NovelToon NovelToon

Anna, Hug Me

1

🌷🌷🌷

Suasana senja dengan angin sepoi-sepoi tampak indah menemani seorang gadis yang sedang serius mengerjakan tugasnya. Ia duduk di perpustakaan yang saat itu tengah ramai. Namun agaknya gadis itu terlalu fokus pada tugasnya sehingga tak memedulikan mahasiswa yang lalu-lalang meminjam buku atau hanya berselancar di dunia maya. WiFi di perpustakaan merupakan salah satu yang tercepat di seantero Maxwell University, tempat gadis tersebut menuntut ilmu.

Gadis berambut pendek itu membuka-buka buku yang berserakan di sampingnya mencari referensi. Sesekali ia memandang arloji yang melingkar di tangan kirinya, seakan tak ingin lupa waktu.

Tak lama kemudian gadis tersebut terlihat telah menyelesaikan tugasnya. Gadis itu merapikan buku dengan terburu-buru, memasukkan laptop ke dalam ransel lalu keluar dari perpustakaan. Rupanya gadis itu buru-buru bekerja paruh waktu di swalayan dekat kampus. Shift-nya berjaga akan mulai sebentar lagi. Ia telah mengalkulasi kan waktunya, cukup berjalan cepat beberapa menit dan ia akan tiba tepat waktu.

"Tiinnnnn..." Suara klakson mobil membuatnya terkejut sampai gadis itu sedikit terpaku menghentikan langkahnya. Gadis itu menoleh ke arah sumber suara yang berasal dari mobil warna silver yang berhenti di samping jalan.

Seorang gadis berambut ikal panjang tersenyum manis menyapanya, Catherine. Teman satu angkatan hanya beda jurusan. Mereka kenal saat pertama kali ospek kampus.

"Masuklah Ann, aku akan mengantarmu," teriak Cathy dari dalam mobil.

Anna dengan tersenyum masuk ke mobil.

"Terima kasih Cathy, aku memang agak tergesa karena harus menyelesaikan tugas kuliah hari ini. Aku telah mengalkulasi kan waktunya, tapi tetap saja mepet," ujar Anna panjang lebar. Ia suka berteman dengan Chaterine Dunyan, karena temannya itu membuatnya bisa bercerita panjang lebar.

"Apa tidak sebaiknya beli sepeda saja," saran Cathy

"Kamu tahu sendiri aku tidak bisa naik sepeda," jawab Anna, gadis berambut pendek itu sedikit frustrasi, rasa-rasanya sangat terlambat untuk orang seusianya belajar naik sepeda.

"Ya belajarlah, aku akan mengajarimu besok."

"Besok aku sibuk, mungkin lain kali" jawab Anna pasrah.

"Kamu bisa jatuh sakit tahu kalau kerja terus."

Anna memandang sahabatnya sambil tersenyum. Catherine satu-satunya sahabat yang di punyanya. Karena Anna tak punya cukup waktu untuk berkenalan dengan gadis-gadis di kampus, lagi pula Anna tipe konservatif yang sulit berteman dengan gadis-gadis populer yang berorientasi modern di kelasnya. Dan juga harinya sudah terlalu sibuk dengan belajar dan bekerja. Tidak ada waktu untuk hal-hal yang menurutnya kurang begitu penting.

"Kenapa melihatku begitu?" tanya Cathy.

"Kau pengertian sekali Cathy."

Cathy hanya tertawa sambil menghentikan laju kendaraannya.

"Nah sudah sampai."

"Trims ya..." kata Anna sambil membuka pintu mobil.

"Oke, oia jangan lupa cuti untuk datang di ulang tahunku. Awas ya kalau gak datang karena shift malam," ujar Cathy mengingatkan.

Anna mengangguk mengiyakan. Ia melambaikan tangannya dan menunggu sebentar sampai mobil Cathy yang berlalu

Anna harus tukar shift agar bisa pergi ke ulang tahun Cathy tanggal 01 Mei. Berarti ini sudah kali ketiganya ia hadir dalam ulang tahun Cathy. Tak bisa dipungkiri rasa minder saat pertama kali berkumpul dengan semua anak orang kaya. Tapi Cathy dengan bangganya mengenalkannya pada orang tuanya, pada saudara lelakinya juga. Keluarga Cathy menyambut Anna dengan baik, jadi tak ada alasan untuknya melewatkan momen ulang tahun ini.

🌷🌷🌷

Anna berjalan gontai pulang ke asramanya. Ini sudah larut malam. Ia menjinjing makanan yang dibelinya di seberang jalan tadi.

Anna belum sempat makan malam, biasanya ia memakannya di tempat tidak membungkusnya, tapi hari ia terlalu lelah sehingga lebih memilih untuk membungkusnya dan membawanya pulang ke asrama.

Hanya saja malam ini Anna jadi harus konfrontasi dengan Irene, teman sekamarnya. Anna hanya pulang setelah jam 11 malam karena sebelum jam 11 kamar itu jadi ajang bercumbu buat teman sekamarnya, Irene dan kekasihnya. Tapi kali ini ia tidak peduli. Rasanya, badannya sudah sangat lelah jika harus menunggu sampai jam 11.

"Tok tok..." Anna mengetuk pintu kamarnya. Tapi tak ada respons. Anna mengetuk lagi, kali ini dari mulai ketukan pelan sampai dengan ritme yang cepat.

Wajah Irene yang kesal muncul membuka pintu, rambutnya terlihat acak-acakan dan lehernya penuh keringat. Tapi begitu dilihatnya yang mengetuk pintu adalah Anna, ia agak mengerutkan kening, mungkin ia tak jadi marah saat melihat bahwa yang mengetuk pintunya adalah teman sekamarnya.

"Em... sebentar," ujarnya sambil menutup pintu.

