NovelToon NovelToon

FORGIVE ME

Awal Bencana

DILARANG BOOM LIKE!!!

KARENA BISA MERUSAK KARYA.

JIKA TIDAK BERKENAN SILAKAN TINGGALKAN.

Jadilah pembaca yang bijak, dengan tidak mengikuti adegan negatif yang ada di tulisan ini, namun menjadikannya sebagai pelajaran agar tidak terjatuh kelubang yang sama.🙏🙏🙏

🌹🌹🌹

Bug..... bug.... bug...

Pukulan bertubi-tubi dari gagang sapu tepat mengenai punggung seorang gadis remaja bernama Elma Authafunnisa, atau sering dipanggil El. Umurnya baru tujuh belas tahun. Dia masih menyandang status pelajar, disalah satu SMKN Bandung jurusan sekretaris. El baru saja menyelesaikan ujian akhir sekolahnya. Hanya saja surat kelulusan belum ia kantongi.

"Ampun mak, ampun, ampun mak, sakittt....hik.... hik....sakit mak...." tangisnya terdengar pilu dan menyayat hati. Dia memohon ampun seraya mengiba. Bersujud di kaki perempuan tua yang tak lain adalah ibu kandungnya. Leha namanya, biasa orang dikampung memanggilnya dengan sebutan Mak Leha.

"Makanya jadi perempuan jangan gampangan, dirayu dikit langsung buka selangk*ngan!" Teriak Mak Leha dengan cacian. Dadanya kembang kempis, menahan amarah yang semakin meledak-ledak.

Untung saja rumah mereka berada jauh dari rumah warga lainnya. Jika tidak, bisa dipastikan ucapan Mak Leha barusan jadi sorotan, tersebar luas sebagai bahan gosipan hangat para emak-emak berdaster diwarung sembako juga tukang sayuran.

"Sekarang apa yang kau sesalkan? Menangis darah sekalipun keperawananmu tidak akan kembali. Susah payah kau Mak besarkan, dari kecil kau mak kasih baju, supaya apa? supaya menutup kemal*anmu. Tapi sekarang...." ucapan Mak Leha terjeda, diusapnya air mata yang menganak sungai dengan lengan panjang dasternya.

Detik berikutnya, kembali tatapan nyalang ia layangkan pada El yang masih bersujut memegang kedua kakinya. "Dengan gampangnya kau telan**ng di depan laki-laki bajingan itu. Kalau tau begini, ku pijak kau waktu bayi, biar mati sekalian, dari pada hidup memberi malu" lanjut Mak Leha masih dengan cacian juga teriakan.

Bug.... bug.... buk...

Tangkai sapu kembali menghantam tubuh Elma. Entah bagian mana yang kena, pasalnya pukulan Mak Leha membabi buta tanpa jeda melampiaskan geram juga kecewa.

"Sakit mak.........sakit...... ampunnn..... mak.... ampun "

Suara Elma semakin lirih dan pelan. Sakit fisik yang El rasakan, tidak sebanding dengan sakitnya hati Mak Leha yang telah dia hancur berkeping-keping tanpa sisa.

Elma tidak kuat lagi menahan tubuhnya, sakit yang mendera membuat ia hambruk, meringkuk, terbaring dilantai.

Membuat siapapun yang melihatnya ikut meringis merasakan sakit.

Mak Leha kalap, akal sehatnya benar-benar hilang dikuasai amarah yang membakar raga.

Rambut yang tadinya disanggul rapi, sekarang ikut berantakan, tergerai terlihat ngeri.

"Sudah Mak!" seorang laki-laki tampan datang menahan. Diambilnya sapu dari tangan Mak Leha yang sudah terangkat ingin kembali menyerbu tubuh El. Sejak tadi dia berdiri dibingkai pintu jendela, ikut menyaksikan adegan kekerasan. Dia pun sama kecewanya, menyayangkan apa yang terjadi pada saudara kembarnya. Ikut mengumpat kebodohan El. Tapi melihat penyiksaan yang Mak Leha lakukan, timbul pula rasa kasihan pada Elma yang terlihat sudah tersengal-sengal mau pingsan, akibat hebatnya pukulan yang diberikan Mak Leha.

Mak Leha bukan seorang yang garang, apalagi suka main tangan. Ini kali pertama dalam hidupnya, Mak Leha melakukan penyiksaan, terlebih pada putrinya sendiri. Selama hidupnya, dimata anak-anak, maupun tetangga, Mak Leha terkenal sebagai seorang ibu yang penyayang juga baik hatinya.

"Inikah balasanmu pada Mak yang sudah mati-matian berjuang demi kalian? Mak iklas selama ini kita hidup susah, tidak berharta. Setidaknya kita masih punya harga diri untuk dibanggakan. Orang masih akan berpikir untuk menghina. Kalau sekarang apa yang bisa Mak banggakan, hik...hik....." kekecewaan Mak Leha terlalu dalam, ia terduduk lemas jatuh kelantai, tepat disisi El. Beruntung Althaf Altharun yang tak lain saudara kembar Elma masih sigap menahan dan menjadikan tubuhnya sebagai sandaran Mak Leha, jika tidak, bisa dipastikan tubuh wanita berbobot 70 kg itu akan telentang jatuh ke lantai.

