NovelToon NovelToon

Terjerat Cinta Pembunuh Bayaran

Episode 1

Pencarian.

Bella Skylar Patricia Ronnie.

Wanita berparas cantik itu duduk dengan tenang dan santai di tepi danau Michigan, tempat dimana mendiang suaminya ditemukan setahun silam dalam kondisi sudah tak lagi bernyawa. Hidup wanita itu hancur berkeping, ketika mendapati suami tercinta lebih dulu pergi ke sisi Tuhan. Di tambah lagi dengan sang putra, yang juga diambil oleh Tuhan saat itu.

Seperti malam-malam sebelumnya, Bella tetap menyukai tempat ini meski penerangan agak samar di tepi danaunya. Wanita berambut pirang itu seolah merasakan, kehadiran mendiang suaminya di tempat itu.

Angin berhembus perlahan, menerbangkan anak-anak rambutnya yang jatuh tak beraturan, menciptakan sebuah bayangan samar di beberapa sisi wajahnya.

Dari jauh, Max memandang majikan wanitanya. Satu-satunya orang yang tersisa yang Max jadikan sebuah objek berharga yang harus dilindungi. Peninggalan Daniel yang paling berharga.

Kala itu, seperti sebuah firasat, Daniel menitipkan Bella pada Max jika terjadi sesuatu padanya. Sayangnya, Max saat itu mengira bahwa Daniel bercanda padanya.

Wajah Bella demikian menawan, dengan garis yang feminim. Hidung mungil diimbangi dengan bibir yang sensual, serta mata bulat yang dibingkai dengan alis serupa bulan sabit, membuat Bella selalu cantik sekalipun wajahnya sering menangis. Sejak kepergian mendiang suaminya, Bella hancur dan kerap kali menangis di tengah malam, dan akan tampak bahagia di siang hari.

Wanita itu juga terkenal dengan wataknya keras kepala, memiliki pendirian kuat, namun juga seorang penakut. Ada pesona tersendiri yang terselubung yang hanya diketahui oleh orang-orang terdekatnya.

Majikan Max itu merenung, mengamati segudang tanya yang selama ini tak juga mendapatkan jawaban. Tentang misteri dibalik motif mengapa suaminya di bunuh, juga mengapa harus dengan cara kejam penuh pukulan dan lebam di sekujur tubuhnya yang kala itu telah kaku, mengapung dalam genangan air danau yang tenang.

Ada sebuah hal yang ditawarkan oleh salah satu kawan Bella, untuk mencari tahu apa motif pembunuh suaminya, dan mencari identitas dan keberadaan si pembunuh, yakni seorang pembunuh bayaran yang sangat handal dan keberadaannya di rahasiakan dalam dunia hitam.

Night Demon.

Julukan untuk pembunuh bayaran dengan banyak misteri yang selama ini diburu banyak orang. Sayangnya, hanya orang-orang tertentu saja yang boleh tahu, dan ia terima tawarannya.

Beberapa waktu terakhir, Bella sudah berusaha mencari orang itu kesana kemari. Mendatangi banyak tempat yang dikabarkan adanya lelaki itu. Sayangnya, hingga kini belum juga ditemukannya tanda-tanda adanya lelaki itu. Seolah keberadaan lelaki itu tak lebih dari sekedar dongeng belaka.

Max memandang majikannya dengan tatapan datar, namun ada prihatin yang ia rasakan. Berkali-kali ia mendapati Bella sering mendapati tempat ini, namun berakhir perih menangis setelahnya.

"Nyonya, hari sudah tiba petang. Mari pulang dan anda perlu beristirahat. Anda sudah menghabiskan seharian waktu anda berkutat dengan pekerjaan. Kesehatan anda juga sangat penting," ujar Max tiba-tiba.

Sejak tadi, Max melihat Bella duduk termenung, seolah jiwanya tengah merenangi danau dan bernostalgia dengan arwah suaminya. Lama-lama Max khawatir majikannya akan depresi dan berakhir menderita gila yang akut.

Wanita itu menoleh ke samping, tepat di mana Max berada, "Aku masih ingin disini, Max. Aku akan menghubungimu nanti. Sekarang pergilah, carikan aku camilan pedas dan aku tunggu kau disini," pintanya tanpa ingin di ganggu.

