NovelToon NovelToon

Menjadi Antagonis Dalam Novel

Prolog

“Apa aku juga akan berakhir tragis seperti antagonis di novel ini?” gumam seorang gadis manis sambil berjalan-jalan dan memeluk sebuah buku novel.

Gadis itu menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya, dia kemudian tersenyum tipis dan melirik buku novel yang dia bawa.

'Aku tau, aku tidak seharusnya membentak dan marah pada Mama. Tapi tetap saja, Mama seharusnya tidak menjodohkanku tanpa sepengetahuanku. Apalagi dia adalah orang yang paling aku benci di sekolah.' Gadis bernama Alina itu menghela napas berat, dia kembali teringat dengan alur novel yang dia bawa.

“Apa Transmigrasi itu benar-benar ada? jika benar, mungkin aku memilih untuk bertransmigrasi. Setidaknya ke tubuh Nona Muda yang diberi kebebasan dan tidak dikekang.” Alina memeluk novelnya dengan erat sambil menunduk.

“Aku lelah selalu dikekang, selalu dilarang ini itu. Tidak boleh membeli atau memakan hal yang kusuka, lalu kenapa adikku boleh? Mama selalu saja menuruti semua kemauan adikku, sementara aku? ditinggalkan begitu saja. Tidak ada yang perduli, bahkan ayah juga sama. Yang di pikirannya hanya kerja, kerja dan kerja. Aku benar-benar muak dengan kehidupan ini,” gumam Alina, matanya berkaca-kaca.

Dia menutup matanya dan mengatur napasnya, Alina menyebrangi jalan yang tampak sepi. Tujuannya kini ada tepat di depan matanya.

'Aku harus meyakinkannya untuk membatalkan perjodohan itu! tidak peduli apapun yang terjadi, aku tidak mau dijodohkan dengan pria itu!' Alina mengepalkan tangannya penuh tekad, dia melangkah tanpa memperhatikan sekitarannya.

Seolah telinganya ditulikan oleh sesuatu, hingga suara klakson truk membuat Alina tersadar. Dia menoleh namun terlambat, Truk yang melaju dengan cepat itu langsung menabrak tubuh rapuh Alina hingga terlempar beberapa meter.

Dengan sisa kesadarannya, Alina membuka matanya dan berusaha meriah novel yang berlumuran dengan darahnya.

'Novelnya.. aku akan--' Tangannya hampir meraih novel itu, namun belum sempat menyentuhnya. Tangannya sudah lebih dulu terjatuh ke tanah bersamaan dengan kesadaran Alina yang menghilangkan.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

“Bagaimana keadaan Nona Audrey?”

“Nona masih belum menunjukkan tanda-tanda akan sadar, karena pengaruh racun yang kuat. Aku tidak yakin dia bisa bangun lagi.”

Sayup-sayup, terdengar suara asing yang mengalun di telinga Alina. Dia berusaha membuka matanya yang terasa sangat berat, mulutnya seolah diberi lem hingga tidak bisa dibuka sedikitpun.

'Ah, apa aku telah mati?'

“Apa maksudmu tabib!? Kalau kau mengatakan itu lagi, kepalamu akan berpisah dari badanmu saat itu juga!!”

Suara teriakan yang cukup keras membuat Alina kaget, namun badan, mata dan juga mulutnya tidak bisa digerakkan sama sekali. Dia hanya bisa mendengarkan ucapan dari beberapa orang asing.

“T-tuan Damien--”

'Damien? aku sepertinya pernah mendengar nama itu, tapi di mana aku mendengarnya?'

“Sudahlah kak, kenapa kau memarahi Lixi dan tabib?”

'Suara asing lagi, kenapa banyak sekali orang asing di sekelilingku?'

“Dengar Mike! aku tidak akan segan menghabisi mereka kalau Audreyku tidak bangun!” ancam Damien.

“Audreyku? apa tidak salah, dia itu adikku.”

“Apa?? dia juga adikku!!”

'Hah, suara-suara itu semakin berisik dan menganggu pendengaranku. sebenarnya kenapa aku tidak bisa membuka mataku? menggerakkan mulutku saja terasa sangat susah dan berat.'

'Sebenarnya siapa mereka semua? nama mereka terdengar familiar, tapi di mana aku pernah mendengarnya? aku tidak ingat apapun kecuali-- kecelakaan!? benar, aku kecelakaan sebelum bangun di sini. Sebenarnya apa yang terjadi selama aku tidak sadarkan diri?'

