Hari ini merupakan acara class meeting di sekolah Aninda. Yang mana seluruh siswa berpartisipasi memeriahkan acara berlomba-lomba mendapatkan juara dari serangkaian acara yang di adakan di sekolah tersebut.
Sedangkan Aninda yang tidak terlalu tertarik mengikuti serangkaian acara pun memilih menepi mencari ketenangan.
Aninda pun terlihat melangkahkan kaki nya menuju ke mading sekolah, dimana terdapat banyak mahakarya tulisan-tulisan inspiratif dari para siswa siswi di sekolah kami. Saking asik nya membaca tulisan-tulisan di Mading tersebut hingga Aninda pun tidak sadar jika ada seseorang di sampingnya yang kemudian mendekat dan menyapanya.
"Hai, dek Ninda. Kamu adeknya mbak Indah yang dulu alumni sekolah kita juga kan? Kenalkan Namaku Dewa, kamu pernah melihatku kan? Aku di kelas XII IPS 2," ucap lelaki tersebut terlihat memperkenalkan diri
"Oh iya aku adeknya mbak Indah," jawab Aninda dengan singkat sambil tetap terfokus melihat-lihat dinding mading.
"Gimana kabarnya kakak kamu dek? kalian sama cantiknya ya. Ada kontaknya mbak Indah enggak dek? Aku mau menjalin silaturahmi sama mbak Indah saja. Sekalian mau minta restu siapa tau di bolehin mendekati adeknya yang cantik ini," goda Dewa dengan menambah bumbu-bumbu sok dekatnya.
"Hishh. Ngapain sih ini cowok ngeselin banget sok kenal sok deket. Mana sok kenal mbak Indah lagi. Huh, sebaiknya ku jawab lupa saja deh," gumam Aninda di dalam hati.
"Maaf kak Dewa, aku punya kontaknya mbak Indah. Tapi aku lupa nomornya. Sudah dulu ya kak, aku mau masuk ke kelasku dulu," jawab Aninda dengan langsung berjalan cepat menuju kelas XI IPA 1.
Waktu berganti malam. Aninda pun terlihat merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk ternyaman dimana dirinya biasa berguling-berguling merengkuh gulingnya ke kanan dan ke kiri sambil berselancar sosial media.
Ting!
Ada notif pesan WhatsApp masuk ke hp Aninda. Pesan dari sahabat baik Aninda yang bernama Dilla.
"Beib. Besok keperpustakaan yuk, sambil aku mau ngobrol curhat sama kamu," ucap Dilla di dalam pesan singkatnya.
"Oke beib, siap 45," balas Aninda dengan cepat.
Aninda pun membuka kembali laman sosial media di instagram sambil melihat-lihat story dari beberapa teman- teman di sekolah. Yang mana ada yang curhat putus cinta, ada yang pamer keuwuan dengan kekasihnya, dan beberapa story' khas gabut anak muda zaman sekarang.
Ting!
Bunyi notif chat WhatsApp masuk kembali. Aninda pun melihat sekilas nomor baru tersebut.
08Xxxxx.
"Hai dek, ini nomerku Dewa. Di save ya!"
Dengan heran, perlahan Aninda pun segera membalas pesan tersebut.
"Dapat nomerku dari mana kak?"
Ting!
"Dari siapa enggak penting, yang penting udah dapat nomer kamu. Ngomong-ngomong besok bisa ketemu di sekolah enggak dek?"
Huffh..
Aninda pun hela nafas panjang. Aninda pun terlihat malas untuk membalas pesan tersebut dan segera mematikan hpnya. Aninda pun merebahkan tubuhnya. Rasa kantuk mulai menyerang hingga Aninda pun terlihat tertidur sembari memeluk guling nya hingga tanpa sadar kemudian terbuai hingga ke alam mimpi.
Pagi menyapa, terdengar bunyi ketukan pintu kamar Aninda menggema bertalu-talu.
Tok! Tokk! Ttokkk!!
"Nindaaa. Anak gadis ibu, ayoo bangun cepatt!! Sudah mau jam setengah tujuh!!" teriakan khas ibu Aninda di pagi hari.
"Hahh?! Sudah jam setengah tujuh? Bagaimana mungkin aku bangun sesiang ini?!" pekik Aninda di dalam hati.
"Baik Buu, ini sudah bangun." teriak Aninda.
Aninda pun terlihat segera mandi ala kadarnya, berdandan natural secepat kilat tak lupa Aninda oleskan lip blam biar terlihat semakin fresh. Aninda pun segera melangkahkan kaki nya mencari sang mama.
Aninda pun segera mencium tangan ibunya dan segera keluar dari rumah dengan melambaikan tangan ke arah sang ibu.
"Aku berangkat dulu bu, tidak usah diantar. Aku jalan kaki saja," teriak Aninda sembari berjalan dengan sedikit tergesa mengingat jam hampir menunjukkan pukul tujuh pagi.
