Ketika aku masih kecil, entah kenapa dan entah bagaimana, aku merupakan anak yang canggung dan kikuk.
Aku selalu takut dan gugup ketika berkomunikasi dengan orang lain bahkan keluargaku sendiri, dan puncaknya, adalah ketika aku memecahkan sebuah cangkir dalam sebuah acara.
Aku tidak tahu apa tepatnya yang terjadi saat itu, tapi aku ingat jika aku menangis dan gemetar setelahnya, kemudian berakhir dipeluk oleh keluargaku.
Setelah kejadian itu, keluargaku mulai berubah dan mereka menjadi jauh lebih memperhatikanku dari sebelumnya.
Ini tidak seperti mereka mengabaikanku atau semacamnya sebelum kejadian itu, tapi mereka memperhatikan dan menjagaku lebih setelahnya.
Ayah dan Ibuku lebih sering menanyakan bagaimana perasaanku, apakah aku punya keinginan tertentu, dan berbagai macam hal lainnya.
Kakak laki-lakiku, Alexier, menjadi lebih sering mengunjungi kamarku untuk menanyakan sesuatu dan menjadi konsultanku ketika diriku sedang menghadapi masalah.
Kakak perempuanku, Lianna, yang merupakan seorang gadis periang, semakin sering dan lebih memaksaku untuk menemaninya bermain. Aku yang sebelumnya suka menyendiri dan diam di kamarku, diseret keluar olehnya dengan kedua lengannya yang ramping namun entah bagaimana penuh tenaga.
Dengan perilakubseperti itu, keluargaku membuatku berpikir untuk merubah sikapku dan membuatku berkeinginan untuk dapat menjadi anak yang lebih baik
Dan sepertinya, mereka berhasil melakukannya.
Keluargaku adalah keluarga berperingkat Viscount, hal ini membuat kami kurang atau lebih merupakan bagian dari bangsawan di kerajaan Zafiels.
Tapi meski menduduki peringkat paling rendah dalam hal kekuasaan dan kekayaan, keluargaku adalah tempat paling hangat yang pernah kutemui di dalam hidupku.
Aku di masa depan, akan meninggalkan rumahku ini karena masalah keuangan yang biasa dialami keluarga Viscount pada umumnya. Maka dari itu, aku mencoba untuk menikmati saat-saat berharga ini selama mungkin.
Tapi sayangnya dunia adalah realitas yang penuh kejutan, dengan sebuah kejadian, dunia ini tiba-tiba memaksaku meninggalkan rumahku lebih cepat dari seharusnya.
...-0-...
Pada suatu siang di hari yang cerah, aku dipanggil oleh ayahku ke dalam ruangannya.
Tok tok tok...
"Masuklah, Flotte."
"Permisi."
Aku membuka pintu kayu yang sudah tua setelah ayahku yang berada di dalam ruangan mengizinkanku.
Ketika aku membuka pintu, aku bisa melihat seorang pria berambut coklat almond yang cukup berumur. Dia sedang menulis beberapa dokumen di mejanya.
"Duduklah, Flotte."
Aku segera duduk sesuai perintah ayahku.
"Kenapa Ayah memanggilku?"
Dia dengan cepat memberi stempel pada sebuah dokumen yang telah dia kerjakan dan memfokuskan perhatiannya ke arahku.
"Flotte, apakah kamu mempunyai seorang kekasih?"
"Hah!?"
Aku tidak bisa menyembunyikan keterkejutanku dan berseru ke arahnya dengan tatapan heran.
Ada apa dengan pertanyaan tiba-tiba ini?
"Tentu saja tidak, maksudku, bukankah aku selalu berada di rumah setiap saat?"
"Baikah, itu melegakan untuk didengar. Kalau begitu Flotte, apakah kamu tidak keberatan untuk melangsungkan bertunangan?"
"Huh!? Tunggu, apa!? Pertunangan!?"
Aku dipukul oleh serangan beruntun dan tanpa ampun dari ayahku.
Apa yang sedang terjadi di sini?
"Apa yang terjadi? Apakah Ayah tidak bisa menjelaskan padaku terlebih dahulu apa yang sedang terjadi saat ini!?"
"Ah maaf, ini pasti mengejutkanmu."
Ya, ini hampir membuat jantungku berhenti berdetak.
Ayah mulai menjelaskannya secara singkat, tapi itu masih membuatku mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi.
"Ayah menerima sebuah proposal pertunangan dari keluarga Duke Fleur, proposal itu berbentuk sebuah surat yang mengatakan kalau mereka bertujuan menjodohkan putri pertama mereka denganmu."