“Tuan muda, Nona Audrey membuka matanya,” heboh Lixi.

'Akhirnya, aku bisa membuka mataku lagi. Tapi di mana ini? tempatnya terasa asing namun juga familiar bagiku.' Alina berkedip polos sambil memperhatikan semua orang yang kini menatap ke arahnya.

“A-audrey..” Alina menoleh ke seorang pria yang dipanggil Damien, matanya tampak berkaca-kaca tanpa sebab. Alina menatap linglung orang asing di sekelilingnya.

Dengan cepat, Damien berlari ke arah Alina dan memeluknya erat. pelukan dari orang asing itu membuat Alina seolah disambar petir, badannya seketika kaku. Matanya membulat sempurna.

“Siapa, kau?” tanya Alina setelah berhasil berbicara, Damien melepas pelukannya. Dia menatap bingung Alina, gadis itu menoleh ke sekeliling. Semua tatapan aneh terlontar padanya, entah apa yang salah dengan pertanyaannya barusan.

“A-audrey, apa kau lupa dengan kakakmu ini?” mata Damien kembali berkaca-kaca, Mike menghela napas pelan melihat sikap kakaknya yang berubah drastis.

'Siapa Audrey? Dan apa maksudnya kakak, aku hanya memiliki adik. Aku tidak memiliki kakak sama sekali, siapa pria yang mengaku-ngaku jadi kakakku ini. Dan kenapa dia memanggilku Audrey?'

Mike melirik ke arah tabib, tabib yang mengerti Isyaratnya lantas mendekat namun langsung dihentikan oleh Damien.

“Jangan dekati adikku!” tatapan tajamnya langsung membuat sang tabib ketakutan, tabib itu kembali menoleh ke arah Mike yang mengangguk kecil.

“Kak, biarkan tabib memeriksa Audrey. Kau keluarlah bersamaku.” Mike berjalan mendekat, dia memegang bahu Damien namun langsung ditepis secara kasar disertai tatapan tajam yang menusuk.

“Ayo cepat!!” Mike langsung saja menarik Damien secara paksa, sementara sang empu memberontak dan berusaha melepaskan tangan Mike yang terus menariknya keluar.

“Lixi, siapkan makanan untuk Nona Audrey,” kata Mike sebelum kembali menyeret Damien keluar dari ruangan tersebut, Alina terdiam dengan seribu pertanyaan di benaknya.

“Permisi, Nona Audrey.” Tabib berjongkok di samping tempat tidur Alina, dia kemudian mengecek denyut nadi gadis itu.

“Nona Audrey, apa Anda mengingat sesuatu?” tanya tabib, Alina hanya menggeleng. Dia tidak tau harus berkata apa pada orang asing di depannya.

'Ayolah, siapa Audrey? siapa Damian, dan siapa Mike? aku tidak mengenal mereka satupun!'

“Nona Audrey, apa kau mengenal dia?” tabib itu menoleh ke arah seorang wanita paruh baya yang dipanggil Lixi, Alina lagi-lagi menggeleng.

“Pertanyaan terakhir, apa Anda tau ini di mana?” lagi dan lagi, Alina hanya menggeleng sebagai jawaban. Tabib menghela napas dan berdiri, dia kemudian berjalan keluar tanpa sepatah katapun.

Lixi ikut berjalan keluar dengan wajah sedih, Alina hanya memasang wajah bingung. Dia menoleh ke luar jendela.

“Cuacanya sangat cerah, apa Mama dan Papa tidak mencariku?” gumam Alina, dia menghela napas dan menunduk. Menatap kedua tangannya dengan wajah sedih.

'Maafkan aku, Ma. Aku tidak berniat membuat Mama malu, hanya saja. Aku benar-benar tidak bisa dijodohkan dengan pria itu, dia itu sangat munafik dan berpura-pura polos! pacarnya ada di mana-mana, dasar pria bodoh!'

“Tidak mungkin! Adikku tidak mungkin hilang ingatan! Kau jangan berbohong!!”

Alina menoleh ke arah pintu, dia menghela napas pelan. 'Damien bodoh itu kenapa sih? aku saja tidak mengenalnya, meskipun-- ah aku ingat! nama-nama itu ada di dalam buku novel yang dipinjamkan Elisa padaku! apa ini cuman kebetulan? nama, dan bentuk ruangan ini benar-benar mirip seperti deskripsi kamar dan nama kakak Audrey. Apa, aku mengalami Transmigrasi??' Alina menggeleng.

