Swedia, Eropa.
Masa Kini.
Angela menaiki tangga untuk membangunkan anaknya yang paling kecil, sekarang anak keempatnya itu sudah mulai masuk ke sekolah dasar.
Sean dan Samantha sudah SMA, sebentar lagi mereka berdua lulus dan masuk ke perguruan tinggi.
Anak ketiganya tak lama lahir setelah 8 bulan ia menikah kembali dengan Lazarus. Saat berbulan madu, suaminya ingin berlama di Paris tapi baru sepuluh hari disana akhirnya mereka pulang karena Angela positif hamil, kini putranya sudah menginjak usia 11 tahun.
Waktu itu Lazarus dengan sifat protektifnya, dengan tegas meminta pulang dari bulan madu agar Angela banyak istirahat dan menjaga kandungannya dengan aman.
Saat hamil Angela merasa sangat bahagia karena kehamilan keduanya itu ada suaminya yang memanjakannya tidak seperti kehamilan pertamanya.
Tapi Angela juga merasa frustasi karena keprotektifan suaminya, Lazarus selalu mengikutinya bahkan suaminya itu sengaja bekerja dari rumah apalagi di masa awal-awal kehamilannya.
.
.
.
FLASHBACK 12 TAHUN LALU ON.
...*******...
"Lazarus! Berikan aku ruang, anak kita baik-baik saja didalam perutku. Bisakah aku dengan tenang buang air sendiri. Tunggu diluar!" Angela menahan perutnya karena menahan ingin melakukan aktivitas membuang limbah dari perutnya.
Lazarus tak mengindahkan permintaan istrinya, ia malah berdiri di pintu masuk bathroom dengan bersedekap. "Bagaimana kalau kamu kepeleset? Tidak! Aku akan memejamkan mata dan berdiri disini. Anggap saja aku patung dewa yang sangat luar biasa tampan."
"La-zarus, aku sudah tak tahan lagi... " Angela ingin sekali mencubit suaminya yang malah narsis membanggakan wajahnya.
"Tidak!" Lazarus pantang menyerah.
Angela tak ingin berdebat lagi, akhirnya ia menyerah, menarik gorden closet dan segera melakukan kegiatannya.
Wajah Angela memerah malu, bau aroma limbah dari dalam perutnya membuatnya merasa tak bisa menatap Lazarus selama beberapa waktu.
Lazarus tersenyum, ia hanya ingin melakukan hal-hal yang enam tahun lalu tak bisa ia lakukan saat Angela mengandung Sean dan Samantha.
Terdengar suara aliran air deras dari closet, menandakan Angela telah selesai dengan kegiatan panggilan alamnya.
Angela membuka gorden, ia berjalan menunduk tak ingin menatap Lazarus.
Lazarus menahan tawanya, memang ia akui sekarang dirinya sering sekali mengerjai istrinya dan terlalu protektif tapi apa boleh buat, itu adalah naluri alaminya yang selalu ingin menjaga Angela.
"Sayang, kamu malu?" goda Lazarus saat istrinya akan berjalan melewatinya.
Angela tak menjawab, ia tetap berjalan melewati suaminya yang berdiri di ambang pintu, tapi Lazarus menarik pelan tubuhnya.
Lazarus menarik lembut lalu memeluk tubuh istrinya, mengangkat wajah Angela agar menatapnya. "Semua tentangmu adalah milikku, bahkan limbah yang baru saja kamu buang adalah milikku juga," ia masih betah menggoda istrinya.
Angela memukul pelan dada Lazarus, "Kamu selalu menjahiliku, rasakan balasanku nanti! Kamu akan tersiksa saat bayi ini lahir, kamu tidak akan bisa melepaskan hasratmu selama sebulan penuh... Mungkin bahkan bisa lebih!" balas Angela tak tinggal diam dijahili suaminya.
Lazarus mengetatkan pelukannya, "Mulutmu cukup besar untuk memuaskan milikku, aku takkan menderita."
Lalu Lazarus memagut bibir istrinya, dengan hati-hati mengangkat tubuh istrinya dan membaringkannya di atas ranjang. "Sayang, aku akan pelan dan hati-hati."
Angela hanya pasrah saat suaminya menelanjanginya dan memasuki miliknya dengan perlahan.
Lazarus bersungguh-sungguh dengan ucapannya, ia menggerakkan tubuh kekarnya diatas tubuh Angela dengan sangat perlahan.
Angela merasa kesal karena saat ia sudah terangsang tapi gerakan pelan suaminya malah membuatnya tak bisa mencapai puncaknya. Akhirnya Angela mendorong tubuh Lazarus dan membalikkan keadaan, kini ia berada diatas tubuh suaminya.
