INFORMASI TERLEBIH DAHULU, HARUS BACA, SUPAYA PAHAM BAGAIMANA JALAN CERITANYA!!!
KALI INI SAYA MEMBUAT SEBUAH PROJEK NOVEL YANG MEMILIKI BANYAK MC-MC SEMENTARA.
JIKA KALIAN BINGUNG. ANGGAP SAJA INI SEPERTI SEBUAH KITAB, YANG DI DALAMNYA TERDAPAT NABI-NABI (MC-MC) DI SETIAP ERANYA, INGAT! INI HANYA PERSAMAAN SAJA! SAYA HARAP KALIAN MENGERTI!
DAN, DI BEBERAPA SERIES NOVEL AKAN BERJALAN MENURUT REALITA, TAK TERLEPAS DARI KISAH SEDIH, SENANG, PERSELINGKUHAN, PERANG, DAN BERBAGAI MACAM HAL.
TUJUAN SAYA ADALAH MENCIPTAKAN 10 SERIES, DAN NOVEL INI ADALAH SERIES PERTAMA, DENGAN JUDUL [Dunia: Mula-Mula!]
***
Sebelum membaca, saya juga ingin mengingatkan, dari series 1-9 tidak akan ada yang namanya MC sejati! Jadi, tidak menutup kemungkinan akan adanya MC yang sad ending, dan lain-lain.
Dan di dalam satu novel juga mungkin terdapat beberapa MC SEMENTARA. Btw, jangan membaca novel ini dengan membawa emosi, takutnya malah drop. Oke?
Selamat membaca!
_____________
Note: Latar tempat bukan di bumi, ini planet lain.
Sebuah planet hijau, dan terlihat bulat agak lonjong mengambang di kehampaan yang luas, daripada disebut planet hijau, planet itu justru 90% berisi lautan, sementara bagian selatan dan utara nya berwarna putih karena diselimuti oleh es abadi yang kekal dan dingin.
Suatu kali, dalam kehampaan itu, tiba-tiba saja sebuah pesawat luar angkasa muncul dari dalam sebuah lubang tepat di atas atmosfer planet tersebut.
Entah teknologi apa yang mereka gunakan, dan entah darimana mereka berasal, yang jelas mereka berasal dari peradaban tingkat tinggi di angkasa yang luas ini.
"Jadi ini ..." Dari dalam ruang kemudi, sepasang pasangan manusia (pria dan wanita) berdiri sambil menatap planet biru itu dengan tenang.
"Ini planet yang bagus, bagaimana jika kita habiskan kehidupan kita di sini? di tempat yang tenang ini," ucap sang suami dengan tenang. Dia merasa menghabiskan waktu dengan istrinya yang cantik jelita ini di tempat ini pastilah sangat bagus.
"Apa kau yakin, Sterwach?" wanita berpenampilan 25 tahun itu menatap orang tersayangnya itu dengan tenang.
"Bukankah ini tujuan kita menjadi ilmuwan selama ribuan tahun?" Sterwach menatap istrinya itu, Scherk, dengan tenang.
"... Fufu, kalau begitu terserah kau." Scherk wanita cantik itu merasa itu tidak apa-apa, lagipula selama bersama suaminya, apalagi yang harus dia rasa kurang? malah ini lebih dari cukup.
Dengan keputusan yang sudah bulat seperti itu, keduanya akhirnya memutuskan untuk mendarat di salah satu benua yang berada di planet biru tersebut.
Tittttttt ...
Pesawat itu membuka sayapnya dan memutar nitronya secara vertikal, lalu mendarat di atas sebuah pegunungan.
Skiippppp ...
Pintu otomatis terbuka secara perlahan, dan keduanya menginjakan kaki mereka di dunia antah berantah itu, dan inilah awal mulanya!
***
10 tahun berlalu setelah itu, di bawah gunung tempat mereka tinggal, terdapat rumah kayu yang melindungi, dan tiga orang anak kecil bermain di sana.
Dari teras rumah kayu, kedua pasangan itu menatap anak-anak mereka dengan wajah penuh senyum, bagi mereka ini adalah pemandangan yang sangat menenangkan hati.
"Hidup dan berkembang, rasanya ini adalah fenomena paling menarik dalam dunia biologis," tutur istrinya yang masih saja cantik seperti wanita berumur 25 tahunan.
"Kau benar, tapi akhir dari perkembangan adalah kematian."
