NovelToon NovelToon

Jangan Ada Duri Diantara Kita

1. Aku Kecewa

Di sebuah taman, seorang wanita yang kini sedang mengerutuki diri sendiri dan dia merasa kecewa dengan apa yang dilakukan calon suaminya.

'Aku sangat kecewa padamu, Brian! Kenapa sih aku percaya begitu saja dengan ucapanmu. Ternyata aku salah menilaimu! Aku kira kamu benar-benar tulus cinta dan sayang sama aku selama ini? Ternyata aku salah, kamu tidak seperti apa yang aku pikirkan!' gumam Vanes, mengerutuki kebodohan diri sendiri dan menangis karena merasa kecewa.

'Aku sangat benci kamu Pria brengsek! Aku tidak akan pernah percaya lagi dan kamu tidak akan bisa membodohi aku lagi, pria brengsek!' teriak Vanes, tiba-tiba airmatanya terjatuh begitu saja membasahi wajahnya.

Tiba -tiba seseorang memberikannya tisu kepada Vanes.

"Nih ambil tisunya?" ucap seseorang tiba tiba datang dan memberikan tisu.

Kemudian Vanes menatap ke arah sumber suara.

"Steff?" Vanes, merasa terkejut saat mengenal seseorang tersebut.

"Iya, kenapa Vanes? Maaf, aku ganggu kamu ya?" tanya Steffan, kemudian duduk disamping Vanes.

Vanes pun hanya menggelengkan kepala tanpa menjawab pertanyaan Steffan.

Mereka kini saling menanyakan kabar satu sama lain dan mereka saling melepaskan rasa rindu yang terdalam kepada sahabatnya. Steffan dan Vanes, memang sudah bersahabat saat waktu SMA. Akan tetapi, mereka harus berpisah karena Steffan harus melanjutkan sekolahnya di luar negeri.

"Kamu kenapa? Terus, maksudnya siapa pria brengsek yang sudah menyakiti kamu?" tanya Steffan, tidak rela sahabatnya disakiti oleh orang lain.

"Bukan siapa-siapa kok," ucap Vanes, sambil mengusap airmatanya dengan tisu.

"Sudahlah Vanes jangan bohong. Aku tahu kamu sedang ada masalahkan? Coba ceritakan sama aku jangan terlalu dipendam tidak baik untuk kesehatan kamu dan enak kalau sudah diceritakan bisa mengurangi bebannmu. Siapa tahu Saya bisa membantu kamu," jelas Steffan.

Vanes, tidak mengubris perkataan Sahabatnya. Akan Tetapi seketika dia mulai mengeluarkan airmatanya membasahi wajah cantiknya ketika mengingat kejadian tadi.

"Loh Vanes, kamu kenapa? Maaf, bila perkataanku telah menyakitimu," Steffan merasa tidak enak hati.

"Enggak kok Steff, lagian ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan kamu. Cuma aku merasa kecewa dengan seseorang saja dan dia bahkan melakukan hal yang tidak senonoh tepat di depan mataku Steff," tangis Vanes, semakin pecah.

"Maksudnya apa? Melakukan hal tidak senonoh, siapa?" tanya Steffan, merasa tidak mengerti.

"T-tunanganku telah menghianatiku bahkan dia telah melakukan hal yang sangat menjijikan tepat di depan mataku," jelas Vanes, tiba-tiba memeluk sahabatnya.

"Brengsek sekali dia sudah berani menyakiti kamu! Kenapa tega sekali tunanganmu melakukan itu?" Steffan, merasa geram dan marah saat tahu wanita yang dicintainya sampai dipermainkan seperti itu.

Steffan, memang sudah menaruh hati kepada Vanes sejak dulu. Akan tetapi, dia belum siap untuk mengatakan perasaanya kepada Vanes dan memilih untuk mencintai Vanes dalam diam.

"Aku juga tidak tau. Mungkin selama ini aku cuma sebagai pelampiasan saja. Setelah dia sudah mendapatkan apa yang dia mau, mungkin akan meninggalkanku," Vanes, masih menangis.

"Sudahlah Vanes, kamu jangan menangis lagi. Lagian tidak pantas pria brengs*ek seperti dia kamu tangisi," Steffan, menguraikan pelukannya lalu tangannya mengusap airmata Vanes yang membasahi pipinya.

