\= Awal Mula \=
Memperkenalkan seorang pemuda berparas tampan dan penuh karisma bernama Marvin Muangka Lawrence, putra tunggal dari pasangan suami-istri bernama Muangka Lawrence dan Mira telah usai menjalani pendidikannya di Universitas paling bergengsi di Dunia-Universitas Harvard, kini sudah kembali di negri asalnya-Indonesia.
Teruntuk Muangka Lawrence dia adalah seorang pengusaha pemilik perusahaan besar-Lawrence Corporation, pernah mengalami kebangkrutan pada masa sebelum perusahaannya maju seperti sekarang, menjadikan rumahtangganya sering terjadi masalah seputar keuangan. Sehingga dia di tinggalkan pergi oleh sang Istri. (cerai)
Kegigihan ia dalam membangun usahanya, membuahkan hasil yang sempurna, meski tak dipungkiri perjalanan karirnya terdapat berjuta lika-likunya. Kini berhasil menjadi orang yang sukses. Meski sudah dinyatakan sukses, dia tidak terpikir untuk menikah lagi semenjak di tinggalkan pergi oleh Istrinya itu.
Kini Muangka Lawrence sudah berusia 50 tahun, menikahi Mira dulu pada usia 22 tahun yang terbilang masih cukup muda untuk usia lelaki. Pernikahannya dengan Mira di karuniai satu orang putra bernama Marvin muangka lawrance yang kini sudah menginjak usia 28 tahun.
Selama pendidikannya di Cambridge Massachusetts Amerika, Marvin menemukan belahan jiwanya yang sama menjalani pendidikan di sana, kini baru saja dinikahinya di Indonesia bernama Marissa, putri tunggal dari keluarga rekan Ayahnya.
Ketika menginjak usia 3 bulan pernikahan, kebahagiaan kian bertambah karena mereka akan segera memiliki generasi penerus mereka. Dari kedua keluarga ini sangatlah sedikit jumlahnya. Baik itu keluarga dari Orangtua Marvin maupun keluarga dari Marissa, mereka sesama anak tunggal.
Kebahagiaan kian berlipat ganda setelah Dokter kandungan menyatakan bahwa Marissa tengah mengandung Anak kembar.
Marvin dan Marissa sendiri tidak ingin melakukan USG karena ingin menjadi suatu kejutan untuk mereka dari kehadiran putra maupun putri yang mana mereka belum ketahui.
Pada masa usia kehamilan sebelum menginjak usia persalinan, Marissa sudah akan melahirkan, dengan segera Marvin membawanya ke rumah sakit.
"Dokter, tolong berikan pelayanan yang terbaik untuk Istri saya." Ucap-nya tampak tergesa-gesa.
"Baik Pak, tentu saja kami akan melakukan yang terbaik Pak." Pungkas sang Dokter.
Marvin hanya ditemani oleh teman terbaiknya yang terpercaya bernama Daniel.
Daniel menemani Marvin sembari menunggu di ruang tunggu selama proses persalinan berlangsung.
Sebelumnya dokter jua sudah menyampaikan bahwa persalinan tidak dapat dilakukan secara normal karena kondisi fisik dari sang Istri tidak memungkinkan lantaran bayi tersebut belum saatnya untuk dilahirkan.
Tentu, Marvin lekas menyetujui sang Istri hendak menjalani operasi Caesar pada proses persalinannya. Lantas semasih menunggu Istrinya masih dalam proses persalinan, kabar duka telah sampai kepadanya-sang Ayah meninggal dunia.
Mengetahui hal tersebut, membuatnya bimbang dengan keadaan yang ada. Lantaran posisi sang ayah dibawa pada rumah sakit yang berbeda dari rumah sakit tempat Istrinya bersalin dan jarak tempuhnya pun terbilang cukup jauh dari rumah sakit tersebut.
"Kamu pergi dulu saja Vin, biar saya yang akan menunggu Istrimu." Ucap Daniel.
"Baiklah, terima kasih banyak Daniel." Marvin segera menuju ke rumah sakit untuk menemui sang Ayah.
___
Marvin hendak melaksanakan pemakaman sang Ayah pada hari berikutnya lantaran keadaanya bersamaan dengan sang istri yang kini masih dalam proses persalinan.
Walau kesedihan mendalam yang saat ini dia rasakan ditinggalkan pergi oleh sang Ayah untuk selama-lamanya, tapi sebuah kebahagiaan sedang menantinya, yakni kelahiran kedua anak kembar yang sudah ia nanti-nantikan kehadirannya, menjadikannya tidak begitu larut dalam kesedihan.
Setelah Marvin sudah kembali kedalam rumah sakit ditempat Istrinya bersalin, langsung di sambut oleh Daniel yang sedang menunggu istrinya disana.
