NovelToon NovelToon

Boy For Rent

BFR-Bab 1

Selamat datang di karya baru Mak yang cantik dan kalem.

“Ah! Mampus gue!” pekik seorang gadis cantik yang berlari di koridor kampusnya. Ia terlihat begitu tergesa karena sudah terlambat memasuki kelasnya. Di tambah lagi pagi itu Dosen killer yang mengajar di kelasnya.

Jeesany Clark terus berlari hingga ia sampai di depan kelas yang pintunya sudah tertutup. Ia mengatur nafasnya yang tidak beraturan, lalu menyeka keringatnya yang ada di dahi sebelum mengetuk pintu kelas tersebut.

“Semoga saja si kaca mata hari ini berbaik hati sama gue,” ucap Jeesany.

Sedangkan di dalam kelas, para mahasiswa dan mahasiswi sedang serius menyimak penjelasan materi dari Dosen Killer fakultas teknik. Lalu mereka menoleh ke arah pintu yang terketuk dari luar. Dosen yang sedang fokus menjelaskan materi pelajaran pun menoleh, lalu membuka pintu kelas tersebut. Ia memang sengaja menutup pintu tersebut agar mahasiswi atau mahasiswa yang terlambat tidak bisa masuk begitu mudah ke dalam kelasnya.

Pintu terbuka, seorang Dosen Killer berpenampilan sangat cupu. Rambut klimis belah pinggir, dan kemejanya di kancingkan sampai leher, lalu kaca mata minus bertengger di hidung mancungnya. Sebenarnya wajahnya lumayan tampan, tapi sayang penampilannya sangat culun.

Namanya Langit Pramudika atau kerap disapa dengan Pak Dika, berusia 35 tahun. Selain mendapatkan julukan Dosen Killer, ia juga mendapatkan julukan JOMBLO ABADI karena usianya yang sudah matang tapi belum menikah. Jangankan menikah, pacar saja tidak punya.

“Maaf, Pak, saya telat,” ucap Jeesany dengan raut wajah mengiba, menatap manik tajam yang terbingkai kaca minus itu.

“Kamu tahu konsekuensinya jika telat mengikuti kelas saya?” suara berat itu terdengar sangat tegas dan tidak ingin di bantah sama sekali.

Jeesany mengangguk dengan lesu sebagai jawaban.

Dosen killer itu tidak punya hati.

“Nilaimu akan saya kurangi, jadi jangan pernah melakukan kesalahan lagi. Apalagi kamu sudah semester akhir! Kamu mau mengulang satu semester lagi di tahun depan?” ceramah Langit kepada muridnya yang super bandel.

“Hah, di kurangi lagi? Nanti lama-lama nilai saya habis,” protes Jeesany.

“Itu derita kamu!” jawab Dosen tersebut, lalu memiringkan badannya yang menghalangi pintu, bertanda jika mempersilahkan mahasiswi itu masuk ke dalam kelas.

“Dasar menyebalkan! Cupu! Idiot! Jomblo abadi, dan impotent!” umpat Jeesany di dalam hati, lalu segera masuk ke dalam kelas tersebut dan duduk di bangkunya. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan menatap tajam kedua sahabatnya yang terlihat menundukkan kepalanya karena takut kepadanya.

*

*

“Kenapa kalian tadi pagi nggak nge-jemput gue?” tanya Jeesany kepada dua sahabatnya. Jam kelas Dosen Killer sudah habis, saat ini mereka berada di kantin untuk mengisi perut, sembari menunggu kelas berikutnya.

“Sorry, Sayang. Kita saja kesiangan. Kepala gue masih pusing banget,” ucap Bela sambil memegangi kepalanya.

Tadi malam ketiga gadis itu party di Klub malam sampai menjelang pagi.

“Lagi pula kalau kita ke rumah lo takutnya kita nggak tahan sama Ayah lo yang super Hot dan seksoy.” Risya menimpali sambil tertawa cekikikan, membayangkan betapa gagahnya Ayahnya Jeesany. Otak liarnya menjadi berkelana.

“Kampret kalian!” umpat Jeesany melemparkan aqua gelas kepada Risya, namun temannya itu dengan cepat menangkapnya.

Risya dan Bela tertawa terbahak, lalu mereka segera beranjak dari sana, karena kelas Ibu Novie segera di mulai.