"Apa yang di katakan oleh kamu memang benar pria brengs*ek tidak boleh ditangisi! Tapi aku cuma merasa kecewa saja dia selalu bilang kalau aku wanita yang dicintai dan disayanginya. Tapi sayang dan cinta itu hanya palsu dan bodohnya aku percaya begitu saja sama dia. Hatiku sakit, ternyata cinta dan sayangnya cuma untuk mantannya," Vanes, masih terisak menangis dan begitu sakit mengingat kembali saat tunangannya bersama wanita lain.

Karena tidak tega Steeffan, kemudian memeluk Vanes lalu mengusap lembut rambut panjang milik Vanes.

"Sudahlah Vanes, sebelum melangkah lebih jauh kamu harus segera putuskan tunanganmu itu. Lagian dia tidak pantas untuk dipertahankan, apalagi dia sudah menyakiti kamu. Disana masih banyak kok pria yang lebih baik dari dia dan pastinya selalu setia dan pengertian," jelas Steffan, kemudian menguraikan pelukannya.

"Iya. Makasih ku sudah mau dengerin semua curhatan aku dan makasih sudah memberikan solusi buatku," ucap Vanes, sambil tersenyum.

"Iya sama-sama. Nah gitu dong senyum 'kan cantik tidak kayak tadi jelek tau," omel Steffan.

"Ih apaan sih, dari dulu juga aku memang sudah cantik," lirih Vanes, dengan percaya diri.

"Ini orang pede banget ya," Steffan, mengelengkan kepalanya.

"Tentu harus pede dong, karena kenyataanya aku ini cantik," jelas Vanes, sambil megedipkan satu matanya.

"Iya deh, memang kamu itu cantik," ucap Steffan.

"Tuh 'kan kamu saja mengakuinya," Vanes, tertawa renyah.

Steffan, kemudian menghimpit hidung mancung Vanes karena merasa gemas.

"Ih Steffan ...." pekik Vanes, sambil menatap kesal sahabatnya.

"Habisnya kamu tuh mengemaskan," Steffan, kemudian tertawa.

Namun tiba-tiba seseorang datang menghampiri mereka berdua dengan amarah yang memuncak.

"Jangan sentuh Dia!" Brian, Menatap tidak suka Steffan.

"Kamu pikir siapa? Enak banget ya ngelarang-larang aku?" Steffan, merasa tidak suka dengan kedatangan Brian.

"Kamu belum tau? Aku tunangannya dia sekaligus calon suaminya Vanes!" bentak Brian, sambil menatap tajam Steffan.

Steffan merasa tidak percaya ternyata Vanes bertunangan dengan rekan bisnisnya. Akan tetapi, hubungan Steffan dan Brian sedang tidak baik karena mereka musuh bebuyutan dalam berbisnis.

Kini suasana pun semakin mencekam saat keduanya menatap tajam dengan tatapan yang susah untuk di artikan.

2. Tiga jam yang lalu

#Flash back On#

"Sayang, kita mau kemana lagi sih? Aku cape tau, ngikutin kamu jalan kesana kesini tapi kamu tidak beli apapun. Sebenarnya kamu mau beli apa sih?" tanya Brian, merasa kesal mengikuti Vanes berkeliling tapi tidak beli apa-apa.

"Sebenarnya saya tidak mau beli apa-apa sih, cuma pingin berkeliling saja untuk liat-liat di Mall. Ternyata bagus juga dan harganya itu ya ampun kebangetan ya," ucap Vanes, tertawa renyah.

"Yaelah kamu itu benar-benar menyusahkan aku ya. Aku bela-belain loh ngikutin kamu tau enggak," Brian, benar-benar kesal.

"Maaf, Yang," Vanes, sambil unjung gigi.

"Sekarang mau kemana nih?" tanya Brian, pada kekasihnya.

"Aku mau ke tempat Eskrim yang menyediakan banyak variasi. Gimana boleh ya?" Vanes, mengatupkan kedua tangannya dan berharap Brian mau.

"Mmzz ... baiklah kalau begitu. Kita berjalan ke arah situ Nes, tidak jauh kok tempatnya dari sini. Disana banyak banget menyediakan eskrim dengan banyak variasi," jelas Brian.

"Ya sudah yuk kita kesana, Aku sudah tidak sabar nih pingin menikmati eskrim."

Mereka pun berjalan menuju tempat yang dimaksud yang tidak jauh dari Mall tersebut.

"Akhirnya nyampai juga ya," Vanes, kini sudah sampai di tempat eskrim tersebut lalu duduk di kursi tersebut bersama Brian.