"Baiklah, nyonya. Saya akan pergi dulu. Jangan pergi kemana pun sebelum saya datang," ujar Max yang kemudian diangguki kepala oleh Bella.

Setelah Max pergi, suasana kembali hening. Bella kembali termenung. Entah berapa lama wanita itu menghabiskan waktunya dengan termenung, suasana tiba-tiba terasa mencekam dengan aura gelap yang menakutkan.

Meski lampu penerang masih mengenai samar pada tubuhnya, namun Bella merasakan ada sesuatu yang berbau bahaya tengah mengintai. Entah apa itu, Bella tak juga mengerti.

Bella berdiri pelan, memutar kepalanya dan memandang sekitar. Tak ada siapapun, hanya ada sebuah pohon yang rindang ketika siang tiba.

Bulu kuduk Bella mendadak merinding, seperti tengah berada di dalam arena hantu yang menyeramkan. Tak ada apapun, namun Bella seolah merasa ada seseorang yang tengah mengawasinya.

"Ada orang disana?" tanya Bella dengan raut wajah takut.

Tak ada jawaban. Suasana kembali hening dan tak ada suara apapun. Hanya suara serangga malam yang sesekali berbunyi mengisi kesunyian.

Baru saja Bella berniat membalikan badan dan berniat duduk kembali, seseorang tiba-tiba berada di hadapannya.

"Kau mencari Night Demon?" seseorang itu bersuara dalam, seolah suaranya tengah menggunakan sebuah alat untuk menyamarkan suara aslinya.

"Ka ... kau ...?" Bella tanpa sadar gemetar, sebagai reaksi alami.

"Datang ke alamat yang telah tertera dalam kertas ini. Mari bicara dan temui night Demon secara pribadi nanti. Ingat, datang seorang diri dan jangan bawa siapapun. Keselamatanmu, aku yang menjaminnya. Datanglah besok malam. Ini perintah jika kau benar ingin datang dan meminta pertolongan pada night Demon," kata lelaki itu datar, dengan suara yang mengerikan, sebelum akhirnya lelaki itu pergi dan siluetnya hilang ditelan jarak.

Bella masih mematung, dengan suara gemetar. Jejak-jejak takut masih nampak pada wajahnya, meski ia sendiri telah sekuat tenaga untuk mengendalikannya.

Max entah pergi mencari camilan di mana, Bella tak tahu pasti. Lelaki itu begitu lama untuk datang, dan menolong Bella. Tanpa Bella sadari, wajahnya pucat pasi. Rambutnya yang beterbangan tak beraturan akibat hempasan angin, membuat Bella kian merinding.

Mungkinkah arwah Daniel telah menemani dirinya saat ini? Bella tak tahu pasti.

Setelah bisa mengendalikan dirinya dan napas Bella mulai normal, wanita itu duduk, membuka gulungan kertas yang tertuliskan sebuah denah lokasi di tengah hutan. Jantung Bella mendadak berdenyut ngeri. Di tengah hutan? Malam hari? Mungkin Bella akan berakhir menjadi makanan singa kapan saja.

Bella mengerjapkan matanya beberapa kali, mencoba untuk tetap kalem dan santai setelah cukup lama dirinya duduk. Ada kalanya, Bella harus mencoba untuk mengendalikan dirinya.

"Nyonya, Maaf lama. Tadi ada seseorang yang tengah menghalangi jalan dengan memancing keributan. Saya membelikan ini sesuai permintaan anda," Max tiba-tiba datang.

Bella menghembuskan napasnya lega, seolah Max datang membawa keselamatan dirinya yang tadi terancam.

"Syukurlah, Max, kau datang lebih cepat dari yang aku bayangkan. Ayo pulang, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan padamu. Ini penting," ajak Bella kemudian.

Max mengerutkan dahinya sambil berkata, "bagaimana dengan camilan yang terlanjur saya beli, Nyonya?"

"Tak masalah, Max. Bawa pulang saja. Nanti aku akan makan setibanya di rumah. Ayo cepatlah. Ini penting," ungkap Bella kemudian.

Bella melangkahkan kakinya, menuju ke dalam mobil yang di susul oleh Max. Max sendiri merasa ada yang aneh pada majikannya itu.