*

*

“Iya, aku akan segera pulang,” ucap Langit kepada adiknya yang memberikan kabar jika ibunya masuk rumah sakit lagi. Langit segera membereskan mejanya, setelah itu ia segera beranjak dari sana. Sebelum itu ia meminta izin kepada Pak Dekan untuk cuti beberapa hari, setelah mendapatkan izin, ia segera menuju rumah sakit di mana ibunya di larikan ke sana.

Sampai di rumah sakit Langit langsung menuju ruangan di mana ibunya di rawat.

Langit menatap ibunya dengan nanar, penyakit gagal ginjal sudah membuat ibunya menjadi seperti ini. Bahkan adiknya harus putus sekolah karena harus merawat ibunya. Langit yang menjadi tulang punggung keluarga setelah kepergian ayahnya untuk selamanya.

“Kak, dokter bilang kalau Ibu harus secepatnya melakukan transplatasi ginjal,” ucap adiknya yang bernama Bulan.

Langit menghela nafas kasar, mendongakkan kepalanya ketika kedua matanya berkaca-kaca. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan adiknya.

“Berapa kira-kira biayanya?” tanya Langit.

“200 juta,” jawab Bulan dengan lirih, kedua matanya mengembun. Dalam benaknya berpikir, dari mana mendapatkan uang sebanyak itu? Sedangkan gaji Kakaknya sebagai seorang Dosen hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan juga biaya ibunya untuk cuci darah setiap minggunya.

“Kakak akan mengusahakannya. Kamu jaga ibu, aku akan segera mencari pinjaman ke teman,” ucap Langit segera keluar dari ruang rawat ibunya, menuju suatu tempat.

Langit menuju ke rumah temannya. Ia menatap rumah mewah yang berdiri kokoh di depannya ini.

“Ayo masuk, Lang," ucap temannya yang bernama Satria. Sebelumnya Langit sudah menghubunginya jika ingin datang ke rumahnya.

Langit menelan ludahnya dengan getir saat memasuki rumah tersebut. Ia yakin jika keputusannya ini sudah tepat, ia sudah tidak bisa mundur, karena ini demi nyawa ibunya.

“Aku butuh uang untuk biaya operasi Ibu,” ucap Langit tanpa basa-basi, saat ia sudah duduk di sofa ruang tamu.

“Berapa?” tanya Satria sembari menyalakan rokoknya.

“200 juta, beri aku pekerjaan," jawab Langit.

“Tentu aku akan menbantumu, tapi kamu tahu 'kan pekerjaan yang akan kamu dapatkan ini,” ucap Satria tersenyum miring.

Ya, Satria adalah seorang mucikari yang menyewakan jasa para pria sewaan atau bahasa kasarnya adalah Gigolo untuk menemani tante-tante kesepian dan kurang belaian.

“Aku siap,” jawab Langit, sambil menghembuskan nafasnya dengan kasar. Ia sudah yakin dengan keputusannya walau pun di hati yang paling dalam masih ada keraguan.

Satria memberikan kartu nama kepada Langit. “Itu salah satu nomor tante istri pejabat yang butuh belaian. Kamu sudah tahu ‘kan tugasmu. Tante itu orangnya royal jika nanti kamu memberikan servis terbaik, maka kamu akan mendapatkan tips yang besar darinya,” ucap Satria.

Langit mengangguk paham, lalu menerima kartu nama tersebut.

“Nanti malam temui dia di hotel X. Jangan berpenampilan seperti ini." Satria tampak mengejek penampilan Langit yang sangat cupu.

“Oke, aku paham,” jawab Langit.

Dengan mengendarai mobil bututnya. Ia pulang ke rumah. Mempersiapkan diri untuk nanti malam.

Tidak ada pilihan lain selain terjun ke lembah hitam, karena hanya inilah caranya untuk menyelamatkan nyawa ibunya.

Sampai di rumahnya. Langit segera mencari pakaian terbaiknya. Ia harus tampil tampan dan wangi di depan pelanggan pertamanya.

***

Jangan lupa subscribe karya Mak ini agar tidak ketinggalan pembaruan update-nya. Like, vote dan komentar juga ya. Terima kasih, semuanya.

BFR-Bab 2

Jam kuliah sudah selesai. Tepat Jam 3 sore, Jeesany dan kedua temannya sudah meninggalkan area kampus.

"Sebentar lagi lo 'kan ulang tahun. Lo mau hadiah apa dari kita?" tanya Bela kepada Jeesany yang duduk di jok belakang.

"Apa ya?" Jeesany yang sedang menekuri layar ponselnya pun mendongak menatap Bela yang menoleh ke belakang.

