"Hallo, Tara?" Suara seorang gadis bernama Kila yang terdengar tak sabar dari balik telpon.
"Hem, iya Kil, apa?" Tanya Tara, gadis yang ditelpon masih santai berada di atas tempat tidurnya.
"Tar, Tar, kayaknya kamu harus pergi deh, Aga katanya sekarang lagi janjian sama selingkuhannya!" Adu Kila pada Tara.
"Maksudnya?" Tanya Tara yang reflek bangun dari tidurnya setelah mendengar kabar tersebut.
"Aduh .... Tara, barusan si Yosi ngabarin, katanya Aga lagi ketemuan sama selingkuhannya di bioskop yang ada di taman bunga!"
"Hah? serius?" sekali lagi Tara memastikan.
"Iya, udah deh buruan, kamu berangkat dulu, bentar lagi aku susul, aku temenin"
"Oke ... oke"
Itulah awal mula keberadaan Tara hari ini. Si gadis cantik dan manis berambut ikal dan bermata coklat berdarah asli Indonesia. Siang ini, dia sedang membuntuti kekasihnya yang bernama Aga yang sudah lama dipacarinya disalah satu bioskop yang ada di Jakarta.
Dari balik pilar yang ada didepan gedung. Tara menyembunyinya tubuhnya yang kecil untuk mencari tahu apa saja yang sedang dilakukan oleh Aga disana.
Aga masih terlihat duduk sendiri disalah satu kursi yang ada didepan studio 2. Aga kemudian juga terlihat berdiri untuk membeli tiket dan juga camilan. Setelah itu, dia duduk kembali dan memainkan ponselnya sambil menggoyangkan kaki yang salah satunya sedang ditekuk.
Beberapa saat kemudian.
Deg. jantung Tara seketika berpacu. Wajahnya berubah mengeras dan lumayan syok. Apa yang dikatakan sahabatnya selama ini benar adanya. Dengan mengambil selangkah lebih dekat, dia bisa melihat dengan jelas pacarnya yang masuk dalam studio bioskop sambil berpegangan tangan bersama seorang gadis yang super cantik dengan penampilan bak sosialita.
Penasaran sekaligus ingin memastikan lebih banyak, walau mulai terasa berat, Tara lantas mengikuti keduanya yang masuk dalam studio bioskop. Untung saja hari ini bioskop sedang sepi. Hanya beberapa orang saja yang datang menonton. Jadi saat itu, Tara pun bisa dengan leluasa berpindah kursi memilih tempat yang pas untuk memata - matai Aga.
"Huft!!!!" Tara menghembuskan nafas panjang sekaligus kasar dari hidung dan mulutnya dengan wajah yang sudah merebak menahan tangis.
Adegan dihadapannya sungguh membuatnya semakin sakit hati. Rangkulan, pelukan, bahkan ciuman ditengah studio yang gelap menjadi bukti nyata kelakuan bejat pacarnya hari ini. Merasa tak sanggup, Tara berpaling kearah lain.
“Iya bro ...” kata pemuda yang duduk tepat disamping Tara, sedang telponan, membuat Tara yang tadi memalingkan muka justru tak sengaja jadi nguping.
“Yo'i, Sasa ada di depan gue. Iya, sama curut lain gak tahu anak mana!. Sabar bro, slow dulu bro, nanti gue kabari. Kalau bisa langsung gebukin aja nih si curut biar mampus!. Oke, oke, nanti gue kabarin. Oke thank you bro"
Beberapa omongan Sandi, si pemuda berkulit putih, berhidung mancung dan punya lesung pipit yang berhasil ditangkap telinga Tara, membuat Tara sedikit terpengarah jadi gugup dan tanpa sadar malah jadi diam - diam memperhatikan.
Sandi sadar sedang diperhatikan oleh Tara diam - diam. Wajahnya kemudian berubah mengernyit dan sedikit mengeras.
“Ada apa Mbak kok liatin terus?" tanya Sandi ketus.
"Oh, enggak. Sorry .. sory" elak Tara cepat kembali mengalihkan pandangannya ke layar tapi malah tertahan pada Aga yang masih bermesrahan di depannya.
"Huft!" Hembusan nafas kasar yang tak tahu sudah dihembuskan berapa kali dengan wajah kecewanya.