**

Episode 2

Tentang Night Demon.

Bella menatap lelaki yang menjadi sahabat suaminya, Ramon Stephen. Sahabat setia mendiang suami Bella sejak kecil. Hanya pada Ramon, Bella percayakan masalah kasus yang tak selesai-selesai ini.

“Kau yakin, Bella? Aku tak mau terjadi sesuatu setelah Daniel tiada. Ingat, perjalanan hidupmu masih panjang.” Ramon lagi-lagi mengingatkan. Lelaki itu dengan mudahnya meminta Bella mengurungkan niatnya, padahal Selama ini perjuangan Bella untuk mencari keadilan, membuat hidupnya jungkir balik.

“Aku sangat yakin, Ramon. Kau tahu, sudah sekian lama kita mengorek informasi demi keadilan untuk Daniel. Tapi yang ada semua jalan terasa buntu dan juga sangat sulit untuk menemukan siapa pelakunya. Setelah aku mendapatkan celah untuk bertemu dengan Night Demon, kau menghentikan aku. Kau ini, maumu apa?” Bella menyesap kopi yang Ramon buatkan untuknya.

Kafein adalah konsumsi utama Bella semenjak Daniel tiada. Selera lidah Bella cukup mengherankan Ramon karena Bella bahkan lebih suka mengonsumsi kopi hanya dengan sedikit gula itu. Kehilangan memang kerap kali membuat seseorang beralih selera dan berbalik arah. Begitulah dunia.

“Bertemu dengan jelmaan iblis seperti Night Demon bukanlah ide bagus, Bella. Kau tau, aku sangat khawatir padamu. Bagaimana jika kita berdamai saja dengan keadaan, berdamai dengan takdir. Jika roh Daniel tahu dengan apa yang saat ini kau lakukan, aku yakin ia akan meraung di surga sana. Ia pasti ingin hidupmu baik-baik saja dan terlepas dari jerat dendam. Dengar, hiduplah dengan baik dan mari kita buka lembaran baru dengan tidak menabur dendam. Aku yakin kau pasti bisa," ucap Daniel menenangkan.

Bella meletakkan cangkir kopinya dengan gerakan pelan dan hati-hati. Namun matanya menatap tajam Ramon, isyarat sebagai kemarahan. Yah, kemarahan yang Tak pernah besar tentunya.

“Apa alasanmu memintaku untuk menghentikan pencarian pelaku pembunuh Daniel?” Bella balik bertanya.

“Aku tak mau terjadi sesuatu padamu, Bella. Percayalah, aku ingin kau baik-baik saja, aku memandangmu sebagai istri dari mendiang sahabatku," jawab Ramon kemudian.

“Mengapa aku harus percaya?” pertanyaan Bella, sontak saja membuat Ramon menghembuskan nafasnya kasar. Tak sedikit pun dalam hati Ramon menginginkan Bella mengambil langkah yang memiliki risiko besar. Selain pembunuh Daniel yang bisa memburunya karena Bella dinilai membahayakan mereka, tentunya juga karena berurusan dengan Night Demon, akan semakin menambah masalah Bella di kemudian hari.

Iblis seperti Night Demon tak akan meminta sesuatu yang main-main, mengingat bagaimana reputasinya yang baik dalam dunia gelap. Ia bisa meminta nyawamu Bella sebagai barter terberatnya.

“Bella, dengarkan aku. Berapa banyak kasus kematian yang tak meninggalkan jejak pembunuhnya, dan itu dikaitkan dengan Night Demon? Selain itu, kau tahu sendiri, bahwa iblis tak mengenal siapa dan bagaimana kedudukannya jika ia sudah menargetkan sasaran. Aku tak mau hidupmu kembali didera masalah yang lebih sulit. Kepergian Daniel saja, aku rasa sudah cukup menjadi badai dalam hidupku. Perjalananmu masih panjang, hiduplah dengan baik dan damai," ungkap Ramon, dengan suara lirih.

“Lalu menurutmu bagaimana?” Bella kembali melontar tanya.

“Hentikan pencarian dan mari kita berdamai dengan keadaan, Bella. Jangan pernah bersinggungan dengan Night Demon.