"Wow sayang... pelan-pelan. Ingat baby kita di dalam sana," Lazarus menahan tubuh Angela agar tak terlalu banyak bergerak.
Angela malah semakin kesal mendengar celotehan protektif Lazarus disaat gairahnya sedang memuncak. "Kau bicara lagi, aku akan turun dan akan membuatmu menderita selama berhari-hari karena tak bisa menyentuhku!"
Lazarus akhirnya mengunci mulutnya.
Angela akhirnya tersenyum, "Suami tercintaku, sekarang bergerakklah bersamaku. Ikuti iramaku, oke sayang... "
Angela mempercepat ritme gerakannya, Lazarus mengimbangi gerakan istrinya. Angela masih bergerak diatas Lazarus, ia melengkungkan tubuhnya ke belakang saat akhirnya meraih puncaknya.
Lazarus menciumi kedua dada mungil Angela, sambil mengangkat setengah tubuhnya. Saat merasakan tubuh Angela bergetar saat mencapai puncaknya, ia dengan hati-hati membalikkan tubuh istrinya lalu menggerakkan miliknya dengan cepat untuk menyemburkan lahar panasnya.
Saat mencapai puncaknya, Lazarus menahan jeritan kenikmatannya, menggigit bahu istrinya.
Setelahnya Angela terbaring lemas di pelukan suaminya.
"Sayang, jika baby kita ini laki-laki. Nanti siapa namanya?" tanya Lazarus.
"Hmm... "
Angela tak kuasa menahan rasa kantuknya dan hanya bergumam.
Lazarus melihat mata istrinya yang tertutup, ia mencium dahinya. "Tidurlah, sayang. Terimakasih sudah menjadikanku pria paling bahagia."
.
.
.
...********...
Kota Ebisu, Jepang.
Vincent menatap tubuh kecil Evelyn yang tergeletak tak sadarkan diri di atas ranjang sebuah ruang medis milik organisasi Yakuza.
"Kau yakin ingin menyuntikkan obat penghilang ingatan pada anak kecil ini?" tanya Daiki seorang paramedis yang juga seorang anggota Yakuza.
Vincent mengangguk, "Sangat yakin."
"Meskipun ini 100% akan berhasil tapi anak ini nantinya harus terus mendapatkan penawarnya setiap 3 bulan sekali dan bisa saja ada efek samping setelah bertahun-tahun."
Vincent hanya tersenyum dingin, "Aku tak perduli, dia hanya alatku untuk membalas dendam."
Vincent sudah mendengar kabar tentang Ibunya yang dipenjara juga Lucas bahkan Irene. Kabar itu membuatnya semakin ingin membalas dengan kejam pada Lazarus.
"Cepat! Suntik dia!"
Daiki sebenarnya merasa tak tega, tapi ini adalah perintah dari para atasan langsung. Sepertinya pria yang bernama Vincent ini, mempunyai peran penting di dalam organisasi.
Daici menyiapkan alat suntiknya, menyedot obat dalam sebuat botol kecil. Lalu menyuntikkannya pada lengan gadis kecil yang terbaring tak sadarkan diri. "Selesai."
"Bagus! Setelah dia sadar bawa ke kamarku."
Vincent dengan wajah kejamnya, tersenyum sadis saat memikirkan masa-masa yang akan datang.
FLASHBACK 12 TAHUN LALU OFF.
.
.
.
LIKE, KOMEN, GIFT, VOTE JANGAN LUPA YA.
Masa Kini.
...*****...
Angela membuka pintu kamar putri bungsunya, anak keempatnya itu sekarang sudah berusia 7 tahun.
"Callista, bangun sayang. Kamu harus sekolah, ayo Mommy bantu bersiap-siap."
Tubuh kecil Calista menggeliat di ranjang kecilnya, seprai dan selimutnya bernuansa warna pink. Hampir seluruh isi kamarnya didominasi dengan warna pink kesukaannya.
"Mom... Callista masih ngantuk. Bisakah hari ini bolos?"
Lazarus berdiri di ambang pintu, tadi ia menyusul Angela naik ke atas, padahal sudah belasan tahun mereka hidup bersama tapi ia tak pernah bisa jika harus lama-lama berjauhan dari Angela.
"Sweety, kalau kamu bolos sekolah di ulang tahunmu yang ke-8 nanti Daddy tak akan berikan kado yang kamu mau."
Mata Callista yang masih mengantuk seketika terbuka lebar, ia dengan cepat bangun turun dari ranjangnya menghampiri Ayahnya dan memeluknya. "Pagi, Daddy."