"Apa Kamu baik-baik saja Vin, aku turut berduka cita atas kepergian Ayahmu." Ucap-nya.
"Iya, terima kasih atas bantuanmu Daniel." Pungkas Marvin tampak sedih pada ekspresi wajahnya.
___
Beberapa waktu kemudian, Operasi Caesar telah berhasil dilakukan.
"Selamat Pak, kedua putra Anda terlahir dengan selamat dan sangat sempurna." Ucap sang Dokter mengulurkan tangan hendak berjabat.
"Wah selamat Vin, akhirnya kamu menjadi seorang ayah." Sambung Daniel turut gembira.
Marvin tak kuasa menahan tangis akibat rasa bahagia hingga membuatnya tak mampu menjawab kalimat mereka, lantas bergegas masuk kedalam ruang perawatan sang Istri.
Sesampainya disana, melihat sang istri sedang dalam keadaan tidur lantaran masih dalam kondisi pemulihan. Lantas ia beranjak hendak melihat kedua putranya terlebih dahulu. Mengingat belum menginjak waktunya dilahirkan, kedua bayi Marvin kini tengah dirawat didalam ruang NICU.
Setelah sampai didalam ruang NICU itu, lekas melihat kedua putranya seraya meraih handphone didalam saku, kemudian memfoto kedua bayinya tersebut untuk diabadikan.
Pada salah satu bayi itu memiliki tanda lahir berupa tahi lalat yang terletak di bagian tengah dada berukuran sebesar kuku jari kelingking bayi.
"Eh, anak Ayah ada tanda lahirnya, aduh imut sekali anak Ayah ..." Berbicara sendiri, merasa sangat bahagia melihat kedua putranya sangat imut dan memiliki wajah yang sama persis diantara keduanya bagaikan buah pinang dibelah dua itu.
Kemudian dia memberikan nama Michealan Stevanus Lawrence kepada bayi yang terdapat tahi lalat ditengah dadanya itu, Lantas belum sempat memberikan nama lagi kepada satu putranya lagi, ia diberitahukan oleh salah satu Suster bahwa sang istri menghembuskan napas terakhirnya.
"Apa, tidak! Itu tidak mungkin!"
Serasa hati bagai tersayat seribu badik mendengar kenyataan tersebut, Marvin segera berlari menuju ruang perawatan sang Istri. Setelah sampai disana, langsung histeris mengetahui sang istri benar-benar sudah tak bernyawa.
"Tidaaakk!"
Depresi sangat membelenggu jiwanya kala mengetahui fakta penyebab sang istri meninggal dunia tak pernah diketahui olehnya selama ini. Yakni, Marissa mengidap suatu penyakit.
___
Disaat waktu yang bersamaan, terdengar suara gaduh dari luar ruang perawatan itu. Ada seorang wanita mengalami depresi berat akibat baru saja melahirkan-anaknya meninggal dunia, wanita itu kini menjadi gila dan berlari-larian.
Tentu Marvin tidak menghiraukan suara kegaduhan tersebut lantaran ia jua sedang depresi dan jua bukan pula urusan dia.
Para Petugas berlarian sibuk mencari wanita gila itu, hingga tidak diketahui bahwa wanita gila itu telah menyelinap ke arah ruang bayi dan mengambil salah satu bayi yang berada disana. Tiada sangka bayi yang diambilnya tersebut adalah Michealan Stevanus Lawrence, dialah salahsatu anak kembar milik Marvin yang baru saja diberikan nama.
Wanita gila itu langsung membawanya pergi keluar dari rumah sakit dan berhasil lolos dari kejaran para Petugas keamanan.
Sementara Marvin yang kini sedang menangis histeris langsung ditenangkan oleh Daniel. Setelah beberapa saat kemudian, telah diketahui bahwa ada salah satu bayi yang hilang didalam ruang bayi yang ternyata itu adalah bayi milik Marvin. Membuat Marvin semakin histeris begitu mengetahui kenyataan itu. Dia merasa hidupnya kian hancur tak pernah terduga olehnya bakal di tinggalkan pergi oleh orang-orang yang ia cinta dalam waktu yang bersamaan. (Keluarga)
___
Beberapa saat kemudian, Marissa dibawa kembali pulang di kediamannya, segera hendak diadakan acara pemakaman bersamaan dengan sang Ayah.
Marvin merasa hidupnya bagai sudah tak berguna lagi, karena ia kehilangan orang-orang yang ia cintai dalam waktu yang bersamaan mulai dari Ayahnya, Istrinya dan salah satu putra kembarnya yang baru saja lahir ke dunia.
Daniel sang sahabat terdekat Marvin menemaninya selepas upacara pemakaman selesai. Daniel melihat Marvin menjadi banyak melamun dan nampak seperti sudah tidak punya semangat hidup.