"Oya Ian, mau pesan eskrim juga?" tanya Vanes, sambil menatap Brian.

"Ya tentu saja mau dong, lagian gerah nih mana panas lagi," ucap Brian.

"Oke baiklah, tunggu sebentar ya disini aku pesenin dulu."

"Baiklah kalau begitu, Sayang."

Lalu Vanes pun berjalan menuju tempat pembuatan eskrim.

"Brian ...," teriak seseorang mendekati dirinya.

"Bella? ternyata kamu ada disini juga ya?" tanya Brian.

"Iya. Tadi aku habis jalan jalan dan mampir kesini untuk menikmati eskrim favorit aku disini. Pastinya kamu masih ingatkan eskrim kesukaan aku kan? Lagi pula disini kenang-kenangan saat-"

"Sudah Bella jangan bahas masa lalu kita. Sekarang kita jalani dan nikmati masa depan kita dengan pasangan kita," pinta Brian, sambil menatap Bella.

"Lagi pula aku sudah bercerai dengan Rio, rumah tangga aku tidak bisa di pertahankan lagi dan memutuskan untuk menjalani kehidupan masing-masing," jelas Bella, tiba-tiba menitiskan airmata.

"Kamu yang sabar ya Bella, semoga saja kamu dapat penggantinya yang lebih baik dari dia," lirih Brian.

"Iya, makasih Brian. Oya kamu mau 'kan memulai hubungan bersama aku lagi dari awal? Aku janji enggak akan mengingkari kamu lagi Brian dan aku sungguh sangat menyesal telah meninggalkanmu, Brian," Bella, sambil memegang tangan Brian.

"Maaf, aku tidak bisa Bella!" tegas Brian, kemudian menghempaskan tangan Bella.

"Kenapa tidak bisa, Brian? Bukankah aku wanita yang sangat kamu sayangi dan cintai? Terus kenapa kamu tiba-tiba menolak untuk tidak bisa bersatu lagi?" tanya Bella, dengam beberapa pertanyaan dan merasa kecewa.

"Iya, karena-" ucapan Brian, tergantung saat Bella menyentuh bibir kenyal miliknya.

Brian pun merasa terkejut dengan apa yang dilakukan Bella.

Di satu sisi ada seorang wanita yang tidak menyangka dapat menyaksikan kejadian tersebut dan merasa kecewa dengan Brian yang diam saja tanpa ada perlawanan menolak.

#Flash back off#

"Apakah benar dia adalah tunanganmu, sekaligus calon suami kamu?" tanya Steffan, sambil menatap Vanes dan meminta penjelasan.

"Iya," jawab Vanes, kemudian menundukan kepala.

"Ck, dibilangin malah tidak percaya dan malah balik tanya sama orangnya!" Brian, menatap sinis Steffan.

"Jadi yang dimaksud pria brengsek itu dia? Orang yang telah mempermainkan kamu dan dengan teganya melakukan tindakan yang tidak pantas tepat didepanmu!" Steffan, menatap tajam Brian.

3.Perkelahian

"Maksud kamu apa berbicara begitu hah?" Brian merasa geram, lalu tiba tiba memukul Steffan karena merasa tidak terima apa yang diucapkan olehnya.

Satu pukulan mendarat tepat dibibir Steffan, sehingga mengeluarkan sedikit darah dan Steffan meringis kesakitan.

Apa-apaan sih kamu itu hah? Oh jadi kamu mau kita main fisik begitu, iya? Oke kalau begitu saya tantang kamu!" Steffan merasa geram lalu memukul balik Brian.

Satu pukulan mendarat di bibir Brian, dan sedikit mengeluarkan darah segar.

"Lagian kamu tuh yang memulai memancing emosiku! Kamu bilang aku brengsek dan mempermainkan dia? Tau apa kamu?" Brian, sambil mecengkram baju Steffan, lalu memukul bibirnya kembali sehingga luka sobek bagian bibir bawah dan mengeluarkan darah.

"Lagian emang benar kamu itu brengsek Brian! Kamu sudah menyakiti wanita yang aku sangat cintai dan aku tidak rela bila kamu melukai dia, Brian!" Steffan, kembali memukul balik Brian

Kini mereka saling membaku hantam satu sama lainnya. Sehingga sama-sama terguras luka sobek dibibinya dan semakin mengeluarkan darah banyak.