Lazarus mengangkat tubuh tinggi putri bungsunya, mengecup pipinya. "Morning sweety, ayo cepat bersiap. Kakak-kakakmu sudah menunggu di meja makan. Mereka akan membully-mu lagi karena terlambat untuk sarapan."
Bibir Callista cemberut, ia lalu turun dari gendongan Ayahnya dan berlari ke bathroom.
"Sayang, aku tunggu dibawah," ujar Lazarus
"Ya, pergilah," sahut Angela seraya berjalan menyusul putri bungsunya ke dalam bathroom.
Saat turun ke bawah, Lazarus hanya melihat Samantha dan putra laki-laki keduanya Louis, batang hidung Sean belum terlihat.
"Dimana kakakmu Sean, Louis?"
Louis yang sedang memainkan gadgetnya hanya mengendikkan bahunya.
Lazarus menahan omelan yang akan keluar dari mulutnya, kedua putranya mewarisi sifatnya saat muda dulu, selalu cuek. Tapi lebih parah Louis dibandingkan Sean, ia menggelengkan kepalanya menatap Louis.
"Samantha, panggil saudara kembarmu."
"Oke, Dad." Samantha bangkit dari kursi makan, berjalan ke kamar Sean.
Tok... tok... tok...
"Kak Sean, Daddy memanggil Kakak. Sarapan sebentar lagi, cepat ke ruang makan."
Tapi tak terdengar jawaban dari dalam.
Samantha membuka pintu kamar saudara kembarnya, terdengar aliran deras dari bathroom, "Ah, masih mandi."
Saat Samantha ingin berbalik pergi keluar kamar, sudut matanya melihat majalah yang tergeletak di atas ranjang kakaknya. Terpampang tubuh - tubuh telanjang wanita dan pria tanpa busana.
Samantha maju mendekat, "Ahhhgttttt..." ia menutup kedua matanya dengan tangannya lalu pergi berlari keluar kamar.
Lazarus melihat putri sulungnya berlari sambil menjerit, "Ada apa?"
"I-itu Daddy, diatas ranjang kak Sean ada foto bug!l wanita dan p-pria!"
Lazarus seketika tertawa, "Daddy kira apa, sudah sewajarnya pemuda seumuran kakakmu penasaran dan ingin melihat hal seperti itu. Biarkan saja."
"Daddy! Aku juga berusia 17 tahun sama dengannya, tapi aku bahkan belum penasaran tentang itu, bahkan aku belum pernah berpacaran."
"Kak Samantha bohong Dad, aku kemarin lihat kakak dianter cowok pulang," celetuk Louis yang biasanya pendiam.
Samantha melotot ke arah adik laki-lakinya.
"Haha... kalian sudah waktunya tau tentang asmara. Jadi Daddy takkan mencampuri masalah percintaan anak-anak Daddy, tapi kalau ada sedikit saja laki-laki yang menyakitimu, dia akan berurusan dengan kemarahan Daddy." Ujar Lazarus pada Samantha.
Samantha tersenyum, ia tau Ayahnya sangat menyangi semua anak-anaknya.
Tak selang berapa lama, Angela turun menggandeng Callista, ikut bergabung di meja makan.
Sean berjalan ke meja makan dengan gaya urakannya tapi tetap masih terlihat cool style.
"Samantha, kenapa kamu menjerit tadi di kamarku? Apa kamu melihat sesuatu yang tidak mau kamu lihat?" Sean tersenyum jahil saat sudah duduk bergabung di meja makan.
"Cih! Dasar mesum!" Samantha berdecak kesal.
"Samantha, jaga ucapanmu. Kamu seorang perempuan," tegur Angela.
"Xixixi... " Callista menertawakan kakak perempuannya yang ditegur Ibunya.
"Hai, hai para ponakan Aunty yang cantik dan tampan," Amanda yang baru saja datang menyela perbincangan mereka.
Amanda lalu ikut duduk bergabung di meja makan, saat duduk tatapan matanya mencari seseorang.
Samantha tau siapa yang dicarinya bibinya itu, "Paman Albert sudah pergi sejak pagi, Aunty telat datang."
Saat mendengarnya wajah Amanda lesu, sia-sia dirinya berdandan cantik pagi ini bahkan mengorbankan waktu tidurnya.
Angela menatap wajah adik iparnya yang murung, merasa simpati akan perjuangan Amanda bertahun-tahun mendekati Albert tapi Albert masih belum mau membuka hatinya pada Amanda.
Angela menyikut suaminya, Lazarus menghela nafasnya pasrah, ia sendiri tak bisa memaksa Albert untuk menerima adiknya.