2 jam berselang, film yang diputar akhirnya berakhir. Ruang bioskop yang tadinya gelap mulai terang kembali karna para pegawai menghidupkan lampunya.
Dikala para penonton yang lain beranjak dari duduknya untuk keluar studio. Tara masih duduk lesu ditempatnya. Kepalanya menunduk dengan raut wajah murung dan kecewa. Tak ingin orang lain tahu, Tara kemudian menarik topi yang dikenakannya agar wajahnya tenggelam.
“Waw, Sasa Wiraka Raharyo" Seru Sandi dengan suara yang lantang. Membuat beberapa orang yang masih dalam studio jadi mengarahkan pandangan padanya, tanpa keterkecuali Tara yang tak jauh dari mereka.
"Jadi ini selingkuhan lu?" dengusnya lagi dengan tatapan mengejek, memperhatikan Aga dari atas sampai bawah.
"Lo, San?" Sasa mulai kelabakan. "Kok kamu bisa disini?"
"Kenapa? gak nyangkah?" Tanyanya dengan senyum sinis.
"Hah? enggak kok San, enggak, bukan gitu. maksudnya, gak apa - apa cuma tanya" Sasa yang belibet semakin kebingungan. "Tapi sejak kapan kamu disini?"
"Lu mau tau sejak kapan gue disini? Perlu gue ngomong atau cerita apa yang udah gue liat?" hardik Sandi membuat Sasa gusar.
"San, aku bisa jelasin" Sasa yang mencoba mengambil hati Sandi, dicegah oleh Aga.
"Gimana kalau kita selesai ini diluar aja?" potong Aga yang kini sudah berdiri didepan Sasa menantang.
"Diluar? yakin?" Sandi tersenyum sinis.
Kelakuan Aga yang menantang menjadikan Tara yang sejak tadi diam memperhatikan pun jadi sedikit waswas. Disatu sisi dia sedang kecewa dengan Aga. Tapi disisi lain ingat Sandi sudah mempersiapkan orang - orang untuk mengeroyok Aga membuatnya tak bisa membiarkannya.
"Aga!" seru Tara membuat Aga, Sandi dan Sasa menoleh padanya.
“Tara..." desis Aga.
Raut wajah Aga berubah cemas, terlebih saat itu Tara hanya menatapnya murka dan kecewa untuk beberapa saat sebelum akhirnya gadis itu memilih untuk pergi begitu saja.
"Tar, Tara, ini..." Aga mulai kelabakan melihat reaksi Tara.
Spontan Aga pun menghentikan Tara tanpa peduli dirinya sedang berdebat dengan Sandi.
"Tar, kamu salah paham, aku-"
"Kamu!!" pekik Tara memotong ucapan Aga. "Jangan pernah muncul dihadapanku lagi! kita putus!!." Sambil menatap tajam.
"Dan kamu!" Yang kali ini menatap Sasa. "Ambil dia! jangan lupa, jaga baik - baik, biar gak selingkuh!" Yang kemudian bergegas pergi dari sana.
Aga masih ingin menghentikan Tara, tapi tubuhnya di dorong Sandi sehingga langkahnya jadi terhenti.
“Lu mau kemana?" Sandi mendorong dada Aga. "Mau ngejar siapa? bukannya pacar lu ada disini? Lu kira dia bakalan maafin elo?"
"Aiiish, fuc* !" maki Sandi lagi.
"Kalian!" menunjuk keduanya dengan muka sinisnya.
"Bener - bener pasangan yang serasi! dasar toxic !! buat waktu gue jadi sia - sia" pekiknya memandang keduanya jijik.
"Lu!" Yang kali ini menatap Sasa tajam.
"Gue peringatin. Kita gak pernah pacaran. Jadi, jangan pernah nyebarin bilang keorang - orang kalau kita pernah pacaran. Kalau enggak lu rasain sendiri akibatnya!." Peringatan tajam yang diberikan Sandi pada Sasa sebelum pergi.
Ditengah kekalutan emosi yang sedang memuncak, Sandi berjalan tak tentu arah yang kemudian menuntunnya memasuki sebuah mini market yang tak jauh dari sana. Dan masih dengan rasa marah dan kesal Sandi membuka salah satu kulkas yang ada di dalam mini market dan meraih 2 kaleng bir dan juga 1 botol air mineral.