Badan Mak Leha terasa melemas, namun menegang seperti ingin keram. Mungkin pasokan oksigen mulai tidak lancar, sehingga peredaran darah menjadi terganggu.

Meski badannya sudah melemah, namun kakinya kembali menerajang tubuh Elma.

Bug.......

"Akkkkkkkhhh......." teriak Elma.

Badan Elma sedikit terpental. Terajangan Mak Leha tepat diperut Elma yang mungkin sudah ada bibit kehidupan. Elma memegangi perutnya yang terasa nyilu luar biasa.

"Sudah Mak! bisa-bisa El akan mati" Al coba menyabarkan. Ia semakin tak tega melihat kondisi El yang semakin mengenaskan.

"Biarkan saja dia mati, hidup pun hanya jadi sampah masyarakat apa gunanya?".

Mulut Mak Leha masih tak mau diam, mengoceh, melampiaskan rasa marah, kecewa yang tiada habisnya.

"Mak rela jadi babu ditempat orang, asal anak-anak Mak bisa sekolah. Bisa jadi orang, agar tidak selamanya hidup susah, hik....hik....." tangis Mak Leha semakin pecah, disela-sela ucapannya. Terdengar semakin menyayat hati. Tangisan seorang ibu yang merasa telah gagal, gagal menjadikan anaknya manusia.

Jelas tergambar diwajah yang mulai dikuasai keriput rasa kecewa yang begitu mendalam. Elma yang selalu dibanggakan dengan segudang prestasi, karena kepintarannya, kini hanya menjadi wanita bodoh. Demi cinta rela menyerahkan keperawanan pada laki-laki bajingan. Padahal selama ini Mak Leha tau, El tidak pernah dekat dengan laki-laki, apalagi pacaran. Karena baik Mak Leha maupun Al, selalu berpesan padanya untuk menyelesaikan sekolah dulu dan bekerja, barulah boleh mengenal laki-laki. Rupanya, baik Mak Leha maupun Althaf telah kecolongan.

Akibat perbuatan El, seumur hidup Mak Leha harus menanggung malu. Kini Elma hanya bisa melempar kotoran diwajah Mak Leha. Kotoran bernajis yang tidak bisa dibersihkan meski dengan tujuh tanah sekaligus.

Nafas Mak Leha sampai tersengal-sengal. Rasanya, ia ingin mati saja menyusul almarhum suaminya. Ia malu.

Sepuluh tahun lalu, semenjak kepergian sang suami mak Leha berjuang seorang diri. Berjuang membesarkan ke dua anak kembarnya. Elma dan Altaf. Tidak peduli bagaimana kerasnya kehidupan. Saat itu usia anak-anaknya baru tujuh tahun. Mak Leha lebih memilih menjadi janda abadi dari pada menikah lagi. Bukan tidak ada yang meminta dirinya, hanya saja cintanya pada almarhum suaminya terlalu sulit untuk diganti. Mak Leha juga tidak ingin kedua anaknya menderita, karena baginya tidak semua ayah tiri, tulus sayang pada anak-anak sambungnya. Mak Leha tidak ingin egois, baginya, kebahagiannya adalah melihat anak-anaknya bahagia. Tapi sekarang, semua sudah dihancurkan Elma.

Kemana kini Mak Leha menghadapkan muka, rasanya semua orang sedang mengumpatnya. Dia tak sanggup, malu.......

Buk......

Mak Leha jatuh pingsan dipangkuan Althaf.

"Mak..! mak.....!" panggil Althaf yang mulai panik.

El yang masih meringkuk dilantai, ingin mendekat melihat dan menolong Mak Leha. Tapi kondisinya yang parah, jangankan menolong, bergerak sedikit saja tubuhnya tak bisa.

"Mak..! bangun Mak...!" Altaf mengguncang pelan tubuh Mak Leha. Tidak mendapatkan respon, Al dengan kekuatan yang ada, mencoba mengangkat tubuh Mak Leha untuk dibaringkan ke kamar. Namun karena berat Mak Leha diatas rata-rata membuat Al mengurungkan niatnya. Kalau dilanjutkan bisa patah pinggangnya. Al memutuskan untuk mengambil bantal, dan membiarkan Mak Leha berbaring di sana, diruang tamu yang sudah mulai lapuk dimakan usia. Karena rumah yang mereka tempati, merupakan warisan satu-satunya dari almarhum suaminya, ayah dari Al juga El.

Setengah jam berlalu. Mak Leha mulai mengerjapkan mata, kesadarannya mulai kembali.

"Mak....!" panggil Al lembut disamping Mak Leha. Dari tadi ia belum beranjak, tak henti-henti mengoleskan minyak kayu putih dihidung juga dikaki dan tangan wanita yang sangat dicintainya.

Mak Leha tidak menyahut, tatapannya lurus menatap kosong pada atap rumah yang sudah mulai sedikit bolong. Nampak sinar mentari masuk tak ubah seperti lampu sorot dipanggung pertunjukan. Hanya air mata yang mengalir di kedua sudut matanya.