"Tunggu dulu, apakah Ayah baru saja mengatakan keluarga Duke?"
"Ya, tidak ada yang salah dengan ucapan Ayah."
"Bukankah mereka hanya setingkat lebih rendah dari Raja negara ini?"
Jika aku tidak salah mengingat urutan kekuasaan bangsawan dari yang tertinggi ke yang terendah adalah Raja, Duke, Marquiz, Count, dan Viscount.
Setiap tingkat memiliki perbedaan kekuasaan yang cukup jauh bahkan hanya dengan satu tingkatan di atasnya.
Apakah Ayah benar-benar mengatakan kalau sebuah keluarga Duke mengajukan proposal pertunangan kepada keluarga Viscount yang memiliki perbedaan kekuasaan bagai bumi dan langit? Apakah aku telah memakan sesuatu yang aneh tadi malam?
"Memang benar, mereka adalah keluarga yang cukup berpengaruh di kerajaan ini. Ayah masih mempertanyakan apa tujuan mereka, tapi untuk saat ini tidak ada alasan bagi kita untuk menolaknya."
"Yah, ini bisa dibilang merupakan sebuah anugerah dan penawaran yang sangat menguntungkan, menolaknya bisa saja membuat keluarga kita dicap sebagai pencemar nama baik ataupun keluarga yang tidak tahu malu, kemudian kita akan ditendang dari kerajaan ini setelahnya."
Bagi seorang keluarga Viscount, diberi kehormatan menjalin hubungan lewat sebuah pertunangan yang diberikan langsung oleh seorang Duke seharusnya merupakan hal paling membahagiakan, tidak ada alasan untuk menolak.
Aku memikirkan tanggapan apa yang seharusnya kuberikan.
"Apakah ada alasan khusus yang mereka berikan ketika memberikan proposal pertunangan ini?"
"Ada, tapi mereka hanya mengatakan bahwa alasan mereka mengajukan proposal ini adalah karena umurmu sama dengan umur putri mereka."
Apakah itu alasan yang cukup untuk mereka mengajukan proposal ini? Mereka sudah pasti memiliki sesuatu yang ingin mereka capai.
Tapi memikirkannya juga tidak akan menghasilkan apapun, suatu kejadian yang absurd seperti ini tidak akan dapat dijelaskan kecuali itu diucapkan langsung oleh orang yang memikirkannya.
Bahkan jika mereka hanya ingin menjalin hubungan politik atau ekonomi dengan keluarga kami, semua ini tetap tidak masuk akal.
Keluarga kami akan dengan senang hati menjalin hubungan politik dengan mereka bahkan tanpa sebuah hubungan pertunangan.
Sepertinya aku memiliki alasan untuk tidak bisa tidur malam ini.
"Kalau begitu, siapa nama gadis yang akan bertunangan denganku?"
Aku mengalihkan pemikiran rumit di kepalaku dan bertanya pada ayahku.
"Gadis yang akan bertunangan denganmu adalah Nona Olivia la Fleur, putri pertama dan anak kedua dari rumah Duke Fleur."
"Olivia la Fleur, sebuah nama yang indah. Aku ingin tahu bagaimana wajahnya."
Aku yang ditarik ke dalam pertunangan tidak masuk akal ini mengalihkan perhatianku pada pasangan yang akan menjadi tunanganku.
Bahkan sebagai seorang pemuda biasa dari keluarga Viscount, aku jelas sudah mengerti jika putri seorang Duke pasti adalah seorang gadis yang cantik, tidak mungkin putri dari seorang Duke adalah gadis dengan paras biasa.
Tidak ada gunanya untuk memikirkan sesuatu yang merepotkan, lebih baik jika aku memikirkan seberapa cantik wajah tunanganku sebagai pengalih perhatian.
"Ah ya, Ayah memiliki foto Nona Olivia la Fleur yang dilampirkan bersamaan dengan proposal itu."
Bukankah mereka menjual putrinya terlalu berlebihan sampai-sampai melampirkan foto dirinya?
Ayah tampak mencari sesuatu di laci mejanya, setelah beberapa saat meraba-raba dia akhirnya mengeluarkan sebuah surat dan seketika memberikanku sebuah foto.
Aku menerima foto itu dan seketika terfokus padanya.
Terlihat seorang gadis dengan rambut hitam tersenyum manis terlukis di dalam foto, dia mengenakan gaun putih dan sebuah topi ulang tahun di atas kepalanya.
Itu adalah pemandangan yang menyegarkan dan membahagiakan bahkan dengan hanya melihatnya, dan lebih dari itu...