"Vin, sabar Vin, ini semua sudah menjadi takdir Tuhan. lihatlah di sana, anakmu masih membutuhkanmu Vin, ayo bangkitlah kembali untuknya, dia sangat membutuhkanmu." Saran terbaik dari Daniel sang sahabat terbaiknya.
Mendengar yang Daniel ucapkan, Marvin beranjak dari tempat ia duduk mendekat ke bayinya, dan bayi imut itu tersenyum kepadanya.
'Oh Tuhan, Putraku ...'
Lantas semula sedang larut dalam kesedihan kembali memiliki tujuan hidup untuk putranya tersebut, yang kini diberikan nama Mike Stevanus Lawrence.
___
#Disisi lain
Wanita gila yang pergi membawa putra-nya Marvin berjalan tanpa arah dan tujuan karena ia hilang ingatan. (Gila)
Kemudian dia menaiki sebuah mobil angkutan umum, Setelah mobil angkutan tersebut telah berjalan hingga beberapa kilo meter, wanita itu di tanya-tanya oleh sang Sopir tentang hendak menuju kemana, namun samasekali tak dijawab oleh wanita itu cenderung tidak nyambung di ajak berbicara. Alhasil dia langsung diturunkan oleh sang sopir tersebut di pinggir jalan.
"Turun kau! Macam mana pula kau ini di tanya tak nyambung pun, ruginya aku kau buat, dasar wanita Gila!" Pekik sang Sopir geram.
Setelah wanita gila itu diturunkan dipinggir jalan, dia terus berjalan disepanjang jalan pinggiran kota, menggendong Michealan sembari berbicara sendiri.
Lantas berjalan menuju ke sebuah komplek perumahan non-mewah yang tidak dijaga ketat oleh Satpam. Saat sudah didalam komplek tersebut, menghentikan langkah sejenak kala melihat ada sebuah mobil box logistik sedang menurunkan sebuah barang.
Tanpa pikir karena tak mampu berpikir wanita Gila tersebut bergegas ke arah mobil itu, sementara para kurir sedang sibuk menurunkan barang lekas mengantarkan barang ke salah satu rumah warga.
Wanita gila itu langsung masuk kedalam mobilnya dan menyumput dibalik kardus yang berada di dalam mobil box tersebut. Keberadaan ia samasekali tidak diketahui oleh para kurir, Hingga mobil itu kembali di tutup dan kembali berjalan.
___
Ketika itu masih dalam musim penghujan dan pada Cuaca hari itu pun sedang dalam hujan yang cukup deras sehingga bayi yang berada didalam mobil box tersebut tidak kepanasan dan tidak membuatnya menangis.
Hingga beberapa jam kemudian, mobil tersebut berhenti di sebuah Pedesaan yang berada di luar Propinsi. Para kurir kembali membuka mobil Box tersebut untuk mengambil barang dan akan mengantarkannya kembali ke salah satu rumah warga yang berada di Kawasan itu.
Ketika para kurir tengah menurunkan barang yang dimaksud, wanita gila itu langsung keluar dari dalam mobil tersebut tanpa diketahui oleh mereka. Lantas berjalan di sepanjang jalan hingga lelah. Duduk sejenak di sebelah tempat pembuangan sampah dan menaruh bayi tersebut didekat tempat sampah, diletakan pada sebuah kardus bekas tak terpakai sebagai alasnya.
Merasa lapar, kemudian melihat ada dua anak-anak sedang makan jajan sembari berjalan pelan, wanita gila itu langsung berlari meninggalkan bayi itu untuk merebut makanan yang berada di tangan anak-anak yang sedang berjalan itu.
Sontak kedua anak-anak tersebut terkejut, karena mereka hanyalah anak-anak kecil ketika makanannya diambil pastilah mereka tidak terima.
"Hei, kembalikan jajan ku!"
Alhasil wanita gila itu langsung dikejar oleh kedua anak-anak tersebut hingga menjauh dan terus menjauh dan dia tidak kembali lagi kepada bayi yang dia taruh di tempat pembuangan sampah.
Bayi yang ditinggalkan di tempat pembuangan sampah tidak menangis hingga malam hari. Setelah melewati tengah malam, bayi itu menangis lantaran kedinginan dan jua karena hanya beralaskan kardus serta kain tipis yang membalut di tubuhnya.
Letak pembuangan sampah tersebut jauh dari pemukiman Penduduk, sehingga tangisan dari bayi itu tidak ada yang mendengarnya, sebab jarang ada pula orang yang melintasi kawasan itu.
___
Lantas ada sepasang pasutri muda melintasi Kawasan pembuangan sampah tersebut, mereka dalam keadaan mabuk diketahui bernama Ika dan Ferdi.