"Cari laki-laki yang sudah merusak masa depan El, bawa kesini, nikahkan mereka!" ucap Mak Leha pelan tidak terbantahkan. Pandangannya masih enggan berpindah.

"Tapi....., kita dan mereka berbeda Mak" Al sedikit ragu, pasalnya dia tau betul siapa orang yang sudah merenggut kesucian El. Orang yang tidak akan mungkin bisa tersentuh, meski hukum ikut bermain.

"Mak tidak peduli, jika El sampai tidak menikah dengan laki-laki yang telah mengambil kesuciannya, selamanya dia tidak akan menikah, karena mana ada laki-laki yang mau dengan sisa orang, hikkk......hik......" tangisan Mak Leha kembali pecah. Sebenarnya jauh dilubuk hatinya Mak Leha merasa kasihan dengan El, bagaimana pun juga, El tetap anak kandung, darah daging yang sangat disayangi. Mana ada orang tua yang tega melihat anak gadisnya di lecehkan dan dihancurkan masa depannya. Tapi mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur.

Mendengar ucapan Mak Leha barusan, membuat penyesalan di hati El yang masih duduk di ujung kaki Mak Leha. El tertunduk, malu dan rasa penyesalan bergabung jadi satu. Entah sudah berapa banyak air mata yang tumpah. Jika bisa memutar waktu, ia ingin memperbaiki semuanya.

☘️Flashback on☘️

Althaf dan Elma dua saudara kembar yang memiliki segalanya, kecuali harta dan ayah yang telah lama meninggalkannya.

Kegantengan dan kecantikan yang mereka miliki di atas rata-rata, mungkin karena mereka ada memiliki darah timur tengah yang diwariskan dari almarhum ayahnya. Sehingga tidak heran mereka memiliki wajah blasteran yang khas cantik juga gantengnya.

Meski tidak terlahir dari keluarga kaya, tapi karena fisik sempurna dengan tinggi 175 cm membuat Al menonjol diantara siswa yang ada di SMKN Bandung. Al memiliki garis wajah yang tegas, hidung mancung, alis tebal, bulu mata lentik, dan dagu yang berbelah menambah ketampanan di atas rata-rata. Warna kulitnya juga sempurna, putih dan bersih. Jadi tidak heran banyak siswi mulai dari kelas bawah hingga kelas atas menginginkan dirinya untuk dijadikan pacar. Belum lagi kecerdasan yang dimiliki, menjadi nilai plus, sebab itulah dia dan Elma bisa bersekolah disekolahnya orang kaya. Berkat mendapatkan beasiswa dari pemerintah atas kecerdasan mereka yang berhasil memenangkan berbagai lomba dari tingkat nasional hingga internasional.

Hal yang sama juga dimiliki Elma, cantiknya tidak kalah beda dengan gantengnya sang kakak yang lahir 10 menit lebih dulu darinya. Elma memiliki wajah opal khas Asia, namun untuk bentuk wajahnya, seperti hidung, bulu mata, alis dan bibir lebih ketimur tengah. Jadi tak heran banyak yang menyamakan dirinya dengan pemain sinetron di era 2000an, Nabila Syakieb.

Saat pertama kali mereka masuk sekolah, semua mengira jika mereka pasangan kekasih. Pasalnya mereka bukan kembar identik. Meski tak dipungkiri mereka memiliki banyak persamaan, jika diteliti secara detil.

Althaf, seorang yang penyayang, setiap istirahat selalu ia sempatkan untuk mengunjungi saudara kembarnya El. Meski satu sekolah namun mereka memilih jurusan yang berbeda. Al memilih jurusan akuntansi, sedangkan El memilih jurusan sekretaris. Itulah juga sebabnya banyak yang mengira mereka pacaran.

Seiring berjalannya waktu, sudah mulai banyak yang tau, jika mereka adalah saudara kembar.

Bagai mendapat lampu kuning, baik siswa laki-laki maupun perempuan kembali pasang badan untuk mendekati keduanya.

Tahun pertama mereka sekolah semua baik-baik saja, mereka punya banyak teman, karena keduanya tipe yang hamble. tidak sedikit yang menjadi pengagum rahasia maupun terang-terangan. Namun keduanya tidak pernah menanggapi. Karena sesuai nasehat Mak, mereka harus sekolah dan sukses dulu, baru cari pasangan.

Sampailah di tahun ketiga mereka bersekolah, yang artinya mereka sudah duduk dibangku kelas tiga SMK.

Dari sinilah awal bencana itu dimulai.

Cleony Arteny putri tunggal dari salah satu pengusaha kaya raya di kota Bandung, termasuk salah satu incaran dari kalangan sekufu. Banyak siswa laki-laki yang orang tuanya memiliki segudang harta, bersaing memperebutkan Cleony yang termasuk kedalam daftar siswi terkaya juga cantik di SMK itu.

Termasuk Satrio Dewanto yang merupakan putra tunggal pemilik Dewanto group yang bergerak dibidang ekspor bahan tambang dan usaha penerbangan, telah lama berusaha bersaing mendapatkan Cleon. Baginya, satu-satunya wanita yang ia cintai adalah Cleon. Sehingga ia rela pindah sekolah dari Jakarta ke Bandung. Hanya untuk mengejar dan mendapatkan cinta Cleon.

