NovelToon NovelToon

GERBANG AWAL

AWAL

sebelum beranjak ke babak selanjutnya, mari kita mengenal tahap awal dari dharma yang mendapatkan wangsit(petunjuk) dari mimpi yang ia rasakan sewaktu malam yang menjadi Titik ukur cerita gerbang awal.

MUDRA Suatu proses meningkatkan daya cipta.

tempat tidur beralaskan jerami menjadi sandaran ternyaman ketika gemericik hujan sedang membasahi alam bumi, terdapat seorang pria yang dengan sungguh mengistirahatkan pikirannya sejenak sebelum matahari terbit menyinari bumi Pertiwi. ada fenomena yang sangat kental menghiasi setiap pendengaran manusia di balik bilik kayu berlumut hijau lesuh, raga ini tertunduk ragu menghadapi pagi yang akan timbul, panca indera pendengaran disuguhkan lantunan indah suara ayam berkokok di pagi hari dengan diiringi ritme alam yang masih terawat dan Ashri.

lintas warna melesat ketika sepasang mata masih terpejam rapat dalam keadaan pulas. Sekolebat mimpi diiringi pola napas yang tersendak pelan menyempurnakan tidurnya. Namun anomali aneh yang sebelumnya tidak pernah terjadi dalam hidupnya membuat ia menggelegar takut, pasalnya malam sunyi membuat ia bermimpi aneh seolah menggambarkan suasana alam bumi di esok atau lusa nanti.

"Tempat apa ini,"

ia berpijak dalam arena peperangan dengan seketika, di antara bukit yang menjulang tinggi semua orang berlarian resah kesana-kemari dengan raut muka pucat seolah kehidupan akan berakhir esok hari. Sesosok pria paruh baya menepi dalam diam. Melambaikan tangan menyuruhku untuk datang kepadanya. Sementara itu kebingungan menggembung dalam benaknya. Ada apa ini. Dalam posisi seperti sekarang naluri liar berdatangan memberi rangsangan otak kebebasan untuk berbuat. Pada akhirnya Dengan tertatih-tatih raga ini mulai menghampiri sesosok pria misterius yang sedang diam dalam kekosongan ruang di sekelilingnya.

"Bagaimana kalo dia ingin membunuhku."

Sekumpulan risau, aneh, dan penasaran mengintari lalu membelah pola pikirnya, penalaran yang absurd membuat pernyataan ambigu. Ketika terlalu banyak diam dan berpikir itu hanya akan membuat waktu terkuras sia-sia.

"Aku harus bergegas pergi. Satu-satunya harapan adalah pria itu!"

Mau seperti apa dia menolak ajakannya untuk datang, tetap saja naluri yang berperan penting dalam bertahan hidup. Lantas tidak ada pilihan lain untuk selamat kecuali dengan langsung menghampiri pria misterius itu.

Pria tersebut sepertinya berusia lima puluh tahun, setengah abad dia sudah hidup dalam lingkungan yang tidak sehat atas pengumpulan data yang ia lihat pertama kali ketika berpijak di sini. Kepala yang diikat totopong (ikat Sunda)

Dengan mengenakan pakaian adat serba putih mencerminkan dia adalah seorang "resi" (dalam konsep tri tangtu)

Kini jarak antara ia dengan resi tersebut lima tombak lagi, seketika itu kakinya mendadak keram. Namun semua rasa sakit di kakinya ia hiraukan karena melihat pribumi yang tadi berlarian takut sudah pergi di tempat itu, membuat ia harus dengan segera menghampiri dan menanyakan apa yang sedang terjadi.

Setelah sekian banyak langkah akhirnya ia sampai di depan resi dengan rasa sakit yang masih membekas di kakinya.

"Apa yang sedang terjadi?" Tanya ia

"Kehidupan sedang dipertaruhkan, kau terpilih untuk menyaksikan UGA." Jawab resi.

"Apa itu UGA? Semua orang berlarian, berhamburan panik. Ada apa ini?" Melontar pertanyaan dengan pita suara yang sudah seperti burung lapar.

"kamu yang akan menentukan nasib umat manusia," jawab resi kembali menghiraukan pertanyaannya .

Kerut tegang semakin meluap yang terpancar dari wajahnya, dengan rasa sakit yang ia derita, ia merasa sangat menyesal telah menghampiri resi tersebut. Semua lontaran pertanyaan malah dijawab dengan ketidakpastian dan memberi kesan menghiraukannya.