Bukankah dia sangat cantik!
Rambut hitamnya tergerai hingga bahu, tangannya kurus ramping namun tampak anggun, dan wajahnya bersinar cerah seperti rembulan.
Apakah dia benar benar calon tunanganku?
"Bagaimana menurutmu?"
"Bukankah dia sangat cantik."
Aku mengungkapkan kesan jujurku.
"Yah, dia memang cantik. Kamu tampaknya sangat terpesona olehnya, apakah itu artinya kamu menyetujui pertunangan ini?"
"Kurasa begitu, mau bagaimanapun juga kita tidak memiliki kesempatan menolak sedari awal."
Menolak tidak akan ada bedanya dengan menghampiri kematian.
"Itu bagus, kalau begitu aku akan mengatakan ini kepada anggota keluarga lainnya ketika makan malam."
"Baiklah aku mengerti. Ngomong-ngomong aku penasaran, kapan kita akan pergi ke kediaman keluarga Duke?"
Karena ini adalah pertunangan yang diajukan sebuah keluarga berperingkat tinggi, sudah sepantasnya bagi keluarga kami sebagai penerima anugrah untuk mendatangi mereka sebagai bentuk penghormatan.
"Kita tidak akan pergi ke sana, mereka akan mendatangi kita kesini 3 minggu lagi."
"Hah!?"
Sesuatu yang tak terduga kembali terdengar dari mulut ayahku.
Kurasa aku akan tetap tidak bisa tidur malam ini.
"Baiklah, sepertinya lebih baik jika aku kembali ke kamarku."
Berada di sini dan mendengar sebuah kejutan lainnya akan membuat kepalaku semakin pusing, aku tidak tahan dengan semua ini.
Aku beranjak dari kursiku dan membuka pintu untuk bergegas keluar, tapi ayahku kemudian berbicara.
"Ini mungkin akan mengubah seluruh tujuan hidupmu, tapi aku berterimakasih kamu dapat menerimanya."
"Yah, dunia memang tidak selalu berjalan sesuai keinginan kita, bukan begitu?"
Aku menutup pintu dan berjalan keluar dari ruangan ayahku.
Ini memang sepenuhnya akan mengubah hidupku, tapi improvisasi merupakan hal penting dalam sebuah pertunjukan, ini bukan masalah.
Lagipula aku masih cukup muda.
Aku adalah Flotte le Glaive, putra kedua dan anak ketiga dari keluarga Viscount Glaive.
Aku di masa depan akan pergi dari rumah ini untuk hidup di atas kakiku sendiri. Itu karena keluarga berperingkat Viscount pada dasarnya tidak memiliki kekayaan yang cukup untuk diwariskan kepada semua keturunannya, hanya anak pertamalah yang berhak mewarisi dan mengelola daerah kekuasaan.
Namun tidak seperti keluarga Viscount lainnya yang akan menyuruh anak mereka untuk menjadi ksatria kerajaan dan memberi dukungan finansial kepada keluarga mereka, keluarga kami membekali seluruh anak-anak mereka dengan persiapan kemampuan jika suatu saat anak-anak mereka menjadi rakyat biasa.
Aku pada awalnya berencana menjadi seorang akrobatik dan ingin melakukan pertunjukan jalanan untuk menghasilkan uang.
Aku melatih fisik dan kelincahanku setiap hari. Bahkan jika di masa depan aku gagal menjadi akrobatik, aku masih bisa menjadi petualang seperti kakak perempuanku.
Aku yang saat ini masih berusia 12 tahun berusaha sebaik mungkin agar rencana ini berjalan, tapi semua itu berubah dengan proposal pertunangan ini. Hal ini memaksaku untuk melakukan improvisasi 180 derajat dari seorang rakyat jelata menjadi tunangan seorang putri Duke.
Sepertinya aku akan naik ke panggung yang berbeda dari rencana, tapi meski begitu aku akan tetap berusaha sebaik mungkin.
Pertunjukan akan segera dimulai.
Pada makan malam kami, Ayahku memberikan pengumuman tentang pertunanganku di meja makan.
"Bisakah aku minta perhatian kalian sebentar? Aku ingin menyampaikan sebuah pengumuman."
"Hmm? Pengumuman?"
"Ada apa Sayang?"
Ayah melukis ekspresi serius di wajahnya sambil menyatukan tangan, menunjukkan bahwa apa yang akan dia katakan adalah hal penting.
Yah, pengumuman tentang proposal pertunangan dari Duke memang hal penting bagaimanapun.