Cleon adalah anak dari sahabat orang tua Satrio. Mereka pertama kali bertemu saat jamuan makan malam yang dilangsungkan oleh perusahaan Dewanto Group yang mengundang kolega bisnis beserta keluarga. Dari situlah Satrio mengenal Cleon, gadis cantik, pintar juga tidak sombong. Sikap Cleon yang ramah membuat Satrio terpincut cinta pertama.

Namun sayang berbagai usaha yang ia lakukan, sepertinya sia-sia, Dia dikalahkan hanya oleh seorang Althaf. Anak kampung, yang tidak jelas asal usulnya.

Bersambung........

Sungguh cerita ini sudah lama ingin author tuliskan....

Semoga kalian bisa merasakan apa yang Author rasakan saat menulis....

Dukungan kalian semua sangat berharga, sebagai vitamin bagi para Author recehan seperti saya, jadi jangan lupa tinggalkan like 👍🏻 dan komentar jika kalian suka.🙏

Janji Satrio

Kelas hampir berakhir, semua siswa jurusan akutansi bersiap-siap untuk pulang, tidak terkecuali Althaf, Cleon, Satrio and the gang yang memiliki jurusan yang sama.

Berbeda dengan Al dan Cleon yang memang satu kelas sejak kelas satu, Satrio merupakan siswa pindahan dari Jakarta saat dikelas dua yang lalu. Dia memutuskan pindah ke Bandung demi mengejar cintanya, Cleon.

"Leon..., pulang bareng gue ya!" Leon panggilan khusus dari Satrio untuk Cleon. Bukan sekedar kalimat ajakan, namun lebih kepada perintah yang tidak mau dibantah. Satrio menghampiri meja Cleon sesaat setelah guru meninggalkan ruang kelas.

Cleon yang saat itu sedang memasukkan buku terahir ke dalam tasnya, sejenak melihat ke arah laki-laki yang mengajak dirinya untuk pulang bareng.

Ganteng, tinggi, putih, pintar, serta kaya dan juga apa yang melekat pada laki-laki itu semua barang mewah. Dari jam tangan, sepatu, tas, ikat pinggang, dan gelang yang di pesan khusus dari merk terkenal dunia menambah kesan glamor. Terkecuali seragam sekolah, karena memang disiapkan dari pihak sekolah. Semuanya sangat cocok ditubuhnya. Sehingga kegantengan yang dimiliki semakin menanjak di atas rata-rata. Satu kata untuk Satrio, sempurna.

Jika semua perempuan berlomba-lomba untuk mendekati Satrio, tidak untuk Cleon. Dimata Cleon Satrio terlihat biasa saja. Malah ada laki-laki yang lebih sempurna dimatanya. Dia adalah Al, Althaf Altharun.

"Sorry Sat, gue ada janji pulang bareng teman" bohong Cleon.

Soalnya dia punya rencana sendiri yang harus ia perjuangkan. Mengejar cintanya Althaf. Yang sejak dulu belum berbalas.

Cleon melihat sekilas pada Al yang sudah berdiri bersiap untuk pulang.

Satrio mengikuti arah pandang Cleon, "sial....! anak ingusan itu lagi!" suara hati Satrio. Tangan mencengkram kuat meja Cleon, melampiaskan rasa marah karena diabaikan. Sudah berkali-kali Cleon menolak dirinya hanya karena seorang Althaf. Ini menambah daftar kebencian Satrio pada seorang Al yang tidak tau menahu tentang urusannya dan Cleon.

Secara tidak langsung, Cleon telah merendahkan harga diri Satrio. Satrio tidak terima ditolak hanya demi laki-laki miskin, dia harus membuat perhitungan dengan orang yang bernama Al. Apa pun caranya, dia harus merasakan bagaimana sakitnya hati Satrio saat ini. Itu janji Satrio pada dirinya.

"Al..., tunggu Al....!" Cleon berteriak memanggil Althaf yang sudah berada diambang pintu.

Tanpa permisi atau basa basi, Cleon bangkit, lalu sedikit berlari untuk mengejar Althaf. Meninggalkan Satrio yang masih berada di sisinya.

Bukannya Cleon tidak sadar akan perhatian Satrio padanya, hanya saja cintanya pada Al terlalu besar sejak pertama kali mereka bertemu dua tahun yang lalu, saat dibangku kelas satu. Sedang pada Satrio, Cleon hanya menganggap teman, tidak lebih. Terlebih sikap Satrio yang terkadang pemaksa membuat Cleon semakin tidak suka, apalagi cinta.

Cleon berusaha menyamakan langkah disamping Althaf. Langkah Althaf yang terbilang lebar, Membuat Cleon sedikit berlarian di samping Al. Sudah beberapa langkah berjalan beriringan, Al masih tetap diam, tak sedikit pun ia melirik pada gadis cantik yang sedang berjalan di sampingnya. Pandangannya lurus kedepan. Langkah kakinya juga sama ianya, jangankan berhenti memelan saja sepertinya tidak.

Cuek.....