Tak seberapa lama seorang cowok jangkung membuka pintu dan keluar setelah berbagi ciuman panas di depan Anna. Anna berdeham tidak nyaman lalu memasuki kamar.

Kamar cukup berantakan dengan aroma yang entahlah, membuatnya sakit kepala. Di bukanya jendela untuk mengganti udara yang lebih segar. Anna membuka kotak makannya lalu makan ayam goreng tepung yang dibelinya tadi dengan lahap. Ia berpura-pura tidak peduli dengan Irene.

"Tumben sudah pulang," gumam Irene dengan wajah kesal.

Anna meliriknya sebentar dan melihat teman sekamarnya itu tengah mengikat rambut blondenya yang panjang.

"Aku lagi gak enak badan. Oia, jam 11 malam. Ya, aku ingin jam 11 malam kamarnya sudah bersih dari lelaki," ujar Anna sambil mengunyah makanannya. Ia mengucapkannya tanpa memandang ke Irene. Untung ranjangnya berada di dekat jendela jadi ia bisa melihat pemandangan langit dan bukit di belakang gedung asrama mereka.

Jendela itu juga penyelamat Anna dari bau-bauan yang entah berasal dari mana membuatnya muak. Bau keringat bercampur sesuatu yang khas. Ingin rasanya ia memuntahkan makanannya. Tapi rasa sayang karena susah-susah membelinya membuatnya bertahan. Lagi pula ia juga kelaparan.

"Aku hanya butuh jam 11 sampai jam 6 pagi. Bisa kan, aku bisa jatuh sakit jika tak bisa istirahat lebih awal. Please ..." lanjut Anna karena Irene hanya diam saja.

"Well! Cobalah berkencan biar kau tahu rasanya tidak udik sepeti ini," ujar Irene sambil memutar bola matanya, ia berganti baju lalu keluar dengan membanting pintu sedikit keras.

Anna tahu Irene kesal, mungkin hasratnya belum tuntas jadi Irene terlihat marah. Hm ...

Anna terlihat sedih. Ia sebenarnya tidak ingin berdebat karena tak ingin rumor buruk beredar bahwa jika ia tidak pernah pacaran dan tidak pernah tidur dengan lelaki. Ia juga sangat konservatif. Tapi Irene cukup keterlaluan, ia selalu membawa pria untuk bercinta tiap malam.

Shift malamnya berakhir pukul 10.30, Anna biasanya makan malam dan menunggu sampai tamu Irene pulang. Tapi ia tidak tahan lagi, 30 menit cukup untuknya mengistirahatkan punggungnya yang lelah seharian. Jam 6 ia sudah harus membuka toko, siang kuliah dan malamnya harus kerja lagi.

Meski kuliah dengan beasiswa tapi biaya hidup juga sangat tinggi. Tahun depan Anna sudah lulus dan harus keluar dari asrama. Makanya ia harus memikirkan mengumpulkan uang untuk mencari tempat tinggal sementara sebelum mendapat pekerjaan penuh.

Mungkin Karena masih kesal Irene tidak kembali sepanjang malam, sampai Anna pergi bekerja keesokan harinya.

🌷🌷🌷

Esoknya rumor menyebar lagi. bahwasanya Anna masih perawan. Ini pasti terjadi tiap tahun. Perawan itu seperti kata ejekan untuk menama lainkan udik. Anna sebenarnya tak peduli dan sebisa mungkin menghindari bertemu gang-gang gadis populer atau ia akan berakhir dibully. Untung saja karena Anna bukanlah gadis populer, jadi tidak ada mahasiswa yang mengenalnya. Beredar rumor pun dia bukan anak yang jaim, yang harus peduli dengan rumor.

Syukurlah karena Cathy rumor itu tak pernah jadi besar. Sebagai teman dari seorang Cathy tak banyak mahasiswi yang mau berurusan dengannya karena pasti berurusan dengan Cathy. Kharisma Cathy dan background keluarganya membuat Anna tertutup oleh bayang-bayangnya dan itu bagus baginya. Sebuah kamuflase yang sempurna.

🌷🌷🌷

Anna memandang lalu lalang mahasiswa yang ramai di depan asrama kampusnya. Malam minggu selalu lebih ramai dari malam-malam biasanya. Banyak mahasiswi yang pergi keluar dengan kekasih mereka. Anna juga berdandan cantik tapi bukan menunggu jemputan kekasih.

Anna menunggu sopir yang akan menjemputnya ke pesta ulang tahun Cathy. Anna melihat jam yang ada di layar ponselnya. Ia tersenyum saat melihat layar ponselnya. Foto Almarhum ayahnya menghiasi background ponsel jadulnya. Tak banyak memori yang tersimpan tentang ayahnya. Hanya ponsel yang di pakainya adalah ponsel ayahnya. Barang terakhir yang mengingatkannya pada ayahnya.

Masih teringat jelas di memorinya ketika ayahnya tak kunjung menjemputnya dari sekolah. Ternyata ayahnya telah meninggal akibat kecelakaan. Karena Ibu kandungnya telah menikah lagi dan tidak ada kontaknya membuat Anna harus berada di Panti Asuhan dan menjalani masa kecil yang berat. Sekarang ia bertekat untuk belajar dengan giat untuk mengubah nasibnya dan membuat ayahnya bangga.

"Tin tin..."

Suara klakson membuyarkan lamunan Anna. Ia pun bergegas memasuki mobil. Ada rasa cemas ketika harus berada di pesta keluarga Catherine karena pastinya Anna akan berhadapan dengan banyak orang dari kalangan elite. Ia selalu merasa minder dan tidak cocok berada di sana, tapi rasa sayang dan persahabatannya yang sangat dekat dengan Chaty membuatnya mengabaikan rasa tidak nyamannya.

