"Ngapain kamu enak-enakkan di sini, hah? Kamu lupa sama kerjaan kamu sendiri? Tuh, cucian masih banyak. Sana gih nyuci!" suruh ibunya dengan nada sedikit tinggi.
Bella yang saat itu sedang mengerjakan tugas sekolah, terpaksa harus menundanya dulu.
Bella berjalan cepat menuju kamar mandi untuk mencuci baju keluarga Mahendra.
begitu membuka pintu kamar mandi yang luas itu, mata Bella langsung tertuju ke atas tumpukan baju kotor yang banyaknya segunung.
Dia heran melihatnya, karena baru kemarin baju keluarga mereka dicuci, tapi sekarang kenapa menumpuk lagi?
"Bu," panggil Bella, seraya menoleh ke arah ibunya yang sedang berdiri tepat dibelakangnya.
"Ada apa lagi? Kamu mau mengatakan kalau kamu tidak sanggup mencucinya?" tebak bu Santi.
Bella mengangguk pelan, wajahnya berubah lesu. Dia memang tidak sanggup mencuci sebanyak itu.
"Sudah, jangan banyak omong. Kerjakan sekarang! Ibu masih punya tugas lain yang belum selesai."
Usai berkata begitu, bu Santi langsung pergi tanpa peduli dengan perasaan Bella.
Bella masih mematung menatap baju kotor di depannya. Coba saja dia diperbolehkan menggunakan mesin cuci untuk mencuci baju-baju itu semua, pasti dia tidak akan kewalahan.
Dua jam lebih waktu Bella habis untuk mencuci baju-baju itu, setelah selesai dia segera pergi mencari ibunya.
"Bu, semua sudah selesai Bella cuci," ujar Bella memberi tahu.
"Sudah diperas belum?"
"Sudah, Bu," jawab Bella menyudahi. Dia membalikkan badannya berniat untuk kembali ke kamar dan menyelesaikan tugasnya yang tadi sempat tertunda.
"Mau ke mana?" tanya bu Santi lagi.
Langkah Bella terhenti. "Mau ke kamar, Bu. Mau ngelanjutin ngerjain tugas sekolah."
"Nanti saja. Sekarang bantuin ibu dulu!" suruh wanita itu.
Bella hanya bisa menghela nafas berat. Jujur saja, badannya sangat pegal-pegal karena baru selesai mencuci baju. Ingin sekali dia merebahkan tubuhnya di kasur meski hanya lima menit saja. Tapi perintah dari ibu tidak mungkin dibantah, itu hanya akan membuat ibu marah.
"Apa yang bisa Bella bantuin, Bu?" tanya Bella lembut.
"Tolong ambilkan daging di kulkas, setelah itu kamu cuci yang bersih, dan jangan lupa dikukus," ucap bu santi memberi perintah.
Bella segera melakukan apa yang diperintahkan ibunya.
Bu santi terlihat sangat fokus dengan pekerjaannya, dia sama sekali tidak mengeluarkan suara, meski hanya sekedar basa basi.
Kadang-kadang Bella juga merasa aneh dengan ibunya sendiri. Wanita itu tidak pernah mengajaknya bercanda, ibunya sering kali bersikap dingin terhadapnya.
"Kalau dagingnya sudah dibersihkan, jangan lupa piring-piring kotor itu juga dicuci. Tadi ibu enggak sempat mencucinya," ujar bu Santi.
Bella hanya mengangguk saja, meski tangannya sangat lemah saat ini.
Setelah semua selesai dicuci menggunakan air sabun, Bella langsung memutar kran air dan mulai membasuh piring-piring itu hingga bersih, tanpa meninggalkan busa sedikit pun, semua bersih mengkilap.
Bella tidak sadar saat sikunya menyenggol gelas yang diletakkannya agak ke pinggir, gelas itu pun jatuh dan pecah, hingga menimbulkan bunyi berisik.
Prang!
Bella menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Gelas yang pecah itu adalah gelas kesayangan nyonya Dewi, dan sekarang gelas itu pecah olehnya.