Itulah sikap yang ditujukan Althaf pada Cleon. Padahal jika dengan orang lain ia selalu ramah. Bukan karena tidak tertarik, apalagi pada wanita sesempurna Cleon, pasti Althaf tertarik. Hanya saja, ia masih berpikir ribuan kali, dan terus mengingat pesan Mak, yang seolah tidak ada bosannya berpesan pada Al juga El, untuk mengejar cita-cita dulu, setelah semua tercapai barulah memikirkan tentang jodoh.

Mak menginginkan ke dua anaknya bisa menjadi "orang", sehingga bisa mengubah garis kemiskinan yang selama ini membelit hidup mereka.

Althaf juga sadar diri, siapalah dia dibanding Cleon, mereka ibarat bumi dan langit. Mana mungkin bisa disandingkan. Langit yang berada tinggi diatas, sementara bumi jauh berada di bawah, mungkin sampai kiamat pun tidak akan pernah menyatu.

Karena itulah Al tidak pernah membalas pernyataan cinta Cleon.

Mencari jodoh biarlah sekufu, itulah pesan dari seorang ustaz tempat Al mengaji. Secara bahasa, kufu diambil dari istilah Arab kafa'ah yang artinya sepadan atau setara. Jadi, sekufu dalam hal memilih pasangan adalah kesepadanan atau kesetaraan antara laki-laki dan perempuan yang ditinjau dari berbagai aspek baik agama, kekayaan, suku maupun keturunan. Agar tidak memicu perbedaan dikemudian hari yang bisa memicu konflik dan mengakibatkan perpisahan.

Mata Satrio menajam penuh kebencian. Satrio bisa melihat bagaimana cueknya selama ini Cleon padanya, tapi bila berhadapan dengan Al, sungguh perlakuan yang berbeda ia tampilkan. Apa sebenarnya yang digilai Cleon pada Al?

Bukankah seorang Satrio lebih segalanya?

Kegantengan, juga kekayaan, dia lebih dari Althaf.

"Kenape Lo? kalah lagi?" seorang datang menepuk punggung Satrio, yang masih lekat melihat kearah pintu. Pertanyaan mengejek yang membuat hati Satrio semakin panas.

Satrio menoleh, lalu mendorong tubuh Joe, yang berdiri menghalangi langkahnya.

"Masak seorang Satrio Dewanto, kalah sama tikus curut?" Seorang lagi mendekat semakin memanasi hati Satrio yang memang benar-benar sudah panas. Siapa lagi kalau bukan si Anjar.

Satrio, Anjar dan Joe bersahabat karib sejak Satrio datang ke Bandung. Sama-sama terlahir dari keluarga kaya, kegantengan yang dimiliki hampir sama membuat ketiganya punya chemistry sehingga bisa berteman dekat hingga saat ini. Meski Satrio lah yang paling lebih segalanya diantara mereka bertiga. Makanya mereka menganggap Satrio sebagai ketua gang mereka.

Mereka bertiga adalah gang yang disegani di SMK itu. Bagaimana tidak semua akan tunduk dan patuh pada mereka, jika ada yang berani membangkang, atau mengusik kesenangan mereka, dapat dipastikan orang itu berada dalam masalah. Karena mereka tidak akan segan menyakiti siapapun itu. Apalagi hanya seorang Al, itulah yang akan mereka lakukan nanti, karena sudah berani mengganggu kesukaan salah satu dari mereka, yaitu Cleon.

"Apa maksud Lo berdua ha......?" bentak Satrio sambil memegang kerah baju Anjar. Cengkramannya menguat, sehingga membuat kerah baju Anjar berantakan. Tidak hanya itu, tubuh Anjar yang lebih rendah dari Satrio dibuat sedikit terangkat.

Siswa yang melihat adegan itu merasa ketakutan, pasalnya Satrio benar-benar terlihat menyeramkan. Mata membulat seperti mau keluar dari sarangnya, urat diotot tangan juga bermunculan, akibat kuatnya dia mencengkram kerah baju Anjar.

"Tenang bro!" Joe ikut melerai, berusaha melepas cengkraman Satrio dileher Anjar. Karena Joe tau bagaimana Satrio kalapnya jika terbakar api emosi. Bisa-bisa dibantingnya tubuh Anjar ke meja dikelas itu.

"Anj*ng Lo! " maki Anjar, pada Satrio. Sesaat setelah terlepas dari cengkraman.

"Kalian berdua apaan sih? kok malah berantem, seharusnya yang kenak tu si curut tu" tunjuk Joe dengan mulutnya kearah pintu.

"Sorry bro" Satrio menepuk punggung Anjar.

"Ia gue tau Lo lagi kesal, kita berdua juga kesal ngeliatnya" ucap Anjar sambil kembali bertos ria dengan Satrio menggunakan lengan, tanda persahabatan kembali terjalin.

"Kita harus buat perhitungan, biar curut itu kapok" si Joe memberi cadangan.

"Gue mau dia ngerasain sakit yang gue rasain, bila perlu lebih!" ucap Satrio berapi-api.

Ketiganya masih berdiri disamping meja Cleon.

"Bagaimana kalau................" Anjar membisikkan sesuatu ditelinga Satrio, kemudian Joe. Diakhir bisikan itu, ketiganya tertawa seperti setan, menakutkan.