Anna mengingat dirinya secara keseluruhan malam ini. Gaun hitam pendeknya terlihat manis, baju yang juga hadiah dari Cathy. Sepatu cantik yang dipakainya malam ini juga dari Cathy, hadiah saat Cathy pergi liburan ke luar negeri, saat itu Cathy membeli couple, sepasang dengannya.

Sedangkan wajahnya hasil karya Irene, gadis itu berbaik hati mendandaninya dengan make up tipis yang flawless. Jepit rambut satu-satunya hal yang tersisa dari Ibunya dipakainya sebagai pemanis rambut pendeknya. Ia merasa tampilannya cukup baik, ucapnya berkali-kali dan berusaha sambil menenangkan dirinya.

Dan tak lupa kado untuk temannya. Anna butuh berjam-jam mencari di situs belanja online mencari barang tersebut. Tidak mahal, tapi cukup mewakili persahabatan mereka.

🌷🌷🌷

Suasana sudah ramai saat Anna tiba. Ia terlihat panik karena area pesta kebun itu sangat luas. Sebetulnya cukup mudah menemukan Cathy karena ia nanti pasti akan berada di pusat keramaian. Tapi Anna perlu menemuinya lebih dulu sebelum acara dimulai.

Karena sibuk mengamati Anna tak sadar ada orang di belakangnya. Dan ketika Anna berbalik...

Splash

Segelas wine tumpah ke gaunnya. Anna panik. Ia lalu membungkuk minta maaf. Untung wine itu hanya mengenainya bukan pria jangkung di depannya. Sangat berisiko jika harus berurusan dengan orang kaya di sini. Setelan baju mereka bisa seharga sewa rumah setahun.

Pria itu menawarkan jasnya karena gaun Anna basah. Tapi Anna menolaknya dengan halus. Ia ingin segera pergi saja, ia tak ingin berlama-lama berurusan dengan orang asing.

"Anna..." panggil seseorang.

Anna mengenali suaranya. Ia adalah Thomas Dunyan, kakak Cathy.

Anna menoleh ke arah suara dan memastikan sumbernya. Thomas melambai ke arahnya.

"Ada apa?" tanya Thomas kepada Anna.

Anna menggeleng.

Thomas balik memandang pria di samping Anna. Thomas mengenalinya sebagai kolega bisnis papanya. Mr. Theo Natanael Maxwell. CEO Maxwell Company. Perusahaan yang bergerak di bidang Real Estate.

Thomas memandang Theo meminta penjelasan.

"Aku tidak sengaja menumpahkan wine ke gaunnya. Aku minta maaf nona...." ujar Theo menerangkan. Ia memasang wajah bersalah sembari memandang Anna yang sama sekali tidak memandangnya. Wajah tampannya terlihat bersungguh-sungguh ketika meminta maaf.

Thomas juga menyadari tidak mungkin orang sekelas Theo melakukan hal kekanak-kanakan seperti ini. Dan Thomas juga tahu Anna bukan tipe orang yang mudah terlibat masalah. Ini pasti hanya kesalahpahaman.

Pria tersebut menawarkan jasnya untuk dipakai Anna karena pasti udara malam dengan gaun yang basah bisa membuatnya sakit.

Anna memandang pria tersebut sambil menggeleng. Dilihatnya cowok berusia pertengahan 30-an yang terlihat tampan dan berkarisma. Setelan pakaiannya juga terlihat mahal keluaran desainer ternama yang khusus dijahit untuknya. Anna tidak ingin berurusan dengan lelaki yang seperti itu.

Thomas lalu mengajak Anna menemui adiknya. Pasti adiknya punya gaun yang bisa dipakai Anna malam ini.

Mereka lalu meninggalkan pria tersebut yang berdiri mematung. Ada perasaan aneh melingkupi wajah tampan Theo melihat gadis itu menolak tawarannya. Apakah pesonanya berkurang? pikirnya. Dipakainya lagi jas hitamnya. Ia belum bertemu tuan rumah untuk mengucapkan selamat.

🌷🌷🌷

2

🌷🌷🌷

Rutinitas Anna berlangsung normal sampai ia mendapat pemberitahuan bahwa dirinya dan semua karyawan di toko swalayan tempatnya bekerja dipecat.

"Kami minta maaf, harus menutup toko dan memulangkan kalian semua," ujar Pak Harry, pemilik toko.

"Tapi kenapa?" tanya Bobby, pria paruh baya yang bekerja di bagian shift yang sama dengan Anna. Bobby sudah cukup lama bekerja di toko ini.

"Toko ini telah dijual," jawab Pak Harry.

"Kami bisa mendaftar pada pemilik yang baru, kan!" usul pegawai yang lain.

"Hanya saja tempat ini akan menjadi apartemen. Maaf kami tidak bisa berbuat apa-apa karena penawarannya sungguh bagus jadi kami menjualnya. Kami bisa membangun 3 toko lagi dengan uang penjualan ini. Jika kalian tidak keberatan bisa bergabung di toko kami lagi, kami akan membuka 3 cabang lagi, hanya saja cukup jauh dari sini," lanjut Pak Harry memberi solusi.

Semua karyawan terhenyak. Tanpa pemberitahuan mereka sekarang sudah menjadi pengangguran.

Anna langsung terlihat sedih. Menjadi pengangguran tak pernah dibayangkannya, pun tidak muncul di daftar perencanaan keuangannya. Ia tidak bisa mengatasi ini.

Padahal Anna hanya butuh mengumpulkan uang sedikit lagi untuk menyewa rumah sampai terkumpul biaya sewa setahun dan mencari pekerjaan yang lebih baik setelah ia lulus.