Suara aneh datang dari berbagai arah membuat percakapan mereka tidak akan khidmat jika dilanjutkan disitu, resi tadi langsung menjentikkan jari dan tempat langsung saja berpindah yang pada awalnya seperti di Medan perang berganti ke hulu sungai yang tenang.

"tanggung jawab sebagai generasi penerus adalah keputusan mutlak, mau tidak mau semua takdir yang sudah digariskan padamu tidak akan pernah tertukar dengan takdir lain. Hadapilah, maju, dan berani adalah langkah menuju perubahan besar, semangatku telah digariskan padamu." Resi menjulurkan tangan yang berisi alat kecil dari bambu kepadanya.

"maksudmu apa, saya benar tidak paham," bola matanya memerah seperti terkena gumpalan asap dan mendadak meneteskan air mata, Tak pernah terpikirkan olehnya ketika rasa menusuk sanubari hati yang terdalam, kebingungan menetes pelan mengalir menuju otak, dimensi yang berbeda membuat raganya hanya terpaku diam di sudut ruang ilusi.

"Pecahkan semua yang telah ku sampaikan, aku sangat percaya padamu."

Setelah resi mengucapkan kalimat itu, semua yang ada di sekitarnya menghilang, musnah terbawa dengan resi yang juga tidak tahu pergi kemana.

Ruang damai berwarna putih tempat ia beralih dimensi sekarang. Sungguh tidak percaya bahwa ia telah dibawa ke tiga dimensi sekaligus dalam satu malam.

"Apakah ini benar benar mimpi?"

Dalam keadaan tertatih dia terus saja memegang benda pemberian resi tersebut. Memikirkan benda apakah ini. Jujur baru pertama kali melihat benda seperti yang sedang ia genggam di tangganya.

"DEKDEKDEK" Suara tepukan tangan yang sembari tadi terus saja terdengar berupaya membangunkan. Ternyata itu adalah adiknya yang sudah bangun terlebih dahulu hendak mengajak kakaknya beranjak keluar mencari sandang dan pangan agar mereka tetap hidup dan melanjutkan petualangan sebagai seorang manusia.

Adiknya tertawa tersenggal melihat Kakak semata wayangnya bangun dengan raut wajah pucat kemerahan seperti cabe pedas, saking nikmatnya tertawa, adiknya tidak menyadari ludahnya berhamburan kemana-mana sampai membasahi sebagian wajah kakaknya.

"Sudah cukup jangan banyak tertawa dalam keadaan lapar," ujar kakaknya mengolok-olok adiknya yang terdengar keroncongan.

Kakaknya bernama dharma. Seorang bujangan berusia dua puluh lima tahun dan mempunyai adik yang juga seorang yatim piatu. Mereka ditinggalkan kedua orang tua sejak agresi militer yang terjadi sepuluh tahun yang lalu, dari kejadian itulah kedua orangtuanya meninggal yang juga adalah seorang tentara.

Kini mereka hidup dalam kemiskinan, seperti musafir yang pergi tanpa arah, tapi bedanya bukan untuk beribadah melainkan survival untuk bertahan hidup. Hingga kemudian menemukan gubuk di tengah belantara hutan tropis yang jadi tempat singgah mereka sementara waktu.

Dharma adalah tipekal orang yang ambisius, semua keinginannya selalu saja ingin terkabul walaupun dalam prakteknya dia selalu saja mengeluh. Dengan badan yang tegap dan sedikit kekar ditambah hidung mancung berkulit kuning Langsat menjadikan dharma sosok pria rupawan yang sering diidamkan kaum hawa. Rambutnya agak berantakan menyambung ke brewoknya yang tebal dan lebat. Bukan tidak mau dharma memperindah penampilannya tapi keadaan lah yang memaksa ia harus seperti itu.

Panca adalah nama dari adik dharma. Panca masih kecil yang sebentar lagi beranjak remaja, umur dari panca kisaran sepuluh tahun. Berbeda dari dharma panca berwatak periang yang mungkin didukung oleh faktor sifat yang masih berubah-ubah dan bertumbuh.

Kedua kakak beradik ini yang akan memegang kendali dari amanah resi untuk mempertahankan umat manusia dari kepunahan dan invasi monster ganas yang berasal dari luar dimensi manusia.

