkan rumah dan bersiap menjemput Aisyah dan Almira.

Aku juga harus memikirkan alasan karena semalam aku sendiri tidak tahu suamiku pulang jam berapa, sehingga aku tidak bisa memberitahu bahwa Aisyah dan Almira menginap di rumah Mama, juga menyampaikan pesan mama agar kami menginap di sana.

Suamiku, Aku tidak akan pernah berhenti berdoa kepada sang Maha pembolak balik hati.

...----------------...

"Satu bulan? apa itu artinya selama satu bulan kamu tidak akan menemui aku?" tanya Dinda yang terkejut saat Chiko mengatakan keinginan terakhir dari Humaira.

Chiko mengangguk lemah.

"Tidak, tidak. Aku tidak bisa jika harus satu bulan penuh tidak bertemu denganmu."

"Dinda, mengertilah. Apa salahnya menuruti keinginan terakhir dari Humaira. Bukankah setelah itu kita akan bersama membangun rumah tangga seperti yang selalu kamu inginkan."

"Kita juga masih bisa bertemu di kantor," ucap Chiko.

Dinda terdiam, bagaimana bisa dia membayangkan selama 1 bulan hanya bertemu di kantor dan tidak melakukan apapun seperti yang biasa mereka lakukan.

Chiko bangkit dari posisi duduknya dan menghampiri Dinda.

"Ayolah, hanya 30 hari saja. Setelah nya kita akan selalu bersama dan melakukan apapun yang kamu inginkan."

"Janji hanya 30 hari?" yang Dinda memastikan.

"Iya, aku janji."

"Kalau begitu mana surat perceraiannya? apa Humaira sudah menandatanganinya?"

"Tentu saja belum. Bukankah sudah kukatakan jika Humaira akan menandatangani surat perceraian itu setelah aku setuju untuk menjalani syarat terakhir yang dia berikan."

"Chiko, bukan aku tidak mengizinkan kamu untuk menuruti syarat terakhir yang istri kamu berikan. Aku hanya takut jika ternyata setelah kamu menghabiskan waktu bersama dengan istri kamu. Kamu berubah pikiran dan justru kamu memutuskan hubungan kita."

"Kamu tahu kan, jika aku sudah sangat tergantung kepada kamu. Aku sangat mencintai kamu dan aku tidak bisa jika harus hidup tanpa kamu."

Tidak, Aku berjanji aku tidak akan berubah pikiran."

Dinda tersenyum lalu memeluk Chiko, pelukan itu berakhir pada adegan tempat tidur.

Bagaimana bisa aku tidak begitu menggebu-gebu ingin menikmati bahtera rumah tangga bersama dengan Dinda yang nyatanya sangat pandai memberikan servis di atas ranjang.

Ah Dinda, aku sudah tidak sabar untuk menikmatimu setiap hari.

...----------------...

...----------------...

...----------------...

...----------------...

Membujuk Anak-anak

Humaira memilih pergi sendiri untuk menjemput Aisyah dan Almira yang berada di rumah mama mertuanya.

"Humaira, Kenapa kamu datang sendiri ke mana Ciko?" tanya Papa saat melihat Humaira datang sendiri.

"Iya, Mas Chiko tiba-tiba ada pekerjaan yang mengharuskannya untuk pergi ke luar kota." Humaira tersenyum sambil mencium punggung tangan Papa mertuanya.

"Haduh, Chiko kenapa dari dulu tidak berubah selalu saja sibuk memikirkan pekerjaan daripada menghabiskan waktu bersama dengan keluarga."

Humaira hanya tersenyum saat mendengar perkataan dari Papa mertuanya itu, karena jujur saja Humaira tidak tahu harus menjawab apa. Apalagi setelah keinginan dari sang suami, membuat Humaira tidak bisa benar-benar berpikir dengan jernih.

"Ya sudah sana masuk ke dalam, Aisyah dan Almira sedang berada di ruang bermain ditemani Mama."