"Ya ampun, Bella... Kenapa kamu seceroboh itu? Kamu tahu enggak hukuman apa yang akan kamu terima dari nyonya Dewi karena sudah menghancurkan gelas kesayangannya?"
Bu Santi kalang kabut, wanita itu sangat takut kalau sampai nyonya Dewi melihat gelas kesayangannya pecah oleh Bella.
"Bella!!!"
Benar saja, yang ditakutkan akhirnya terjadi juga. Nyonya Dewi sekarang sudah ada di depan mereka, sepertinya dia mendengar suara gelas pecah dari dapur.
"Kamu tahu enggak berapa harga gelas ini!?" bentak wanita itu.
"Ma-maaf Nyonya, aku enggak sengaja." Bella menundukkan kepalanya, tidak berani menatap wajah nyonya Dewi yang sedang marah.
"Maaf... Maaf, kamu pikir permintaan maaf kamu bisa menggantikan gelas saya, hah? Dengar ya! Gaji ibu kamu bulan ini tidak akan saya bayar!" ucap nyonya Dewi.
"Aduh, Bu. Tolong jangan seperti ini, potong saja sedikit demi sedikit dari gaji saya, saya mohon!" pinta bu Santi mengiba.
"Enggak bisa, ini salah anak kamu sendiri siapa suruh berbuat ceroboh seperti itu."
"Nyonya, tolong jangan ambil gaji ibu aku, aku pasti akan membayarnya," uap Bella meyakinkan.
"Baiklah kalau begitu, saya kasih kamu waktu satu minggu untuk menggantinya, kalau tidak bisa jangan salahkan saya kalau gaji ibu kamu tidak akan saya bayar dalam bulan ini," ucap nyonya Dewi mengancam.
****
Kruch...
Kruch...
Terdengar suara perut Bella yang sedang keroncongan. Dia tersenyum kecil ke arah ibunya sambil memegangi perutnya.
"Bu, Bella laper banget ni," adu Bella pada ibunya.
"Kalau laper ya makan sana! Itu saja harus ngadu sama ibu, kamu itu sudah besar bukan lagi anak kecil yang harus disuapin," jawab ibunya ketus.
Sikap bu Santi selalu seperti itu kepada Bella. Bella hanya tersenyum menanggapi sikap sang ibu. Tanpa bicara apa-apa lagi, Bella langsung keluar dari kamar ibunya yang saat itu sedang menghitung uang simpanannya.
Bella duduk di kamarnya, dengan memegangi perutnya yang terasa melilit karena menahan lapar.
Tadi dia sudah pergi ke dapur untuk mengambil makanan, tapi nyonya Dewi bilang, dia tidak boleh makan sebelum membayar gelas yang tadi sore dipecahkannya.
Alhasil, Bella harus kembali lagi dengan perut kosongnya.
"Andai aja ibu punya uang banyak, pasti kami tidak perlu lagi tinggal di rumah nyonya Dewi. Ah, andai saja aku punya pekerjaan, pasti sekarang aku sudah bisa mengumpulkan uang supaya bisa membeli rumah untuk ibu." Bella mulai berandai-andai.
Dia mulai merebahkan tubuhnya ke kasur yang sudah tidak empuk lagi, bagai tidur di atas kayu.
Kasur yang sekarang ditidurinya adalah kasur saat dia masih kelas dua SD, dan sekarang Bella sudah duduk di kelas dua SMA. Bisa dibayangkan berapa lama kasur itu tidak diganti.
Bella menatap dinding-dinding kamarnya yang sudah terlihat tua dimakan waktu, sebenarnya kamarnya itu sudah harus melakukan perbaikan. Cat temboknya juga sudah terkelupas. Lemari pakaiannya juga tidak besar dan tidak cantik, hanya sebuah lemari sederhana yang terbuat dari tripleks, dan untuk pintunya ditutup menggunakan kain jarik.
Benar-benar miris, bikin hati sedih saat memandangnya.
Bella baru teringat dengan sepatu sekolahnya, besok adalah hari senin, dan dia belum membeli sepatu sekolah yang baru. Padahal sepatunya sudah koyak.
"Kalau minta uang sama ibu jelas tidak mungkin, apalagi aku sudah membuat ulah tadi sore dengan memecahkan gelasnya nyonya Dewi, duh... Gimana ya?" pikiran Bella buntu sekarang.