Kalau ia pengangguran sekarang, simpanannya akan habis untuk biaya hidup sebelum ia lulus. Anna harus segera mencari pekerjaan lain.

🌷🌷🌷

Rutinitasnya sekarang berubah. Ia tak lagi tergesa mengerjakan tugas di sore hari, tidak akan berlarian mengejar jadwal shift nya. Sisi positifnya Anna jadi bisa mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh dan mencicil membuat skripsi lebih awal. Jika part time tak berhasil maka dengan lulus lebih awal Anna bisa segera kerja full time.

Sebenarnya Anna tidak benar-benar ingin masuk jurusan pendidikan bahasa. Tetapi hanya jurusan inilah yang menyediakan beasiswa gratis. Jadi mau tak mau daripada harus menghabiskan biaya hidupnya untuk membayar penuh di jurusan sosial favoritnya. Anna lebih memilih menjalani yang dianggapnya mampu dikerjakannya.

Hari menjelang siang saat Anna Selesai menyelesaikan makalah mengenai perbandingan aksen bahasa Inggris di beberapa negara berkembang. Sedang tidak terburu-buru Anna pun melakukan pencarian terkait lowongan pekerjaan. Ia butuh pekerjaan yang bisa dilakukannya di antara jam kuliahnya. Apalagi sebagai mahasiswa angkatan akhir, membuat Anna punya banyak waktu luang.

Ada satu lowongan pekerjaan yang menurutnya unik. Pembantu Rumah Tangga dengan gaji fantastis per jam-nya. Syarat-syaratnya cukup spesifik menurutnya. Ia menandai poin-poin pentingnya.

*Wanita usia min 20th maksimal 30th

Untunglah Anna sudah masuk 20 awal Februari kemarin.

*Mahir memasak masakan rumahan.

Anna tidak yakin, ia hanya mahir saat belajar memasak di panti dan itu sudah lama.

*Jam kerja fleksibel

Ini menggiurkan

*Disediakan tempat tinggal

Ini juga bagus.

Sebenarnya ada yang janggal pada syarat-syarat di form lamaran ini. Kalau tinggi badan dan berat itu sudah biasa tapi kenapa begitu detail sampai ukuran dada, lingkar perut dan pinggang.

Tidak berharap lolos tapi tak urung Anna tetap mengisi form lamaran untuk pekerjaan ini lalu mengirimkannya lewat email yang dicantumkan.

Selesai dengan ini, Anna kemudian mencari lowongan kerja yang lain. Penjaga Bar juga mahal. Tapi jam kerjanya selalu malam, penh asap rokok, keramaian dan dekat dengan dunia malam.

Anna menggeleng-geleng, ini bukan pekerjaan sampingan yang akan dilakukannya meski ia sangat butuh uang.

Anna meng-scroll lagi. Ada pekerjaan di MD, gaji standar tapi lumayanlah siapa tahu bisa masuk. Anna pun mengirim lamaran kerja ke sana.

Terhitung ada 10 lamaran yang di kirimnya, ada penjaga karcis, pelayan Cafe, jasa laundry, guru TK, sampai asisten lansia.

Anna butuh pemasukan untuk tempat tinggal tahun depan.

"Drtt... drt...." ponsel Anna bergetar. Ada pesan dari sahabatnya, Cathy.

"Di mana?"

"Di perpustakaan"

"Oke aku otw."

"Aku sudah selesai, kamu di mana? biar aku yang ke sana."

"aku berada di tempat parkir."

"Ok, otw."

Anna segera mengemasi bawaannya, mengembalikan buku-buku lalu keluar dengan senang. Mungkin ada untungnya juga jadi pengangguran, sudah lama ia tidak hang out dengan Cathy.

Dilihatnya temannya itu sudah menunggunya di mobil. Mobil yang berbeda dari biasanya. Mobil dengan warna merah dan bodi yang seksi, khas mobil mahal.

"Wow, mobilnya bagus banget, kado dari siapa, nih!"

"Dari Papa pastinya. Masuklah."

Anna memasuki mobil sambil melihat-lihat interior, mobil kali ini luar biasa bagus. Untuknya yang tidak tahu menahu tentang mobil, hanya sekali lihat saja ia bisa tahu bahwa mobil ini sangat menakjubkan.

"Kudengar swalayan nya ditutup, ya," ujar Cathy memulai obrolan.

"Iya, mau didirikan apartemen. Agak suntuk sih! kok mendadak, jadi belum menyiapkan pekerjaan yang lain."

"Kerja di tempat papaku saja. Anak rajin sepertimu pasti diterima," usul Cathy.

Keluarga Cathy mempunyai bisnis di bidang perhotelan. Sebetulnya mudah saja baginya meminta tolong di beri satu saja pekerjaan. Hanya saja Anna merasa sudah cukup merepotkan. Dirinya yang tidak mempunyai background apa pun tentang perhotelan pasti akan menimbulkan pergunjingan jika masuk ke sana, apalagi masuk tanpa seleksi dan nyaris tanpa kompetensi.

"Terima kasih, kalau aku gak menemukan pekerjaan baru dalam seminggu ini aku akan terima bantuan mu."

"Hem baiklah, jadi sekarang mari kita jalan-jalan yeayyyy...!" teriak Cathy girang. Sudah lama ia tidak bertemu sahabatnya.

"Yeayyyy..." sambut Anna antusias.

🌷🌷🌷

Lowongan pekerjaan tentang asisten rumah tangga ternyata milik Theo Natanael Maxwell, CEO Maxwell Company. Lowongan yang ditulisnya ternyata menarik banyak minat pasti karena gaji yang dicantumkan Theo sangat mahal.