DIMULAI

Agresi militer meletus satu dekade lamanya, semua hancur tak tak karuan imbas terhadap semua aspek kehidupan. Dunia sedang kacau dengan para pemimpin yang sering mementingkan egonya, mereka menghiraukan seluruh lapisan masyarakat yang menangis terkena dampak peperangan.  Tidak tanggung sepuluh negara melancarkan serangan satu sama lain hanya karena harga diri negara mereka dipertaruhkan demi satu atau beberapa hal lain.

Satu rekam jejak buruk membekas terhadap semua ingatan masyarakat. Mereka dipaksa jegat senjata dan ikut berperang, dengan landasan negara membutuhkan SDM dan kuantitas prajurit agar tetap kokoh dalam pertahanan. Dari sana orang yang sudah dewasa wajib mengikuti latihan militer, baik itu pria atau wanita semua harus menjalani proses latihan, tidak ada kesenjangan gender dalam hal ini, demi membekali basic bertempur dan bagaimana caranya berperang walaupun itu hanya sebatas teknik dasar.

Serangkaian peristiwa kejam terjadi selama sepuluh tahun itu, mengerak dalam memori mereka sehingga memengaruhi struktur berpikir yang kemudian ketika dihadapkan dengan masalah, kekerasan adalah jalan utama untuk menyelesaikan.

Namun ketika agresi militer telah selesai lewat jalur diplomasi, keadaan tetap saja kacau melahirkan kudeta yang dilakukan warga terhadap pemerintah atas dasar ekonomi dan sandang pangan yang kian semakin langka. Ketika perut kosong, lambung sakit, dan nutrisi tidak terpenuhi maka SDM mulai menurun nilainya. Sekolah ditutup, dan hanya rumah sakit lah yang dibuka itupun hanya orang-orang terpilih yang bisa masuk contohnya pemerintah dan jajaran warga menengah ke atas yang mengungsi ketika peperangan terjadi dan kembali ketika telah usai.

Supermarket hancur, bahkan pasar tradisional sudah tidak berfungsi selama hampir setengah abad, hal ini terjadi sebab masyarakat modern menyimpan rasa malu ketika berbelanja di pasar tradisional. Oleh karenanya dengan keputusan bersama pasar tradisional resmi ditutup. Mengenyampingkan manfaat yang telah ada selama ratusan tahun.

Kemunduran daya pikir manusia semakin menjadi, sebagian orang memutuskan mengakhiri hidup mereka dengan cara bunuh diri daripada hidup dalam kesengsaraan. Sebagian orang lagi hidup dalam bayang-bayang kegelapan dengan perut penuh kelaparan dan rasa khawatir akan indahnya hari esok. Hingga pada akhirnya kanibalisme merasuki pemikiran manusia untuk sebagian orang. Mereka dengan belalah melahap daging sesamanya, orang-orang yang bunuh diri dijadikan santapan segar atas perut yang sudah tidak bisa ditoleransi rasa laparnya. Makin kesini kaum kanibalisme semakin frontal, target mereka semakin luas merambah ke seseorang yang sedang mengungsi di tempat-tempat terpencil dan pedalaman hutan belantara, mereka mencari sasaran mangsa di tengah pelosok hutan agar kejahatan mereka tidak terhendus oleh pihak lain.

Pohon berubah menjadi anala besar, oksigen segar kini sudah didapatkan. Merobohkan semua sumber kekayaan alam untuk kepentingan seseorang. Anomali cuaca sangat tidak bisa diprediksikan, langit berubah warna jadi kemerahan dengan bertaburannya abu pohon yang sudah dibakar, asap mengumbar di udara merusak mata dan penciuman manusia menambah kesengsaraan. Ini sepertinya simulasi dari akhir zaman yang semakin dekat dan gambaran surga bagi para penguasa.

Dharma dan panca meyakinkan bahwa mereka manusia yang masih berbudaya yaitu BERAKAL dan BERUPAYA untuk hidup yang lebih baik walau pada faktanya semua paradigma telah menggerogoti logikanya.

Alur cerita tuhan menumbuhkan kekecewaan bagi umat manusia, berbeda dengan apa yang dipikirkan dharma ditambah lagi dengan mimpi yang ia alami semalam membuatnya yakin dengan terangnya hari esok. Semangat membara mengobar dalam peredaran darahnya. Tekad yang kuat menciptakan keimanan yang hebat

"Di mana kita akan makan?" Tanya panca sembari  mengerutkan wajahnya.

"Di antara takdir Tuhan yang menegaskan kebenaran." Jawab dharma memegang kepala panca sambil mengelus-elus.