“Bagaimana jika aku tak mau? Dengar, Ramon. Aku sudah tidak tahan lagi dengan ketidakadilan ini. Suamiku di bunuh dengan cara yang sangat kejam. Tak hanya itu, bayiku yang baru berusia delapan bulan juga tewas di saat yang bersamaan. Bagaimana mungkin aku bisa Tenang sedangkan pembunuh Daniel bebas berkeliaran di luaran sana? Tidak, tidak. Tentunya aku tidak akan pernah mundur dari semua ini. Ini pilihanku dan apa pun konsekuensinya, aku akan tetap maju demi mendiang Daniel dan anakku," Bella nampak tak bisa mengendalikan dirinya.

Bella menyandarkan bahunya yang terasa lelah pada bahu sofa. Lihat saja bagaimana lelahnya Bella menghadapi situasi terberatnya ini. Bahkan Bella sempat depresi sekitar dua bulan selepas kematian Daniel dan putranya. Hanya orang terdekat saja yang tahu betapa hancurnya Bella kala itu.

“Baiklah. Aku sudah memberimu peringatan agar kau mundur, tapi agaknya susah. Aku hanya bisa memperingatkan dan memberimu perlindungan sebisa dan semampuku. Selebihnya, aku ikuti apapun keputusanmu," pada akhirnya, tak ada pilihan lain selain menyerah, bukan?

“Terima kasih, Ramon. Terima kasih," sahut Bella tulus.

“Kapan rencananya kau akan menemui Night Demon” Daniel bertanya dan kembali mencairkan suasana yang tadinya terasa tegang. Lelaki itu selalu bisa membuat Bella Rileks, seperti apa pun kondisi hati Bella.

“Malam nanti. Jangan khawatir, Ramon. Max adalah lelaki yang akan selalu berdiri tegak di belakangku.” Bella menunjuk bangga pada Max yang saat ini tengah berada di ruang belakang kediaman Ronnie.

“Kalau begitu izinkan aku ikut," kata Ramon tak mau dibantah.

“Tidak, tidak. Eyes devil tak ingin aku dikawal banyak orang. Eyes devil ingin aku datang sendiri dan aku akan diantarnya pulang," jawab Bella Santi.

Ramon membelalakkan mata. Seorang Night Demon akan mengantar Bella pulang? Itu adalah sesuatu yang mustahil bagi Ramon. Satu-satunya kemungkinan adalah, Alice diantar pulang Night Demon hanya tubuhnya saja. Ya, raga tanpa jiwa.

“Ya Tuhan, Bella. Kau percaya begitu saja?” Ramon masih tetap mempertahankan wajah garangnya kali ini. Rasanya akan sangat sulit mempercayai Bella saat ini. Mustahil sekali.

“Aku harus percaya, Ramon. Ini demi keadilan untuk Daniel.” Seloroh Bella santai.

“Kau gila, Bella. Kau sungguh gila. Aku tak menyangka kau akan seperti ini jadinya. Keadilan untuk anak dan suamimu itu penting, tapi tak dengan cara seperti ini juga. Kau… Itu sama saja artinya dengan kau yang menerjunkan diri dalam masalah besar. Dengar, Bella. Aku tak percaya. Aku tak mau tau, aku tetap akan membersamai Max agar kau tetap terjaga. Keselamatanmu lebih penting di atas segalanya, Bella," tegas Ramon.

Daniel bersungut tak suka. Lelaki itu dengan mudahnya memarahi Bella seperti anak kecil.

“Tapi Night Demon tak mau aku dikawal, Ramon. Mengertilah. Dia akan sangat marah dan bisa memburuku jika aku tak mengikuti apa yang ia mau.” Bella menghembuskan nafasnya kasar.

“Lagi pula apa yang bisa aku lakukan selain mengikuti perintahnya. Aku yang butuh jasanya untuk kepentingan pribadiku. Sudahlah, Ramon. Tak usah banyak menentang. Jika kau mau, kawal saja aku. Aku tak mau jika nanti kau sampai ketahuan olehnya. Bahkan dia … Sosoknya saja aku tak tau," ucap Bella.

“Baiklah. Aku akan berunding dengan Max untuk rencana ini, Bella,” putus Ramon akhirnya. Lelaki itu sungguh benar-benar tak ingin jika nanti Bella terluka. Perasaan tak seharusnya itu masih saja muncul hingga sekarang. Sayangnya, Ramon tak memiliki keberanian untuk sekedar mengangkat topik itu pada Alice. Ya Tuhan. Ramon tak keberatan andai ia disebut sebagai banci.