"..." Suasana menjadi terdiam setelah Sterwach mengatakan itu.
"Kau tidak menyesalinya, kan? keputusan kita waktu itu." Sterwach bertanya lagi pada istrinya, "Masa hidup kita sudah tidak lama lagi, dan mereka bertiga harus berusaha bertahan hidup di dunia ini dengan tekad mereka sendiri. Apa kita terlalu egois?"
"..." Scherk terdiam sejenak. "Aku yakin mereka bisa melewati ini. Mereka adalah manusia seperti kita, selama ada kemauan, mereka akan bisa menciptakan peradaban maju."
"Kuharap begitu," Sterwach tersenyum yakin, lagipula mereka adalah anak-anaknya, bagaimanapun nantinya, dia yakin ketiganya bisa melalui ini.
"Kalau begitu aku juga lega, karena sama sepertiku, kau tidak memiliki penyesalan apapun," ucap sang suami sekaligus mencium kening istrinya yang duduk di sampingnya.
"Fufu~ kau ini." Scherk melumas senyum manis, "Tenang saja."
Mereka berdua adalah dua ilmuwan terbaik di suatu peradaban maju, umur mereka juga sudah sangat tua karena dukungan dari sebuah ramuan khusus yang mereka minum, akan tetapi itu bukan ramuan keabadian, jadi mereka pada akhirnya akan mati juga.
"Aku sangat bahagia."
"Aku juga."
***
7 tahun kemudian.
Telah mati keduanya dalam tenang dan di kubur di samping pesawat luar angkasa mereka. Kini kehidupan selanjutnya hanya bisa berharap pada ketiga anak-anak itu yang sekarang sudah besar.
Mereka bertiga adalah Erda, Atmos, dan Himmel. Seperti urutannya, Erda adalah yang tertua dengan umur 17 tahun, sementara Atmos dan Himmel adalah anak kembar yang baru berumur 16 tahun, akan tetapi mereka sudah cukup dewasa juga, dan tubuh mereka tampak seperti manusia berumur 20 tahunan, mungkin ini karena ada campur tangan dari ayah dan ibu mereka yang dasarnya adalah seorang ilmuwan.
"Ayah dan ibu sudah meninggal, mereka berkata bahwa sisanya tergantung kepada kita, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Atmos bertanya kepada kakaknya.
Erda terdiam, dia masih berdiri di depan kuburan kedua orang tuanya itu dengan air mata yang tak kunjung reda, namun sebagai kakak dia tidak mengeluarkan rengekan agar tidak terlihat lemah.
"Ayah dan ibu tidak memberitahu kita apa-apa, ayah hanya mengatakan: ikuti saja bagaimana jalannya." Himmel, gadis cantik itu menjawab dari samping.
"Ikuti saja ..." Atmos termenung sambil menatap awan, "Aku tidak mengerti!"
***
Malam hari.
Di dalam kamar mereka, Erda tidur begitu saja di atas tempat tidur panggung yang terbuat dari jerami, sementara Atmos tidur di pojokkan di lain sisi.
Pada malam itu, Atmos tiba-tiba terbangun karena pikirannya sangat terganggu saat ini.
"Hah, apa sih!" Dia buru-buru bangkit berdiri dan pergi ke luar teras untuk duduk-duduk, kebetulan malam itu hujan sehingga cuaca masih cukup dingin.
Duduk di kursi kayunya, Atmos masih bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya.
"Kenapa dengan benda ini?" Atmos menarik celananya yang terbuat dari dedaunan dan menatap benda lonjong aneh itu dengan tatapan aneh.
Atmos ingat ini adalah pertama kalinya dia mengalami ini, dan itu sejak tadi kemarin, pada saat dia dan Himmel mandi bersama di sungai yang tak jauh dari tempat mereka tinggal.
Biasanya, ketika dia bersama dua saudara/i nya pergi mandi hal seperti ini biasa-biasa saja, akan tetapi sejak kemarin ini menjadi berbeda karena dia melihat tubuh cantik Himmel saat sedang mandi.
"Apa yang terjadi denganku? ahhh, seharusnya aku menanyakannya kepada ayah dan ibu sebelum mereka meninggal!" sesal Atmos. Kini dia tidak tahu apalagi yang harus dia perbuat.
-Bersambung-
Note: Jangan bawa perasaan, mereka bukan MC sejati, anggap saja NPC, kisah sebenarnya masih belum dimulai dan MC sementara yang dimaksud belum lahir.