Kalau tidak minta sama ibunya dia juga tidak tahu mau minta sama siapa, Bella akhirnya memberanikan diri untuk mendatangi kamar ibunya lagi, yang kebetulan berada di samping kamarnya.
Tok
Tok
Tok
"Masuk!" terdengar suara dari dalam.
Bella masuk sambil cengar-cengir nggak jelas, sebenarnya dia agak segan meminta sama ibunya, tapi mau gimana lagi, soalnya dia cuma punya ibu. Dia tidak pernah melihat wajah ayahnya, sejak kecil dia sudah tinggal bersama ibunya.
Bu santi bilang, ayahnya sudah meninggal saat dia masih berada dalam kandungan.
"Ada apa lagi kamu datang ke sini?"
"Bu, sepatu Bella sudah koyak. Boleh enggak beri Bella sedikit uang untuk membeli sepatu sekolah baru?" pinta Bella hati-hati. Dia sangat takut kalau ibunya marah.
"Makanya kalau dikasih uang jajan itu disisihkan sedikit dong buat ditabung. Nah, kalau lagi kepepet kayak gini, kamu punya uang sendiri buat beli, enggak harus selalu minta sama ibu," omel bu Santi.
"Bu, uang jajan Bella kan cuma 5000 ibu kasih. Kadang buat beli makanan di kantin aja enggak cukup, gimana bisa Bella sisihkan buat ditabung?" Bella menjawab pelan.
"Jawab aja, jawab aja tahunya kalau orang tua ngomong. Mulut kamu itu bisa nggak sih diem aja," ucap bu Santi sambil mendorong kasar tubuh Bella dengan tangan kanannya.
"Lalu Bella mau pakek apa besok ke sekolah?" tanya Bella, dia mencoba menahan tangisnya. Berpura-pura baik saja dengan ucapan kasar ibunya. Ingin sekali Bella menjerit dan menangis sekencang-kencangnya, agar dadanya pun tidak terasa sesak lagi.
Bu Santi segera bangun dari duduknya, melangkah ke depan lemari dan mengambil lem, kemudian diberikannya kepada Bella.
"Ambil ini, dilem aja dulu sepatunya. Kita bukan orang kaya Bella. Seharusnya kamu sadar diri jangan terlalu banyak gengsi," ucap bu santi sambil memberikan lem itu pada Bella.
"Kalau ini sih Bella juga punya bu di kamar," ujar Bella untuk yang terakhir kalinya, setelah itu dia langsung pergi dengan hati sedih.
****
Jam baru menunjukkan pukul 06:00, tapi Bella sudah terlihat rapi dengan seragam sekolahnya.
"Bu, Bella pergi dulu ya! Maaf enggak bisa bantuin ibu masak," ucap Bella sambil mencium tangan ibunya.
Wanita itu hanya mengangguk, tangannya kemudian merogoh saku bajunya dan mengeluarkan selembar uang lima ribuan untuk Bella.
Bella menerimanya dengan senang, meski uang itu tidak cukup untuk jajannya di sekolah nanti.
Itu sebabnya Bella selalu berangkat jam 06:00 pagi ke sekolah. Sebab Bella tidak mungkin naik angkot, sudah tentu uangnya tidak cukup.
Bella keluar dari rumah mewah keluarga Mahendra, matahari bahkan belum menampakkan sinarnya. Rembulan juga masih terlihat di atas langit yang masih diselimuti awan hitam.
Udara terasa begitu sejuk, Bella mulai merasa tubuhnya dingin diterpa angin yang berhembus perlahan pagi itu. Jalanan masih sangat sepi, dia seolah berjalan dalam mimpi.
Kalau teman-temannya belum tentu ada yang bangun jam segini. sedangkan dia sudah harus berangkat ke sekolah hanya karena tidak punya cukup uang untuk naik angkot.
Kanaya juga sama, gadis itu masih ngeringkel di balik selimutnya. Kalau dia sih suka-suka hati mau pergi terlambat atau enggak. Yang pasti tetap tidak akan dikasih hukuman sama guru-guru di sekolah. Kerena, keluarganya itu punya pengaruh yang cukup kuat di sekolah.