Jarak rumah dengan sekolah Aninda pun sebenarnya cukup dekat. Hanya berjalan kaki lima menit saja sudah sampai. Dengan muka bercucuran keringat, sampailah Aninda di depan pintu gerbang yang terlihat menjulang tinggi dan sudah hampir ditutup oleh penjaga sekolah.
"Pakk. Tunggu sebentar jangan ditutup dulu!!" teriak Aninda sekuat tenaga kepada penjaga sekolah tersebut.
"Lain kali jangan terlambat lagi ya, kali ini saya buka kan berhubung tinggal class meeting saja," tutur sang satpam sekolah dengan wajah kurang bersahabat pada umumnya jika menemui siswa-siswa yang datang terlambat.
"Baik Pak, terimakasih," jawab Aninda dengan segera berlari menuju dimana kelasnya berada.
Pukkk. Bunyi suara benturan tas Aninda dengan meja.
"Kusut amat mukamu, Nin. Tumben amat datang terlambat," ucap Dio setengah berteriak menghampiri tempat duduk Aninda.
"Huhh.. Entahlah," jawab Aninda sembari mengedik kan bahunya.
"Yaelah Nin, yang semangat dong. Nanti jangan lupa semangatin aku lho yaa ... biar lomba tarik tambang kelas kita menang. Hehehe," sungut Dio yang terlihat mencairkan suasana.
"Alah, enggak usah kamu semangatin Nin. Modusin kamu terus dia. Tanpa kamu semangati juga dia menang, orang badannya gede gitu mana ada tandingannya. Kokoh tak tertandingi, sudah macam semen tiga roda," seloroh Amel yang membuat Aninda dan teman- teman yang lain nya tertawa.
"Kamu sih Mel, bisamu cuma membuatku berkecil hati. Namanya juga lagi usaha buat pdkt sama Ninda. Begini-begini muka ku juga enggak kalah cakep, IQ ku pun di atas rata-rata, juga kaya raya sejak lahir," sanggah Dio tak kalah sengit dengan menonjolkan jati diri nya.
"Sudah-sudah jangan berdebat lagi, kalian itu sahabatku semua. Oh iya, ngomong-ngomong dimana Dila? kok belum nampak sama sekali? Padahal semalam dia WhatsApp aku buat nanti ketemu di perpustakaan. Kenapa belum datang juga," tutur Aninda di selingi kedua sahabatnya memutar pandangan melihat sekeliling kelasnya.
"Entah," jawab Amel dan Dio serentak.
Dari arah pintu terdengar suara langkah seseorang masuk ke kelas dengan tergesa-gesa.
"Tuh, yang di bicarain baru nongol," kata Amel dengan menunjuk Dilla yang terlihat acak-acakan dengan peluh keringat yang bercucuran.
"Sorry gaes. Ban motorku bocor dijalan. Untung ada kating baik hati yang nolongin aku. Kalau enggak udah pasti aku bolos sekolah," jawab Dila seraya menetralkan nafas.
"Emang kating siapa yang nolongin kamu? Kita kenal enggak?" tanya Amel penasaran.
"Kayaknya kalian enggak kenal deh. Namanya Dewa. Orangnya manis, kelas XII IPS 2. Kebetulan rumah kita searah. Semoga besok ketemu lagi, biar aku bisa ngucapin terimakasih buat kak Dewa. Soalnya aku tadi lupa bilang terimakasih. Hehehe," jawab Dila dengan wajah merona.
"Kamu naksir kating itu? Kok muka mu merah merona gitu kayak malu-malu kucing. Iya gak sih Nin menurutmu?" tanya Amel sembari menoleh ke arah Aninda.
"Mungkin? Ngomong-ngomong kemarin aku juga disamperin kating namanya Dewa juga. Minta nomernya kakakku, mbak Indah. Katanya mau menjalin silaturahmi sama kakak ku, tau sendirilah mbak Indah udah nikah. Udah punya baby pula. Terus aku jawab lupa nomernya kak Indah. Takutnya dia orang mau modusin kakak ku. Eh taunya semalem yang bernama kak Dewa itu chat aku lho, enggak tau dapat nomer aku dari siapa?" tutur Aninda dengan raut wajah nampak berfikir dengan keras.
Setelah Aninda berkata demikian pun mendadak Dila segera meminta izin dengan dalih mau ke kamar mandi dengan wajah sedikit ditekuk dan sedikit menghentakkan sepatu lebih keras jelas memperlihatkan rasa jengkelnya tersebut.
Aninda, Amel, dan Dio pun saling pandang. Bertanya-tanya kenapa dengan sahabat mereka yang satu itu. Mereka berempat memang bersahabat, namun untuk soal percintaan mereka memang sedikit tertutup.
Bukan karena apa, hanya saja yang pernah berpacaran di antara mereka hanyalah Dilla saja. Dan itu pun mereka hanya sedikit di beritahu jika Dilla sedang mengalami patah hati saja.