Dan Ramon seketika memberi isyarat Bella untuk diam. Kedatangan salah satu pelayan setia mendiang Daniel

“Nyonya, ini pesanan anda tadi malam untuk tuan Ramon. Sudah saya siapkan dengan sepotong daging panggang di dalamnya.” Syua Tunisa, wanita yang usianya memasuki angka dua puluh sembilan tahun itu, adalah pelayan setia mendiang Daniel sejak Daniel belum memutuskan untuk menikah dengan Bella. Dialah pelayan yang paling dekat dengan Daniel saat Daniel masih hidup.

Pernah suatu ketika, Bella datang berkunjung, dan lihat saja apa yang terjadi, Syua Tunisa bahkan lebih mirip disebut sebagai kawan lama Daniel daripada seorang pelayan.

Sorot mata Syua sangat lembut keibuan dan lebih hangat. Pendaran Aura dari wajahnya pun terlihat sangat bersahabat. Hanya saja, tidak semua orang yang tahu, bahwa pendar mata Syua yang hangat itu, terselip kerumitan yang hanya diketahui oleh orang-orang jeli saja.

Siapa yang tahu, bahwa di masa lalu, Syua memiliki cinta yang begitu besar untuk mendiang Daniel. Pernah dua kali Daniel melakukan penolakan karena Syua mengutarakan maksud dan cintanya terhadap Daniel.

“Oh terima kasih, Syua.” Daniel menatap ceria pada Syua yang selalu memperhatikannya, dan juga memberi pengertian Bella. Entah bagaimana caranya, Bella sudah jatuh hati pada pelayanan Syua yang luar biasa itu.

“Aku pamit permisi ke belakang, nyonya.” Ungkap Syua. Wanita itu berlalu ke belakang dengan menunduk. Saat situasi begini, Ramon merasa tak nyaman meski sikap Syua biasa saja terhadapnya.

“Jangan pernah bicara apa pun di rumah, Bella. Aku rasa, ada sesuatu di rumah ini yang menjadi mata-mata musuhmu. Terlebih, rencanamu untuk bertemu Night Demon, aku rasa tak perlu dibahas di rumah. Itu, bisa membahagiakan dari waktu ke waktu," Ujar Ramon kemudian.

Bella mengerjapkan matanya beberapa kali. Ada banyak hal dari kalimat Ramon Yang belum bisa Alice cerna. “Apa … Maksudnya?”

Hati Bella mendadak bimbang kemudian. Wanita itu ragu sekali untuk menemui Night Demon. Meski tekadnya tadi menggebu-gebu, namun kali ini entah mengapa tiba- tiba Bella merasa takut.

“Panggil Max. Aku perlu bicara dengan kaki tanganmu itu. Katakan ini pribadi dan aku tak ingin melibatkan siapa pun.” Bella mendengus sebal pada Ramon. Apa maksud Ramon bicara begitu?

Tanpa menjawab, Bella menyuruh Ramon untuk ikut ke ruang kerja dan segera memanggil Max. Bella perlu menyegarkan pikiran dengan tak perlu melibatkan diri. Sayangnya, ketika Bella hendak pergi dari ruang kerja, Bella tertarik dengan kalimat permintaan Ramon pada Max.

“Duduklah, Max. Aku ingin bicara mengenai Night Demon denganmu," Ramon membuka percakapan tanpa basa-basi.

“Baik tuan," Max menjawab singkat.

Dari balik pintu, Bella mencuri dengar apa yang kini tengah mereka bicara.

**

Episode 3

Siapa dia sebenarnya?

Dalam hidup Bella, Bella tak pernah menemukan hidupnya akan serumit ini. Bertemu dan dipaksa untuk menghadapi bahaya seorang diri, adalah keadaan yang mengharuskan. Siapa sangka, karena kematian Daniel yang tragis, membuat Bella harus menahan pedih hingga melahirkan dendam membara dalam hatinya?