"Aku lapar, jadi ayo kita cari makan!" Panca berdiri lalu menarik tangan kakaknya.

"Sini Kaka gendong biar kamu ada tenaga," dharma membungkuk lalu panca menaiki punggungnya. Kedua Kaka beradik ini akhirnya beranjak untuk mencari sesuap makanan.

Lembaran judul telah diceritakan dharma untuk menghibur adiknya yang sedang kelaparan selama perjalanan mencari makanan. Hutan yang lembab membuat jalan setapak sangat licin, sering kali mereka hampir jatuh. Namun ketahanan dharma dalam berdiri membuat ia tetap kokoh mengendong satu-satunya keluarga yang dimiliki yaitu panca.

Dari arah selatan tendengar gemuruh suara yang berdatangan, sepertinya mereka adalah kelompok kanibal yang ingin mencari mangsa. Terlihat parang yang sering diacungkan ke atas dan bau darah yang sangat menyengat menjadi tanda awal datangnya sekawanan kanibal.

"Kak ada kanibal!! Ayo kabur!!" Panca sangat panik, dia sepertinya sudah sering bertemu dengan kelompok kanibal sampai sudah mengetahui tanda² mereka datang.

"Kamu tenang yah," jawab dharma memenangkan adiknya yang terus saja bergerak di atas punggungnya.

Suara mereka semakin mendekat, saut parang semakin terlihat jelas, bau darah menusuk ke Indra penciuman dharma dan panca. Pandangan dharma tak karuan, bingung harus lari kemana sedangkan suara para kanibal semakin mendekat. Jika mereka terlihat maka tidak ada kesempatan untuk selamat dari kejarannya.

Akhirnya dharma mendengus tajam, napasnya keluar masuk dengan cepat, tampaknya dia sangat panik. Kakinya bergerak tanpa diperintah sedikit berlari sambil sering menengok kebelakang mengecek apakah mereka melihatnya. Kelokan tajam disusuri dharma dengan gestur tanah yang licin, turunan yang curam ditambah batu kerikil selalu menempel di jalan setapak itu, membuat sayatan kecil terhadap kaki dharma. Dharma berjalan tanpa alas kaki, pijakan kakinya menentukan kokohnya sebuah makna hidup. Jantung dharma seolah-olah berhenti beroperasi karena adrenalin memuncak bergejolak dalam benaknya. Irama langkah membuat nada indah, kejutan itu membuat keberadaan dharma disadari oleh para kanibal walau jarak mereka kurang-lebih setengah kilo meter.

"Ada mangsa!!! Ayo kejar!" Teriak sang ketua kelompok mengajak sebagian anggotanya berlari mengejar dharma.

"UYEAHH!! MAKAN LAGII!!!" para anggota bersorak girang, anila kekejaman sedang memuncak.

"Kak ayo lari. Mereka datang," desis panca menepuk pundak kakaknya berulang-ulang.

Dekapan panca semakin erat, berkereketan giginya mengetahui mereka sedang dikejar, air mata dengan tidak sadar mengucur ke pundak dharma. Panca menangis meratapi nasib yang sangat buruk menimpa mereka. Alih-alih ingin mencari makanan agar tetap hidup, mereka harus berlarian cepat agar terhindar dan dijadikan makanan untuk hidup.

Derap langkah para kanibal semakin dekat dengan panca dan dharma. Karena dharma letih larinya kini semakin pelan, penglihatannya semakin redup, kepalanya kini terasa sangat pusing. Keringat membasahi hampir seluruh badan hingga pegangan erat mengendor sedikit demi sedikit. Sudah hampir tiga hari mereka belum jua menemukan makanan. Membuat tenaganya terkuras habis detik itu juga.

Gundah kebingungan merayap membeku, akal sehat sudah mati, seperti mereka akan berakhir di sini.

Kebahagiaan yang dinantikan hirap bersamaan dengan jatuhnya raga dharma ke tanah, ia terpeleset oleh licinnya jalan setapak dan habisnya tenaga. Kepala panca terbentur ke pohon dekat tubuh dharma, sedangkan dharma pingsan seketika itu juga.

Entah bagaimana nasib Kedua insan muda ini ketika mereka jatuh pingsan.

Beberapa menit kemudian, Tubuh dharma dan panca terdeteksi dan ditemukan oleh para gerombolan kanibal.