"Aiiishhh!" keluhnya mengingat kejadian tadi.
Ditutupnya dengan sedikit kasar kulkas tersebut dan kemudian dibayarlah apa yang sudah dibeli tanpa ketinggalan dengan rokoknya.
Dari balik kaca jendela yang ada disamping meja kasir. Tanpa sengaja mata Sandi menangkap sosok seorang gadis. Gadis itu adalah Tara, pacar dari selingkuhan pacarnya yang terlihat sedang duduk dimeja di sisi samping mini market.
Sandi tersenyum simpul kala melihat Tara yang fokus menyantap mie instan dihadapannya dengan wajah sudah kucel dipenuhi kringat sekaligus air mata yang mengalir di pipi.
Srreeeetttt ...
Suara kursi di dorong kebelakang yang berbarengan dengan sebotol minuman yang diletakkan Sandi di hadapan Tara membuat perhatian Tara terahlikan.
"Biar gak kepedesan." Kata Sandi yang tanpa permisi langsung duduk dihadapannya dengan cuek.
"Gak apa - apakan aku duduk di sini?” tanya Sandi, padahal dia sudah duduk saat itu.
"Udah dudukkan?" pekik Tara yang suaranya terdengar parau.
"He, iya" Sandi senyum menunjukkan lesung pipitnya.
Sama - sama belum kenal. Suasana jadi agak canggung dan juga sepi. Tak ada yang memulai membuka pembicaraan. Tara fokus makan dan Sandi cuma manggut - manggut dan menggerak - gerakkan bibir sambil diam - diam melirik ke Tara.
"Hi,hi, ..." Kikikan keluar dari mulut Sandi tiba - tiba, membuat Tara melirik tajam.
Sadar sedang dilirik. Sandi lantas mengatupkan bibirnya agar diam dan kemudian berdehem berusaha bersikap sewajarnya.
"Ada apa?" tanyanya kemudian sok tak mengerti.
"Kamu ngetawain aku?" Tanya Tara ngegas.
"Ha? ngetawain? enggak kok" sangkal Sandi menghindari pandangan Tara dengan meneguk bir dalam kaleng.
"Iya kan lagi ngetawain aku?"
"Enggak kok, kamu ini GR amat jadi orang!" Sandi masih menghindar.
Tara diam sejenak dengan lirikan tajamnya.
"Awas aja kamu kalau ngetawain aku!." Peringatan yang diberikan sebelum kembali makan membuat Sandi menelan ludah. Ngeri.
Dipandangnya lagi Tara sejenak.
"Ini, lap dulu ingusnya" ucap Sandi menyodorkan selembar tisu.
"Hem, makasih ..." Tara menerima selembar tisu itu, lalu membersihkan ingus yang akan keluar.
"ckckck!" Sandi berdecak. "Kayak anak kecil aja" yang dijawab Tara dengan cebikan tak peduli.
"Aiissshhh!!!, sial!!" Maki Sandi tiba - tiba membuat Tara yang sedang menikmati makanannya jadi melonjak kaget. "Tahu gitu aku hajar betulan tadi" dengusnya kesal sambil meneguk bir dalam kaleng dengan kasar karna tiba - tiba mengingat kejadian dibioskop.
Sadar kemana arah makian Sandi, membuat Tara ingat dan jadi ikut kesal.
"Aissshhh!! kamu, aku jadi inget lagi kan?" hardik Tara. "Kenapa gak jadi dihajar? seharusnya tadi langsung dihajar!"
"Ya gara - gara kamu !" Sandi menyungging senyumnya sementara Tara mengernyit.
"Aku?"
"He'em..." jawab Sandi sambil mengangguk.
"Aneh!" Tara menggelengkan kepalanya.
"Beneran. Soalnya kamu tadi keren." Sandi mengacungkan jempolnya. "Kamu! ambil aja dia! jaga baik - baik biar gak selingkuh!" Sandi menirukan Tara kala itu.
Tara geleng - geleng sambil menahan tawanya melihat Sandi yang menirukan dirinya, geli.