“Mustahil Al, kenapa kau jadi bodoh sih! meskipun kenyataannya kau menginginkannya, itu tidak akan pernah terjadi. Semuanya hanya fiksi belaka!”

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Episode 1. Ingatan masa lalu

Audrey mengunyah makanan di mulutnya, setelah mendengar penjelasan dari Lixi. Dia semakin yakin kalau dirinya benar-benar melakukan perjalanan waktu seperti yang sering dia lihat di tv.

“Ayo buka mulutnya,” ucap Damien sambil menyendokkan bubur ke mulut Audrey, dengan patuh. Dia membuka mulutnya dan kembali mengunyah.

“Kak, apa kakak tidak ada urusan lain?”

Damien yang tengah mengaduk bubur mendongak ke arah Audrey, dia tersenyum tipis. “Kakak hari ini libur demi menjaga adik kesayangannya agar tetap makan dan cepat sembuh.”

'Justru karena kedatanganmu lah, aku jadi tidak bisa istirahat dengan tenang. Apalagi memikirkan alur novel dan juga nasibku yang menjadi antagonis.'

“Oh iya, meskipun tidak rela. Tapi kakak harus kembali ke kekaisaran besok, Mike dan Caesar akan bergantian menjagamu. Beritahu aku kalau mereka mengusilimu!” Audrey mengangguk pelan.

'Aku sudah lelah dengannya, kalau ditambah Caesar dan Mike. Aku bisa gila menjadi Audrey, oh Audrey. Kenapa kau mati karena racun sih?? bukannya seharusnya kau hanya mengalami sakit parah dan tidak bisa lagi bangun dari tempat tidur.'

“Oh iya, Kak. Bagaimana keadaan Ibunda dan Ayahanda?” tanya Audrey, setelah dia ingat dengan baik. Orang tua keempat bersaudara itu sempat terkejut, terlebih lagi ibunda Audrey ketika mengetahui sang putri diracuni.

“Apa Lixi memberitahumu? Ayahanda sedang mencari pelaku yang meracunimu, sementara Ibunda masih istirahat di kamarnya karena syok berat.”

“Apa Kakak tidak ingin menjenguk Ibunda? día pasti sangat khawatir pada keadaanku, lebih baik Kakak memgunjungi Ibunda dan memberitahu kalau aku sudah baik-baik saja.” Audrey tersenyum manis untuk menyakinkan Demian, setelah lama terdiam. Pria itu tersenyum tipis dan meletakkan mangkuk bubur di meja, dia kemudian mengacak rambut Audrey dan berdiri.

“Baiklah, kau istirahatlah dengan tenang. Aku akan menemui Ibunda.” Damian melangkah keluar dari kamar Audrey, setelah pintu tertutup. Gadis itu menghela napas lega.

'Untung saja dia sudah pergi, aku jadi bisa berpikir dengan tenang dan damai. Tapi apa maksudnya beristirahat dengan tenang? dia pikir aku ini sudah mati, apa??' Audrey berdecak, dia berdiri dan berjalan ke arah jendela.

'Kalau aku ingin hidup tenang, maka aku harus mengubah alur novelnya. Meskipun tidak mendapatkan ingatan dari Audrey, setidaknya aku masih mengingat alur novel yang bisa menuntunku agar tidak menjadi seperti si antagonis Audrey. Lagipula, aku tidak akan membuat keluarga Audrey dalam masalah lagi.meskipun beberapa alurnya tidak kuingat, setidaknya. selama aku menjadi Audrey.'

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ*...

Suara ketukan pintu membuat tidur nyenyak Audrey terganggu, dia mengucek matanya pelan dan bangun.

“Siapa?” Tidak ada jawaban membuat Audrey merasa aneh dengan keadaan yang terasa sangat sepi dan menyeramkan, dia berdiri dan berjalan ke arah pintu.

Audrey membuka pintu kamarnya dengan perlahan, matanya membulat sempurna. Teriakan minta tolong, cahaya dari api yang panas. Darah yang berada di lantai dan dinding.

Audrey menutup mulutnya dengan kedua tangan, dia melihat keluarga Audrey yang bersimbah darah dan tak bernyawa di lantai.

'A-apa yang terjadi?? Kak Damien! di mana dia??' Audrey menatap sekitaran, berusaha mencari keberadaan Damien. Setelah menemukannya masih hidup, Audrey bernapas lega. Namun hanya sesaat, karena sebuah panah tiba-tiba melesat dan menembus jantung Damien yang hanya berdiri diam.

“Tidak!!”

