NovelToon NovelToon

Kisahku

BAB 1 Dua garis merah

Akirnya setelah enam tahun pernikahanku, muncul juga dua garis merah. Apa yang aku tunggu dan mohonkan dijawab sama Tuhan.

"Mas, aku hamil" dengan tangan bergetar aku memperlihatkan benda pipih yang ada ditanganku. "Mas, lihat! garisnya ada dua" suamiku terbengong menatap benda pipih yang merupakan alat tes kehamilan yang kupegang. Seperti patung, suamiku membeku air matanya turun membasahi pipinya. Dia menangis dan bersujud sambil mengucap syukur, " alhamdulillaah ya Allaah". Tangis kebahagian mengharu biru hati kami.

Kandungan ku telah jalan bulan ke tujuh, aku dan suami serta keluarga besar kami mempersiapkan acara tujuh bulanan. Betapa bahagia aku dan suamiku mas Wijaya sebentar lagi akan memiliki momongan. Acara tujuh bulananpun digelar secara sederhana dirumah kami. "Dek, apa kamu ingin makan sesuatu? " mas Wijaya mendekat kepadaku. Aku menggeleng sambil tersenyum "tidak mas, aku sedang tidak menginginkan apa-apa". Betapa beruntung hidupku, mas Wijaya perhatian padaku dan selalu siaga untukku, imamku itu selalu menjaga aku dan calon anak kami. "Katakan padaku, apa yang kamu inginkan? " apapun itu, mas akan berusaha mencarikan" kata mas Wijaya sambil merangkul pundakku.

Tak terasa, hari yang kami nantikan pun tiba, aku melahirkan bayi mungil nan cantik. Inaya, bayi perempuan dengan berat 3.2 kg panjang 47 cm. Ibu Ayunda, seorang perawat memanggilku, " ibu, besok sudah bisa pulang ya" dengan tersenyum aku menjawab "iya, trimakasih mbak" perawatat itu pergi setelah menyerahkan obat yang harus aku minum.

Tak terasa putri cantik kami sekarang sudah memasuki usia satu tahun, putriku sangat cantik dan cerdas, pertumbuhannya begitu pesat. Dia sangat pintar sekali. Hingga di suatu pagi, badanku terasa tidak enak, perutku mual dan kepalaku terasa sakit. Sudah hampir satu minggu aku merasakan sakit ini, tapi aku tahan, aku pikir mungkin aku terlalu capek, harus mengurus rumah dan sang buah hati sendiri. ya setiap hari memang aku harus menjadi koki, memasak untuk makan siang karyawan suamiku. Suamiku membuka bengkel renovasi mobil dengan tiga karyawan, dan mereka memang mendapat jatah makan dari bengkel alhasil aku harus memasak untuk mereka. Aku tak memiliki ART memang, karena bagiku sayang kalau uangnya untuk membayar ART mending digunakan untuk keperluan yang lain. Walaupun mas Wijaya punya tiga karyawan tapi kami ini masih dalam masa perjuangan, karna kami harus mecicil utang di bank. Ya... untuk membuka usaha kami memang berhutang untuk modal. Kondisi badanku makin hari semakin lemah, hampir sepanjang hari aku mual stelah memeriksakan diri ke dokter betapa terkejutnya aku, ternyata aku hamil 7 minggu. Sedih, bahagia, takut campur aduk jadi satu. Sedih karna kasihan dengan putri cantikku yang masih terlalu dini untuk punya adik, bahagia karena dikasih kepercayaan lagi oleh Tuhan, takut karena aku takut tidak bisa mengurus putriku dengan baik karna kondisi badanku yang lemah. Aku memang tidak menggunakan kontrasepsi setelah melahirkan, karena aku pikir kemarin tanpa kontrasepsi pun akun lama baru bisa hamil, jadi tidak perlu menggunakan kontrasepsi pasti aku tidak akan hamil cepat. Tapi ternyata aku salah, tepat disaat putriku berumur satu tahun, aku hamil 7 minggu. Segera ku hentikan ASI untuk anakku, karna orang tua bilang itu tidak boleh, aku hanya nurut saja karna katanya untuk kebaikan anaku. Kusampaikan pada mas Wijaya tentang kehamilan ku, dan mas Wijaya pun merasakan sama apa yang kurasa

Bab 2. Tak mau curiga, tapi....