"Atau lo mau cowok ganteng?" tanya Risya yang sedang menyetir mobil.

"Ngaco!" jawab Jeesany.

"Gue serius," jawab Risya, tertawa cekikikan.

"Lagi pula, lo ini cantik dan modis masa pacar saja nggak punya! Kudet banget, kayaknya jodoh lo itu Dosen Killer itu deh," ledek Bela kepada Jeesany yang memasang tampang horor.

"Hih! Amit-amit jabang orok!" pekik Jeesany dengan ekspresi wajah yang jijik.

"Lo lupa kalau teman kita ini adalah anak Bunda? Bibir atas dan bawahnya saja masih Virgin. Nggak kayak kita yang udah los dol," ucap Risya kepada Bela yang duduk di sampingnya.

"Nggak usah pada ngeledek deh kalian ini!" sungut Jeesany.

"Lo belum tahu rasanya sih. Beuh, bercinta dan berciuman itu rasanya sangat nikmat." ucapan Bela seperti bisikan syetan, dan berhasil membuat Jeesany sangat penasaran dengan rasanya berciuman dan bercinta. Namun, ia masih menahan diri untuk tidak melakukan hal gila yang di lakukan oleh kedua temannya, pada pecah perawaan saat masih semester awal dengan kekasihnya masing-masing.

Tidak terasa mobil yang di kendarai Risya sudah sampai di halaman rumah Jeesany.

Jeesany keluar dari mobil temannya itu. "Kalian tidak mampir?" tanya Jeesany.

"Nggak ah. Om Sean nggak ada di rumah sih," jawab Bela.

"Dasar sinting kalian!" umpat Jeesany dengan perasaan kesal.

"Ha ha ha ha." Bela dan Risya tertawa terbahak bersamaan, lalu Risya segera melajukan mobilnya lagi, dan Bela melambaikan salah satu tangannya kepada Jeesany yang memasang wajah merengut.

Jeesany memasuki rumah saat mobil temannya sudah tidak terlihat lagi.

"Tumben langsung pulang? Biasanya kelayapan dulu," ucap Irene yang menyambut kedatangan putrinya.

"Eh, ada Bunda cantik." Jeesany langsung mencium punggung tangan ibunya, lalu beralih memeluk ibunya dengan erat.

"Aku 'kan anak baik, Bun. Kelayapan kalau ada perlu saja untuk menghilangkan rasa penat," jawab Jeesany diiringi dengan senyuman manis.

"Ayah mana, Bun? Belum pulang?" tanya Jeesany.

"Belum. Kamu ke bengkel sana bantu Ayah," jawab Irene.

"Ih, Males. Masa Sany yang cantik seperti bidadari harus ke bengkel berperang dengan oli," jawab Jeesany, segera beranjak dari sana menuju kamarnya.

Irene menggelengkan kepalanya saat melihat putrinya yang mewarisi wajah dan sikap suaminya.

*

*

Sampai di dalam kamar, Jeesany segera membersihkan tubuhnya yang terasa lengket. Hanya membutuhkan 15 menit dirinya sudah keluar dari kamar mandi dan berpakaian lengkap. I memakai pakaian rajut lengan panjang berwarna pink, dan hotpant berwarna putih.

Gadis itu duduk di depan meja rias untuk memoleskan make-up ke wajahnya yang sangat cantik.

"Kamu adalah bidadari dari khayangan, sangat cantik dan sempurna." Jeesany mematut diri di depan cermin, memuji dirinya sendiri.

"Tapi sayang sekali, sudah cantik seperti ini tidak ada pria yang melirikku. Apakah aku kurang sexy?" tanya Jeesany kepada dirinya sendiri. Lalu bergaya di depan cermin meja rias layaknya seorang model papan atas.

"Huh, tidak ada yang salah dariku. Mata mereka saja yang tidak bisa melihat gadis secantik aku." Jeesany bergumam sendiri.

*

*

Sementara itu Langit saat ini sedang merasakan gugup yang luar biasa. Ia masih berada di rumahnya, belajar tentang gerakan pemersatu bangsa dari ponselnya. Dan apa saja yang harus ia lakukan saat melayani tamu pertamanya nanti. Maklum, ini adalah pengalaman pertamanya. Menjual perjakanya demi menyelamatkan nyawa ibunya.

Tidak terasa waktu berjalan dengan begitu cepat. Langit segera berangkat menuju hotel mewah di mana tamunya menunggu di sana.