Janda mendiang Daniel itu memilih untuk membulatkan tekad untuk mengetahui pelaku pembunuhan suaminya setahun lalu. Tak hanya suami, bahkan putranya telah mati dibunuh dengan kejam dan tanpa perasaan. Satu yang membuat Bella tak habis pikir, mengapa harus ada bayi yang menjadi korban kejahatan mereka?

Sepanjang perjalanan, Bella menatap sekeliling. Mobil berhenti tepat di ujung jalan. Tak ada pemandangan apa pun yang terlihat, kecuali jejeran pepohonan dipinggir jalan. Kayu-kayu tua yang mungkin berusia puluhan hingga ratusan tahun, cukup menambah angker suasana. Terlebih, Night Demon memintanya untuk datang seorang diri di tengah malam.

“Aku akan mengekor dengan tuan Ramon, Nyonya. Berhati-hatilah di jalan. Jangan terima apa pun yang disuguhkan oleh Night Demon, karena ia bisa memilih untuk menghabisi musuhnya dengan banyak metode.” Max menatap penuh khawatir pada Bella. Kegamangan hatinya cukup membuat Max kehilangan kendali diri.

“Jangan khawatir, Max. Ini adalah jalan yang aku pilih. Jika aku tak kembali esok pagi, maka kau bisa melaporkan kehilanganku pada pihak berwajib. Hanya saja, untuk saat ini aku benar-benar tak ingin kehilangan kesempatan lagi. Hanya Night Demon yang bisa membantuku membalas musuh-musuh Daniel," Bella menjawab tenang.

“Hubungi saya sewaktu-waktu jika anda merasa terdesak, Nyonya. Jangan mencoba untuk memancing kemarahan Night Demon. Sekali lagi, jaga diri baik-baik.” Max hanya bisa melepas Bella dengan perasaan tak menentu.

Dengan keyakinan yang Bella tanam dalam dirinya, Bella lantas melangkahkan kakinya menjajaki jalanan setapak dengan menggunakan senter ponsel sebagai penerangan. Meski tak jauh dari tempat Bella saat ini, sebuah bangunan tua dan penghuninya sudah menunggu dirinya. Ada banyak hal Bella pikirkan, termasuk tentang nasib keselamatannya setelah bertemu Night Demon nanti.

Bella adalah pribadi yang penakut sebenarnya. Hanya saja, Bella Juga memiliki watak yang keras kepala dan tak pernah menyerah hingga titik darah penghabisan. Meski tampaknya Bella sangat rapuh, namun Bella adalah pribadi yang cukup tangguh dan tak pernah bersedia mengalah pada takdir.

Dengan langkah yang terseok dan perlahan tubuhnya yang semakin terasa lelah hingga berkeringat, Bela menyumpah serapah siapa pun itu Night Demon. Berani-beraninya dia membuat tuan putri selembut Bella harus menjelajahi hutan di gelap gulita seperti ini. Andai Bella tak butuh jasanya, Bella tak akan sudi datang.

Sebuah bangunan tua dengan kesan angker, telah menjulang tinggi saat Bella merasakan kakinya berjalan selama sekitar satu jam. Hening tak ada suara selain suara burung malam. Bella semakin merinding dan takut saja, saat tak ada siapa pun. Dengan keberanian yang hanya tersisa sekitar secuil jari, Bella memaksakan masuk, melihat sekeliling bangunan yang dipenuhi dengan tanaman semak belukar.

“Siapa pun kau penghuni bangunan ini, aku mohon tampakkan diri. Aku butuh banyak perjuangan hingga berada di titik ini.” Bella setengah berteriak dengan gemetar. Suaranya yang sedikit lantang, namun tak menyembunyikan kesan takut. Hingga dua menit lamanya, Bella masih berteman dengan hening malam.

Wanita itu hanya tak menyadari, bahwa sejak tadi, sosok tinggi menjulang dengan setelan hitam-hitam telah berdiri angkuh di sudut tembok ruangan. Seseorang yang hanya kaki tangan, namun memiliki aura yang menakutkan.

‘Aku tak akan membawamu dan memberimu kesempatan bicara, jika kau masih tak mengusir kepala pelayanmu dan juga sahabat mendiang suamimu.’

Sebuah notifikasi pesan, menerobos masuk dalam ponsel Bella.