Theo lalu melihat-lihat daftar pelamar, tak banyak gadis yang pas dan unik. Sebenarnya ia tidak sedang mencari seorang asisten rumah tangga tapi ia sedang mencari seorang istri yang mahir melakukan pekerjaan rumah tangga. Jadi iklan asisten rumah tangga ini hanya sekedar masa pengenalan.

Theo ingin melihat dari dekat sosok istrinya nanti. Ada 7 hari masa uji coba jika ia merasa tidak cocok, ia cukup mengatakan bahwa mereka tidak lolos. Dan sejauh ini belum ada yang benar-benar cocok untuknya.

Theo sangat mengidam-idamkan wanita yang tidak neko-neko, tidak hobi clubbing, wanita yang bisa membuatnya betah di rumah. Yang bisa melayaninya, memuaskannya.

Foto seorang gadis berambut pendek menarik minat Theo, dibacanya perlahan.

*Annamarie Hayden, 20 tahun.

*33-26-33

*5 feet, 5 inches

Hanya 165 cm. Well, sangat mungil dibandingkan dirinya yang 6 kaki lebih, 189cm. Theo memperbesar foto Anna, wajahnya terlihat tidak asing.

Hm, wajahnya mirip dengan gadis yang di pesta ulang tahun keluarga Dunyan, tapi siapa tahu memang benar dia. Theo lanjut membaca.

*Semester akhir di Maxwell University

Ternyata berada di kampus yang didanai keluarganya. Theo butuh resume pendidikannya, tapi tidak sekarang. Yang terpenting sekarang adalah menerima lamaran pekerjaannya dulu. Dan mari kita berkenalan dengan gadis manis ini.

🌷🌷🌷

Gadis yang dimaksud saat ini sedang berenang di kolam renang keluarga Chaty, mereka cekikikan membahas joke-joke konyol dan cerita lucu Cathy tentang gadis-gadis di kelasnya, juga tentang Noah, pacar Cathy yang seorang tentara. Tak seberapa lama Thomas, kakak Cathy pun ikut bergabung.

Thomas sangat lihai berenang, sangat mahir hampir setara atlet. Anna dan Cathy menyorakinya dari pinggir kolam karena mereka sudah cukup lelah berenang dari tadi.

Saat Anna berbaring di kursi panjang di samping kolam, tak sengaja ia tertidur kelelahan. Berenang ternyata cukup ampuh untuk membuang beban pikiran yang membebaninya akhir-akhir ini. Anna merasa rileks sampai-sampai ia jatuh tertidur.

Melihat Anna tertidur Cathy menyelimutinya karena enggan membangunkannya. Dan lagi Cathy menyelimutinya juga untuk menjaga tubuh Anna dari pandangan jelalatan kakaknya.

"Yang satu ini tidak boleh dilihat," kata Cathy jengkel. Kakaknya memang playboy tapi yang satu ini di luar radar, Cathy sering mengalami kejadian buruk ketika sahabatnya terlibat cinta satu malam dengan kakaknya dan hubungan pertemanan mereka pun hancur karena kakaknya hanya main-main, tidak pernah serius. Usia Thomas yang hanya terpaut setahun lebih tua dari Chaty membuat banyak teman-temannya mengenal kakaknya.

Pada dasarnya bukan salah kakaknya juga, tapi rata-rata wanita memang lemah jika harus berhadapan dengan pesona Thomas. Rambut pirang dan mata birunya sangat menawan apalagi di dukung postur tubuh yang tinggi menawan. Di tambah lagi bakat playboy yang di turunkan dari mama. Siapa pun pasti bertekuk lutut.

Tapi Anna berbeda, gadis ini tidak tertarik pada apapun di keluarganya. Uangnya, jabatannya, populernya, kakaknya, atau apa pun itu.

Makanya Thomas sangat ingin menaklukkan Anna. Karena penolakan Anna memaksanya berpikir bahwa pesonanya sudah luntur. Tapi tunggu dulu jika Thomas berani mendekati Anna. Maka harus berhadapan dengan Cathy dan itu tidaklah mudah.

Cathy dengan mata melotot memperingatkan kakaknya.

"Cari yang lain deh, Kak! Anna hanya untuk cowok yang serius."

"Aku serius tahu..."

"Iya, serius ingin tidur bersamanya. Stop, deh!"

"Bagaimana kalau Anna yang mau," ujar Thomas sambil keluar dari kolam, perut sixpack-nya terpahat indah tertimpa lampu malam.

"Gak bakalan," jawab Cathy ketus.

"Well, kasihan Anna kalau harus tidur di sini dengan rambut basah. Mau kugendongkan ke kamarmu?" tawar Thomas sambil mengelap tubuhnya dengan handuk

"Gak boleh. Aku yang akan menunggunya di sini."

"Sudah menjelang malam. Di sini dingin," ujar Thomas lagi.

"Baiklah, tapi awas jangan main-main. Jangan sentuh yang tidak-tidak."

Thomas mengedipkan sebelah matanya, menggoda adiknya. Lalu diangkatnya Anna, tubuh gadis itu terasa cukup ringan bagi Thomas.

Sudah lama Thomas ingin menyentuh Anna, dan baru terpenuhi sekarang. Bukan dalam arti yang vulgar. Ia hanya ingin mengamati Anna dari dekat.

Anna selalu memakai pakaian yang longgar, dan itu membuatnya kesulitan mengamatinya. Semua di tubuhnya mungil. Seperti belum pernah terjamah, belum pernah mendapat sentuhan sehingga belum berkembang maksimal.

Andai Thomas diberi kesempatan, ia akan melakukannya dengan senang hati dan membuat semua bunga-bunga itu mekar dengan sempurna. Hanya dengan membayangkannya membuat miliknya menggeliat di bawah sana. Buru-buru dipercepatnya langkahnya ke kamar tamu di lantai atas.