Entahlah, apakah Dila terlihat seperti karena sedang merajuk karena cemburu mendengar penuturan Aninda tentang Dewa atau kah karena hal lain nya?
Jam pertandingan lomba tarik tambang yang dinantikan pun tiba. Hiruk pikuk sorak sorai siswa siswi yang mendukung masing-masing kelasnya pun bersahutan meneriakkan yel-yel penyemangat mereka.
Tibalah final akhir lomba tarik tambang. Peserta lomba dari kelas XI IPA 1 putra melawan kelas XII IPS 2. Yang berarti Dio cs melawan Dewa cs.
Adu kekuatan pun tak terelakkan. Aninda pun terlihat melirik Dio sekilas yang mana Dio pun juga melihat ke arahnya dengan senyuman khasnya yang biasa dia berikan untuk Aninda dengan mengedipkan sebelah mata nya untuk Aninda.
Sebagai seorang sahabat, Aninda pun membalas dengan menganggukkan kepalanya seraya menyorakkan seruan penyemangat untuk tim kelas Aninda.
Tanpa sengaja pandangan Aninda pun terpaku melihat lawan tim kelas nya yang mana juga memberikan senyuman terbaiknya ke arah Aninda. Siapa lagi kalau bukan Dewa. Aninda pikir Dewa pun sedang tersenyum terhadap seorang yang ada di sebelahnya atau di belakangnya.
Namun setelah Aninda menengok kekanan, kiri, dan belakang pun pandangan matanya bukan untuk mereka, melainkan masih menatap Aninda. Aninda pun segera memalingkan mukanya karena Aninda pun malas terlibat lebih jauh terhadap lawan jenis. Apalagi yang terlihat sok akrab menatap dengan pandangan seperti ingin menjerat lawan jenisnya.
Pertandingan pun dimenangkan oleh Tim kelas Aninda, XI IPA 1 sebagai juara pertama tarik tambang putra.
Dengan penuh semangat Dio pun menghampiri Aninda dan Amel dengan peluh keringat bercucuran kemana-mana.
"Nin, minta minum yang kamu pegang dong. Haus banget nih!" seru Dio seraya mengibas-kibaskan tangannya.
"Heh, tuyul raksasa. Ambil tuh minuman yang masih baru yang ada di dalam kardus. Bukan malah minta minuman bekas Ninda. Kamu mau modusin Ninda lagi ya, biar kamu bisa ngerasain bekas bibirnya Ninda yang nempel di minumannya Ninda. Biar dikira ciuman secara tidak langsung kayak di film Korea itu kan?! Ngaku aja kamu, hihh!!" teriak Amel dengan sewot
"Sini kamu Mel, biar ku tonyor otak mesum kamu yang kelewat kemana-mana. Ku kira itu awalnya enggak ada minuman lain tau. Ya siapa tau Ninda mau ngasih beneran, biar sekalian aja sama dengan pikiran mesum yang ada di kepalamu itu Mel," tutur Dio dengan seringai anehnya.
"Sudah-sudah. Kalian jangan ribut terus. Gimana Dil, jadi ke perpus enggak kita? Mumpung pertandingan udah selesai nih?" tanya Aninda kemudian.
"Enggak jadi ajalah Nindaku sayang. Aku udah enggak mood buat cerita apa-apa," jawab Dila dengan muka lesu.
"Yaelah, palingan juga mau curhat patah hati diputusin cowoknya. Makanya Dil jangan suka main hati. Jadinya kamu sendiri kan jadi mainannya. Udah tau cowok model kayak gitu masih aja di pacarin. Kayak enggak ada cowok setia lainnya aja," sela Dio to the point.
"Huh apaan sih kamu Dio, kamu itu sahabat kita enggak sih? Tega banget bilang gitu. Bukannya di hibur, malah di salahin terus. Huhuhu ..." jawab Dila dengan berpura-pura menangis tersedu-sedu.
"Sudah ... sudah. Yuk kita kembali ke kelas. Katanya tadi berharap ketemu sama kak Dewa lagi buat bilang terimakasih? Sana cepat kamu temui kak Dewa nya," ucap Aninda kepada Dilla.
Kemudian terlihat Dilla menatap Aninda dengan tatapan aneh.
"Tadi ku lihat kak Dewa ngeliatin kamu terus sambil senyum. Apa dia suka sama kamu ya? Kalau iya aku dukung deh Nin. Soalnya kayaknya kak Dewa orangnya baik dan asik," ucap Dilla dengan tiba-tiba.
"Sudahlah, kita lihat saja nanti. Aku belum pernah jatuh cinta dan merasakan namanya pacaran. Biar mengalir seperti air. Kalau jodoh enggak kemana," jawab Aninda dengan melangkahkan kaki pergi menuju ruang kelas nya.
Di satu sisi, tampak rasa tidak suka di wajah Dio. Ada perasaan tidak rela menghinggap di dadanya.
"Aku enggak rela kamu di miliki orang lain, Nin ..." Sahut Dio secara lirih dan sangat lirih.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!