Perhatian dua orang selain diriku di meja makan segera tertuju pada ayahku.
Salah satu orang lain yang berada di meja makan selain aku dan Ayah adalah ibuku, Anna la Glaive.
Dia duduk si sampingku. Rambut hijau daun miliknya terurai hingga bahu, mata birunya yang berbinar mengarah ke suaminya, dan ekspresi penasaran terlihat di wajahnya.
Sementara kakak sulungku Alexier yang berada di seberang meja hanya menolehkan kepalanya dengan penasaran tanpa berbicara sepatah katapun.
Sementara itu diriku hanya diam dan tak bergerak sambil melihat kondisi sekitar.
Para pelayan di rumah kami yang sedang berkumpul di ruang makan tampaknya juga menyimak pembicaraan dari jauh.
"Ehem... aku di sini ingin mengumumkan bahwa Flotte telah menerima sebuah proposal pertunangan yang diberikan oleh keluarga Duke Fleur."
"Eh? Proposal pertunangan!?"
"Huh!?"
Semua orang di ruangan itu tampak terheran-heran dan kaget, mereka sedikit berseru dan mengedipkan mata mereka beberapa kali seakan tidak percaya.
Setelah beberapa detik keheningan yang membekukan ruang makan, ibuku akhirnya memecahkan kesunyian dan berkata;
"Sayang, apakah kamu serius?"
"Ya, mereka telah secara tertulis mengirimkan proposal pertunangan kepadaku. Tidak ada keraguan untuk itu."
Ibuku masih terbelalak tidak percaya, menatap ayahku dengan ekspresi ragu atas apa yang baru saja dia dengar.
Aku yakin ekspresiku sama dengan Ibu ketika aku mendengarnya beberapa waktu yang lalu, aku mengerti betapa absurdnya hal ini.
Ibuku mengalihkan pandangannya ke samping, ke arahku, matanya yang bewarna biru safir menatap tajam mataku.
"Hey Flotte... Um... apakah kamu sudah diberi tahu hal ini?"
"Uhm... Ya, aku mendengarnya secara langsung tadi siang dari Ayah."
Aku mengangguk ringan sebagai penekan bahwa aku memang telah mendengarnya tadi siang.
"Apakah kamu sudah menyetujuinya?"
"Ya, aku telah setuju untuk melakukan pertunangan ini."
Sebagai penegasan, aku sekali lagi menganggukkan kepalaku.
Ibuku menaruh tangannya di kepalaku, mengusap lembut rambutku. Tangannya yang ramping dan halus terasa nyaman ketika dia melakukannya.
"Lalu apakah kamu sudah sepenuhnya yakin dengan pilihan yang kamu pilih ini?"
Ibuku yang masih mengusap kepalaku bertanya dengan nada lembut dan jernih, seperti sedang melantunkan sebuah nyanyian.
"Ya, aku sudah yakin. Lagipula tidak ada alasan bagi kita dan diriku sendiri untuk menolak sebuah proposal pertunangan seorang Duke."
"Yah kurasa kamu benar, tapi apakah kamu sudah siap dengan apa yang akan kamu tanggung dan hadapi di masa depan? Ibu hanya ingin memastikan"
Aku terdiam sejenak ketika Ibu menanyakan hal itu, aku memikirkan dan memilah apa yang harus kukatakan dengan hati-hati.
Jika aku mengatakan bahwa aku belum siap Ibu mungkin akan khawatir, tapi jika aku berpura-pura telah siap aku mungkin akan tertangkap basah berbohong, dan dia akan menjadi lebih khawatir lagi.
Kalau begitu...
"Kurasa... aku belum siap."
Aku mendongak dan menatap ke arah ibuku sambil menggelengkan kepala, ekspresi lembut terlukis di wajahnya ketika aku menyatakan ketidakmampuanku, itu adalah perpaduan dari ekspresi khawatir dan bahagia.
"Apakah begitu? Lalu kenapa kamu menyetujuinya dengan sangat percaya diri?"
"Um..."
Aku tidak bisa menjawabnya dengan benar, aku tidak mengerti alasan apa yang bisa kuberikan.
Alasan utamanya adalah karena tidak ada yang salah dengan menerima pertunangan ini.
Aku dan keluargaku tidak mengalami kerugian sekecil apapun dari melakukannya, bahkan sebaliknya kami malah akan menerima keuntungan yang sangat besar dari pertunangan ini.
Ah ya...
"Kurasa, itu karena putri sang Duke... Um... terlihat sangat cantik."