"Hentikan semuanya! Kalian ini apa-apaan? Kenapa kalian malah berkelahi?" Vanes mencoba menghentikan pertengkaran mereka dan sambil menatap tajam Brian dan Steffan bergiliran.

"Aku tidak terima kamu disakiti sama pria brengsek seperti dia, Vanes! Apalagi dia telah mengkhianatimu, Vanes?" Steffan, sekilas menatap Vanes lalu menatap tajam Brian.

"Kamu bilang barusan apa hah? Aku mengkhianati dia, kamu tahu dari mana sampai bicara gitu?" tanya Brian, sambil mencengkram kembali baju Rendy.

"Stop! Hentikan Brian, sudah malu tau lihat banyak orang yang lihat Kalian berkelahi mulu," lirih Vanes, sambil menarik tangan Brian.

"Tapi dia sudah berani kurang ajar, Sayang!Juga sudah menuduh yang enggak enggak!" Brian masih emosi lalu melepaskan cengkramannya.

"Lagian emang benar, itu juga Vanes sendiri yang cerita sama aku. Asal kamu tau dia menangis karena ulahmu, Brian! Kamu seenaknya mempermainkan dia dan lebih memilih menjaga perasaan mantanmu dari pada dia?" Steffan sambil menatap tajam Brian.

"Kamu!" Brian, sambil mengangkat satu telunjuknya tepat di depan mata Steffan.

"Apa, hah?" tantang Steffan.

"Aku bilang cukup! Kenapa sih kalian tidak dengar perkataan aku hah? Kalian sudah mempermalukan akubdan sudah membuka aib aku di depan umum!" bentak Vanes merasa geram melihat perkelahian Brian dan Steffan.

"Ya sudah sekarang kita pulang dari sini," Brian, sambil menarik kasar tangan Vanes.

"Aww, sakit tau lepasin. Aku bisa jalan sendiri kok," pekik Vanes merasa sakit saat tangannya ditarik dengan kasar.

"Jangan kasar gitu dong sama dia," gerutu Steffan, sambil mencoba melepaskan cengkraman tangan Brian dari Vanes dan menghalangi jalannya.

"Kamu jangan ikut campur! Ini urusan aku dengan Vanes!" Brian, sambil menginbaskan tangan Steffan yang mencoba melepaskan tangannya.

"Tapi-"

"Sudahlah Steffan, aku tidak apa-apa. Lagian apa yang di katakan Brian memang benar ini urusan aku dengan dia," ucap Vanes memotong pembicaraan Steffan sambil memberikan kode pada Steffan bahwa dirinya akan baik baik saja.

"Kamu dengarkan dia bilang apa hah? Jadi minggirlah!" Brian, menatap kesal Steffan.

"Oke baiklah kalau begitu. Tapi ingat jika kamu berani melukai Vanes, maka kamu akan berurusan dengan aku ingat itu!" Steffan, sambil menatap tajam Brian.

"Ck, kamu pikir aku takut sama kamu hah?" Brian, tersennyum sinis.

"Ayo, kita pulang," Brian, segera pergi dari taman tersebut sambil mencengkram tangan Vanes agar mengikuti dirinya.

"Brian, sudah lepasin tanganku sakit tau," ucap Vanes, saat dirinya sudah dekat dengan mobil milik Brian.

Brian pun dengan segera melepaskan tangannya yang mencengkram tangan Vanes.

"Masuk!" perintah Brian kepada Vanes untuk masuk ke dalam mobil. Lalu Vanes pun memutarkan bola matanya dengan malas kemudian masuk kedalam mobil.

Setelah mereka berada didalam mobil, Brian pun dengan segera melajukan mobilnya. Kini suasana di dalam mobil pun terasa mencengkram tidak ada di antara mereka yang saling berbicara. Brian pun membawa Vanes ke suatu tempat. Tanpa Vanes ketahui dimana tempat tersebut.

"Ayo kita keluar dari sini!" ajak Brian saat sudah sampai di suatu tempat.

"Benar-benar gila ya, kamu! Masa iya kita turun ditempat begini," gerutu Vanes, sambil menatap kesal kekasihnya.

"Lagian aku sengaja membawa kamu kesini biar tidak ada orang yang tau," lirih Brian.

"Maksudnya agar tidak ada orang yang tau? Kamu mau membunuhku ya, hah?" tanya Vanes, sambil menatap tajam Brian.

Bersambunng ....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!