***
"Kak, apa yang kau lakukan malam-malam begini?" Suara Himmel terdengar di telinga Atmos, membuat pemuda itu segera berbalik dan menatap tubuh Himmel.
"..." Atmos terus memandang, terutama ke arah dada adiknya sehingga membuat Himmel kebingungan.
"Kak!" Himmel menegur satu kali lagi, akhirnya membuat Atmos sadar dan menjawab panggilan Himmel, adiknya.
"Himmel rupanya, hehe." Atmos tersenyum seperti biasanya, lalu menjelaskan permasalahannya sehingga akhirnya Himmel paham.
"Jadi benda ini menegak setelah kakak melihat tubuhku? kalau tidak salah benda ini namanya adalah ... hmm, ibu tidak pernah memberitahuku."
"Ya, kan? ayah juga tidak pernah bercerita padaku," sambung Atmos.
"Hmm, tapi aku pernah melihat punya ayah juga seperti ini dahulu!" Himmel berkata dengan wajah polos setelah duduk di kursi di sebelah kakaknya.
"Apa maksudmu, Himmel?"
"Sebenarnya ..."
12 tahun yang lalu, saat Himmel dan lainnya masih tidur bersama ayah dan ibu mereka. Pada suatu malam Himmel mendengar suara menjerit dari sampingnya yang memaksanya untuk membuka matanya secara samar-samar, pada saat itu terlihat jelas tubuh ibunya sudah tak berbusana, dan ayahnya naik ke atas ibunya dengan benda yang berdiri tegak itu.
Himmel terus menceritakan semua itu hingga akhirnya Atmos tahu semuanya.
"Ughh, bukankah itu menjijikkan? bagaimana ayah dan ibu bisa melakukan hal itu?" lirih Atmos, dia tahu bahwa tempat itu adalah tempat buang air milik wanita, karena dia juga sudah melihat milik Himmel saat masih kecil, akan tetapi dia tidak menyangka tempat kotor seperti itu malah ayahnya berbuat demikian.
"Tapi, Kak ..." Himmel menambahkan, "Ibu memang menjerit kesakitan, tapi bukannya meminta ayah untuk menyudahi, dia malah meminta lebih. Dan kurasa ayah juga menikmatinya."
"Benarkah?" Atmos sedikit melebarkan kelopak matanya. Kini anak manusia ini mulai menimbulkan rasa penasaran, dan keinginan yang tinggi sudah mulai memasuki naluri alaminya.
"..."
Malam itu, di balik derasnya hujan hari itu, kedua anak manusia itu melakukannya ... hal yang tidak pernah mereka lakukan.
Sakit ... itu jelas apa yang dirasakan oleh Himmel pada awalnya, akan tetapi Atmos justru merasakan hal yang sebaliknya.
Ini dia! Ini dia!
Pada saat itu Atmos akhirnya mengenal apa itu nafsu seksual, dan itu membuatnya untuk meminta lebih dan lebih lagi dari Himmel.
***
Keesokan harinya, Erda kebangunan pada pagi hari, dengan mata ngantuk dia berjalan ke teras rumah, dan dia sedikit terkejut menemukan kedua adiknya tengah tertidur pulas di lantai kayu dengan kondisi sedikit acak-acakan.
"Hmmm?" Erda menoleh ke lantai, dekat tubuh adiknya, Himmel berada. "Darah ...?" Erda berjongkok ke bawah, terkejut karena ada darah di lantai.
Dari mana?
Saat itu yang ada dipikiran Erda langsung tertuju pada Himmel, sebab dia melihat bahwa celana Himmel yang terbuat dari daun kering itu memiliki bercak darah juga.
Himmel terluka!
Erda sedikit panik, buru-buru dia mulai menyelidiki dengan baik, pada penglihatannya dia melihat bahwa aliran darah itu seperti mengalir dari dalam celana rok daun itu, sebab masih ada bekas darah yang tertempel di kaki adiknya itu.
Tanpa ragu-ragu lebih lama lagi, Erda langsung saja mengangkat celana adiknya itu dan melihat ke dalam. Pada penglihatannya, dengan jelas daerah kewanitaan adiknya kelihatan.
"Lukanya dari sana?" Dengan polos Erda bergumam, namun tatapannya tidak bisa lepas dari milik adiknya itu sehingga tiba-tiba dia merasa ada pergerakan pada adik kecilnya.