Aura tampak dingin di udara sekitar bangunan. Tanpa Bella sadari, Bella mengusap lengannya sendiri akibat dingin yang menusuk secara tiba-tiba. Dari suasananya saja, auranya tak biasa.

‘Usir mereka pergi dan aku akan membawamu ke suatu tempat. Jika tidak kau lakukan, aku tak keberatan untuk menjadikanmu tumbal dalam hutan ini.’

Bella tersentak ketakutan.

Pesan yang masuk ke dalam ponselnya, semakin membuat Bella kian ketakutan.

“Mm-Max….. Ram… Ramon, Pergilah. Aku mohon," ucap Bella.

Beberapa gerakan diantara semak belukar dan juga Pepohonan, membuat Bella membelalakkan mata. Jadi, mereka mengawal Bella? Tau dari mana Night Demon tentang keberadaan Max dan juga Ramon?

“Pergilah, Max, Ramon. Aku mohon.” Pinta Bella memelas. Tak ada pilihan lain selain pergi dari orang-orang terdekat Bella, dan juga beberapa pengawal mendiang Daniel.

“Nyonya .... " Max muncul, dengan wajah yang masih khawatir.

“Pergilah, Max. Aku ingin disini. Jika aku tak kembali, kau bisa mencariku kemari," Bella mengatupkan kedua tangannya di depan dada sebagai isyarat memohon. “Ramon, pergilah dengan Max.”

Max berbalik pergi, disusul Ramon dengan beberapa orang bawahan mendiang Daniel dulu. Entah bagaimana caranya, Night Demon mengetahui semuanya, termasuk keberadaan siapa pun meski tak terlihat secara mata.

Tanpa suara, langkah sesosok hitam menggunakan penutup kepala menghampiri Bella, mendekat layaknya medusa yang hendak menghabisi Bella. Sontak saja jantung Bell berdegup kencang tak karuan. Wanita itu benar-benar tak bisa mengendalikan dirinya. Rasa takut yang sejak tadi sudah menjalar dalam hatinya, kian menjadi tanpa bisa ditekan.

“Sudah kubilang kau tak boleh membawa siapa pun dan di bersamai siapa pun, tapi kau memaksa dan juga kau melanggar apa yang di perintahkan. Bagaimana aku bisa percaya padamu, nyonya Bella Skylar Patricia Ronnie?” Bell hanya bisa menunduk dan juga menggenggam ponselnya dengan erat.

“Maaf …. ” Apa lagi memangnya bisa Bella lakukan selain meminta maaf?

“Ikut aku,” Suara dingin lelaki itu tersensor oleh suatu alat yang menempel pada lehernya. Suara yang sejak tadi keluar dari lelaki itu, bukanlah suara aslinya.

Bell berjalan terseok-seok melewati jalan bebatuan dan sempit di bagian belakang bangunan. Cukup jauh hingga menyebabkan kaki Bell terasa lecet. Namun meski begitu, sedikit pun Bell tak berani untuk mengeluarkan umpatan dan kalimat sarkasnya.

“Jangan pernah mengeluarkan umpatan maupun kalimat kasar padaku, nyonya Ronnie. Kau pikir aku tak tau bagaimana isi hatimu?” Sosok itu menoleh ke arah samping, berniat melongok sedikit ke arah Bell yang ada di belakangnya. Bella sendiri tidak menyangka si lelaki itu bisa membaca Pikirannya.

“Aku ... aku .... ” Bella mencicit pelan.

“Belajarlah untuk mengasah instingmu untuk melindungi dirimu sendiri dari beragam kejahatan,” ucap lelaki itu.

Lelaki itu melanjutkan langkah, tak membiarkan sedikit pun Bella bisa menimpali ucapannya.

“Jika sekali lagi kau berulah dan membatin tentang diriku yang sudah memberimu banyak kelonggaran, maka jangan pernah salahkan aku jika aku menghabisimu dengan mudah dalam hutan ini. Kau tau, tak seorang pun yang bisa menyelamatkan dirimu dari buruanku dan tuanku Night Demon, termasuk Ramon dan Max sekali pun,” tambah lelaki itu.

Bella mematung tak percaya. Sosok lelaki ini, siapa dia sebenarnya? Jadi, dia bukan Night Demon yang sebenarnya? Bella tertipu

**

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!