Ika dan Ferdi awal mula mereka menikah muda karena terjadi insiden digrebek oleh warga saat kedapatan berbuat mesum di dalam kos-kosan Ferdi.
Orang tua Ika sendiri sudah angkat tangan atas segala kelakuan putrinya yang tidak dapat di atur dan selalu membangkang itu, lantaran kerapkali Ika keluyuran pada malam hari dan juga pergaulannya bebas bersama anak-anak berandalan. Dia sering bolos sekolah dan berpacaran dengan si Ferdi salah satu dari anak berandalan tersebut berujung putus sekolah.
Sementara Ferdi sendiri adalah anak yatim piatu dari sebuah panti asuhan yang berada di Kampung sebelah. Ferdi dari kecil memiliki sifat buruk, tempramen tinggi dan sangat nakal. Sehingga tidak ada orangtua yang mau mengasuhnya hingga dia besar.
Setelah besar, menjadi brandal jalanan, tidak sekolah, senangnya nongkrong, mabuk, ngamen dan terkadang menjadi Pak Ogah sesekali bersama teman-temannya. Dan hasil pendapatan dari ngamen dan menjadi Pak ogah tersebut hanya untuk mabuk-mabukan serta dia seorang pecandu Narkoba tingkat Waspada.
Jika sedang tidak ada uang, dia menggunakan lem Aibon untuk menggantikan obat terlarang tersebut dan jika tidak mendapatkan keduanya dia bisa berbuat yang lebih, yakni mencuri dan mencopet di pasar maupun di tempat-tempat keramaian hanya untuk mendapatkan barang haram tersebut.
Ferdi menikahi Ika saat usia masih sangat muda yakni 18 tahun, Ika pun satu usia dengan Ferdi. Kini mereka sudah berusia 25 tahun, belum memiliki keturunan. Tentu saja, semua dikarenakan kehidupan mereka kelam, Ika pun sama-sama pemabuk, pecandu dan juga perokok.
___
Next
Jrug! jrug! jrug!
Mesin motor yang sedang dikendarainya tiba-tiba mati.
"Aisssh! pakek acara bocor segala ini ban sialan!" Ferdi merasa kesal, lekas beranjak turun.
"Emm ... apa-apan sih woi, kok malah berhenti di tempat sampah begini, bau tau!" Cetus Ika bernada tinggi akibat pengaruh alkohol.
"Ah bawel kau, turun kau turun! Mata kau buat lihat tuh ban kempes!" Lanjut Ferdi.
"Aiih! kau saja yang tidak mikir! ngapain pula tengah malam lewat sini! udah sepi, gelap, dan juga kenapa tadi tak kau periksa ban dulu sebelum jalan, hah! Gobl*k!" Jawab Ika
"Kok kau malah nyolot sih! ngatain aku tak mikir segala! bukannya bantuin nyari solusi, malah ngomel terus, ngatain aku gobl*k pula, Kampang!" Umpat balik Ferdi tak terima.
"Solusi apaan hah ...? solusinya tuh ... kau dorong tuh motor, Gobl*k!"
Percakapan mereka memang selalu seperti itu, tidak ada bahasa lembutnya, sehingga bahasa kasar tersebut bagai menjadi bahasa yang lumrah bagi mereka. Lantas ketika mereka hendak mendorong motornya, Ika menghentikan langkah kala ia mendengar sesuatu.
"Eh, tunggu dulu deh Fer,"
"Apaan? udahlah buruan kau bantuin dorong motornya" jawab Ferdi tak menghiraukan.
"Iya, bawel kau ah! itu kau dengar gak? kayak ada suara bayi nangis?" lanjut Ika sembari menoleh ke kanan dan ke kiri.
"Aihh ... paling-paling suara bayi orang-orang sini yang nangis." jawab Ferdi singkat.
"Wei, lihatlah Fer, rumah orang kan jauh dari sekitar sini." Jelas Ika.
"Oh iya juga ya, lalu ... apa jangan-jangan itu suara bayi hantu? aih serem." Jawab Ferdi sembari menoleh ke kanan dan ke kiri juga.
"Hantu kepala kau! kebanyakan minum tadi kau tuh, mana ada yang namanya hantu, justru kau itu yang lebih manakutan dari hantu!"
"Aeh Kampang kau!" Umpat Ferdi.
Ika lekas beranjak ke arah semak-semak mengikuti suara bayi menangis tersebut. Ia menggunakan penerangan dari hp-nya untuk melihat ke sekeliling tempat pembuangan sampah itu. Ketika mendekati sekitar tong sampah, ia menemukan bayi yang sangat memprihatinkan. Bayi mungil berada di sebelah tong sampah hanya beralaskan kardus bekas dan kain tipis yang membalut pada tubuhnya.