"Ihhh!" Erda terkejut dan langsung bangkit berdiri. Ia bingung karena ada sesuatu pada tubuhnya yang bergerak sendiri tanpa kendalinya.
"A-A-Apa yang terjadi?!" Sama seperti yang dialami oleh Atmos kala itu, kini Erda juga mengalami hal yang sama sampai-sampai dia kebingungan dengan tubuhnya sendiri.
"Hummm ..."
"?!" Tatapan Erda segera bergerak menatap adiknya, Himmel.
Aku harus pergi dahulu!
***
Beberapa jam kemudian, setelah kejadian itu, Erda selalu terdiam dan tidak berkata-kata kepada saudara/i nya tentang apa yang terjadi karena menurutnya itu memalukan.
Di kebun, Erda mencoba untuk menyibukkan dirinya dengan menanam beberapa stek batang singkong yang sudah cukup tua ke tanah yang agak gembur.
"Kakak!" Suara itu mengejutkannya, saat Erda berbalik, nampaknya adiknya, Himmel yang berjalan mendekatinya.
"Himmel! Ada apa?"
"Aku ingin membantumu." Himmel berhenti di depannya dan berkata, "Lagipula ini siang hari dan cukup panas, kenapa kau malah bekerja seorang diri?"
"Ah, itu ..." Erda berusaha mencari alasan yang bagus. "Sebenarnya aku hanya bosan saja jika tidak mengerjakan apa-apa, terlebih lagi aku melakukan ini agar bisa cepat melupakan duka yang kita alami."
"Juga ..." Erda memandang ke atas, ke arah tebing yang terdapat pesawat luar angkasa. "Ayah dan ibu sudah berpesan padaku untuk menjaga kebun ini."
"Aku mengerti, aku mengerti." Himmel tersenyum, kakaknya ini memang adalah orang yang sangat menjunjung perintah dari orang tua mereka. "Kalau begitu ayo cepat selesaikan dan pulang, aku sudah memasak makanan untuk kita."
"Benarkah?" Erda sedikit bersemangat.
"Itu benar."
"Baiklah!... ayo selesaikan ini!"
***
Setelah selesai dengan menanam stek singkong, akhirnya mereka berdua kembali ke rumah panggung mereka yang sederhana.
Di atas meja, sudah terdapat ikan dan daging, serta sayur mayur yang telah diolah menjadi indah dan harum memikat hati.
"Selamat makan!"
"Ummm, ini sangat enak seperti masakan Ibu!" puji Atmos.
"Benar." Erda mengangguk setuju, merasakan makanan ini langsung mengingatkannya kepada ibunya yang baik hati.
"Kau terlalu memujiku, kak." Himmel tersenyum kemerah-merahan sambil menatap Atmos, kakaknya.
Setelah kejadian tadi malam, sensasi yang dibawa masih bisa dia rasakan dan ingat dengan jelas, tidak mungkin dia lupakan begitu saja.
Rasanya sangat menyakitkan, tapi ketika melakukannya cukup lama, malah bertambah sakit, tapi juga ada perasaan lain.
Itu sesuatu yang baru jadi dia tidak paham, manusia ... mereka akan selalu belajar dari hal baru, ini hanyalah salah satu tonggak awal peradaban, dimulai dari ketahuannya akan hal dasar seperti ini.
"Hmm ..." Erda mengamati hubungan antara kedua adiknya ini dan membuatnya merasa ada hal yang tidak dia ketahui, entah apa itu.
***
Malam harinya, saat suasana masih sangat tenang. Erda akhirnya membuka matanya dan beranjak duduk dari tempat tidurnya. Melihat ke kiri dan kanan, dia tidak melihat keberadaan kedua adiknya itu, hal ini membuatnya semakin penasaran tentang hal apa yang disembunyikan oleh mereka berdua.
Tanpa berpikir lebih lama-lama lagi, Erda langsung saja turun dari tempat tidurnya dan berjalan pergi keluar dari kamar demi mencari tahu apa yang sebenarnya disembunyikan.
"Hnggggg! Hngggggg! Kakak!"
Suara jeritan seperti tersiksa bergema jelas malam itu di telinga Erda yang baru saja keluar dari kamarnya. Hal ini tentu saja membuat Erda menjadi ngeri, berpikir bahwa mungkin terjadi sesuatu pada saudarinya.
-Bersambung-
Note: Ini bisa dianggap masih prolog, MC Sementara belum muncul. & mereka bukan manusia biasa.