Humaira tersenyum dan menganggukkan kepala sebelum mulai melangkahkan kaki memasuki rumah, Humaira langsung berjalan menuju ruang bermain untuk bertemu dengan Almira dan Aisyah.

"Assalamualaikum.."

"Ibu..." Almira dan Aisyah segera berhamburan begitu mengetahui Humaira datang.

"Humaira, Bukankah Mama sudah meminta kamu untuk bermalam di sini bersama dengan Chiko?" tanya Mama.

"Maaf ma."

"Apa Chiko pergi ke luar kota lagi?" tanya Mama yang dibalas anggukan kepala oleh Humaira.

Mama menghela nafas panjang sebelum kemudian kembali berbicara kepada Humaira. "Ya sudah, Mama akan melihat apakah pelayan sudah selesai menyiapkan makanan."

Humaira tersenyum dan melihat kepergian dari mama mertuanya itu, entah sudah berapa kali Humaira berbohong mengenai Chiko kepada kedua orang tuanya.

Setelah makan bersama, Humaira mengajak kedua putrinya untuk kembali pulang ke rumah.

"Ibu, apa hari ini kita jadi pergi ke mall untuk berjalan-jalan dan menonton bioskop?" tanya Aisyah saat mereka dalam perjalanan kembali pulang ke rumah.

"Maaf sayang, sepertinya hari ini Ayah sedang sibuk sehingga kita tidak bisa untuk pergi ke mall," ucap Humaira dengan lembut.

Aisyah terlihat sedih dengan jawaban yang diucapkan oleh Humaira. Humaira merasa lebih sedih lagi terutama kecewa kepada Chiko yang selalu saja mengingkari janjinya kepada anak-anak.

Kemudian Humaira menemukan ide yang menurutnya sangat bagus demi bisa menghibur kedua buah hatinya.

"Bagaimana jika kita pergi ke mall bersama-sama tanpa Ayah? Ibu yakin jika ayah tidak marah jika kita pergi tanpanya."

"Bener?" tanya Almira.

"Iya dong, apa sih yang nggak buat kedua putri kecil ibu yang manis-manis ini?" Humaira tersenyum sambil mencubit gemas pipi kedua putrinya.

Humaira kemudian memberikan perintah kepada sopir keluarga, yang ditugaskan Papa untuk mengantar kepulangan Humaira dan kedua anaknya. Untuk berbalik haluan menuju sebuah mall.

Humaira sangat bahagia ketika melihat keceriaan dari wajah Almira dan Aisyah saat mereka sudah sampai di mall.

"Bapak bisa pulang saja, saya dan anak-anak bisa naik taksi kalau kami sudah puas bermain," ucap Humaira pada sopir.

"Tapi Bagaimana jika tuan dan nyonya bertanya perihal nona?"

"Tidak apa-apa, setelah ini aku akan menghubungi Mama dan Papa untuk mengatakan bahwa aku tidak langsung pulang melainkan pergi ke mall mengajak anak-anak."

"Baiklah."

Humaira turun dari mobil dan tidak lupa mengucapkan terima kasih karena sopir sudah mau mengantarkannya ke mall.

Humaira mulai mengikuti langkah kaki dari kedua putrinya itu yang terlihat sangat bersemangat memasuki mall. Humaira langsung mengajak mereka ke lantai atas untuk bermain.

"Ibu, bolehkah kami makan es krim sebelum pergi bermain?" tanya Almira.

"Boleh dong."

Humaira yang melihat ada stand es krim, segera mengajak kedua buah hatinya untuk pergi ke sana. Namun, belum sempat mereka sampai pada kedai penjual es krim. Humaira melihat Chiko dan Dinda yang baru saja keluar dari toko perhiasan.

Dinda terlihat sangat gembira sambil bergelantungan manja di Chiko. Sungguh, itu adalah pemandangan yang paling menyakitkan bagi Humaira.