"Nomor 123," ucap Resionis hotel saat Langit menunjukkan kartu nama calon tamunya.

"Terima kasih," jawab Langit, lalu segera menuju kamar hotel yang di maksud menggunkan lift.

Sampai di depan pintu kamar yang di tuju, ia sempat ragu dan ingin mengurungkan niatnya. Namun ia mengingat keadaan ibunya yang sudah kritis membuatnya kembali membulatkan tekatnya. Di ketuk pintu kamar tersebut, sebelum ia memasukinya.

Langit menelan ludahnya dengan kasar saat melihat wanita cantik duduk di tepi ranjang hanya menggunkaan lingerie sexy, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah.

Langit berpikir yang akan ia layani adalah wanita yang sudah tua dan berbadan subur, namun dugaannya salah. Wanita tersebut masih terlihat sangat cantik dan Sexy.

"Kenapa lama sekali? Tante sudah menunggu dari tadi," ucap Wanita tersebut dengan nada manja. Tatapan nakalnya menusuri postur tubuh Langit yang tinggi dan gagah.

Langit yang tidak memakai kaca mata dan perpenampilan modis pun terlihat sangat tampan, membuat Tante kurang belaian itu semakin tidak sabar untuk merasakan sensasi bercinta dengan pemuda yang ada di hadapannya ini.

"Ma-maaf, Tante. Ta-tadi macet," jawab Langit tergagap. Rasanya ia sesak nafas saat melihat pemandangan di hadapannya ini.

"Kemarilah. Bikin puas Tante Meri. Sudah gatal dan nggak tahan," ucap Tante tersebut sembari mengerling nakal.

Dengan langkah kaki yang gemetar dan penuh keraguan, ia mendekati wanita tersebut.

"Kok kaku begitu?" tanya Tante Meri.

Langit menghembuskan nafasnya dengan kasar. Kedua telapak tangannya terasa dingin, dan jantungnya berdegup tidak karuan. "Sebenarnya ini pengalaman pertama aku, Tante," jawab Langit.

Tante Meri yang mendengarnya pun melebarkan kedua matanya, terkejut pastinya.

"Masih perjaka?" tanya Tanye Meri, Langit mengangguk kepelan.

"Aduh, sini duduk di samping, Tante," ucap Tante Meri menepuk sisi sebelahnya yang kosong. Tanpa di suruh dua kali, Langit segera duduk di samping Tante Meri yang cantik dan Sexy itu.

"Jangan tegang, dong. Alasan kamu menjual diri kenapa?" Tante Meri tentu saja sudah menebak jika pemuda di dekatnya ini pasti terlilit ekonomi yang buruk. Namun ia bertanya seperti itu hanya untuk basa-basi saja.

"Butuh uang, Tante, buat biaya operasi, Ibu," jawab Langit.

"Ibu kamu pasti beruntung sekali karena sudah mempunyai putra yang berbakti seperti kamu," puji Tante Meri.

"Lalu berapa yang kamu butuhkan?" tanya Tante Meri lagi.

"200 juta," jawab Langit.

"Tante akan memberikan uang yang kamu butuhkan. Asalkan puaskan Tante sampai lemas. Dan aku akan mengajarimu cara bercinta dengan baik dan benar," ucap Tante Meri sembari meraba dada bidang Langit.

"Aku akan berusaha semampuku, Tante," jawab Langit dengan suara yang bergetar.

"Bagus," jawab Tante Meri sembari menarik salah satu tangan Langit dan meletakkan di atas dadanya yang bulat dan kenyal.

Langit menelan ludahnya dengan kasar saat merasakan benda bulat dan kenyal itu.

"Remass dengan pelan, dan cium bibirku," bisik Tante Meri dengan sensual.

Dan selanjutnya ...

***

Jangan lupa subscribe, like, komentar, vote dan kasih Gift seikhlasnya❤

BFR-Bab 3

Baru 2 Bab dah pada protes nggak suka sama alurnya. Kalau gitu aku pindahin aja ke sebelah🙄🙄. Tahu outline 'kan? Aku nulisnya ngikutin outline yang udah aku buat, alurnya sudah tersusun rapi. jadi jangan gitu dong. Jangan bikin semangat aku down. Aku tuh baperan, hikss srottt ... 🤧🙏

***

Tante Meri tersenyum puas saat mereka sudah selesai melakukan kegiatan panas sekaligus sudah selesai membersihkan diri di dalam kamar mandi, tentu saja mereka melakukannya juga saat mandi bersama.