"Astaga Fer ... Lihatlah beneran ada bayi Fer ..." Ucap-nya terkejut, tanpa basa-basi lekas ia mengambilnya. Lantas berjalan kembali ke arah Ferdi.
"Wah, sepertinya bayi di buang tuh." Ucap Ferdi kala Ika memperlihatkannya dari jarak dekat.
"Entahlah, Yaudah kita bawa saja bayi ini dan besok kita bawa ke kantor polisi" Pungkas Ika.
___
Mereka hendak pulang ke kontrakan mereka, Ferdi mendorong motornya seorang diri sementara Ika berjalan di belakangnya sembari menggendong bayi tersebut.
Tanpa disadari, mereka tengah di ikuti oleh sekelompok orang yang biasa di sebut preman. Yakni preman yang hendak menagih hutang kepada Ferdi, sebab setiap hari para preman tersebut datang ke kontrakan mereka, posisi mereka selalu tidak ada. Kontrakan selalu dalam keadaan kosong. Ika dan Ferdi sendiri memang jarang pulang sehingga para preman-preman selalu gagal berjumpa mereka menjadikannya geram.
Kini Ferdi dan Ika sudah sampai di kontrakannya, sudah masuk dan barusaja menutup kembali pintu, lantas tiba-tiba terdengar suara dari luar cukup keras.
Brak! Brak! Brak!
"Woi Ferdi! buka pintunya, pengecut!" Teriak suara beberapa orang dari luar, tak lain merekalah para preman-preman itu.
Sontak Ferdi menyadari, menjadikannya bimbang nan ragu hendak menemuinya lantaran tidak memiliki jumlah uang yang cukup untuk membayar hutang-nya kepada preman-preman tersebut.
Tentu membuat para preman semakin geram, akhirnya tanpa basa-basi lagi pintu rumah di dobrak paksa oleh para mereka.
Glubrak!
"Woi, Ferdi! dimana kau!" Teriak salahsatu diantara mereka kala pintu berhasil terbuka.
Tampak amarah merekah dari masing-masing mereka lekas melangkah menuju kedalam rumah. Begitu mendapati keberadaan Ferdi, tanpa basa-basi mereka menganiaya Ferdi sedemikian buruknya, tanpa peduli penjelasan Ferdi yang kini masih belum jua membayar hutang-hutangnya.
Brak! Brak! Brak!
Blug! Blug! Blug!
Ferdi tak kuasa melawannya, hingga tubuh babak belur, darah menetes dari indra pencium-nya dan jua bibirnya.
Semasih adegan tersebut berlangsung, posisi Ika berada di pojok ruang sembari menggendong bayi itu. Sungguh ia ketakutan hingga tubuh bagai mematung.
Preman itu mengancam, apabila tidak segera melunasi hutangnya dalam waktu satu Minggu, mereka tidak akan segan-segan membunuhnya.
Usai mengutarakan kalimat ancaman, mereka lekas hengkang seraya membawa serta motor butut milik Ferdi.
___
Ferdi lemas tak berdaya, Lantas Ika bergegas membantu Ferdi untuk duduk sembari memberikan obat merah pada luka-lukanya.
"Duh, kenapa bisa begini sih, emangnya hutang apa sih kau sama mereka?" Tanya Ika sembari mengoleskan obat merah.
"Aihh, pakek tanya hutang buat apa segala, kau juga selama ini ikut nikmatin. Bedeb*h kau!"
"Aiih! terus ini gimana dong? kita kan gak ada duit ..." lanjut Ika tampak resah.
Ferdi diam sejenak hingga beberapa detik, lantas menoleh ke arah bayi itu.
"Aha, Aku ada solusi jitu."
"Solusi jitu apa? Apa kau mau maling lagi?" Tanya Ika.
"Kali ini lebih mudah daripada maling, aku jamin dapat duitnya jauh lebih banyak, tapi ... resikonya gede juga si"
"Iya trus apa? lama Nihan kau Akh!" Ika masih belum mengerti.
"Itu ... Gimana kalau kita jual saja bayi itu?" Lanjut Ferdi tak lepas memandang bayi tersebut.
"Hah ... jual bayi ini? apa kau udah gila ya hah? tidak! aku tak setuju Fer." Jawab Ika, tak habis kira.
"Lah, lagian kita kan gak tau itu anak siapa. Dan juga kalo kita laporkan ke pihak yang berwajib nanti wajah kita jadi gampang tersorot dan gampang di temukan oleh polisi kalo kita sedang beraksi. Lagian juga gimana cara melunasi hutang sama preman-preman itu hah? Emang kau udah siap mati di bunuh mereka, hah!" Jawab Ferdi.
Ika diam sejenak sembari garuk-garuk kepala.