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Audrey membuka matanya dengan napas terengah-engah, keringat membasahi wajahnya. Dia menoleh dan melihat Damian yang tengah tertidur di atas sofa.

Audrey menyentuh dadanya, dapat dia rasakan jantungnya yang berdetak cepat.

'Mimpi apa tadi itu?'

“Audrey, apa kau terbangun?” Audrey menoleh ke asal suara, dapat dia lihat Damian yang terbangun. Mungkin karena suara teriakannya tadi.

“Iya, aku baru saja bermimpi buruk. Maaf kalau menganggu tidurmu, Kak.” Audrey menggaruk pipinya dan tersenyum konyol, Damian bangun dan bersandar.

“Tidak apa-apa, kau bermimpi apa?” tanya Damian yang masih dalam keadaan mengumpulkan nyawa.

'Apa aku harus berkata jujur tentang mimpi barusan? tidak, tidak! mungkin saja mimpi itu adalah petunjuk, sebuah alur ketika keluarga Audrey dihabisi secara tragis. Meskipun rasanya agak berbeda dengan mimpi tadi.'

“Itu tidak penting, lagipula. Mimpi hanyalah bunga tidur, Kakak istirahatlah kembali. Aku ingin mengambil air dulu.” Audrey berdiri, dia hendak melangkah namun dihentikan oleh Damian.

“Biar kakak yang ambilkan, kau istirahatlah lagi.” Damian berdiri, sementara Audrey mengangguk dan duduk di tepi kasurnya. Dia memperhatikan Damian yang berjalan keluar dari kamarnya.

Audrey menunduk ketika pintu telah ditutup, dia menghela napas pelan. 'Mimpi yang aneh, tapi apa benar itu adalah alur kehancuran keluarga Audrey? tapi, kenapa aku merasa. Alurnya sedikit berbeda dari yang pernah kubaca? Atau ada sesuatu di dalam mimpi itu, tapi apa?' Audrey mengetuk-ngetuk dagunya berpikir.

“Audrey??”

Audrey seketika tersadar dari lamunannya, dia menoleh ke asal suara dan melihat pria asing yang tersenyum manis ke arahnya. Audrey balas dengan senyum yang tak kalah manis.

“Kak Caesar, Kakak di sini? aku pikir Kakak sedang sibuk karena menjadi kesatria Putra Mahkota.”

“Adik kecilku yang manis, bagaimana keadaanmu sekarang?” Caesar duduk di samping Audrey.

“Aku sudah lebih baikan, Kak Damian menjagaku dengan baik. Meskipun agak merepotkan karena dia selalu melarang kak Mike masuk.” Caesar terkekeh kecil mendengarnya, dia mengelus rambut Audrey lembut.

“Maaf karena Kakak tidak bisa ikut menjagamu, sebenarnya saat Kakak tau kau diracuni. Kakak juga ingin pulang bersama Damian, tapi kakak juga tidak bisa meninggalkan kekaisaran karena Damian sangat ingin melihatmu.”

“Apa kau tau, saat Damian mengetahui kau diracuni. Dia langsung mengamuk seperti orang gila, jika Putra Mahkota tidak datang. Dapat dipastikan ruangannya akan hancur.” Audrey mendengarkan dengan seksama, dia kini melihat dengan matanya sendiri. Betapa peduli dan sayangnya ketiga Kakak Audrey pada Audrey.

“Kak--”

“Kalian membicarakan apa?” Keduanya menoleh ke asal suara dan melihat Damian yang berjalan masuk dengan wajah kesal yang tertuju pada sang Kakak.

Damian memberikan segelas air yang dibawanya dari dapur, Audrey menerimanya dan tersenyum. “Terima kasih, Kak Damian.”

Damian membalas senyum Audrey, tatapannya beralih ke Caesar yang tersenyum mengejek.

“Kenapa kau bisa disini?” nada ketus dari Damian tidak membuat senyuman di wajah Caesar luntur, justru semakin melebar. Dia merangkul Audrey yang sudah meletakkan gelas kosong di meja.

“Tentu saja, melihat adikku,” tekan Caesar di akhir kalimatnya. “Lepaskan tanganmu, Kakak bodoh!” Damian langsung memukul pelan tangan Caesar yang ada di pundak Audrey.

“Argh, lihat Audrey. Dia memukul tanganku dengan keras,” adu Caesar sambil memegangi tangannya yang dipikul Damian.