“Kamu hebat banget,” puji Tante Meri kepada Langit.

Langit tersenyum tipis, baru kali ini dirinya merasakan suatu hal yang gila tapi nikmat.

Langit segera memakai pakaiannya, lalu mendudukkan dirinya di tepian tempat tidur, sambil menatap Tante Meri yang memakai pakaian di hadapannya tanpa malu sedikit pun.

Tante Meri mengambil ponselnya, “berapa nomor rekeningmu?” tanyanya kepada Langit.

Langit menyebutkan nomor rekeningnya dengan jelas.

“Done! Sudah aku transfer uangnya, sekaligus bonus buat kamu karena kamu pemula tapi permainanmu sangat memuaskan,” ucap Tante Meri tersenyum nakal.

“Jika nanti aku butuh kehangatan apakah aku bisa memakai jasamu lagi, Lang?” tanya Tante Meri yang kini duduk di pangkuan Langit. Jari tangannya meraba dada bidang Langit dengan sensual.

Ya, Tuhan, Langit merasa sangat rendah dan sudah tidak punya harga diri lagi.

“Aku tidak bisa janji, Tante,” jawab Langit.

Cukup sekali ini saja dirinya masuk ke lembah hitam, yang terpenting dirinya sudah mendapatkan uang untuk biaya operasi ibunya.

“Hah, Tante kecewa mendengarnya,” jawab Tante Meri lalu beranjak dari pangkuan Langit.

“Sory,” jawab Langit.

“Tidak apa-apa. Yang penting aku senang, karena aku hari ini mendapatkan barang Ori,” jawab Tante Meri, sambil mengambil tasnya.

Shiit! Langit rasanya ingin mengumpat dengan keras, namun tidak mungkin jika dirinya melakukannya di hadapan klien-nya.

“Bye, Lang. Semoga kita bisa bertemu suatu hari nanti,” ucap Tante Meri ketika akan keluar dari kamar tersebut.

Langit mengangguk dan tersenyum, beberapa detik kemudian setelah Tante Meri sudah tidak terlihat, ia pun segera keluar dari sana dan menuju rumah sakit.

Lima belas menit perjalanan, akhirnya ia sampai di rumah sakit, tepatnya di ruang rawat ibunya. Kondisi sudah malam hari, Bulan terlihat tidur meringkuk di atas sofa leter L yang di sediakan rumah sakit tersebut.

Langit memandang wajah ibunya dengan perasaan bersalah luar biasa.

Langit mendudukkan diri di kursi yang ada di samping tempat tidur pasien. Ia memegang tangan ibunya yang terpasang infus.

“Bu, aku hari ini sudah melakukan kesalahan terbesar dalam hidupku. Maafkan aku, Bu,” ucap Langit dengan lirih nyaris tidak terdengar, ia mencium tangan ibunya berulang kali.

“Kakak.” Bulan menatap punggung Langit yang bergetar seperti sedang menangis. Ia beranjak dari sofa dan mendekati kakaknya itu.

Langit terkejut saat Bulan menepuk pundaknya. Ia menegakkan badannya, lalu segera menghapus air matanya.

Semoga saja Bulan tidak mendengar ucapannya tadi.

“Kakak menangis?” tanya Bulan. Gadis berusia 17 tahun itu mengusap punggung Langit berulang kali.

“Hanya sedih,” jawab Langit.

“Kita berdoa bersama-sama, semoga Ibu cepat sembuh. Kak, tadi dokter mengatakan jika sudah ada ginjal yang cocok untuk ibu, tapi masalahnya ...” Bulan tertunduk, ia tidak melanjutkan ucapannya.

“Kakak sudah mendapatkan uangnya. Aku harap besok ibu bisa segera di operasi,” jawab Langit.

Bulan yang tadinya tertunduk sedih kini mendongak dan berbinar. “Benar Kak?” Bulan memastikan lagi.

“Iya, ada teman Kakak yang mau meminjamkan uang,” bohong Langit, ia menelan ludahnya dengan kasar setelah mengatakannya.

“Syukurlah, tapi bagaimana kita mengembalikannya nanti?” tanya Bulan.

“Itu urusan Kakak, kamu jangan memikirkannya,” jawab Langit.

Bulan menganggukkan kepala namun wajahnya kini terlihat murung kembali.

“Ada apa?” tanya Langit saat menyadari perubahan ekspresi wajah adiknya.

“Maaf, karena Kakak harus menanggung beban berat,” ucap Bulan, meneteskan air matanya.