Thomas membaringkan Anna di ranjang sambil dipandanginya wajah manis Anna. Ia ingin sekali mencium bibir mungil itu. Serta merta Thomas menundukkan wajahnya. Tapi begitu sudah sangat dekat Anna memalingkan sedikit wajahnya. Dan ya, bibir Thomas hanya mengenai pipi kiri Anna.

Thomas terkekeh dalam hati, meski dalam tidurnya Anna begitu beruntung. Karena andai saja bibir Thomas bersentuhan dengan bibir Anna. Dalam sekejap Thomas tidak akan lagi bisa menahan ingin dan mereka berdua akan berakhir di ranjang saling melepaskan ingin. Thomas tak bisa membayangkan ekspresi adiknya jika ia tidur bersama Anna.

Tapi Anna memang di luar jangkauannya. Baru kali ini Cathy mendapatkan teman yang membawa dampak baik pada sikap manja adiknya. Well, semoga Anna mendapatkan pria yang baik, doanya dalam hati.

🌷🌷🌷

3

🌷🌷🌷

Anna mematut dirinya di cermin memastikan penampilannya sopan dan rapi karena kali ini ia akan melakukan wawancara. Ia ingin terlihat baik, kesan pertama sangat penting.

Dan sayangnya kali ini Irene tidak ada. Irene tentunya bisa membantu Anna mengaplikasikan make up tipis flawless. Karena Irene tidak ada, maka Anna hanya menyapukan bedak dan lipstik warna coral untuk membuat penampilannya segar namun tidak berlebihan.

Satu hal yang mengganjal pikiran Anna, hal yang membuatnya tidak habis pikir. Bagaimana bisa tes itu dilakukan di gedung Maxwell Company. Tidakkah pekerjaan ini terlalu biasa sampai harus tes wawancara di gedung mewah.

Dengan pakaian formal terbaiknya Anna mantap berangkat menggunakan taksi. Setahunya Maxwell Company berada cukup jauh dari asramanya. Hanya saja Anna belum pernah ke sana. Jadi ini akan menjadi yang pertama baginya mengunjungi sebuah gedung perkantoran.

Begitu sampai Anna dibuat tercengang. Gedung ini luar biasa tinggi dan megah, lebih mewah dari yang dibayangkannya. Tulisan Maxwell Company dengan huruf kapital yang besar mengintimidasinya.

Anna langsung menuju meja resepsionis yang juga sangat mewah dengan para resepsionis yang cantik dan anggun seperti gambaran model-model cantik majalah.

"Selamat datang di Maxwell Company. Ada yang bisa saya bantu Nona...."

"Anna, Annamarie Hayden. Dan ya, di manakah letak tes wawancara asisten..." Anna memberi jeda karena ragu, bukankah ini seperti lelucon jika tes wawancara asisten rumah tangga di sebuah gedung perkantoran.

"Maaf Nona Hayden, sepertinya anda melupakan sesuatu, tes wawancara personal asisten telah di adakan kemarin."

Anna terhenyak. Bagaimana mungkin ia bisa salah informasi. Ia telah membacanya berulang kali. Bukankah yang di maksud di sini asisten pribadi, dan Anna mendaftar asisten rumah tangga.

Ya ampun, apa yang terjadi ini? batin Anna.

Nona resepsionis itu masih menyunggingkan senyum patennya berusaha tetap sopan tapi Anna tahu ia pasti terlihat sangat lucu. Ia belum bisa percaya kalau ia melupakan tanggal wawancara.

Anna lantas menunjukkan salinan email yang diterimanya. Untung saja kemarin ia sempat mengcopy nya. Di situ tertulis dengan jelas bahwa ia diminta datang hari ini.

Begitu membaca salinan email dari Anna, wajah cantik sang resepsionis itu pun berubah serius. Ia kemudian melakukan sambungan telepon, berbicara sesuatu sambil mengangguk-angguk dan sesekali melihat Anna.

Anna menunggu dengan tidak sabar, gedung ini membuatnya frustrasi. Kalau memang ini sebuah lelucon ingin sekali ia secepat kilat menghilang dan mengurung diri dalam kamarnya yang nyaman.

"Nona Hayden, ternyata Anda sudah ditunggu. Mari saya antar ke ruang interview," ucap resepsionis tersebut.

Anna hanya mengangguk. Untunglah benar-benar bukan lelucon. Ia lalu mengikuti resepsionis tersebut dan memasuki lift. Mereka lantas naik sampai lantai 40. Ia cukup heran kenapa hanya sebuah interview harus di lantai setinggi ini?

Seorang staf perempuan yang lain menyambut mereka. Seorang wanita berambut pirang yang disanggul rapi. Wanita yang sangat cantik, rapi dan efisien. Ia memperkenalkan diri dengan nama Amber. Amber lalu mengambil alih mengantar Anna.

Anna mengangguk berterima kasih kepada resepsionis tersebut sebelum berlalu mengikuti Amber. Bangunan di sini terlihat sangat bagus. Nuansa hitam dan putih yang tentu saja mengintimidasi. Mungkin Design seperti ini sengaja di buat demi aura seperti itu.

Anna harus mengikuti Amber yang berjalan begitu cepat. Langkah kaki Amber mungkin biasa baginya tapi tidak bagi Anna yang kecil, dengan tinggi badan yang menjulang tentu Amber terbiasa berjalan cepat dan itu cukup merepotkan bagi Anna.

Anna sampai tidak bisa menikmati isi gedung yang menurutnya sangat indah dan konsepnya sangat bagus. Modern sekaligus ramah lingkungan. Banyak tanaman asli di tiap jarak tertentu. Semua sangat proporsional. Tidak berlebihan.

Mereka tiba di depan pintu yang tertutup. Amber mengetuk pintu dengan ritme yang bagus. Anna sampai heran apakah ada manner tertentu untuk mengetuk pintu?