Sang mentari bersinar terang, embun pagi membasahi dedaunan. Suara burung terdengar nyaring menyapa pagi dengan merdu kicaunnya. Perlahan dan pasti sang surya merangkak naik melebur gelapnya malam menyusut embun. Ku bangunkan tubuh ku yang terasa berat, kehamilan kedua ku ini memang agak tersasa berat. Berbeda dengan kehamilan ku yang pertama. Saat hamil anak ku yang pertama ku lalui tanpa ada keluhan yang berarti, tapi di kehamilan yang kedua ini aku mengalami fase ngidam yang agak berat. Mual, muntah, tubuh terasa mudah lelah dan gampang ngantuk. Ku langkahkan kaki menuju dapur, aku memasak untuk sarapan sekaligus memasak untuk para karyawan bengkel. Huuuu aaaa...... huuuu aaaa....... kudengar tangis princess ku yang baru bangun. "Sayang, anak cantik sudah bangun? ayuk mandi, mama sudah siapkan air". Setelah memandikan putri cantik ku, aku bergegas membangunkan suamiku.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, kini kandungan ku sudah memasuki trimester ke dua. Tapi, aku melihat sepertinya suamiku mas Wijaya tidak begitu antusias dengan kehamilan ku yang kedua ini. Aku pikir, mungkin karena aku baper aja, karena pengaruh hormon kehamilan. Tapi makin hari aku merasa suamiku makin berubah. Sering tidak pulang, cuek sama aku dan bahkan cuek kepada anaknya sendiri. Pernah disuatu malam, aku melihat suamiku sudah mandi dan rapi, sekarang sudah menjadi kebiasan nya setiap pulang kerja dia lantas mandi dan pergi keluar, sering tidak pulang malah. Aku memohon bantuan nya untuk menjaga putri kami sebentar saja karena aku mengundang tukang urut untuk memijat badanku yang terasa lelah, ya di kehamilan kali ini aku sering mengundang tukang urut untuk memijat badanku yang sering merasa gampang lelah, hanya kaki, tangan dan punggung saja yang dipijat, karena kata dokter bagian perut tidak boleh dipijat tidak baik untuk janin. " Mas, kamu jangan pergi dulu ya, aku mau pijat nanti kalau Inaya nangis, tolong jaga dia dulu. Nanti kalau aku selesai dipijat, silahkan kalau mau keluar, tolong jaga anak kita sebentar saja".

" iya" suamiku menjawab dengan wajah yang ditekuk. Mbok Mah si tukang urutpun mulai memijatku. Tapi diluar dugaan, suamiku pergi keluar kamar yang aku kira keluar hanya untuk duduk diruang tengah atau hanya akan mengambil sesuatu, ternyata dia keluar rumah dan meninggalkan putri kami tidur sendiri di kamar. Sedih, sangat sedih aku mendengar suara mobil suamiku perlahan menjauh. Dengan sekuat tenaga aku menahan air mata, kenapa tadi dia bilang iya tapi kenyataannya dia pergi. Aku hanya minta tolong menjaga anak sebentar segitu beratkah. Mbok Mah bertanya, "lo mbk, itu suaminya kelihatannya pergi berarti bayinya di kamar sendirian? " setelah itu aku mendengar putriku menangis. "Sebentar ya mbok, aku tenangin anak dulu, nggak papa kan?"

"Iya mbk, nggak papa kebetulan malam ini si mbok nggak ada pijit lagi jadi, nggak papa kalau sampai agak malam disini" jawab mbok mah sambil tersenyum. Aku gegas masuk kamar putriku dan menidurkan nya lagi. Setelah putri cantik ku tidur, aku membawanya dan meletakkan putriku disamping aku berbaring di tempat mbok mah memijit ku tadi, diruang tengah depan TV aku menggelar kasur lantai untuk tempat pijat karena mbok mah tidak pernah mau memijatku di dalam kamar, "diluar aja ya mbak, si mbok nggak bisa berada diatas kasur empuk kayak gitu, kayak mau kejungkel rasanya" selalu mbok Mah bilang begitu kalau aku minta dipijit di dalam kamar. Sesekali aku menepuk nepuk pantat putriku yang merengek sambil merasakan pijatan mbok Mah. Setelah mbok Mah pulang, aku menangis, sedih ya aku sangat sedih. Sebegitu nggak perdulikah dia sampai menjaga anak sendiripun ogah. Ingin aku menghilangkan rasa curiga, ingin aku selalu percaya kepada suamiku, tapi sikapnya kepadaku dan anak ku malah semakin membuat besar rasa curiga ku. Dia selalu cuek, setiap malam pergi dan sering tidak pulang.