Itu juga merupakan alasan utama, aku tidak perlu menolak pertunangan ini karena aku tidak diragukan telah terpikat oleh kecantikan putri Duke pada pandangan pertama.
Apakah jawaban sederhana itu cukup?
"Ahaha... itu alasan yang bagus, laki-laki memang sangat wajar menyukai seorang wanita cantik."
Ibuku sedikit terkikik atas jawabanku, tapi dia kemudian berkata,
"Tapi kamu tahu ini bukanlah keputusan yang mudah, ya kan? Ini adalah keputusan yang akan merubah segalanya. Apakah kamu yakin?"
Ya, aku tahu itu dengan baik
Ini bukanlah sebuah keputusan kecil seperti memikirkan apa yang akan aku makan ketika sarapan atau memutuskan latihan fisik apa yang akan kulakukan setiap pagi.
Ini adalah keputusan besar dan berlaku untuk jangka panjang, keputusan yang akan merubah sepenuhnya tujuan dan cara hidupku.
Bahkan keputusan ini mungkin akan mempengaruhi kehidupan masa depan anggota keluargaku yang lain, mempengaruhi kehidupan masa depan anggota keluarga Duke, dan juga kehidupan masa depan gadis yang akan menjadi tunanganku.
"Ya, aku tahu ini adalah keputusan yang besar. Aku mungkin belum siap untuk menghadapi ini..."
Maka dari itu...
"Maka dari itu aku ingin meminta bantuan kalian untuk mempersiapkanku untuk menghadapinya."
Tangan ibuku yang pada awalnya berada di atas kepalaku berpindah ke pipiku, kali ini aku bisa merasakan kulitnya yang sedikit keriput, namun tangan miliknya tetap terasa lembut.
"Hehe, kamu sudah besar, bukan begitu Flotte? Kamu sudah berubah dari anak cengeng yang menangis di gendonganku menjadi pria tampan yang dapat memutuskan sesuatu hal besar dengan percaya diri."
"Ya, lagipula aku adalah anak Ibu."
Ibuku mencubit pipiku dengan lembut dan tertawa setelahnya.
"Tidak perlu khawatir, bagaimanapun juga kita adalah keluarga, kamu bisa meminta bantuan kami kapan saja dan kami akan dengan senang hati membantumu."
Dia tampak sangat lega setelah percakapan yang baru saja kami lakukan, wajah khawatir miliknya tersapu oleh senyum mempesona.
"Apakah kamu sudah yakin dengan putramu sekarang, Anna?"
"Hehe, tentu. Ini membuatku cukup bahagia, Sayang."
Ibuku melepaskan tangannya dari pipiku.
Lalu seketika aku melihat sekeliling, menyadari bahwa aku sebenarnya tidak sedang sendirian di meja makan hanya bersama ibuku.
Semua orang di sana termasuk Ayah, Alexier, dan para pelayan menyaksikan pertukaran antara ibuku dan diriku.
"Tuan Flotte masih manis seperti biasanya."
"Haha... ya, dia masih manja pada Nyonya seperti dulu, tapi kalimat yang dia ucapkan cukup indah."
"Ya aku setuju."
"Ugh..."
Aku mendengar suara bisikan tipis yang datang dari para pelayan di belakangku.
Ini sangat memalukan!
Aku tidak dapat menyembunyikan sifat asliku ketika ibuku memanjakanku seperti itu.
"Apa ada yang salah Flotte? Wajahmu sedikit memerah."
Ibuku menatapku dengan bingung, mungkin karena ekspresi malu yang tampak jelas di wajahku.
"Tidak, tidak ada apa-apa."
Aku berusaha menjernihkan pikiranku dari rasa malu, sementara ibuku masih menatapku rapat.
"...tapi meskipun begitu, kenapa Duke Fleur mengajukan proposal kepada kita?"
"Ayah juga tidak mengerti, mereka hanya mengatakan bahwa Flotte dan putri pertama mereka yaitu Nona Olivia la Fleur, memiliki usia yang hampir sama."
"Apakah itu alasan yang cukup bagi seorang Duke memberikan sebuah proposal pertunangan kepada keluarga Viscount?"
Alexier tampaknya memikirkan hal yang sama seperti yang terlintas di pikiranku tadi siang, tapi sama seperti yang sebelumnya telah kupikirkan juga.
Tidak ada gunanya untuk memikirkan itu.
Hanya orang yang merencanakan proposal pertunangan ini yang tahu alasan dan maksud melakukan pertunangan ini, karena suatu tindakan yang absurd dan jarang terjadi seperti ini tidak akan dapat diprediksi oleh orang lain kecuali oleh orang yang telah memikirkannya.