"Nona Hayden sudah tiba."

"Masuk." Sahut suara seorang pria dari dalam.

Mungkin kah ini penipuan, pewawancaranya pria, batin Anna sedikit takut. Tapi mungkin kah mereka melakukan penipuan di gedung perkantoran terkenal? Sangkalnya. Ia berusaha membuat pembenaran untuk menenangkan diri.

Amber lalu mempersilahkan Anna masuk. Begitu Anna membuka pintu ia dikejutkan dengan suasana temaram di dalam ruangan. Seperti bekas rapat presentasi. Seorang pria duduk di seberang dengan banyak berkas di depannya.

"Excuse me..." ucap Anna meminta perhatian. Karena dilihatnya pria itu sangat fokus apa yang ada di depannya.

"Nona Hayden, silakan duduk." Kata pria tersebut menoleh sebentar. Hanya sebentar kemudian larut lagi dengan laptopnya.

Bangku di ruangan ini berbentuk U dengan layar proyektor yang masih menyala. Ada gambaran desain sebuah ruangan yang terlihat seperti apartemen. Anna mengamati sekitar dengan agak takut. Ia tidak terlalu suka ruangan gelap. Gelap itu seperti sebuah misteri yang membuatnya bingung. Ruangan gelap ini membuatnya tidak nyaman.

"Masih ada yang harus kuselesaikan. Semoga Nona Hayden tidak keberatan jika aku menyelesaikan ini terlebih dahulu," ucap pria itu meminta izin. Kali ini ia memandang Anna dengan tatapan intens.

Anna mengangguk tak tahu harus merespons apa. Apakah ia datang di jam yang salah?

"Sure, tak apa-apa selesaikan saja dulu. Aku bisa menunggu," jawab Anna.

"Baiklah, buat dirimu nyaman. Mau minum apa?" tanya pria itu lagi.

Jujur Anna ingin menanyakan siapa nama pria tersebut. Tapi ini bahkan belum masuk sesi interview, Anna tidak mungkin menanyakannya.

"Air putih saja, Pak," jawab Anna tanpa bisa mengatakan nama lawan bicaranya. Ia terlalu cemas untuk mengingat nama yang tertera di salinan email-nya, yang sekarang dengan sembrono tertinggal di meja resepsionis.

Tak seberapa lama Amber membawa segelas air putih, sepiring kecil roti isi daging, dan camilan dalam porsi kecil yang ke semuanya dibawa dalam sebuah nampan.

Anna mengucap terima kasih pada Amber, yang dibalas dengan senyuman profesional yang sangat manis.

Kenapa semua wanita di kantor ini sangat cantik? Gumamnya dalam hati. Seperti dunia lain saja.

🌷🌷🌷

Theo memandang gadis di seberang lewat layar laptopnya, gadis yang diketahuinya bernama Anna. Ia ingin memastikan kalau gadis ini adalah gadis yang dilihatnya di pesta. Dan sepertinya benar, gadis ini adalah gadis yang menolak jasnya. Gadis yang bahkan tidak meliriknya dua kali. Suatu takdir tanpa perlu mencari gadis ini sudah ada di depannya sekarang.

Sikapnya pun tak berubah seperti saat mereka bertemu di pesta. Kali ini pun begitu, Anna begitu canggung. Ia terlihat sesekali mencuri pandang ke arahnya yang seolah-seolah sibuk berkonsentrasi dengan laptopnya padahal sejatinya Theo sedang menyalakan fitur video dan sedang sibuk mengamati Anna dari layar laptopnya. Namun, saat Anna tidak menyentuh sedikit pun makanan dan minuman yang diberikannya, Theo memutuskan menyudahi acara pura-pura sibuknya.

"Ehem..." Theo berdeham sembari menutup laptopnya dan fokus melihat lawan bicaranya.

Anna terkejut karena suara yang di buat Theo. Pasti ia sedikit melamun tadi sehingga tidak menyadari bahwa pewawancaranya sudah selesai dengan kesibukannya. Ia sampai malu karena pewawancaranya sampai harus berdeham untuk membuatnya fokus.

"Kenalkan nama saya Annamarie Hayden, panggil saja saya Anna. Saya datang atas balasan email yang mengatakan bahwa saya harus mengikuti interview di gedung Maxwell Company pada jam sekian, apakah saya betul?" ujar Anna memperkenalkan diri sekaligus memastikan.

"Ya," jawab Theo singkat. Ia lalu bangkit dan berjalan ke arah Anna.

Anna menyadari bahwa pria pewawancaranya sangatlah tinggi. Tak hanya tinggi tapi juga luar biasa tampan. Dirinya terlihat seperti anak-anak jika di sampingnya. Anna ikut berdiri ketika pria itu berdiri di samping kursinya.

"Namaku Theo Natanael Maxwell, CEO Maxwell Company, panggil saja Theo. Salam kenal," kata Theo sambil mengulurkan tangannya.

"Salam kenal, Tn. Maxwell."

Anna menjabat tangan Theo dengan tangan mungilnya.

Ada getaran asing menjalar di hati Theo saat tangannya bersentuhan dengan Anna. Hanya dengan berjabat tangan, Theo merasa Anna ikut menggenggam hatinya. Sensasinya begitu indah sampai ia enggan melepaskan genggamannya.

Anna hanya menunduk malu saat Theo tidak kunjung melepaskan jabat tangannya.

Ketika Theo melepaskan genggaman tangannya, ia langsung duduk di kursi di samping Anna dan tidak kembali ke meja tempatnya tadi.

"Aku membutuhkan asisten rumah tangga di rumahku. Karena aku sangat sibuk, aku minta maaf jika kita membicarakan ini di kantorku. Bagaimana kalau kita membicarakannya selagi makan siang."