Langit meraih kedua tangan adiknya dan menggenggamnya dengan lembut.

“Jangan berkata seperti itu,” ucap Langit dengan lembut.

Bulan mengangguk pelan, lalu memeluk Langit dengan erat.

“Tidurlah, aku akan menjaga Ibu,” ucap Langit setelah pelukan itu terurai.

“Kakak saja yang tidur, bukankah besok harus mengajar?” tanya Bulan.

“Aku mengambil cuti beberapa hari,” jawab Langit.

Bulan mengangguk, namun beberapa saat kemudian ia mengerutkan keningnya karena baru menyadari jika ada yang berbeda dengan penampilan kakaknya.

“Kakak tumben meninggalkan kaca mata, dan apa ini?” Bulan menarik kaos yang di pakai Langit. Karena biasanya kakaknya itu memakai kemeja panjang setiap harinya.

“Jangan meledekku!” Langit pura-pura marah.

“Tapi, Kakak sangat tampan,” puji Bulan.

“Benarkah?” tanya Langit, dan Bulan menganggukkan kepalanya pelan.

***

Di sisi lain, di Kota yang sama namun berbeda lokasi. Jeesany sedang mengendap keluar dari rumahnya. Seperti biasa ia akan party dengan kedua temannya di Club malam.

“EHEM!” Sean berdehem keras tepat di belakang putrinya yang akan membuka pintu rumah.

Jeesany berjingkat kaget, ia memejamkan kedua matanya dengan erat.

“Mampus gue!” batinnya. Kemudian ia membalikkan badannya, menghadap Ayahnya.

“Hai, Ayah,” ucap Jeesany tersenyum meringis dan ingin menangis karena ketahuan ayahnya.

“Masuk ke dalam kamar kamu!” ucap Sean dengan tegas.

“Tapi, Ayah--”

“Ini sudah hampir tengah malam, Sany!” ucap Sean sambil melotot tajam.

“Please!” Jeesany menghentakkan kedua kakinya dengan kesal. “Aku hanya ingin mengerjakan tugas kuliah,” ucap Jeesany beralasan.

“Masuk ke kamarmu atau kartu ATM-mu Ayah blokir!” ancam Sean, tidak main-main.

“Huh!” Jeesany menghembuskan nafas kasar, kemudian ia mengambil ponselnya untuk menghubungi kedua temannya, mengatakan jika dirinya tidak bisa ikut gabung malam ini.

“Kamu ini sebenarnya anaknya siapa sih!” omel Sean, menatap tajam putrinya.

“Tentu saja anaknya Ayah dan Bunda, tapi aku mirip Bunda yang lucu dan imut!” sungut Jeesany, mencebikkan bibirnya.

“Bunda kamu adalah wanita yang sangat lembut, cantik dan anggun, tidak seperti kamu. Bar-bar seperti berandalan, keluar masuk ke Klub malam!”

“Oh, berati aku seperti Ayah,” jawab Jeesany dengan santainya, lalu berjalan menuju kamarnya dengan perasaan kesal.

Sean yang mendengarnya pun menggeram kesal, putrinya memang seperti dirinya saat masih muda dulu. Rasanya ia menyesali semua perbuatannya di masa muda dulu.

“Hah!” Sean memijat pelipisnya, kepalanya berdenyut nyeri memikirkan tingkah putrinya. “Punya anak satu, tapi bikin kepala pusing tujuh keliling,” geram Sean, lalu berjalan menuju kamarnya, menyusul istri tercinta yang sudah terlelap di atas ranjang.

“He he he, aman!” Jeesany segera keluar dari kamarnya saat melihat Ayahnya sudah menutup pintu kamar. Ia berjalan mengendap seperti seorang pencuri, dan membuka pintu dengan perlahan agar tidak menimbulkan suara.

“Akhirnya bisa keluar,” ucap Jeesany tersenyum penuh kemenangan, lalu menutup pintu rumahnya lagi. Ia segera berlari ke mobil Risya yang terparkir tidak jauh dari sana.

Inilah alasan Sean dan Irene tidak memberikan fasilitas kendaraan, namun tetap saja yang namanya seorang anak mempunyai kecerdasan sendiri, seperti Jeesany. 🤣

“Lo lama banget sih?!” gerutu Bela saat Jeesany sudah masuk ke dalam mobil.

“Biasa, ada satpam,” jawab Jeesany.

“Buruan jalankan mobilnya, kita party sampai pagi, ha ha haa.” teriak Jeesany.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!