Ya, tidak akan ada wanita yang tahan saat melihat suaminya selalu mengingkari janji terhadap anak-anak dan justru selalu menemani dan menuruti apapun keinginan dari wanita selingkuhannya.

Humaira memilih untuk segera menarik anak-anak pergi dari sana dan berbalik arah, Humaira tidak ingin anak-anak mengetahui bahwa sang ayah sebenarnya tidak sibuk bekerja. Melainkan sedang sibuk bersama dengan wanita lain.

"Sayang, sepertinya kedai es krim itu kehabisan es krim. Lebih baik sekarang kita pergi untuk mencari penjual es krim lainnya. Ibu yakin akan banyak penjual es krim di mall ini."

"Bagaimana ibu bisa tahu jika penjual es krim itu sudah kehabisan es krim, sementara pembeli yang ingin membeli bisa mendapatkan es krim di sana?" tanya Aisyah.

"Sudah ayo. Atau kalian ingin bermain dulu sebelum membeli es krim? sepertinya akan nikmat jika kita makan es krim setelah bermain." Humaira mencoba membujuk Almira dan Aisyah agar mereka bisa mau untuk segera pergi dari sana sebelum Chiko melihat ketiganya.

"Baiklah, tapi Ibu janji akan memberikan kami es krim setelah kami bermain," tanya Aisyah.

"Iya sayang."

Setelah bujuk rayu yang sedikit alot, Humaira akhirnya berhasil membuat Almira dan Aisyah pergi bermain dan melupakan tentang es krim.

Humaira segera membawa mereka masuk ke dalam lift sebelum Chiko dan Dinda melihatnya.

Humaira buru-buru menekan tombol lift tutup, karena dia takut jika Chiko dan Dinda juga akan menaiki lift tersebut.

Bukankah tidak lucu jika anak-anak mengetahui bahwa sebenarnya ayah mereka tidak sedang sibuk bekerja dan justru sedang bersama dengan seorang wanita, dan Humaira yang harus bertemu dengan wanita biang kerok dari keinginan Chiko untuk bercerai dan memilih menjalani hidup dengannya.

Humaira melihat bahwa anak-anak menatapnya dengan tatapan curiga.

"Apa Ibu sedang menyembunyikan sesuatu dari kami sehingga Ibu tidak jadi membelikan kami es krim?" tanya Aisyah.

"Tidak sayang, Ibu hanya senang karena kalian akan memilih untuk pergi bermain sebelum kita bertiga menikmati makan es krim sepuasnya."

"Apa? makan es krim sepuasnya?" mata Almira berpindah-pindah saat mendengar bahwa setelah bermain mereka akan makan es krim sampai puas.

"Tentu saja, Ibu akan mengajak kalian ke toko es krim yang paling terkenal di kota ini. Ibu yakin kalian akan suka dengan es krimnya dan akan selalu ingin pergi ke sana lagi."

"Aisyah jadi tidak sabar untuk makan es krim."

"Jadi apakah kita akan makan es krim atau pergi bermain?" tanya Humaira.

"Tentu saja bermain, Bukankah Ibu berjanji akan mengajak kami bermain lalu menutup jalan-jalan ini dengan menonton bioskop?" tanya Aisyah.

"Ah iya, bagaimana Ibu bisa lupa? Kalau begitu bagaimana jika sekarang kalian menikmati waktu bermain kalian sementara Ibu mencari jadwal film yang akan kita tonton nanti," ucap Humaira saat mereka sudah sampai di area bermain.

"Hore..."

Humaira merasa lega karena kedua putrinya tidak lagi merasa curiga terhadap dirinya. Humaira melihat ke sekeliling berharap dia tidak akan lagi bertemu dengan Chiko ataupun Dinda.

"Semoga saja kita tidak akan bertemu di sini, Mas," lirih Humaira.

...----------------...

...----------------...

...----------------...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!