****
"Eh anak babu, sendirian aja lo. Mana uang jajan lo?" tanya dikta, cowok paling nakal di kelas mereka.
Bella tidak menanggapi ejekan cowok itu. Dia masih dengan santai duduk di kursinya sambil membaca buku sejarah.
"Yach, malah pura-pura tuli ni anak." Enzi menarik kasar buku yang berada di tangan Bella.
Bella menatap tajam ke arah Enzi dan Dikta. Dengan dua cowok itu Bella tidak terlalu takut, tapi kalau sudah berhadapan dengan Andini dan kawan-kawannya, barulah Bella tidak akan berani membalas.
"Kalian mau apa?" Bella bertanya
"Akhirnya ngejawab juga, gue kira pendengaran lo udah enggak berfungsi lagi," ujar Dikta sinis.
Dari arah luar Andin dan dua temannya masuk. Melihat kedatangan Andin, Dikta cepat-cepat kembali ke bangkunya diikuti oleh Enzi dari belakang.
Di kelas mereka tidak ada yang boleh mengganggu Bella selain Andin sendiri, itu adalah peraturan yang Andin buat. Hanya karena Andini anak kepsek, semua orang tidak ada yang berani menyinggungnya.
"Bella, tolong kerjakan tugas Biologi gue!" suruh Andin seraya meletakkan buku pelajaran Biologinya di atas meja Bella.
Bella menatap bingung tiga orang di depannya. "Kan ini tugas kamu, kenapa harus aku yang mengerjakannya?" Bella memberanikan diri untuk menjawab.
"Lo mau membantah? Lo masih mau sekolah di sini kan?" tanya Andini, dia dengan kasar menarik rambut Bella, membuat Bella tertengadah.
"Eh babu, dengar ya! Lo itu enggak boleh membantah apa pun yang disuruh sama Andin," ucap meta.
"Udah kerjain! Gue lagi males ribut hari ini," pungkas Andin, gadis itu kemudian mengajak kedua temannya untuk pergi ke kantin.
Bella mengambil buku Andini dengan perasaan sedih dan marah. Semua berbaur menjadi satu, dia tidak punya hak untuk melawan hanya karena dia anak seorang pembantu.
Saat dirinya dibully di depan keramaian pun, tidak ada yang tergerak untuk menolong. Mereka hanya menonton dan tertawa. Terkadang Bella menganggap hidup itu terlalu berat untuk dijalaninya, dia ingin mati saja.
Bella tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan, dia hanya bisa berdoa semoga Tuhan memberikan seseorang yang bisa melindunginya dari teman-temannya yang jahat itu.
****
Bel tanda jam istirahat berbunyi, semua siswa-siswi berhamburan keluar. Mereka sudah pasti pergi ke kantin.
Bella masih duduk di bangkunya, sebenarnya dia sangat lapar, tapi kalau uang itu digunakan untuk membeli makanan, maka Bella harus kembali pulang dengan berjalan kaki.
Lalu apa yang harus dilakukannya sekarang?
Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Bella memutuskan untuk ke kantin. Dia bisa membayarnya dengan membantu kak Siti mencuci piring-piring kotor, menurutnya itu adalah ide yang bagus.
🌹🌹
"Kak Siti, Bella pesan mie bakso satu ya, minumnya es teh manis aja," pesan Bella.
"Oke," jawab kak Siti singkat.
Sambil menunggu pesanannya dibuat kak Siti, Bella memutar matanya mencari-cari tempat duduk yang nyaman.
Di sekolah itu dia tidak punya teman satu pun, tidak ada yang mau menjadi temannya.
Siapa pun yang mencoba berteman sama Bella, pasti akan diganggu sama Andini dan konco-konconya.
"Ini, Bella." Kak Siti menyerahkan mie bakso pesanannya Bella.
Bella tersenyum senang saat melihat pesanannya itu. Mulutnya sudah tidak sabar ingin mencicipi mie bakso buatannya kak Siti.