Siswa yang masih ada didalam ruangan itu dibuat bergidik ngeri, secepatnya mereka keluar dari kelas, takut nanti mereka yang akan terkena masalah. Entah kegilaan apa yang bakalan mereka lakukan.

"Al......., tunggu dong Al, Lo kok nyuekin gue?" merasa dicuekin dari tadi membuat Cleon merasa kesal. Belum lagi nafasnya yang sudah terengah-engah efek menyamakan langkah dengan Althaf.

Akhirnya Al menghentikan langkah, dilirinya sekilas Cleon yang membungkuk, masih terengah-engah.

"Ada apa? gue mau pulang" suara bariton menyapu rungu Cleon, tidak hanya bulu kuduk yang ikut berdiri, badan yang tadi membungkuk secepatnya menegak. Senyum manis juga ia tampilkan.

"Al, boleh gue nebeng Lo?"

Pertanyaan bodoh yang Cleon ucapkan. Sejak lahir dia tidak pernah naik motor, sekali ngomong maunya nebeng sama Al yang hanya memiliki motor Supra tahun 2000an sebagai tunggangan, apa itu tidak salah?

"Maksud Lo?" Al merasa salah dengar dengan apa yang ia dengar barusan.

"Maksud gue, gue pulang mau nebeng sama Lo" ulang Cleon dengan wajah penuh harap.

Al tertawa, entah untuk apa tawanya itu. Tanpa memperdulikan Cleon, Al berjalan ke arah motor yang terparkir.

Disaat bersamaan Elma berjalan ke arah parkiran.

"Eh ada Cleon, nunggu siapa?" tanya Elma ramah. Agak sedikit aneh sebenarnya melihat Cleon ada disana, pasalnya itu parkiran motor, bukan mobil.

Cleon jadi salah tingkah, serasa jadi pencuri yang tertangkap basah.

"Eh....enggak.....gue....gue....,pamit dulu ya?" Cleon berjalan meninggalkan parkiran, melangkah terbesar, sekali-kali ia kembali menoleh kebelakang ke arah El berada. El membalas tersenyum. Padahal El dari tadi sudah memergoki Cleon juga Al jalan bersama.

"Ternyata pengagum Al bukan kaleng-kaleng" suara hati El, dia merasa kagum dengan saudara kembarnya Al.

"Kenapa Lo, senyum-senyum sendiri?" tanya Al di atas motor bututnya, yang sudah berada di depan El.

"Enggak, tadi ada putri kayangan jatuh ke bumi" ucap El diiringi tawa.

"Sudah, kita jangan ngayal ketinggian, ntar kalau jatuh sakit" ucap Al, seraya memberikan helm pada El.

El menerima helm dan memasang dikepalanya.

"Ngayal doang boleh kali Al, kalau pun jatuh kan hanya dalam angan" jawab El.

"Udah ayo naik, panas tau"

"Iya....ia....Al yang ganteng"

El mendudukkan dirinya dibelakang Al. Mereka berdua tertawa bersama. Tampak sekali raut kebahagian diwajah keduanya. Tanpa mereka sadari ada tiga pasang mata yang menatap mereka penuh arti.

Bersambung.......

Arga

Cahaya di langit biru, perlahan mulai meredup. Petanda tidak lama lagi akan terjadi pergantian waktu.

Di jam seperti ini biasanya orang-orang akan kembali kerumah setelah seharian mencari nafkah diluar.

Begitupun Mak Leha. Semua pekerjaan di dalam rumah majikan, sudah ia selesaikan. Kini, dia sudah terduduk manis disalah satu bangku taman rumah majikan. Satu tas selempang tua berwarna hitam usang, juga ikut duduk disampingnya. Bukan barang mewah atau pun dompet yang berisi banyak uang, melainkan baju ganti juga uang gocengan yang bersemayam di dalam tasnya.

Mak Leha duduk disana menunggu Althaf menjemputnya pulang. Karena ini memang saatnya Mak Leha pulang bekerja. Setiap hari aktivitas ini selalu dijalani, pagi sebelum berangkat sekolah Althaf mengantar Mak leha dan di jam empat seperti saat ini kembali menjemputnya. Terkecuali hari Minggu, majikan tempat Mak Leha bekerja, memberinya waktu libur dihari itu.

Dulu, semasa suaminya masih hidup juga bekerja disana sebagai seorang sopir. Mak Leha mengabdi disana sudah cukup lama, sejak kematian almarhum suaminya. Berarti kurang lebih sepuluh tahun lamanya.

Majikan Mak Leha orang yang baik, tidak terkecuali anaknya juga selalu bersikap baik terhadap Mak Leha. Majikan Mak Leha punya seorang anak tunggal, Arga namanya. Sekarang masih kuliah di universitas negeri ternama di Jakarta. Jika pulang hanya di hari libur saja. Sedangkan majikan Mak Leha sendiri, adalah pasangan pengusaha. Majikan perempuan memiliki usaha butik pakaian bermerek, sedang suaminya seorang pengusaha kaya raya yang tidak Mak Leha ketahui dibidang apa.