***
"Apa yang terjadi?" Tanpa berpikir lebih jauh lagi Erda segera mempercepat langkah kakinya, awalnya dia pergi ke ruang tengah karena berpikir mungkin dari sana asal suaranya, tapi sepertinya dia salah.
Suara itu berasal dari dapur!
"Kak! Berhenti! Itu sakit!" jeritan semakin terdengar lagi, kali ini Erda sudah semakin panik dan mulai berpikir yang tidak-tidak.
Apakah ada binatang buas?
Tidak-tidak, ayah pernah berkata bahwa rumah ini jauh dari hutan tempat para binatang buas berada.
Secara takut tak takut, Erda mulai memberanikan dirinya dan melangkah ke dekat pintu dapur, lalu menjulurkan kepalanya ke samping untuk menyelidiki apa yang terjadi.
"..."
Itu adalah pemandangan yang sangat aneh bagi Erda untuk pertama kalinya, pada pandangannya, dia melihat adik laki-lakinya, Atmos, memasukkan jamurnya ke tubuh adiknya Himmel sehingga membuatnya menjerit kesakitan.
Kesakitan? itu benar! Tapi Erda tidak melihat itu sepenuhnya kesakitan, sebab jika kesakitan, kenapa Himmel sampai-sampai memeluk tubuh Atmos seolah meminta lebih?
Apa yang mereka lakukan?!
Anak manusia itu masih bingung, sudah 17 tahun dia hidup, dan ini adalah kali pertama Erda mengetahui ada hal seperti ini antara adik laki-lakinya dan adik perempuannya.
Namun bukannya menghentikan, Erda justru seperti tenggelam dalam lamunan ketika menyaksikan tubuh cantik jelita adiknya yang disetubuhi oleh adik laki-lakinya.
Seketika pikiran nafsu pun muncul dan merasuki tubuh jiwanya.
Apakah itu menyenangkan? Erda bertanya-tanya.
Dalam lamunannya, ia memikirkan bahwa dirinya lah yang berada di posisi adiknya, lamunan ini mengundang hawa nafsu, hal yang sangat berbahaya bagi pikiran anak manusia yang masih tergolong polos itu.
*Sretttt!*
Sesuatu menonjol di sana, dan Erda, anak manusia itu akhirnya paham alasan benda itu menonjol seolah ingin memberontak dari dalam celananya.
Pada saat itu pikirannya sepenuhnya terbuka, dan ... dia jatuh ke dalam hal duniawi yang sangat berbahaya.
***
Esok harinya, kondisi cuaca masih mendung akan tetapi tidak hujan. Kabut tipis-tipis memenuhi tempat tinggal mereka, membuat semua pepohonan yang ada di sekitar tempat tinggal mereka seolah sangat sunyi dan tenang.
"Di mana Himmel?" Erda bertanya dengan santai kepada Atmos yang tengah menjaga ternaknya, hmmm ... beberapa ekor kerbau bertanduk satu? hewan yang unik.
Mendengar kakaknya yang tiba-tiba muncul dan menanyakan keberadaan Himmel, dengan santai juga Atmos menjawab, "Himmel ... sepertinya dia di kebun."
"Ohhh ..." Erda mengangguk, lalu pergi begitu saja.
"Hmm, kakak agak aneh hari ini, atau hanya perasaanku saja?" Atmos memandang punggung kakaknya dengan kerutan.
"Mooooongggg ..." Suara hewan ternaknya membangunkan Atmos dari lamunannya dan membuatnya berkonsentrasi kembali.
"Lupakan!"
***
Di kebun jeruk purba, yang pohonnya setinggi 2-3 meter. Seorang gadis yang yang bukan lain adalah Himmel sedang memetik buah jeruk itu dengan sedikit usaha, sebab buah-buahan di pohon tersebut tidak begitu jauh dari dasar tanah.
"Hmm ..." Himmel mendongak ke atas, rupanya masih ada satu lagi yang harus dipetik, hanya saja itu sedikit lebih tinggi.
"Haaaa! Haaaa!" Himmel terus berusaha meloncat untuk memetiknya, akan tetapi usahanya itu percuma, sebab buah yang bergelantungan itu cukup tinggi.
Tepat ketika Himnel hendak mencoba untuk melompat lagi, Erda tiba-tiba muncul di belakangnya dan meremas dadanya dengan kedua tangannya.
"Kakak?" Tanpa berbalik Himmel sedikit tersenyum, sebab dia berpikir bahwa yang melakukannya adalah Atmos, adik Erda.