Meski hanya Mie bakso, tapi Bella sangat senang karena jarang-jarang dia bisa makan di kantin, soal bayar dia bisa memikirkannya belakangan.
Selama sekolah di sana, Bella baru dua kali ke kantin, dan itu pun dia cuma pesan air sirup doang.
"Andini, itu Bella!" tunjuk Meta.
"Tumben banget dia ke kantin, kayaknya lagi punya banyak duit tu," sambung Nindi.
"So, gue harus gangguin dia gitu?" tanya Andin pada dua temannya.
"Of course! Dan lo enggak mungkin ngelewatin kesempatan ini kan?" ujar Meta
"Oke. Mari kita ke sana!" Andini segera bangkit dari kursinya, mereka meninggalkan makanannya begitu saja, hanya karena ingin mengganggu Bella.
"Hei Bella, tumben banget lo ke kantin. Lagi banyak duit ya?" Andin bertanya sinis.
Bella tidak mempedulikan pertanyaan Andini, dia terus menyantap mie baksonya.
Sikap acuh Bella membuat Andini dan dua temannya marah.
Dengan jahatnya Nindi menumpahkan semua es teh manis Bella ke lantai, hingga gelasnya kosong.
Melihat perlakuan buruk mereka, Bella ingin marah, tapi dia menahannya.
"Andin, aku tidak mengganggu kalian, jadi bisa enggak kalian tidak gangguin aku sehari aja?" Bella masih bicara baik-baik.
"Enggak bisa!" jawab Andin menggeleng kepalanya. Kemudian dia dan temannya tertawa.
Meta tiba-tiba merogoh saku bajunya Bella dan dia tersenyum sinis ketika melihat selembar uang lima ribu milik Bella.
Dengan suara lantang dia berkata. "Teman-teman, coba lihat ke sini!" Meta mengangkat tinggi-tinggi uang itu, seraya mengayun-ayunkannya supaya semua siswa-siswi di kantin dapat melihatnya dengan jelas.
serentak semua mata tertuju kepada mereka.
"Meta! Kembalikan uang aku!" Bella mulai meninggikan nada bicara.
"Ambil kalau bisa!" ledek Meta, Andini dan Nindi memegang tangan Bella supaya dia tidak merebut uang yang sekarang berada di tangan Meta.
"Uang lima ribuan begini mana cukup buat makan di sini, iya enggak teman-teman!?" tanya Meta berseru, dia merasa puas bisa membuat Bella malu.
"Andini, Nindi, lepasin aku!" pinta Bella, dia berusaha lepas dari cengkeraman dua makhluk jahat itu.
"Jaman sekarang itu serba mahal, uang lima ribu mana cukup!" seru temannya yang lain.
"Haha...."
Suara tawa terdengar di ruang kantin, membuat suasana semakin rame.
"Dasar anak pembantu!"
"Pantesan aja dia jarang ke kantin, rupanya nggak punya uang."
"Duh kasian banget!"
Semua murid mengejeknya, Bella menundukkan pandangannya.
Saat suasana sedang riuh rendah dengan ledekan dan suara tawa mereka yang menertawai Bella, dari arah luar Kanaya dan Wina masuk.
Begitu dia datang suasana hening seketika.
Semua anak terdiam, mereka tahu ibunya Bella adalah pembantu di rumah Kanaya.
Jadi di depan Kanaya mereka tidak berani mengganggu Bella.
Bella senang karena Kanaya datang di saat yang tepat. Namun, siapa sangka ternyata Kanaya sama sekali tidak peduli.
Karena Kanaya terlihat masa bodoh dengan apa yang Bella alami saat ini, jadi Andini dan kedua temannya kembali merundung Bella.
"Sekarang lo mau bayar makanan lo itu pakek apa?" tanya Andini.
Bella menarik tangan Meta untuk merebut uangnya kembali. Namun dia kalah cepat dengan Andini, uang itu kini sudah berada di tangan Andini.
Gadis itu dengan kejam dan tak berperasaan mengambil uang Bella, lalu merobek-robeknya, hingga uang itu menjadi potongan-potongan kecil.
"Nah, ambil uang lo!" Andini melemparkan uang yang sudah tak berbentuk itu ke wajah Bella.