Diusianya yang mulai beranjak senja, Mak Leha tanpa lelah masih berusaha mencari nafkah menggantikan sosok ayah bagi kedua anaknya. Tidak ada kata mengeluh, meski hanya bekerja sebagai pembantu, Mak Leha tetap selalu bersyukur, karena itu pekerjaan halal. Baginya, anak-anak bisa makan dan sekolah, itu yang paling utama. Mak Leha yakin, suatu hari kedua anaknya bisa menjadi kebanggaan bagi dirinya.

Tet....tet......

Klakson dibunyikan oleh pemilik mobil.

Sebuah mobil sport hitam berplat nomor B, berhenti tepat di depan pagar hitam rumah dua lantai bernuansa monochrome.

Mak Leha yang sedang duduk santai dikursi taman, tergopoh-gopoh berjalan ingin membukakan pagar. Kebetulan penjaga rumah sedang izin kebelakang untung shalat asar, sekalian menunggu Althaf, Mak Leha dimintai tolong menjaga pagar.

"Mau pulang mak?"sapaan ramah dari Arga yang baru saja menurunkan kaca mobil.

"Iya den....." Mak Leha tersenyum ramah dan sedikit membungkukkan badan, petanda hormat. Tak peduli usia majikan hampir sama dengan usia anaknya.

"Mau diantar? ayo sekalian saya antar!" tawar Arga yang masih enggan menggerakkan ban mobilnya.

"Nggak usah den, makasih. Althaf udah dijalan" lima jari Mak Leha melambai-lambai didepan dada, tanda penolakan. Mak Leha cukup tau diri, tidak ingin merepotkan majikan yang baru saja pulang dari perjalanan jauh, Jakarta.

Mak Leha membuka pagar lebar-lebar, agar mobil Arga leluasa masuk kedalam.

"Benar nggak mau diantar Mak?" Arga kembali memastikan.

"Nggak usah den, nah......itu jemputan Mak sudah datang" tunjuk Mak Leha pada Althaf yang sudah berhenti dibelakang mobil Arga.

"Oh.....ya udah deh Mak, saya masuk dulu ya" Arga kembali menjalankan mobilnya.

Mak Leha hanya membalas anggukan diiringi senyuman.

Mak Leha kembali ke arah bangku santai tempat ia tadi duduk untuk mengambil tas miliknya. Setelah itu kembali berjalan kearah pagar, disaat bersamaan kang Tarjo yang tadi pamit untuk shalat, sudah kembali.

"Mau pulang mak?" tanya kang Tarjo ramah, ia melihat sudah ada Althaf di luar pagar.

"Ia, mau pulang...., duluan ya..... kang!" pamit Mak Leha sambil berjalan mendekat ke arah Al.

"Hati-hati mak. Jangan ngebut Al!" pesan kang Tarjo yang sudah siap kembali menutup pagar.

"Siap....., duluan kang...." masih di atas sepeda motor, Al pamitan pada kang Tarjo.

"Udah Mak?" Al memastikan Mak Leha benar-benar sudah siap di atas motornya.

"Udah" jawab Mak Leha, yang sudah memeluk pinggang Al.

Motor butut Al akhirnya berlalu pergi meninggalkan rumah mewah tempat Mak Leha dan keluarga menggantungkan hidupnya.

Cukup lima belas menit perjalanan, motor Al sudah terparkir rapi di halaman rumah era 80an. Rumah yang dijadikan tempat mereka bernaung dari teriknya panas mentari, juga dingin dikala hujan.

"Mak....!" El tergopoh-gopoh mendatangi Mak Leha yang masih berdiri diambang pintu. El ingin mencium tangan orang yang sudah melahirkan juga membesarkannya hingga seperti sekarang. Bagi El, Mak Leha adalah keramat, pintu menuju surga.

Gadis cantik itu, tidak pernah ketinggalan untuk melakukan ritual cium tangan, saat Mak Leha akan dan pulang bekerja.

Elma gadis cantik yang punya akhlak di atas rata-rata, berkat didikan Mak Leha tentunya. Selalu menghormati yang lebih tua, dan sayang kepada yang lebih muda.

Mak Leha dan El jalan beriringan masuk ke dalam, sementara Al, mengekor dibelakang dengan menjinjing tas milik Mak Leha.

****

Malam hari.

Meja makan bertaplak plastik motif bunga-bunga hasil karya Althaf. Dibuat dari sisa-sisa papan mal yang dipinta dari tetangga saat membangun rumah tempo lalu, menjadi saksi bisu betapa bahagianya keluarga kecil itu. Meski hanya tahu dan tempe sebagai hidangan, tidak menyurutkan nafsu makan mereka. Tidak pernah terdengar keluhan atas rezki yang diberikan Tuhan. Ketiganya makan dengan nikmat, sambil diiringi obrolan ringan yang diselingi tawa, menjadi bukti jika bahagia tidak mesti didapat dengan kemewahan.

Padahal diluaran sana, banyak anak seusia Al dan El, menuntut makanan lezat. Atau bahkan berkuliner ria bersama teman-teman seusianya dikafe-kafe ternama. Tanpa pernah memikirkan bagaimana susahnya orang tua mereka mencari uang.