"Mungkinkah mereka melihat sesuatu yang spesial di diri Flotte?"
Ibuku mencoba masuk ke dalam percakapan, mengutarakan pendapatnya yang... acak?
"Sesuatu yang spesial padaku? Apa yang spesial dariku?"
Aku bingung dengan pernyataan ibuku dan tersesat dalam kebingungan.
Apakah ada sesuatu yang spesial pada diriku?
Aku selama ini sama sekali tidak pernah merasa melakukan sesuatu yang spesial, hal yang paling sering kulakukan hanyalah berlatih fisik, membaca buku yang sama berulang kali, dan membantu keluargaku jika ada yang dapat kubantu.
Tidak ada yang terlalu spesial dari itu semua, aku bahkan jarang menampakkan diriku di depan para bangsawan. Bahkan jika aku pernah terlibat dalam sesuatu yang berurusan dengan bangsawan, aku hanya bertugas menjadi seorang pelayan.
"Tentu saja ada, Flotte sayangku, tapi kita belum dapat mengetahuinya saat ini."
Ibuku tersenyum ceria ketika mengucapkannya...
Tapi bukankah itu hanyalah cara halus untuk mengatakan bahwa tidak ada yang spesial padaku saat ini?
"Oh, tapi aku tahu satu yang sudah terlihat saat ini."
"Hmm? Apa itu?"
"Kamu sangat mencintai keluarga dan orang terdekatmu."
"Eh?"
Apakah itu bisa disebut hal yang spesial, bukankah semua orang seperti itu?
Seperti biasa Ibu sangat ceria dan positif, dia sangat menyenangkan ketika sedang berbicara sambil tersenyum dan bertingkah polos.
Dia bisa berubah dari wanita yang peduli dan sentimentil kepada anaknya menjadi wanita dengan kepala penuh bunga dalam sekejap.
Dirinya yang seperti ini membuat pembicaraan sedikit melunak.
"Ehem..."
Ayahku berdeham untuk mengembalikan alur pembicaraan pada tempatnya dan memfokuskan perhatian semua orang kembali padanya.
"Alasan apapun yang keluarga Duke miliki untuk menjodohkan Flotte dan Nona Olivia la Fleur bukanlah sesuatu yang utama saat ini, kita harus mempersiapkan kedatangan mereka dalam 3 minggu mulai dari sekarang."
"Ah, baiklah aku mengerti. Aku akan mempersiapkan tempat ini agar terlihat sebaik mungkin ketika Duke sampai."
Ibuku tersenyum, sebagai ibu rumah tangga Ibuku sudah pasti pandai dalam mengatur sesuatu.
3 minggu sudah lebih dari cukup untuk ibuku mengatur rumah dengan bantuan para pelayan.
"Kalau begitu Alexier, bisakah kamu mengajari Flotte tentang tata krama dan etika bangsawan?"
"Eh?"
Belajar tata krama dan etika? Aku? Seorang anak yang sama sekali tidak tertarik mempelajarinya sedari kecil? Mampukah aku mempelajarinya selama 3 minggu?
"Baiklah Ayah, aku akan memastikan dia tampil dengan baik di depan keluarga Duke."
Kakakku mengangguk dan setuju, dia memiliki seringai percaya diri di wajahnya.
"Kalau begitu telah diputuskan bahwa kita akan berusaha sebaik mungkin sebelum Duke tiba, tapi meski begitu tidak perlu terlalu terburu-buru karena waktu 3 minggu adalah waktu yang lebih dari cukup untuk kita mempersiapkan segala sesuatunya."
Apakah praktek tata krama dan etikaku termasuk ke dalamnya?
Aku hanya duduk di sana, memperhatikan bahwa semua orang tampak percaya diri dan akan berusaha sebaik mungkin untuk mempersiapkan kunjungan keluarga Duke ini.
Maka dari itu aku juga harus berusaha keras.
Pada malam harinya aku benar-benar tidak bisa tidur.
Aku mencoba berbaring di atas kasurku, berharap agar gelombang kebosanan menerpaku dan membuatku terlelap.
Tapi itu sama sekali tidak pernah terjadi.
Aku hanya berbaring termenung di atas kasurku tanpa melakukan apapun sambil memikirkan apa yang baru saja terjadi hari ini.
Singkatnya, aku secara mengejutkan menerima sebuah proposal pertunangan.
Namun itu bukanlah proposal pertunangan sembarangan, proposal itu diberikan oleh sebuah keluarga Duke.
Peringkat Duke merupakan peringkat bangsawan yang sangat tinggi, kekuasaan mereka hanya satu tingkat di bawah seorang Raja.