"Woi, ngapa diam aja kau!" Lanjut Ferdi.
"Anu ... Benar juga sih yang kau bilang tadi. Tapi, kalo kau mau menjual bayi ini aku tak setuju Fer!" lanjut Ika.
"Lah, kenapa pula kau tak setuju? anak kau juga bukan tuh! Kuping kau juga tadi dengar kan? kalo hutang itu tidak secepatnya dilunasin, besok kita bisa mati di bunuh oleh mereka, ngerti!" Jawab Ferdi tampak marah.
"Iya, aku tau ini bukan anak aku Fer, tapi aku juga nantinya bakal jadi ibu, bahkan kau juga jadi ayah. Kalo tentang hutang ya ... kau kerja lah!" Ika nampak kesal.
"Ngebacot aja kau pinter! kau pikir gampang apa cari kerja hah!" Geram si Ferdi.
Percakapan semakin memanas akibat perbedaan pendapat, alhasil mereka masing-masing diam sejenak sambari berpikir. Lantas selang beberapa menit, akhirnya perbincangan berlanjut.
"Gimana kalau kita rawat saja anak ini menjadi anak kita Fer, lalu kita pergi jauh dari daerah sini?" Pinta Ika.
"Apa? merawat bayi itu? kau pikir gampang apa ngurusin anak! belum susunya, makannya, pakaiannya, sekolahnya nanti. Otomatis semua biaya aku yang nanggung hah? cuih! tidak sudi aku!" Jawab Ferdi dengan sengit.
Namun, tanpa persetujuan Ferdi, Ika tetap akan merawat anak itu. Kemudian mereka berbenah beberapa barang yang hendak mereka bawa, untuk segera pindah ke Daerah lain yang letaknya sangat jauh/berbeda Kabupaten dari daerah tempat tinggal mereka sebelumnya.
Bersambung
Catatan Author
25-12-2020 Karya ini masih dalam Revisi atau perbaikan tulisan, harap maklumi untuk episode selanjutnya bila tulisannya masih kurang nyaman di baca. Terima kasih.
Pagi harinya, mereka membereskan sisa barang yang belum sepenuhnya selesai saat dikerjakan pada malam hari. Selepas usai, mereka langsung hengkang dari kontrakan tersebut. Mereka pergi berjalan kaki lantaran motor butut yang mereka miliki sudah dirampas oleh sekelompok preman yang datang semalam.
Ketika mereka berjalan cukup jauh dari tempat tinggalnya, bayi itu menangis.
Oaak ... Oak ... Oak ...
"Aiissh! berisik Nihan bayi itu, nangis terus! Penging rasa kupingku dia buat, Haeh!" Ferdi mengutarakan rasa kesalnya.
"Ya namanya juga bayi Fer, pasti banyak menangis lah, apalagi dia dari kita temukan semalam belum minum susu. Eh Fer, kau ada duit tak? beliin susu buat bayi ini sih ..." Pinta Ika sembari menimang-nimang bayi itu.
"Ush ... Ush ... Sayang, Jangan menangis, Ush ... Ush, Ush"
"Kagak ada! lagian kalo buat ngasih susu ke itu bocah, jangan ngarep kau!" jawabnya sengit seraya meliriknya tajam.
Mendengar jawaban Ferdi seperti itu, Ika lekas merogoh seluruh kantong celananya sendiri untuk mencari sisa uang. "Aha, akhirnya nemu juga" ucap-nya senang ketika mendapati uang recehan didalam saku-nya.
"Kau tunggu disini bentar ya Fer" Pamit-nya sembari melangkah menuju ke sebuah warung kopi terdekat.
Setelah sampai, "Bu, pesan susu sacset seduh ya pake air anget aja, soalnya mau langsung di minum" Pinta-nya kepada penjual di warung tersebut.
"Iya Neng, tunggu sebentar ya ..." jawab ibu warung lekas membuatkan pesanannya.
Selepas usai, kembali kepada Ferdi yang kini sedang menunggunya dibawah pohon rindang tak jauh dari warung kopi tersebut.
"Beli apa sih kau?" Tanya Ferdi nampak kesal.
"Ini ... aku beli susu buat ni bayi." Jawab Ika lekas memberikan susu tersebut kepada sang bayi.
"Oh ... jadi sekarang kau lebih mementingkan bayi itu daripada aku hah? aku aja belum makan dari pagi!" lanjut Ferdi.
"Astaga, keadaan begini kau masih saja bawel sih Fer! Kau kan sudah dewasa, masalah makan kau kan bisa beli nanti, susah amat! kalo bayi ini keburu mati gimana coba?"
"Cih! bayi itu lagi, bayi itu lagi! udah lah, kita lanjut jalan." Pungkas Ferdi bergegas melangkah pergi, lekas Ika pun menyusulnya.