“Tapi ngomong - ngomong, enak gak tuh mienya?" tanya Sandi mendongakk agar bisa mengintip makanan Tara.
“Enak kok, kamu mau?" Tawar Tara. "Kalau kamu mau aku buatin” desisnya sambil menyuapkan sesendok mie dalam mulutnya lagi.
“Serius mau buatin?"
"Ya udah kalau gak mau!"
"Mau, mau, asal dibuatin" jawab Sandi sambil meringis sedangkan Tara memutar matanya dengan mencebik.
"Mana?" Tara menengadakan tangannya bermaksud meminta uang.
"Apa?” tanya Sandi bingung.
“Uangnya"
"Oh, uang." Sandi merogoh saku dan menyerahkan dompetnya, membuat Tara sedikit cengang.
"Serius nih dikasih aku semua?"
"Hah?" Sandi sekilas jadi bengong, dan kemudian tersadar. "Eh, hahaha, gak sadar, keinget kita udah pacaran" ceplosnya dengan mengeluarkan selembar uang ratusan.
"Udah deh, jangan aneh - aneh!" jawab Tara dengan muka masamnya sebelum masuk ke mini market.
Didalam mini market, Tara mengambil mie cup yang ada dietalase lalu memasaknya. Menunggu mie matang, Tara kemudian juga mengambil beberapa makanan dan minuman lain yang setelah selesai langsung dibayar dan bergegas keluar.
"Ini" Tara meletakkan mie instan yang sudah dibuatnya dihadapan Sandi. "Jangan tanya kembalian. Kembaliannya udah aku beliin ini" ucapnya menggoyangkan kantong plastik yang ada ditangannya.
Sandi tampak tak peduli. Dirinya saat itu cuma fokus pada mie instan panas yang aroma pedasnya sudah menusuk hidungnya hingga membuatnya terbatuk - batuk.
"Haduch, kayaknya pedas banget ya?" Sandi yang memasang wajah seolah sudah mau menyerah.
“Cobain dulu. Gak pedes banget kok, itu cuma baunya aja kayak pedes banget"
Walau ragu - ragu Sandi kemudian mencoba mie yang ada dihadapannya. Baru 2 suapan Sandi akhirnya memilih menyerah.
"Huft!! gila !" dengus Sandi yang wajahnya memerah karna rasa pedas yang sampai telinga. "Ini bukan makanan, ini racun"
"Hehe, tapi bikin jernih ke otak kan?" Tara menyodorkan air mineral miliknya tadi.
"Bikin tambah gila iya" Sandi menerima air mineralnya dan meneguknya hingga habis.
"Huft" Sandi menghembuskan nafasnya berat. "Ampun, gak sanggup" Yang digesernya cup mie itu kesamping sisi meja.
Sandi yang masih merasakan rasa pedas dikerongkongan bingung mencari - cari sesuatu yang bisa membuat rasa pedasnya hilang. Tapi kemudian pandangannya terara pada Tara yang asik makan es cream dihadapannya. Secepat kilap Sandi pun merebutnya.
"Hei ..." Tara yang protes karna es cream yang dimakannya tiba - tiba direbut.
"Nanti aku belikan lagi, jangan khawatir”
"Ya bukannya gitu, itu kan bekasku? di sinikan juga masih banyak!" ucap Tara yang tangannya menggoyangkan kantong kresek yang ada dimeja.
"Emangnya kenapa? kamu punya rabies? atau penyakit menular? atau belum sikat gigi?"
"Hei! dasar!"
"Oh, yang ketiga toh..." goda Sandi.
"Heh!" seru Tara lagi.
"Tapi," Tara sedikit mendongakkan badannya mendekat ke Sandi "kamu kok tahu kalau aku belum sikat gigi?" Tara membalas godaan Sandi dengan tersenyum manis.
Sandi tertegun sejenak, seketika wajah Tara tampak bersinar dimatanya dan jantungnya berdegub lebih kencang dari biasanya. Membuat dirinya jadi sedikit gugup.
"Ehem," Dehemnya, dengan niat mengembalikan akal sehatnya.
Tara, yang melihat jam di tangannya sudah menunjukkan pukul 6 malam mulai membersihkan sampah bekas makanan dan minuman yang ada dimejanya. Dia lalu berkemas hendak pulang.