"Amanda, bagaimana jika kamu mengganti cara pendekatanmu. Jangan terlalu agresif dengan mengejar-ngejar Albert dan selalu menguntitnya. Kamu coba cara sok jual mahal, seperti kakak iparmu dulu?"
Angela memutar matanya ke atas, suaminya selalu mencari cara mengingatkan perilakunya dulu.
"Bagus tuh Aunty, ikuti kata Daddy," celetuk Samantha.
Amanda tersenyum lebar, menatap para keponakannya. "Kalian mau bantu Aunty? Ya... ya... plisss."
"Aku sih yes," ucap Sean.
"I'm too, yes," gabung Samantha.
Louis hanya sibuk memasukkan sarapan ke dalam mulutnya, tak ingin ikut bergabung.
"Callista 100 yes, Aunty kesayangan Callista," ucap Callista tersenyum manis.
Amanda membuat ciuman jauh kepada Callista, "Memang Callista keponakan Aunty paling termanis."
"Sudah, cepat habiskan makanan kalian," ucap Lazarus menghentikan obrolan di meja makan.
.
.
.
LIKE, KOMEN JANGAN LUPA ^___^
Di Perusahaan, Albert menatap waspada ke sekeliling. Dirinya selalu dikagetkan dengan tingkah Amanda padanya. Amanda selalu mengikutinya kemanapun, karena Amanda adalah adik Tuannya tentu saja Albert tak bisa melarangnya atau memarahinya.
Tuan Lazarus pun selalu diam saja dengan tingkah adik perempuannya, malah pernah sekali waktu malah dia yang dimarahi tapi sampai sekarang Albert tak mengerti apa kesalahannya.
Albert ingat saat dirinya sibuk mengerjakan laporan di ruangan kerja Tuannya, tiba-tiba Amanda datang membawa kopi dan duduk disampingnya. Amanda bahkan tak henti-hentinya mengajaknya bicara, meskipun Albert tak membalas ucapannya.
"Albert! Kamu gak mau jawab pertanyaanku. Aku tanya, sejak kapan bekerja pada kakak?"
Tetap saja Albert mengunci bibirnya, masih menarap laptop di depannya dan fokus mengetik laporan.
"Albert, jawab aku!"
Brak!
Lazarus yang duduk di meja kerjanya menggebrak meja. "Albert, jawab saja pertanyaannya. Kalau tidak mau meladeninya, pergi sana kerjakan laporan di kamarmu!"
Seketika Albert berdiri dan merapikan barang-barangnya dan kerjaannya. Tanpa sepatah katapun dia pergi keluar meninggalkan ruangan Tuannya.
Setiap hari kejadian itu selalu terulang, Albert sebenarnya mengerti apa yang diinginkan Amanda darinya. Tapi dulu ia mengganggap rasa suka Amanda padanya hanya sementara karena usianya masih belia 18 tahun, sedangkan ia sendiri berusia 28 tahun.
Perbedaan usia mereka berdua saja sangat jauh, apalagi Amanda adalah adik dari Tuannya jadi mana berani Albert berhubungan dengan Amanda.
Tapi seiring berlalunya waktu, sampai kini usia Amanda menginjak 29 tahun perilaku Amanda tak berubah padanya. Kini bahkan Albert sudah menjadikan sosok Amanda menjadi bagian dalam kesehariannya.
Tapi hari ini Albert sangat heran dari pagi sampai sore dirinya bekerja, ia tak melihat batang hidung Amanda.
Lazarus tersenyum melihat tingkah Albert yang melirik kesana kemari mencari keberadaan adiknya. "Kamu mencari siapa? Tidak mau pulang. Ayo."
Albert pulang bersama Lazarus seperti biasa, saat sampai di kediaman Lazarus dia kembali melirik ke sekeliling.
Angela yang menyambut kepulangan suaminya, melihat Albert ia tersenyum jahil mulai menjalankan rencananya membantu Amanda.
Angela menghampiri Lazarus, mengambil tas kerjanya. Mengecup bibirnya sekilas, "Sayang, Amanda tidak enak badan, apa aku harus panggil Theo untuk memeriksanya. Bukankah Theo menyukai adikmu sejak lama? Bagaimana jika kita jodohkan mereka berdua?"
Lazarus dan Angela menahan tawa mereka, tak ingin sandiwara mereka terbongkar.
"Hm, haruskah? Betul juga, usia Amanda sekarang sudah terlalu terlambat untuk menikah. Kebetulan Theo sudah pernah menikah jadi dia sudah punya pengalaman. Baiklah, telepon Theo untuk memeriksa Amanda, sekalian kita dekatkan mereka."