___
Mereka melanjutkan perjalanan di sepanjang jalan lintas antar Propinsi. Hingga waktu menjelang petang sekitar pukul 16:00 pm. Mereka tiba di sebuah desa yang letaknya cukup jauh dari mereka tinggal sebelumnya.
Di dalam Desa itu tidak terlampau terpencil dan tidak jua terlalu ramai, tidak begitu jauh dari jalan lintas yang menghubungkan antar Propinsi dan juga tidak jauh dari kawasan industri.
Di saat mereka tengah berjalan, Mereka bertemu dengan seorang penduduk yang kebetulan melintas tak jauh dari mereka, dia baru pulang dari ladang bernama Pak Agus.
"Permisi Pak, Maaf menganggu waktunya sebentar kami mau bertanya, apa di desa sekitar sini ada rumah yang bisa kami sewa ya Pak?" Tanya Ferdi.
"Oh iya ada Pak, mari saya antar ke tempat itu" jawab Pak Agus tersenyum hangat.
Lantas Mereka bersama-sama berjalan hendak menuju rumah yang dimaksud. Semasih berjalan mereka sembari berbincang-bincang. Pak Agus berkata bahwa di Desa tempat daerah tersebut ada orang kaya juragan tanah. Yang mana juragan tanah tersebut memiliki jumlah tanah yang sangat luas berhektar-hektar dan juga rumah yang dia sewakan berada dimana-mana, sang juragan tanah itu bernama Pak Toni.
___
Tidak selang waktu lama, Mereka telah sampai di kediaman Pak Toni.
"Permisi Pak, ini ada tamu mau bertemu dengan Bapak dan mau mencari rumah sewa katanya Pak." Ucap Pak Agus.
Setelah Pak Agus usai menunjukan dan menyampaikan kepada Pak Toni, dia langsung berpamitan pulang.
"Terima kasih banyak, Pak." Ucap Ferdi dan Ika serentak saat Pak Agus berpamitan.
Pak Toni menyambut mereka berdua dengan senyum hangat dan saling berjabat tangan. Di sambut jua oleh istri Pak Toni sembari menggendong bayi.
"Apa betul yang telah beliau (Pak Agus) sampaikan tadi, Dik?" Tanya Pak Toni.
"Benar sekali pak, kami sedang mencari rumah sewa seperti yang bapak itu sampaikan, apa bapak ada rumah yang harga sewanya cukup terjangkau yang dapat kami sewa pak?" Lanjut Ferdi langsung ke inti pokok keperluannya.
Pak Toni diam sejenak sembari memperhatikan mereka, kemudian dia membenarkan bahwa dia memang memiliki rumah untuk di sewakan. Lantas berlanjut sedikit berbincang-bincang terlebih dahulu. Didalam perbincangan maka tak lepas dari sebuah pertanyaan tentang dari manakah mereka berdua berasal.
Tentu, Ferdi dan Ika sempat bimbang kala kalimat pertanyaan tersebut terlontar dari pak Toni. Karena jika mereka menjawab apa adanya, mereka takut jika preman-preman yang hendak menangih hutangnya dapat menemukan keberadaan mereka, alhasil mereka berbohong kepada Pak Toni.
Pak Toni menanyakan jua tentang apa pekerjaan mereka. Lantas untuk pertanyaan yang ini, mereka berkata jujur apa adanya bahwa mereka belum mendapatkan pekerjaan, khususnya Ferdi.
Pak Toni diam sejenak sembari berpikir, dan Lagi-lagi dia memperhatikan mereka berdua, karena dari tampilan fisik tamu yang sedang berada dihadapannya ini terlihat masih sangat muda dan yang pokok utama yang dia lihat adalah bayi yang sedang di gendong Ika.
Pak Toni amat bijak, lekas memutuskan untuk memberikan tempat tinggal pada mereka secara gratis, di salah satu rumah kosong miliknya yang telah lama tidak di huni berjarak kurang lebih 1 km dari kediamannya.
Namun tidak gratis belaka melainkan ada syaratnya, yakni Ferdi akan kerja di rumah-nya menjadi pesuruh serba bisa dan juga istrinya akan bekerja beres-beres rumah (pembantu). Sebab kebetulan saat ini Pak Toni beserta sang istri sedang membutuhkan tenaga kerja lantaran sang istri barusaja melahirkan.
Tentu saja, Ferdi maupun Ika sangat menerima tawaran tersebut. Setelah selesai disepakati, mereka memungkasi perbincangan lantas bergegas menuju rumah yang akan mereka tinggali.
___
Disaat mereka berjalan nyaris sampai di rumah yang hendak mereka tinggali, tampa disengaja berjumpa kembali dengan pak Agus, yang ternyata letak rumah-nya hanya berjejer 3 rumah dari deretan rumah yang hendak mereka tinggali.