"Di sini sudah cukup, terima kasih," jawab Anna. Ia merasa di sini sudah cukup. Tidak perlu melewati batas.

"Aku memaksa," ucap Theo sambil menatap Anna penuh harap.

"Ah, baiklah," ujar Anna akhirnya. Ia cukup salah tingkah dengan ajakan itu. Ia berharap Theo sedang tidak mempermainkannya.

"Lihat, kamu bahkan tidak menghabiskan camilan mu. Aku ingin kamu cukup makan jika harus bekerja denganku. Aku khawatir kamu jatuh sakit dengan tubuh sekurus ini," ujar Theo sambil menunjuk makanan yang masih utuh.

Anna sedikit tidak nyaman dikomentari tentang tubuhnya. Ia merasa diragukan tidak bisa bekerja keras dengan tubuh ini.

"Jangan khawatir Tuan Maxwell. Aku biasa bekerja keras dan aku sangat rajin," Anna meyakinkan Theo.

"Aku percaya itu, tapi ngomong-ngomong panggil aku Theo, aku tidak ingin dipanggil seperti nama perusahaan. Apalagi kita akan bekerja di ruang privat jadi tak perlu bersikap formal."

Anna mengangguk.

"Asistenku, Amber akan membuatkan surat perjanjian kerja sama. Amber akan mengirimkannya via email. Kamu bisa mempelajarinya nanti sebelum menandatanganinya."

Lagi-lagi Anna hanya bisa mengangguk.

Theo lalu mengisyaratkan Anna untuk mengikutinya. Anna pun menurut. Mereka berjalan ke luar gedung. Setiap orang yang berpapasan dengan Theo tak peduli tua muda semua menunduk. Sambil menyapa dengan sopan. Anna melihat bahwa orang yang akan menjadi bosnya ini benar-benar orang yang luar biasa.

🌷🌷🌷

Kali ini Anna berada di dalam mobil yang membuatnya sangat canggung. Duduk dengan calon bosnya di dalam mobil yang luar biasa mewah. Mobil Cathy memang mewah tapi mobil ini seperti mobil orang yang benar-benar tidak butuh uang. Tak heran CEO perusahaan sebesar Maxwell Company memang sangat kaya.

Anna sedikit melirik Theo yang duduk diam di sampingnya. Terlihat tampan namun kesepian. Sama sepertinya. Bedanya Anna tidak punya apa-apa tapi pria ini punya segalanya.

"Ada yang mengganggu pikiranmu?” tanya Theo. “Kamu bisa mengatakannya sekarang," lanjutnya saat ia mengaktifkan penghalang sehingga sopir tidak mendengar apa yang mereka bicarakan.

"Kita akan ke mana?" tanya Anna polos.

"Makan siang."

"Di mana?"

"Di rumahku."

Anna langsung panik dan tak sadar menggigit bibir bawahnya.

Theo melihatnya dan itu membuatnya tidak nyaman. Ia ingin menggigit bibir tipis itu juga.

"Bisakah kamu tidak menggigit bibirmu, itu sedikit menggangguku."

"Maaf," jawab Anna. Ia sendiri bahkan tidak menyadari bagaimana ia bisa berakhir dengan menggigit bibirnya. Itu di luar sadarnya.

"Tak perlu minta maaf."

Mobil berhenti di sebuah rumah yang luar biasa besar. Anna terhenyak. Ini pasti alasan bayarannya sangat mahal. Karena yang harus dibersihkannya sangat banyak. Anna termenung sampai Theo mengajaknya masuk. Mereka langsung menuju teras belakang yang luas. Ada kolam renang yang besar dengan pemandangan taman yang indah.

Seorang wanita paruh baya datang menyambut Theo.

"Selamat datang, Tuan muda. Dengan siapa nona cantik ini?" tanyanya seraya mengulurkan tangan ke arah Anna.

Anna menyambutnya uluran tangan wanita tersebut sambil memperkenalkan diri.

"nama saya Annamarie Hayden. Panggil saja Anna, salam kenal."

"Saya Paula, Bibi Paula. Kepala pelayan di sini."

Anna mengangguk-angguk.

"Tolong siapkan kami makan siang," perintah Theo.

Bibi Paula mengangguk lalu meninggalkan mereka berdua di kursi taman. Ada kolam renang yang besar seperti punya keluarga Cathy. Rasanya pasti segar jika berenang di sana di cuaca siang yang terik.

"Aku akan mengantarkan kamu berkeliling sampai makanannya siap," kata Theo sambil mengisyaratkan pada Anna supaya mengikutinya.

"Ini tempat favorit saya, katanya sambil menunjuk kursi di samping taman. Aku biasa menghabiskan waktu membaca buku di sini."

Banyak ruangan di rumah ini dan Anna belum bisa mengingat semuanya. Dari sekian banyak yang dilihatnya yang paling menarik minatnya adalah kamar tidur bosnya. Kamar itu luar biasa besar dan mewah. Desainnya maskulin dan sangat cocok menggambarkan seorang Theo. Tapi yang mengejutkan adalah Anna akan menempati kamar di samping kamar Theo.

"Ada banyak kamar tamu, kenapa aku harus di sini?" tanya Anna tak mengerti, mungkin ia lancang karena bertanya tapi ia benar-benar tidak habis pikir.

"Aku merekrutmu secara pribadi, aku ingin kamu mengurusi keperluanku."

Sebelum Anna menanyakan hal yang lain. Seorang pelayan muda yang lain menghampiri mereka mengatakan bahwa makan siang sudah siap. Anna menelan lagi pertanyaan yang menggantung di bibirnya. Baiklah, mari kita lihat apa yang akan terjadi besok.

🌷🌷🌷

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!