"Mau kemana?" tanya Sandi.
"Pulang, udah malem"
"Kok udah mau pulang? ini kan masih sore, masih jam 6, belum malam kan?"
"Tapi bagiku ini udah malam"
"Kalau jam segini udah malam, berarti kalau jam 11 jam 12 apa dong namanya?"
"Ya tengah malam lah..."
"He, iya sih, betul"
"Udah ya, aku pulang dulu ..." Tara berdiri.
"Eh, sebentar" Sandi ikut berdiri. "Aku Sandi, Sandi Sobondo" sambil menjulurkan tangannya, mengajak salaman.
"Tara, cukup tahu itu aja" jawab Tara tak menerima uluran tangan Sandi, dan hanya melambaikan tangannya saja berpamitan.
Tara kemudian berjalan keluar dari mini market. Tak jauh darinya, dari belakang Sandi ternyata berjalan menyusul.
"Tara" panggil Sandi yang membuat gadis yang sedang jalan didepannya menoleh kebelakang.
"Kamu mau pulang kemana? aku antar ya?" tawar Sandi belum menyerah setelah berdiri disampingnya.
“Aku mau pulang kerumah, tapi gak usah dianterin, aku bisa sendiri dan jangan khawatir, aku gak mungkin nyasar, OKE?"
Sandi tersenyum sambil menggaruk keningnya yang tak gatal. Entah kenapa Tara yang sedang tegas malah terlihat mempesona dihadapannya.
"Oke deh kalau gitu, tapi kalau boleh, ini, bisakan?" tanya Sandi sambil menyodorkan ponselnya pada Tara untuk meminta nomor ponselnya.
Tara tersenyum melihat ponsel Sandi yang disodorkan padanya lalu mendorongnya kembali, menolak.
"Sorry"
"Kenapa?" Sandi mengernyit.
"Em..." Tara berpikir sejenak. "Em, nanti, kalau seandainya kita ketemu lagi baru aku kasih. Sekarang, kita belum terlalu dekat. Em, jadi, gimana kalau kita coba cari peruntungan?"
"Peruntungan?"
"Kita serahkan semuanya sama takdir, kalau memang takdir kita pasti akan ketemu lagi, dan saat itu juga, aku kasih nomor telponku ke kamu, gimana?" ucap Tara.
Sandi tersenyum mendengar penolakan halus dari Tara. Dia pun memasukkan kembali ponsel miliknya kedalam sakunya.
"Oke, tapi kamu harus janji" jawab Sandi kemudian, dan Tara pun mengangguk mantap.
Malam harinya. Disebuah rumah yang sangat sederhana. Tara yang baru saja selesai mandi memasuki kamar tidurnya. Dia kemudian duduk di depan meja rias yang terletak di samping tempat tidurnya. Seperti biasanya, setelah mandi, Tara selalu membersihkan wajah dan memakai krim. Saat sibuk dengan aktifitasnya itu, sekelebat beberapa kejadian hari ini tiba - tiba muncul dalam benaknya. Bayangan itu dimulai dari Aga yang berselingkuh darinya dan kemudian berpindah saat pertemuan tak sengaja dengan seorang pemuda bernama Sandi.
Bayangan itu semakin kuat saat Tara yang mengingat momen ketika Sandi sedang makan mie yang pedas. Lalu, ingatan saat Sandi merebut es cream miliknya. Tanpa sadar, tawa kecil pun menghiasi bibir Tara yang mungil.
"Aaaahhh... ngelantur kan!" ucapnya pada diri sendiri ketika tersadar.
"Sadar Tara ... sadar! bukan waktunya buat seneng - seneng!!!" katanya lagi sambil menepuk - nepuk pipinya. "Kamu baru aja diselingkuhin! seharusnya kamu patah hati!! jangan coba - coba cari pelampiasan yang lain dulu!!! sekarang fokus kita, belajar, sekolah S2, terus tes, jadi dosen!!!! jadi fokus ... harus fokus ... oke ...???" tambahnya lagi dengan kali ini sambil menatap bayangannya yang ada di cermin.
Tara mematikan lampu kamarnya setelah ngomong sendiri panjang lebar. Dia kemudian merebahkan tubuhnya di atas kasur dan tidur.