Samar samar terdengar suara ayam jantan berkokok, pertanda sangat fajar telah datang. lamat lamat terdengar lantunan ayat suci dari pengeras suara masjid, aku beristighfar dalam dan menekan dada meminta kesabaran pada sang Pencipta, semoga selalu dikasih kelapangan dada dan rasa sabar yang tiada batas. Air mataku meleleh menyambut datangnya fajar mengetahui suamiku tak pulang lagi. Ini bukan yang pertama suamiku pergi tidak pulang, tidak pamit dan tidak memberi kabar tapi entah mengapa rasanya air mataku belum kering untuk menangisi tingkah suamiku. Harusnya aku akan menjadi terbiasa di abaikan dan di tinggal karena keseringan tapi aku tidak bisa aku sakit melihat perubahan suamiku. Dia semakin cuek sama aku dan anak ku. Dia semakin kasar dan suka membentak, bahkan dia semakin sering lupa memberikan uang belanja, kadang aku terpaksa ngutang ke warung untuk makan dan masak jatah untuk karyawan suamiku. Curiga, aku curiga suamiku punya wanita lain, hatiku mengatakan cinta suamiku luntur untuk keluarga ini. Tapi akupun tidak punya bukti, dan aku tidak mau membahas nya karena untuk menghindari pertengkaran.

Aku melangkahkan kaki ke dapur untuk memasak sambil ku gendong putri ku, rasanya sangat lelah sekali, aku melakukan pekerjaan rumah dengan menggendong putriku dengan kondisi perut yang besar. Tapi apa boleh buat karena tidak ada yang menjaga putriku mau tidak mau aku harus menggendong nya. kalau ditinggal takut bermain ke tempat yang membahayakan karena putriku itu tidak bisa diam dia selalu aktif.

Matahari hampir berada di tengah saat mobil suamiku memasuki pekarangan rumah. Sesiang ini suamiku baru pulang, kalau aku bertanya kenapa tidak pulang selalu alasan pekerjaan yang dia katakan. Ketemu calon pembeli lah, lembur lah selalu itu alasannya.

Setelah memarkirkan mobil digarasi suamiku masuk rumah melewati ku tanpa bertanya ataupun mengucapkan salam. Dia berlalu masuk kamar lalu tidur. Sedangkan aku, aku tentu saja menangis, melihat perubahan suamiku. Dulu kami bahagia ditengah cobaan lama menanti adanya keturunan. Kami saling menguatkan, kami berjuang bersama. Berjuang untuk promil (program hamil) pun berjuang mencari nafkah bersama. Dulu aku membuka toko kuker (kue kering) kecil untuk membantu suamiku mencari nafkah. Tapi seiring berjalannya waktu, bengkel suamiku pun maju pesat, sehingga suamiku melarang ku untuk bekerja karena merasa sudah mampu mencukupi kebutuhan keluarga. "Nggak usah kerja, biar mas saja yang berjuang cari nafkah. Kamu di rumah saja mengurus rumah dan memasak untuk anak anak bengkel, sekarang kan pendapatan mas sudah cukup besar" kata suamiku kalau itu. Tapi disaat yang kami perjuangkan dulu telah di jawab sama Tuhan, kami diberi keturunan aku di kasih cobaam melalui suami ku yang berubah sikap menjadi kasar dan tidak perhatian.

"Mas, boleh minta tolong anterin aku priksa kandungan? ini saatnya periksa" dengan bentakan suamiku menjawab "aku capek, ngantuk mau tidur. aku capek kerja buat ngasih makan kamu nggak usah banyak tingkah, pergi sana! " Akirnya dengan menggendong putriku aku berangkat priksa sendiri menaiki motor maticku.

"Ibu Ayunda" giliranku masuk ke ruang dokter telah tiba. "Sore dok" sapaku sambil mendudukkan bokong ku dan memangku putriku. "Suaminya tidak bisa mengantar lagi?" tanya dokter Abian yang sudah hafal karena setiap periksa aku selalu datang sendiri. Setiap dokter Abian tanya kemana suamiku aku selalu menjawab sedang ada pekerjaan diluar kota, dan keluarga yang lain jauh semua tinggal diluar kota. Dengan senyum aku menjawab, "iya dok, lagi sibuk" dokter Abian mengambil nafas dalam dan mengeluarkannya perlahan. "Ibu, tolong dikasih pengertian suaminya untuk meluangkan waktu mengantar ibu periksa, atau kalau memang tidak bisa suami ibu bisa membawa putri ibu untuk sebentar diasuhnya selama ibu berangkat periksa. Ibu kesini dengan perut besar sambil menggendong anak apa tidak lelah?" aku jawab dengan anggukan dan senyum saja apa kata dokter Abian sambil menahan air mata agar tidak menangis. Selama aku diperiksa putriku tidak mau ditinggal alhasil aku membaringkan putriku di sebelahku diranjang pemeriksaan. Sebenarnya perih hati ini tapi apa daya mungkin ini garis takdir yang harus aku jalani. Aku selalu berprasangka baik pada Tuhanku, ini adalah caraNya mengujiku karena aku sudah diberiNya keturunan dan aku akan menjalani dengan iklas.