"Loh pak, mau tinggal di sini ya, wah jadi tetangga deh kita." Sambut pak Agus beserta istrinya.
"Eh iya Bu, Pak." jawab Ika dan Ferdi dengan senyum hangat.
Mereka berbincang-bincang sejenak dengan pak Agus beserta istrinya dan beberapa tetangga yang berada di sebelah rumah.
"Emm.. ngomong-ngomong bayinya usia berapa bulan neng, nampaknya masih sangat muda sekali" tanya istri pak Agus basa-basi membumbui suasana.
"Ini anu Bu ... baru dua Minggu." jawab Ika ngasal.
"Walah ... imutnya anak ini" ucap istri pak Agus sembari menyempil pipi mungil bayi tersebut semasih dia menggendong bayinya sendiri.
"Namanya siapa ini neng?" lanjutnya.
Sontak Ika gugup kala kalimat pertanyaan tersebut terlontar, sebab belum terpikirkan olehnya untuk memberikan nama bayi itu, lantas tiba-tiba Ferdi menyahut "Namanya Alan, Bu." sembari senyum.
"Oh Alan ... wah bagus sekali Nama-nya. Em .. lihat itu nak, dia akan menjadi temanmu dan akan besar bareng kamu." Ucap istri pak Agus berbicara sendiri dengan bayi-nya yang masih di gendong sambil menimang-nimangnya.
"Oh iya, anak ibu dan bapak, siapa namanya?" Ika kembali bertanya.
"Nama anak kami, Verza neng" jawabnya.
Setelah selesai berbincang-bincang dan berkenalan dengan warga sekitar, mereka lanjut masuk kedalam rumah.
___
Rumah yang akan mereka tinggali secara gratis adalah rumah sederhana khas rumah adat berdinding matrial kayu, karena sudah sangat lama tak di huni, rumah kayu itu sangatlah kotor, terdapat banyak debu dan sarang laba-laba diatas langit-langit rumah.
"Aiiishh! alangkah kotornya, ini rumah apa kandang B*bi sih!" Cetus Ferdi.
"Namanya juga gratis Fer, lumayanlah daripada kita tidur di jalanan." jawab Ika seraya meletakkan beberapa barang.
Lekas mereka membereskan rumah tersebut bersama-sama. Sementara bayi Alan ditaruh di kursi didekat mereka.
"Hey Fer, bayi itu gak terlalu banyak nangis ya (tidak rewel) dia nangis cuma saat lapar doang, dan kulitnya juga bersih putih kayak keturunan orang kaya ya ..." Ika mengagumi bayi yang di temukannya sembari menyapu lantai.
Sementara Ferdi tidak begitu merespon obrolan Ika yang sedang membicarakan bayi yang di temukannya tersebut. "Banyak Ngebac*t tak penting kau, udah buruan beres-beres, selesaikan semua ini sebelum gelap."
"Iya, iya Fer. Kan ... Aku cuma ngomong doang."
___
Hari sudah semakin gelap, lampu pun belum ada, Alhasil mereka menggunakan penerangan dengan Lilin. Kemudian mereka menghentikan aktifitasnya untuk sementara dan akan di lanjutkan pada esok hari.
Namun, karena susu cair yang di berikan kepada Alan dari pagi sudah mulai basi, Ika beranjak pergi ke warung hendak membelikan susu sascet lagi.
Ketika sudah sampai di warung ia bertemu dengan beberapa warga kampung yang sedang berkumpul dan saling berbincang-bincang satu sama lain, khususnya para ibu-ibu.
"Hey, kamu yang baru saja pindah dan tinggal di rumah kosong milik pak Toni itu ya ...?" Tanya Ibu A mengawali percakapan.
"Salam kenal ya, oh iya kamu masih terlihat muda sekali ya ..." sambung Ibu B.
"Iya betul tuh, aku lihat tadi anak kamu seperti baru di lahirkan, tapi melihat badanmu tidak seperti orang yang baru melahirkan?" Lanjut Ibu C.
"Iya ya, dia masih terlihat langsing sekali, eh btw apa sih resep rahasianya badan kamu bisa masih langsing abis melahirkan gitu?" Sambung Ibu D
"Bagi resepnya dong mba.." Sambung Ibu-Ibu yang lain.
Begitu banyak percakapan dan pertanyaan dari ibu-ibu kampung membuat Ika pusing, kemudian ia buru-buru pulang dan hanya menjawab satu atau dua kata saja dari setiap pertanyaan yang mereka tanyakan tersebut.
Karena sesungguhnya Ika paling enggan jika ditanya-tanya tentang siapa dirinya. Ia jua tidak ingin diketahui asal-usulnya.
___
Next ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!