***
Disisi lain, di sebuah rumah yang sangat besar dan megah, di dalam kamar yang tak sebanding dengan kamar Tara yang sangat kecil. Sandi juga sedang memikirkan pertemuannya dengan Tara.
Lain halnya dengan Tara yang tadi tersenyum dan tertawa kecil. Sandi malah tampak sangat frustasi. Baginya, Tara adalah seorang gadis pertama yang membuatnya penasaran. Gadis yang katanya sedang mengandalkan takdir.
Sandi yang sibuk akan pikirannya, tak mendengar ketika pintu kamarnya diketuk oleh seseorang. Dan karna merasa tak ada jawaban dari dalam, Mita, adik Sandi pun langsung nyelonong masuk sambil ngomel.
"Huuuhhhh... Mas Sandi!!!" teriaknya begitu masuk kedalam kamar Sandi.
"Apa? ada apa?" jawab Sandi dengan malas.
"Di ketok - ketok dari tadi gak di jawab!! Mas Sandi! pacarmu ini lo, telpon terus!! Risih banget!!!!" keluh Mita kesal sambil menunjukkan hpnya pada Sandi.
"Hallo! Mbak Sasa! ini Mas Sandi! setelah ini jangan telpon aku lagi ya! aku mau ngerjain tugas tahu!" Keluh Mita saat itu pada Sasa yang sedang menelponnya, dan kemudian memberikannya pada Sandi.
Sandi, tak berkata apa - apa. Dia malah mematikan sambungan telponnya.
"Lo, kok dimatiin?"
"Blokir aja udah gak penting, udah putus!"
"Serius? Bagus deh kalau gitu, cari yang lain!"
"Bagus ya?"
"Iya, bangus banget!! udah ya, ini aku blokir beneran, awas jangan sampai balikan!!"
"Iya blokir aja, orang Mas Sandi udah punya target selanjutnya.."
Mendengar pengakuan kakak lelakinya. Mita mengerlingkan matanya, dan memasang muka masamnya. 'Dasar kelakuan kakaknya'
"Tapi Mit, sini deh, duduk dulu, dengerin Mas Sandi cerita" kata Sandi yang menarik adiknya agar duduk disofa yang ada dikamarnya.
"Mit, kasih tips gimana caranya naklukin cewek biar bisa cepet suka ke Mas Sandi?"
Mita mengernyit, gak biasanya Mas Sandi tanya begini. "tumben nanya gitu? udah ilang kesaktiannya?"
"Ah, kamu ini, Mas Sandi serius. Jadi ceritanya gini tadi Mas Sandi itu baru aja kenal sama dia"
"Hah? baru kenalan?"
"Iya baru kenalan, emangnya kenapa?"
"baru kenalan? mau dijadiin pacar?"
"Iya emangnya kenapa?"
"Hiii, iya lupa, gak apa - apa" jawab Mita pasrah yang lupa akan kebiasaan kakaknya yang sedikit playboy.
"Terus nih ya, kita ngobrol. Ngobrol, ngobrol, ngobrol, ternyata nyambung"
"He'e terus?"
"Terus, setelah ngobrol panjang lebar nyambung, eh udah jam 6. Dia harus pulang"
"Iya, terus?" Seru Mita yang mencoba bersabar dengan Sandi, walaupun mukanya sudah menunjukkan ketidaksabaran.
"Lah, terus masalahnya disana. Kan pas pulang niat Mas Sandi mau Mas Sandi antar, tapi dianya gak mau"
"Iya, terus?"
"Terus akhirnya kita bertukar nama. Lah, setelah itu, Mas Sandi mintailah nomor hpnya si cewek ini"
"He'e terus?"
"Kamu kok terus, terus aja si Mit?" seru Sandi kemudian yang sadar jika adiknya sedang malas mendengar ceritanya.
"Udah deh lanjutin ceritanya, jangan protes!"
"Terus dianya gak ngasih ..."
"Iya terus?"
"Ya, terus dari critanya Mas Sandi, Mas Sandi harus gimana?"
"Lupain aja, cari yang lain!" jawab Mita singkat yang kemudian hendak pergi dari kamar Sandi begitu saja.