Selesai makan, El yang dibantu Al, mengemaskan dan mencuci piring kotor bekas mereka makan malam. Mak Leha langsung berpindah keruang keluarga yang sekaligus dijadikan ruang tamu tempat mereka bersantai dikala bersama. TV tabung ukuran empat belas inchi, dijadikan hiburan untuk menunggu rasa kantuk menyerang.

Baru saja mendudukkan diri di sofa usang, terdengar bunyi deringan hape yang masih tersimpan di dalam tas Mak Leha, bekas ia bekerja.

Dert......dert......dert.....

"El.....tolong ambilin hape Mak nak!" Mak Leha sedikit berteriak, agar suaranya terdengar oleh El yang masih sibuk mencuci piring di belakang.

"Ia Mak" sahut El.

Tidak lama El pun datang membawa hape yang diminta Mak Leha.

Setelah El menekan tombol hijau, juga mengaktifkan loudspeaker, panggilan di hubungkan.

"Halo, assalamualaikum......" Mak Leha

"Walaikum salam....." Nyonya Anggara, ibunya Arga.

"Ia nya, ada apa ya?"

"Maaf Mak....., gangguin malam-malam. Ini...., rencananya saya hari Minggu mau buat party ulang tahun kecil-kecilan buat si Arga. Hanya mengundang keluarga dekat juga teman-temannya Arga. Jadi,.kalau Mak Leha tidak keberatan, saya minta tolong Mak sama Elma buat bantu-bantuin" tutur nyonya Anggara.

Dengan maksud meminta pendapat. Mak Leha melihat El yang masih berdiri disamping, yang terlanjur ikut mendengar obrolan sejak pertama dimulai.

El mengangguk, tanda menyetujui.

"Gimana Mak?" tanya nyonya Anggara lagi.

"Boleh nya, insyaallah Minggu pagi kita ke sana" jawab Mak Leha.

"Alhamdulillah....., makasih banyak Mak.."

Rasa lega. Itu yang dirasakan nyonya Anggara disebrang sana. Pasalnya rencana dibuat sangat mendadak, tepatnya saat dirinya pulang bekerja. Arga yang lebih dulu sampai dirumah, meminta untuk dibuatkan pesta ulang tahun, biar kecil, asal bisa berkumpul dengan keluarga juga teman dekat.

Ternyata bukan hanya nyonya Anggara yang merasa paling lega. Arga yang sejak tadi menempel di samping nyonya Arga, tersenyum dalam hati.

Arga beralasan, sudah lama dia tidak bertemu teman-temannya, jika ada acara seperti itu bisa dipastikan menjadi ajang berkumpulnya teman-teman yang sudah lama menghilang. Padahal dibalik itu semua, Arga punya tujuan sendiri. Entah apa yang sedang direncanakan lelaki tampan itu.

****

Pagi-pagi sekali Mak Leha juga El sudah bersiap-siap. Pagi ini mereka akan kerumah nyonya Anggara. Mak Leha sudah siap dengan long dress berwarna hitam, dengan bahan rayon, dipadankan dengan jelbab berwarna kunyit. Hari ini Mak Leha boleh dikatakan berpenampilan terbaik dibanding hari biasanya. Soalnya tidak mungkin juga dia memakai baju seperti biasa, takutnya nanti dibilang kurang sopan. Sedangkan Elma hanya memakai baju kaos pas body berwarna tosca yang dipadankan dengan celana levis joger berwarna biru. Rambut lurus di bawah bahu, sengaja dikuncir kuda, biar mudah saat membantu Mak di dapur nanti.

"Udah siap Mak?" Al baru saja keluar dari dalam rumah berniat akan memanaskan motor untuk mengantar Mak juga El, secara bergantian tentunya.

"Udah....., tinggal nungguin kamu, lama amat ke WC nya" Mak sedikit cemberut, pasalnya sudah lebih lima belas menit dia menunggu.

"Biasa Mak....., pagi-pagi wajib lapor" ucap Al sambil cengengesan.

"Lapor, sih lapor, Mak kalau telat gimana?" Mak bangkit dari duduknya di samping Elma. Menarik tas kebanggaannya, lalu mengenakan sendal jepit bermerek swallow.

El tersenyum mesem melihat tingkah saudara juga ibunya. Dia masih duduk santai, diteras, dikursi rotan hasil pembagian warisan, dikala tetangga pindahan.

"Ayo.....kita jalan sekarang deh, biar Mak nggak telat" pujuk Al pada Mak Leha.

Baru saja ingin menstarter motor, derdengar bunyi klakson mobil masuk pekarangan.

Sontak ketiganya langsung menoleh, ada sebuah mobil sport hitam mendekat kearah rumah Mak Leha. Siapa lagi pemiliknya? pasti si Arga anak majikan Mak Leha.

El ikut berdiri, untuk melihat secara pasti siapa yang pagi-pagi begini datang kerumah mereka, dengan mobil menyaingi Lamborghini.

Kalau Mak Leha sudah barang tentu tau siapa pemiliknya.

Pintu mobil dibuka, muncullah sosok yang sudah tiga bulan tidak pernah El lihat.

"Kak Arga.....?" El sedikit membola.

Tidak menyangka ternyata orang yang slalu dikaguminya berdiri gagah di depan rumah.

Bersambung........

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!