Bab 3. siksa hati

Hamparan langit gelap berhiaskan bintang bintang bak permata berceceran, pancaran sang rembulan menampak kan malam seolah siang, menyamarkan gelap seolah terang. Tapi siapa bisa menyamarkan hatiku yang terluka seolah biasa. Aku merenung dalam dzikirku apa gerangan sikap ku yang membuat suamiku berubah, apa salah ku yang membuat hilangnya cinta suamiku. Apa ini memang murni ujian Tuhan untuk ku, untuk mengangkat derajat ku untuk membuat ku agar selalu mau mendekat kepa Nya untuk selalu mau mengingat perintah Nya entahlah yang aku tau aku harus menjalaninya menjalani ini semua. Sungguh aku tidak mau berprasangka buruk kepada Tuhan ku. Apapun bentuk ujian Nya untuk ku aku akan menjalani dengan iklas. "Mas, bisakah pulang sekarang?" jam 11 malam kukirimkan chat untuk suamiku berharap bisa pulang menggantikan aku menjaga putriku karena kondisi badan ku yang lagi sakit dan sang putri juga lagi demam. Semalaman putriku itu rewel dan minta di gendong, kondisi ku yang tidak fit serta perut yang sudah membesar aku merasa lemah dan lelah serta kewalahan untuk menggendong putriku sampai larut malam. "iya" chat masuk jawaban dari suamiku. Senang hatiku, sangat berharap mas Wijaya segera pulang untuk menggantikanku menggendong putriku, aku benar benar sudah merasa lelah, bayi dalam kandungan ku pun terus aktif dari tadi karena mungkin kondisi perut ku yang kosong belum terisi makanan dari siang karena harus menangani putriku yang rewel. Lama aku menanti tapi mas Wijaya belum juga pulang sampai jam dua dini hari, aku mulai emosi tubuhku sangat sangat lelah dan sakit perut pun keroncongan akirnya kukirim chat pada mas Wijaya, "mas, jadi pulang? Inaya rewel, demam minta di gendong terus"

"Ini lagi membahas pekerjaan sama pemesan" jawab mas Wijaya

"Pekerjaan apa yang di bahas samapai jam dua dini hari mas? pemesan mana yang mau ditemui di jam dua pagi" balas ku

chat hanya di baca tanpa membalasnya. Setengah jam kemudian mas Wijaya pulang masuk dengan membanting pintu dan marah marah " aku bekerja untuk kamu, untuk kasih makan kamu tapi kenapa kamu tidak bisa mikir Ha!" bentak mas Wijaya. Aku yang sudah lelah hati dan fisik hanya diam sudah tidak punya tenaga untuk meladeni suamiku. "Kamu! kalau saja kamu tidak hamil, sudah ku bunuh kamu. Tunggu sampai kamu melahirkan setelah itu aku akan membunuhmu" perkataan mas Wijaya itu membuat ku membeku tak menyangka dengan perkataan nya, aku termangu seakan ragaku melayang. Mendengar perkataan suamiku aku seperti mendengar bisikan malaikat maut. Ya Tuhan, segitu marahnya dia pada ku, apa salah aku meminta waktu nya sebentar saja, apa salah aku meminta pertolongan nya. Terlalu sakit yang kurasa sampai kebas rasanya, sampai air matapun tidak bisa menetes hanya sesak didada yang menyeruak tertahan dan tak bisa keluar. Sejak itu aku diam tak mampu bersuara. Hari hari berikut nya aku jalankan tugas ku sebagi seorang istri dan seorang ibu seperti biasa tapi dalam diam. Aku hanya diam dan diam suaraku akan keluar disaat bersama putriku saja saat ada suamiku jangankan untuk berbicara sekedar mengeluarkan deheman saja aku enggan.

Tak terasa kandungku sudah delapan bulan sebentar lagi akan menimang bayi yang diperkirakan dokter seorang jagoan. Senang, sedih campur aduk jadi satu, senang karena sebentar lagi akan menimang jagoan, sedih karena merasakan sikap dan perkataan suamiku yang semakin kasar ya Tuhan..... hampir setiap hari mas Wijaya membentak dan mencaci aku tapi aku hanya diam dan meminta ketabahan dan kesabaran sama Tuhan agar bisa kuat menjalani takdir ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!