Merupakan hal wajar bagi seorang bangsawan untuk menjalin hubungan politik, ekonomi maupun diplomasi melalui sebuah hubungan pertunangan.
Tapi yang tidak diwajarkan di sini adalah bagian di mana mereka memberikan proposal itu kepada kami, sebuah keluarga Viscount, bangsawan yang memiliki status paling rendah.
"Dan lagi, itu dikhususkan untuk diriku."
Aku adalah anak bungsu dari tiga bersaudara yang sama sekali belum pernah belajar bagaimana cara menjadi bangsawan.
Seluruh hidupku hanyalah hari-hari yang biasa dilakukan anak biasa, tidak ada yang spesial darinya dan tidak ada yang kulakukan untuk membuatnya spesial.
Proposal pertunangan ini adalah angin puyuh yang akan meluluh lantahkan dinding kokoh "hari biasa yang dilakukan anak biasa" yang telah kujalani selama ini.
"Kurasa aku perlu menenangkan pikiranku sebentar."
Dengan pemikiran rumit di kepalaku aku bangun dan berdiri menjauhi kasurku, aku pergi ke sebuah meja di kamarku lalu merogoh secarik kertas di dalam laci.
Secarik kertas yang kuambil merupakan foto yang telah diberikan padaku hari ini, foto seorang gadis.
Aku duduk di atas kursi di dekat mejaku, menghadap ke arah jendela, dan menatap foto gadis itu dengan seksama.
Seorang gadis ramping yang cantik dengan sebuah topi ulang tahun terlihat di dalamnya, rambut hitam gelap miliknya membuat wajahnya semakin terang dan indah, dia tersenyum manis seperti seorang malaikat.
"Apakah aku benar-benar mengalami sesuatu seperti "Cinta Pada Pandangan Pertama" hanya dengan melihat foto dirinya?"
Aku pernah membaca sebuah cerita romansa bertemakan "Cinta Pada Pandangan Pertama" yang kutemukan di kamar kakak perempuanku, karena pada dasarnya buku merupakan barang mahal, buku di rumah kami cukup terbatas.
Aku bisa memastikan kalau aku pernah membaca semua buku di rumah ini, buku itu juga telah kubaca berulang kali.
Buku yang kubaca adalah sebuah cerita tentang gadis yang seketika jatuh hati kepada seorang pria tampan saat menghadiri sebuah pesta dansa.
Aku tidak pernah berpikir bahwa sesuatu seperti itu akan sungguh terjadi padaku hanya lewat sebuah foto.
Pemandangan di luar jendela tampak gelap gulita, hanya terdapat cahaya redup kristal putih yang berderet rapi menyinari area sekitar, cahaya kristal itu merambat tipis ke dalam jendela kamarku.
Dengan bantuan rambat tipis cahaya kristal dan cahaya bintang, diriku yang kasmaran menatap foto tunanganku dalam diam.
Tok tok tok
Sebuah suara ketukan memecah kesunyian malam, aku segera berdiri tegak karena terkejut, membuat foto yang sedang kupegang terjatuh ke meja.
Tok tok tok
"Flotte, kau masih bangun?"
Sebuah suara datang dari pintu, itu adalah suara seorang laki-laki dengan nada halus yang kukenal.
"Alexier?"
Aku segera beranjak dari kursiku dan bergegas membuka pintu.
Clack
"Oh jadi kau masih bangun, bolehkah aku masuk?"
Setelah aku membuka pintu, seorang pria tinggi memasuki jarak pandangku.
Rambut panjang bewarna hijau miliknya mirip dengan ibuku, pupil mata coklat miliknya tertutup kacamata persegi panjang, dan senyumannya lembut mempesona dengan caranya sendiri.
Dia adalah kakak sulungku, Alexier le Glaive, pewaris resmi rumah kami di masa depan.
"Tentu."
Aku membiarkan Alexier masuk dan kembali menutup pintu seperti tidak terjadi apapun.
"Kau masih belum tidur, huh? Ini sudah sangat larut kau tahu?"
"Katakan itu pada dirimu sendiri yang mengetuk pintu kamarku ketika larut malam. Ngomong-ngomong, apa yang kau lakukan malam-malam begini?"
Aku memutuskan untuk duduk di atas kasurku, sementara Alexier duduk di kursi kayu yang baru saja kududuki sebelumnya.
"Tidak apa-apa, aku hanya ingin membicarakan sesuatu denganmu."
"Sesuatu? Oh, apakah ini tentang proposal pertunangan yang diberikan oleh keluarga Duke?"