DIMAKAN ATAU BERTAHAN

Aku di mana?" derasnya hujan membasahi bumi Pertiwi dengan diikatnya panca dan dharma di tiang bambu licin yang terbalut rasa penyesalan korban terdahulu. Di bawahnya dipenuhi puluhan suluh untuk membakar secara hidup-hidup mereka.

Gelagar suara bersorak serai gembira, hasil tangkapan mereka utuh terbelit di tiang bambu yang terlumuri kekecewaan dan juga darah kering penuh rasa kelaparan. Gulungan asap membara menutupi semarak angkasa di kala hujan mulai berhenti menurunkan sedikit Rahmat dan merangkul jiwa-jiwa suci yang tengah terikat. Percikan api dikobarkan, hawa panas mengintari raga dharma dan panca. Setetes demi setetes air mata keduanya jatuh tak terhentikan. Mengguyur semua harapan yang seolah sirna terbawa angin dingin membekukan aliran listrik di otak dan juga senantiasa masuk ke dalam Sukma.

Sengatan matahari memberikan suatu proses penghangatan tapi tak' akan pernah mendahului malam. Sande kala memposisikan acuan waktu ritual yang akan mereka rayakan. Seruan tari menyokong perayaan meriah. Yel-yel dikumandangkan atas ucap syukur mereka telah mendapatkan sasaran yang telah dinantikan.

"Tangis panca memuncak kala itu," seorang bocah jauh diseusianya mendapatkan pengalaman buruk tentang hidup meratapi takdir yang di luar nalar umurnya. Dharma bergumam pasrah dan hanya tertunduk murung ketika hidupnya akan berakhir malam ini. Walau tidak dipungkiri ia juga berderai air mata sejak awal bangkit dari pingsannya.

Kegemparan tiada akhir ketika kakak beradik mulai merasakan sakit di area pergelangan pasalnya ikatan keras dari rotan memutar dan menghentikan peredaran darah mereka. Seperti seekor ular sanca yang berupaya melilit mangsa.

Salah seorang pemimpin kelompok mulai berteriak kencang meminta semua anggotanya melingkar mengintari daging segar yang akan mereka makan nantinya.

"Rakumam takhu. Rakihing raksu." Ucapan mantra pembukaan upacara di mulai yang dilantunkan ketua kanibal. Dibarengi sikap sepasang tangan yang sejajar vertikal dengan cakrawala.

"Kita tamat dek," kata terakhir dharma untuk adiknya yang meringkus senyuman ikhlas penuh penyerahan. Belum Pernah panca melihat senyuman kakaknya seaneh ini, lantas ia yang umurnya di bawah panca seharusnya lebih panik dan pasrah malah berbalik memarahi kakaknya dengan nada keras. "AYA HIJI MANGSA SIA KUDU AJEG. CICING CILAKA MUNDUR NARAKA."

Lantas dharma mengkerut jidatnya, terdayuh menyangka bahwa adiknya bisa bersemangat seperti ini sekaligus merasa aneh dan terjengkal dengan pernyataan panca. Serentak mata panca berubah putih seutuhnya, tak ada bola mata yang hitam di antar kelopak matanya. Timbul urat-urat dan saraf yang memaksa keluar menggeliat seperti cacing yang baru naik ke permukaan tanah dari keningnya, terus-menerus memandangi wajah dharma sendari tadi tatkala ia terus saja tertunduk pasrah. Seperti ada sesuatu hal yang terselip dalam pernyataan tadi. Namun sepertinya dharma masih bergeming bingung dengan kejadian aneh barusan.

"Sutyana agimana katuro ritni," pemimpin melanjutkan membaca mantra sambil berjalan maju membawa obor ke arah dharma. Di setiap langkah itu membekas sebuah tapak kaki yang akan menjadi bukti sejarah terbakarnya dharma dan panca.

Dharma dengan sigap berpikir keras bagaimana caranya agar dia bisa selamat dari ritual jahanam ini. Secercah harapan datang, jejak pengetahuan masuk merangkap dalam ingatannya, dia teringat tentang sesuatu teknik perang bala tempur Sunda. Yang sempat ia baca kala itu.

Dua belas tahun yang lalu ayahnya pernah menyuruh dharma membaca kitab "ratuning bala sarewu". Gemericik hujan yang disertai petir berkumandang di bulan Juni pertengahan tahun, hari itu dharma sedang libur sekolah dan memutuskan untuk diam di rumah seharian ditambah cuacanya yang tidak memungkinkan untuk dirinya pergi main keluar, dengan terpaksa ia harus terbengkalai dalam kebosanan di atas ranjang memandangi jendela kamar yang tirainya terbuka lebar.