********!*
"Ahhh, kakak, itu geli!" Himmel tertawa kecil sambil melemparkan keranjang yang berisi, lalu berbalik dan mendapati bahwa itu bukanlah kakak keduanya, Atmos.
"Kak ... Kak Erda!" Himmel segera mengambil langkah ke belakang dan sedikit terbentur di batang pohon jeruk.
"Kakak, apa yang kau lakukan di sini?" Himmel tersenyum canggung.
"Aku ingin makan jeruk, apakah tidak boleh?" ucap Erda sambil berjalan menuju adiknya tersebut.
"Kakak ..." Himmel masih tidak begitu paham apa yang dikatakan oleh kakaknya, sampai ketika tangan kakaknya itu menarik dan merobek pakaiannya, memamerkan dada seukuran jeruk bali yang bergelantungan di sana.
"Kakak, jangan main-main, kita sudah bukan anak kecil!" Himmel tidak merasa malu, sebab mereka belum terlalu diajarkan tentang rasa malu, mereka benar-benar hanya diajarkan dasar-dasar kehidupan saja, kedua orang tua mereka sama sekali tidak mengajarkan mereka tentang banyak hal, apalagi ilmu pengetahuan.
"Aku tidak sedang bermain-main ... Himmel!"
***
Seperti yang diharapkan, Himmel benar-benar disetubuhi oleh Erda, kakak laki-lakinya itu.
Meski apa yang terjadi mirip seperti yang Himmel lakukan dengan kakak keduanya, Atmos. Namun melakukannya dengan kakak pertamanya benar-benar memiliki kesan berbeda karena caranya yang agak kasar, dan Himmel kurang menyukai itu.
"Kakak, lebih pelanlah!" Himmel menjerit, saat ini pohon adalah satu-satunya tumpuan, sementara pinggulnya berada di belakang dan kakaknya membelakanginya untuk melakukannya dari belakang.
"Lebih pelan?" Erda tidak tahu apa yang dimaksud oleh adiknya itu, saat ini dia hanya merasa apa yang dia lakukan sudah tepat, selain itu melakukan hal ini benar-benar membuat jiwa Erda merasakan sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
Rasanya dia benar-benar ingin melakukannya lagi dan lagi, akan tetapi setelah melakukannya selama beberapa saat, Erda tiba-tiba merasa ada yang aneh pada bendanya itu jadi buru-buru dia mencabutnya karena takut ada hal yang salah dengan punyanya.
'Kenapa ini—!'
*Slurpppp!*
Hah? apa ini? kencing? tidak-tidak! ini bukan kencing!
Diam-diam Erda mengamati cairan putihnya yang membasahi punggung adiknya itu, tapi dia masih tidak tahu kenapa hal seperti itu bisa keluar dari tubuhnya.
Apa karena aku terlalu banyak makan singkong?
Dia berpikir seperti ini sebab warna singkong di zaman ini benar-benar sangat putih bersih bagai air susu sapi.
"Hah ... akhirnya kau selesai!" Himmel meluruskan tubuhnya kembali, lalu menghadap kepada kakaknya.
"Selesai?" Erda bingung, tapi kemudian dia sadar. Setelah mengeluarkan cairan aneh sebelumnya, seluruh pikiran nafsu itu seolah mulai meredah, dan juga jamur dagingnya kelihatan seperti menciut kembali.
"Ohhh ..." Secara perlahan-lahan, anak-anak manusia itu mulai memahami bagaimana cara kerja tubuh mereka dengan sendirinya, inilah yang dinamakan suatu perkembangan ilmu pengetahuan dari yang terendah.
***
Malam hari, pada saat Erda sedang ketiduran dengan sangat nyaman di ranjang jeraminya. Sesosok siluet hitam tiba-tiba muncul di samping tempat tidurnya, memegang pisau batu yang siap untuk menusuknya.
"Uahhhh ..." Erda berbalik posisi tidur sambil menguap, dan seperti ada peringatan batin, telinga pemuda langsung bergerak dengan sendirinya. Erda membuka matanya, dan mendongak, akan tetapi dia hanya melihat pisau batu yang sudah tak jauh dari dirinya.
*Tsukkkk!*
"Arghhhhhh!!"
Pisau batu itu menusuk dengan telak di mata Erda sehingga ia meraung kesakitan di atas tempat tidur.
-Bersambung-
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!