Bella terpaku diam, suasana hening lagi.
Ada beberapa Siswa yang terlihat menatapnya dengan pandangan iba, sedangkan yang lain tertawa.
"Yuk kita cabut dari sini guys!" ajak Andini.
Setelah membayar pesanannya mereka keluar dari kantin.
Usai kepergian mereka, Bella memunguti uangnya yang sudah disobek-sobek oleh Andini.
Sepasang mata terus memperhatikannya dari kejauhan. Seorang cowok yang memiliki paras tampan, dan dia adalah idola semua Siswi di sekolah itu.
Cowok yang bernama David itu berdiri di depan pintu masuk kantin bersama dua temannya.
"Dav, lo kenal dia kan?" tanya Arman teman dekatnya.
"Dia Bella, cewek yang selalu dibully sama Andini dan teman-temanya," jawab David
"Gue mau nantangin lo buat deketin dia, dan bikin dia jatuh hati sama lo," ucap Arman.
"Apa-apaan lo, Man? Lo mau ngejatuhin harga diri David di mata cewek-cewek yang di sekolah ini?" Reno tidak setuju dengan tantangan yang dibuat Arman.
"Memangnya apa yang bisa lo kasih ke gue, kalau gue bisa bikin dia jatuh cinta sama gue?" tanya David, cowok itu mulai tertarik.
"Dua puluh juta gue transfer ke rekening lo, kalau lo berhasil ngebuat dia jatuh cinta," ucap Arman memberi tantangan.
Mata David berbinar seketika mendengar tawaran Arman yang menggiurkan itu.
Padahal uang segitu mah, enggak ada apa-apanya bagi David, cowok itu tidak kekurangan uang sama sekali. Dia kan berasal dari keluarga kaya raya. Tapi siapa sih yang enggak mau dikasih uang sebanyak itu, dan lagi tantangan yang diberikan Arman adalah hal sepele menurut David, cuma membuat Bella jatuh hati padanya, setelah itu dia akan mendapatkan hadiah berupa uang.
"Gimana, lo setuju nggak?" tanya Arman meminta kepastian.
"Oke gue setuju," jawab David sambil mengulurkan tangannya tanda setuju, dan Arman menyambut uluran tangan David.
"Deal ya!"
"Lo serius, Dav. Lo mau nerima tantangan dari Arman?" tanya Reno. Dia sebenarnya enggak suka tantangan begituan.
Reno itu punya perasaan yang lebih lembut dari pada mereka berdua.
"Gue serius kok," jawab David mantap
"Tantangannya dimulai dari besok, gue kasih lo waktu dua minggu. Kalau lo nggak berhasil dalam waktu dua minggu berarti uangnya nggak gue transfer," ujar Arman menerangkan.
Bella tampak gugup saat berhadapan dengan kak Siti. Sekarang dia harus membayar makanan yang tadi dipesannya, tapi dia tidak punya uangnya.
"Mbak, Bella enggak punya uang buat bayarin mie yang tadi Bella pesan, boleh enggak kalau Bella bayarnya dengan bantuin Kak Siti aja?" tanya Bella dengan wajah menunduk.
Sebenarnya Bella malu melakukan hal seperti itu. Dia merasakan dirinya seperti seorang pengemis saja.
Jaman sekarang enggak punya uang buat jajan, itu membuat Bella sangat malu.
"Harganya enggak mahal kok, Bell. Cuma 15.000 doang, kamu beneran enggak punya uangnya?" tanya kak Siti, padahal wanita itu sudah tahu akan apa yang terjadi sama Bella tadi, hanya saja kak Siti ingin memastikannya.
"Iya, Kak."
"Boleh saja, tapi kan kalau kamu nyuci piringnya sekarang waktunya cuma tinggal lima menit lagi. Gimana kalau nanti aja, pas pulang sekolah kamu balik lagi ke sini, bantuin kak Siti beres-beres," usul kak Siti.
Bella langsung mengangguk setuju.
Saat itu suasana di kantin sudah sepi, karena siswa-siswi sudah kembali masuk ke kelas mereka masing-masing.
🌹^^°°°|||°°°^^🌹
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!