"TOKTOKTOK," Suara ketukan pintu terdengar nyaring. Di baliknya ada ayah yang sedang membawa kitab. Kitab tersebut digariskan secara turun temurun dalam keluarganya, kelak setiap anggota keluarga dan itu adalah seorang pria wajib membaca buku itu.

Setelah mengetuk sebanyak tiga kali, ayah langsung membuka pintu, dalam sedut pandangan dharma terlihat sekotak benda yang dibawanya. "Maap ayah langsung buka pintu, takutnya kamu lagi tidur, nanti kebangun kalo lagi tidur," ucap ayah menyapa hangat dalam senyuman manisnya, ia berjalan menghampiri dharma.

"Gapapa ko yah, santai aja. Ini juga lagi diem gatau mau ngapain," jawab dharma membalas senyuman ayahnya.

"Ayah bawa buku nih, bagus buat kamu baca. Judulnya ratuning bala sarewu."

Menyodorkan buku itu ke hadapan dharma.

Darma memegang pelan buku tersebut, sambil kebingungan lalu bertanya. "Ratuning bala sarewu tuh buku apaan yah?"

"Buku ini ngejelasin bagaimana taktik perang Sunda dahulu, jadi kamu baca yah," jawab ayah.

"Ngapain baca buku taktik perang. Kita kan lagi ga berperang," ucap dharma dengan tetap mengambil buku itu.

"Walaupun ga berperang, kamu harus tetep baca buku ini. Kakek kamu juga dulu nyuruh ayah baca buku ini, jadi baca buku ini kaya tradisi di keluarga kita. Jadi kamu harus baca yah," ayah meyakinkan dharma bahwa buku itu diturunkan terus dari leluhurnya. Seusai bicara dan menyakinkan dharma, ayah langsung keluar tanpa berbicara lagi.

Akhirnya dharma membaca secuil pengetahuan yang ada di dalam buku ratuning bala sarewu. Dia membaca tentang strategi perang yang berjudul "makara bihwa" yaitu suatu strategi berperang yang tidak diharuskan berperang, cara mengelahkan musuh adalah dengan cara menghancurkannya dari dalam.

Terlihat ambigu ketika membacanya sekilas, namun dharma yang pada saat itu masih beranjak remaja tidak terlalu memikirkan apa maksudnya. Dan baru ketika kondisi terdesak disertai umur yang sudah memadai, dharma mulai memahami apa maksud dari kalimat yang tertera dalam buku ratuning bala sarewu.

Obor setengah meter yang bergagang hitam mulai di dekatkan ke bahan bakar perapian. Sudah tidak ada jalan untuk selamat bagi dharma dan panca, kematian sudah menunggu mereka dalam bayang-bayang gigi yang rakus. Namun dharma menyela dengan cepat ketika obor itu sedikit lagi akan menyalakan api.

Panca usai berbicara malah melanjutkan pingsannya. Darah sudah bercucuran, menetes dari tangan yang diikat. Dharma berteriak lantang. "DEWA APA YANG KAU SEMBAH!! HANYA DEWA MURAHAN YANG MAU DIBERKATI DAGING CELENG SEPERTI KITA!" Sontak semua mata tertuju tajam menatap dharma, karena secara tidak langsung ia telah menghina apa yang telah mereka sembah.

Sang pemimpin lantas maju dan menyunutkan bara api ke bagian paha dharma. "AAAA....." Gerantak dharma merasa sangat kesakitan. Celana panjang berbahan kain berwarna hijau tua kini bolong dibuatnya. Hijau kemerahan menutupi sebagian celana dharma. Dharma tetap saja kokoh dalam pendirian mengintimidasi ketua kelompok dengan cemoohan gila dan terkesan merendahkan.

"Lihat ini, dagingmu telah gosong sebagian. Kau membuat ritual aneh yang bahkan belum pernah terjadi di manapun. Kalian mau mengikuti sembah kebodohan yang dibuat dia?" Dharma berbicara dengan air mata yang keluar tanpa henti.

Sedikitnya para pengikut yang tengah mengintari dharma dan panca agak terlihat bingung. Mereka mulai berbisik-bisik dan menengok teman sebayanya.

"Jika kalian lapar, kenapa harus ada ritual. Makan saja langsung!" Lagi dan lagi dharma melontarkan pernyataan kebenaran.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!