“Jangan percaya, dia berbohong Audrey! Caesar hanya berpura-pura.” Damian berusaha membela dirinya, Caesar dan Damian saling menatap dengan tatapan kesal.

Audrey terkekeh kecil dan membuat keduanya menoleh ke arah Audrey secara bersamaan.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Episode 2. Berdebat

“Maafkan aku, kak. Aku tidak bisa menahan tawa,” kata Audrey setelah tawanya mereda, dia kemudian menatap keduanya dengan senyum manis.

“Kak Damian dan Kak Caesar kenapa malah bertengkar di sini? jika Ayahanda bangun, dia pasti akan memarahi kalian.”

“Hahaha, tidak mungkin. Kalau Caesar mungkin saja, tapi aku tidak mungkin.” Damian mengibaskan tangannya dengan wajah penuh percaya diri, Caesar yang sudah tidak tahan langsung saja memukul kepala Damian. Meskipun tidak cukup keras, setidaknya pukulan Caesar berhasil membuat sang adik meringis.

“Apa kau bodoh??” kesal Damian tak terima, Audrey menghela napas dan memijat pelipisnya pusing.

“Kalian, jika ingin bertengkar besok saja! sekarang masih gelap dan aku ingin tidur!”

Keduanya saling melihat beberapa detik sebelum beralih ke Audrey. “Aku akan menemanimu!” ucap keduanya bersamaan, keduanya saling menatap dengan tatapan permusuhan.

“Tidak ada yang boleh di kamarku hari ini! Aku sedang kesal karena kalian, jadi aku tidak ingin kalian berada di kamarku. Jadi keluar sekarang juga dan kembali ke kamar masing-masing!” Audrey menunjuk pintu kamarnya, keduanya menoleh ke arah yang ditunjuk Audrey.

Hanya beberapa detik sebelum Keduanya berpaling ke Audrey dengan puppy eyes. “Tidak boleh! keluar atau Kak Mike yang aku panggil!” ancam Audrey dan membuat keduanya menghela napas, dengan terpaksa. Damian dan Caesar berjalan keluar dari kamar Audrey sambil saling menyenggol.

“Huh, benar-benar membuatku pusing saja.” Audrey memijat pelipisnya pusing.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

“Selamat pagi semuanya,” sapa Audrey dengan senyum manis andalannya, dia duduk di samping Mike dan menatap ke dua kursi yang kosong.

“Di mana Ayahanda dan Ibunda?” Audrey menoleh ke arah Mike yang tengah mengolesi selai kacang di atas rotinya, dia memakan roti di tangannya dan menoleh ke Audrey.

“Ayahanda sedang menjaga Ibunda,” kata Mike sambil mengunyah makanannya, Audrey menoleh ke arah Damian dan Caesar. Keduanya tampak masih dalam keadaan bermusuhan.

Mike sambil makan rotinya, dia memperhatikan kedua kakaknya dengan serius seolah tengah menonton film.

“Audrey, mereka kenapa lagi?” bisik Mike pada Audrey, gadis itu menghela napas dan memakan roti yang sudah diolesi selai coklat.

“Seperti biasa.” Mike mengangguk mengerti.

“Permisi, Nona Audrey. Tuan Eryk ingin bertemu dengan Anda.” Audrey melirik ke arah pelayan yang menunduk hormat, dia mengangguk.

“Aku akan kesana.” Audrey berdiri dan hendak pergi, namun tangannya ditahan oleh Mike.

“Apa kau yakin? biar menemanimu saja, Eryk itu sangat licik dan akan melakukan apapun demi mendapatkan hal yang dia inginkan.” Audrey tersenyum. “Biar aku sendiri, Kak. Aku akan baik-baik saja, lagipula. Bukankah kalian harus ke kekaisaran dan juga akademi? tidak baik kalau kalian terlambat datang.”

“Tapi Audrey--”

“Kalian percaya denganku kan?” Audrey melirik ketiganya bergantian, ketiganya mengangguk tanpa ragu.

“Maka dari itu, aku akan pergi sendirian saja.”

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

“Selamat siang, Tuan muda Eryk.” Audrey menunduk sopan dengan senyum manis yang selalu menghiasi wajahnya, dia kemudian duduk di kursi depan Eryk dan menatap tenang pria itu.

“Terus terang saja, kau kan yang menyuruh seseorang untuk meneror Abella!”

“Astaga, kau tidak seharusnya menuduhku tanpa bukti. Tuan Muda, yang membenci Abella bukan hanya aku seorang.” Eryk langsung menggebrak meja dengan keras, Audrey masih menatapnya tenang.