"Aaaiissh!! kamu ini ya dicurhatin abangnya malah gitu"
"Huufftt!!! udah deh!! gak usah lebay, kayak cinta beneran aja! palingan juga nanti baru sebulan udah putus lagi"
"Ini serius Mit, kalau memang beneran, cewek ini mau Mas Sandi langsung lamar, buat jadi istri"
"Iya deh terserah! udah ah, aku mau ngerjain tugas!."
Semakin hari rasa rindu kian menyakiti hati. Sandi sudah sepenuhnya terbius oleh pesona Tara. Selama ini tak ada seorang gadis yang bisa membuatnya jatuh hati sampai gila seperti ini. Tara benar - benar gadis yang berbeda. Dia bahkan mampu membuat Sandi bolak balik mini market setiap harinya, hanya untuk menunggu kehadirannya yang meskipun tak ada kepastian bisa ketemu.
***
Hari itu, Di kampus, Tara baru saja keluar dari ruang dosen. Tangannya memegang selembar kertas KHS. Tara senyum - senyum dan perasaannya berbunga - bunga. Dari lembaran itu, dia bisa tahu kalau tahun ini dirinya kembali meraih nilai yang sempurna lagi.
Sepanjang perjalanan pulang saat menyusuri lorong kampus. Tara tak henti - hentinya memandangi KHS dengan senyum sumringahnya. Sangking fokusnya, Tara tak menyadari kalau sedari tadi ada seseorang yang memanggil - manggil namanya.
“TARA!!" tegur Mita yang sudah menaikkan suaranya beberapa oktaf. "Hei!"
Tara menoleh. Dia mendapati Mita yang berdiri dibelakangnya.
"Eh, Mit," sapa Tara akhirnya.
"Di panggil, panggil, gak respon, serius amat"
"Eh, iya sorry, he..." Tara nyengir sambil garuk - garuk kepalanya yang tak gatal.
"Em." Mita mencebik mengintip lembaran ditangan Tara. Terlihat nilai Tara A semua. "Pantes gak denger."
"He, maaf."
"Cumlaude lagi ya?"
"He'e."
"Hem, dasar gak manusiawi." timpal Mita.
"Apanya sih yang gak manusiawi?" Tara tertawa kecil.
"Ya nilaimu itu gak manusiawi. Coba liat punyaku," Mita menunjukkan KHS miliknya dan Tara melihatnya. Saat itu nilai Mita kebanyakan C. "Terlalu manusiawikan?"
"Hehehe, gak apa – apa Mit." Tara mencoba menenangkan. "Masih ada 1 semester lagi kan? nanti kan juga bisa diperbaiki."
"Huh, nanti kapan? kita udah disemester akhir.." Mita yang membuat suara seolah hendak menangis sementara Tara cuma tertawa kecil.
"Semangat, semangat ..."
Saat asyik mengobrol, tiba - tiba terdengar suara ponsel yang berbunyi. Ponsel itu berasal dari dalam tas milik Mita.
"Iya Mas, Mas dimana?" tanya Mita setelah menerima panggilannya.
Tara yang ada disamping Mita diam menunggu Mita yang sedang telponan.
"Aku? aku ada didepan kantor. Mas Sandi dari situ jalan aja terus nanti setelah itu ada lab komputer belok kiri, aku tunggu sini." kata Mita lagi yang saat itu kebetulan ditelpon si kakak.
Tara mengernyit mendengar nama yang begitu familier disebut. Tara lalu menengok ke Mita.
'Sandi?' batinnya. 'Sandi Soebondo, Mita Soebondo.'
Seketika Tara langsung melongo lalu mengatupkan bibirnya. 'Gak mungkin kan???'
"MAS SANDI..." Mita mengarahkan pandangannya kedepan lalu memanggil nama Sandi pada sosok lelaki yang berdiri disebarang.
Tara yang saat itu masih terpengarah kemudian mengarahkan pandangannya mengikuti arah pandang Mita.
Deg!. Seolah jantungnya tiba - tiba terhenti. Tak disangka dia akan bertemu dengan Sandi kembali. Terlebih dengan fakta bahwa Sandi adalah kakak dari temannya. Padahal kemarin, ada kisah konyol antara dirinya dan lelaki tersebut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!