"Ya, ayo ganti pakaianmu," Angela menggandeng lengan Lazarus mengajaknya masuk ke kamar.
Albert bengong mendengar obrolan kedua majikannya, merasa bingung sekaligus ada perasaan tak rela memikirkan Amanda bersama pria lain. Albert menggaruk kepalanya yang tak gatal, merasa gelisah tapi tidak tau harus berbuat apa.
Saat sudah berada di kamar mereka, Lazarus memeluk Angela dari belakang, "Sayang, aktingmu masih terbaik. Haha... "
"Huh! Masih kalah darimu. Sekarang lihat kelakuan putri kita Callista yang selalu mendrama di setiap waktu, mau tak mau aku mengakui sifatnya mirip sepertimu," Angela menggeleng.
"Ahya sayang... seminggu lagi aku harus ke Jepang. Aku akan mengajak Sean, aku berencana membuka cabang Perusahaanku disana. Nanti jika Sean sudah kuliah, dia bisa mulai berbisnis, jadi saat lulus kuliah bisa langsung mengambil alih Perusahaan di Jepang. Gimana menurutmu?"
"Hm, menurutku bagus. Bagaimana kabar David? Dia masih mencari Evelyn di Jepang?"
"Ya, sudah 11 tahun tapi Evelyn bagai ditelan bumi. Aku dan David sudah menyewa berbagai detektif swasta tapi nihil. Jika benar perkataan Irene, Vincent bekerjasama dengan mafia Jepang. Maka bisa dimengerti jika para detektif swasta pun tak bisa melacaknya. Jaringan Yakuza di jepang sangat ekstrem, jika mereka sudah bertindak untuk menutup identitas Evelyn sangat sulit bagi orang yang melacaknya."
"Kasihan sekali anak itu, aku bahkan merasa berdosa pada Michelle," Angela menghembuskan nafas beratnya.
Lazarus juga merasakan hal yang sama, tapi mau bagaimana lagi takdir belum mempertemukan mereka.
.
.
.
Theo datang untuk memeriksa Amanda sesuai intruksi Lazarus tadi di telepon. Sebenarnya kini Theo sudah tak mengenal sosok Lazarus yang dulu, sosok Lazarus dulu cuek dan dingin bahkan bisa terbilang tak mau ikut campur urusan orang.
Tapi setelah menikah kembali dengan Angela istri pertamanya dulu, perubahan Lazarus hampir berubah menjadi orang lain.
Theo sedang berada di kamar Amanda, dia tidak benar-benar memeriksa Amanda, mereka semua yang terlibat hanya bersandiwara.
Samantha juga berada di dalam kamar, berjaga-jaga mengintip kedatangan Albert di samping pintu. Sean berada di sudut belokan kamar Amanda, dia akan memberi kode pada Samantha jika Albert datang.
Semenjak Ayahnya Abraham pergi, dan Ibunya dipenjara Amanda pindah ke kediaman Lazarus. Sedangkan kediaman utama dan kediaman Sheril dibiarkan kosong.
Albert sedang gelisah di kamarnya, tadi ia mendengar suara Theo datang sepertinya akan memeriksa Amanda.
Albert hanya berpikir Theo sudah pernah menikah dan gagal, apalagi usia Theo dan Amanda terbilang jauh hampir 14 tahun. "Apa yang kupikirkan? Kenapa aku harus mengurusi dengan siapa Amanda akan menikah?"
Sekelebat bayangan Amanda muncul saat Amanda tersenyum padanya dan membetulkan dasinya ketika akan berangkat kerja, dengan ceria dia berkata. "Albert, jaga matamu. Hari ini aku tidak bisa mengikutimu tapi cinta di hatiku akan selalu bersamamu."
Selama bertahun-tahun, kini ia sudah terbiasa akan kehadiran Amanda yang selalu berada didekatnya.
"Sanggupkah aku kehilangan Amanda?" gumamnya.
Dalam kegalauannya, tiba-tiba pintu diketuk. "Uncle, apakah paman Theo akan menikah dengan aunty Amanda? Callista baru saja lihat paman Theo peluk-peluk aunty," ujar Callista dengan mata polosnya.
Albert berdiri, tak ingin berpikir lebih lama. "Nona Callista, uncle mau pergi ke kamar aunty dulu. Jadi... Nona pergi ke kamar, ya."
Callista yang merasa sudah berhasil dalam misinya, tentu saja menggangguk dan berlari pergi keluar kamar.
Albert dengan langkah lebar berjalan ke kamar Amanda.
.
.
.
LIKE, KOMEN, GIFT, VOTE. MAAACIH ^__^
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!