“Tidak perlu berbohong, Nona Audrey! aku tau kau yang menyuruh seseorang dan membuat Abella mengurung diri di rumah!” tuduh Eryk sambil menunjuk Audrey yang memasang wajah polosnya.

Audrey menutup mulutnya dengan kedua tangan seolah terkejut. “Astaga, apa Nona Abella baik-baik saja?”

“Tidak usah basa-basi!” Eryk mengangkat tangannya dan menampar Audrey, namun belum mengenai gadis itu. Tangannya sudah lebih dulu ditahan dan dicekal oleh seseorang.

Audrey melirik orang yang membantunya, dia masih duduk tenang di kursinya. “Kau tidak seharusnya bermain kasar pada wanita!” pria itu langsung menepis tangan Eryk dengan kasar.

“Kakak Enzo, dia adalah temanku. Tentu akan terjadi sedikit cekcok di pertemanan.”

“Aku tahu, Audrey. Tapi jika dia sudah menampar, apalagi seorang gadis. Itu bukan lagi sedikit cekcok!” Pria itu menatap Audrey dengan tatapan yang sedikit lembut daripada saat menatap Eryk tadi.

“Heh, apa dia menggodamu hingga kau ingin melindunginya? Nona Audrey, kau itu benar-benar--” Belum selesai Eryk berbicara, dia sudah lebih ditampar oleh Audrey.

Tamparan darinya sampai membuat Eryk menoleh dengan rasa perih yang menjalar di pipinya, Renzo menatap takjub adik sepupunya itu.

“Sejak kapan kau pintar menampar seseorang?” tanya Renzo pada Audrey, dia tidak memperdulikan Eryk yang menatapnya dengan tatapan tak percaya.

“Hehehe, tentu saja. Aku ini sangat hebat dan pintar, tapi tanganku sakit karena menampar Eryk.” Audrey mengibaskan tangannya untuk menghilangkan rasa perih.

“Kau seharusnya tidak perlu menamparnya, kau jadi membuat tanganmu sendiri sakit kan?” Renzo memegang tangan Audrey lembut dan meniupnya pelan.

'Apa-apaan ini?? kenapa aku malah tidak terlihat di antara keduanya, dan. Renzo mengenal Audrey??' batin Eryk.

“Ayo kita masuk.” Renzo menarik tangan Audrey masuk, dia berhenti sejenak dan menoleh ke arah Eryk yang mendengus kesal.

“Ayo Eryk!”

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

“Silahkan tehnya, Tuan Muda. Nona Audrey.”

“Terima kasih, Lina. dan tolong ambilkan kue yang ada di atas meja.” Lina menunduk hormat dan berjalan kembali ke dapur, Audrey menatap Renzo dan Eryk bergantian.

“Aku tidak tau kalau kau punya teman yang menyebalkan sepertinya, Kakak sepupu!” Audrey melirik sinis Eryk.

'Apa?? kakak sepupu! jadi Audrey adalah orang yang selalu diceritakan Ren??'

“Dia tidak menyebalkan, hanya sedikit keras kepala dan susah diatur,” jawab Renzo tenang, dia meminum tehnya dengan berwibawa.

“Aku juga tidak tau kalau kau mempunyai sepupu yang sangat bodoh seperti dia!” Eryk membalas sinis ucapan Audrey.

“Hey, aku itu tidak bodoh! aku itu sangat cantik, manis, pintar dan cantik,” balas Audrey kesal, dia bersandar dan melipat tangannya di depan dada. Renzo yang melihat itu menghela napas dan meletakkan cangkir teh di meja.

“Sudah, sudah. Kenapa kalian malah bertengkar?”

“Ini karena dia yang mulai!” Audrey menunjuk Eryk. “Heh, ini salahmu!”

“Itu salahmu!” kekeh Audrey, namun Eryk membalasnya dengan ucapan yang sama. keduanya akhirnya berdebat tentang siapa yang salah.

“Ini Nona, Kuenya.” Audrey menoleh ke arah Lina yang membawa nampan berisi kue dessert yang sudah dipotong sama rata.

Audrey berdiri dan mengambil dua pikir dessert, dia kemudian meletakkannya di depan Renzo dan juga Eryk. Audrey kembali mengambil sepiring lagi dan diletakkan di depannya.

“Sisanya kau bawa saja untuk yang lain,” ucap Audrey sambil duduk, Lina menunduk hormat dan berjalan pergi.

“Coba dan beritahu aku rasanya.”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!