Alexier terkadang akan mengunjungiku saat malam untuk sekadar berbincang-bincang, terkadang itu tentang hal serius dan sisanya hanya perbincangan ringan untuk membuang waktu.
Dia seperti seorang konsultan yang ditugaskan menjadi tempat mengobrol khusus untukku, aku juga bisa lebih terbuka dengannya karena dia berkelamin sama denganku.
"Ya, aku ingin memastikan apakah kau sudah yakin dengan keputusan yang telah kau buat."
"Bukankah aku sudah mengatakannya di depan Ibu di meja makan?"
"Aku hanya ingin memastikan dengan caraku sendiri, kau tahu?"
Aku tidak mengerti apa yang dia maksud dengan "caranya sendiri", tapi aku tidak berencana untuk menolaknya.
"Kalau begitu..."
Alexier berbalik dan mengambil secarik kertas di atas meja, itu adalah foto dari calon tunanganku yang tadi kutinggalkan di sana.
"Apakah ini adalah foto calon tunanganmu, Nona Olivia la Fleur?"
"Ya, aku mendapatkan fotonya dari Ayah tadi siang. Memangnya kenapa?"
Alexier menatap foto itu dengan serius, dia sepertinya sedang memperhatikan sesuatu dengan seksama.
Kemudian setelah beberapa detik, dia mengeluarkan sebuah kristal putih jernih dari sakunya, kristal putih itu tampak sama dengan kristal yang digunakan sebagai penerangan jalanan ataupun rumah.
"Acutus hasta Alexier----wahai cahaya terangilah pandanganku, Lucerna."
Talapak tangan Alexier memunculkan lingkaran sihir mungil, seketika kristal yang awalnya hanya memantulkan rambatan cahaya mulai memancarkan cahaya miliknya sendiri.
Cahaya itu cukup terang, tapi karena ukurannya yang lebih kecil dari yang dipasang di jalanan, cahaya miliknya tidak mampu sepenuhnya menerangi ruangan.
"Oh jadi rumor itu benar, rambutnya memang bewarna hitam."
"Hmm? Lalu ada apa dengan itu?"
"Bukankah itu warna yang akan jarang kau temui?"
"Huh!?"
Aku tersadar setelah Alexier mengatakannya langsung padaku.
Setelah aku memikirkannya sekali lagi, di dunia ini warna rambut merupakan sebuah cara untuk melihat elemen sihir yang dapat digunakan seseorang tanpa melihat langsung dirinya mengeluarkan mantra.
Warna yang akan dijumpai pada dasarnya berjumlah 4, merah untuk api, biru untuk air, hijau untuk angin, dan cokelat untuk tanah. Warna-warna itu akan mengidentifikasi elemen sihir yang dapat secara langsung digunakan seseorang.
Sementara itu warna rambut milik Nona Olivia la Fleur adalah warna hitam pekat, warna yang jarang dan bahkan tidak pernah akan orang temui atau lihat.
"Ahh, itu benar!"
Tapi, kenapa aku tidak merasa aneh sedari awal?
Ketika aku pertama kali melihat foto milik Nona Olivia la Fleur, aku sama sekali tidak kaget ataupun merasa heran dengan rambut hitam miliknya, seakan diriku dengan sendirinya terpikat.
Tidak, bukan itu masalahnya. Ini berbeda dari sekedar terpikat, aku bahkan sampai ketingkat di mana menganggap warna itu normal.
Aku sama sekali tidak memperhatikan kalau hal ini aneh dan bertingkah seperti sudah terbiasa melihat warna rambutnya.
"Bukankah ini sama seperti warna rambutku yang sangat pekat?"
Satu-satunya alasan yang muncul di kepalaku adalah warna rambutku, warna biru gelap seperti kegelapan laut dalam.
Rambutku hampir seperti warna hitam, tapi jika dilihat dari dekat akan jelas bahwa warnanya merupakan biru tua.
"Tidak ini berbeda, warna rambut milik Nona Olivia la Fleur adalah warna hitam yang sebenarnya, berbeda darimu yang masih terlihat biru."
"Apakah begitu? Lalu kemudian, di mana letak masalahnya?"
Aku tidak mengerti apa yang menjadi masalah dari memiliki warna rambut hitam selayaknya kegelapan...
Tunggu, kegelapan!?
"Aku telah mencari beberapa informasi tentang keluarga Duke Fleur dan menemukan sesuatu yang menarik."
"Huh? Sesuatu yang menarik?"
Aku mengalihkan perhatianku pada Alexier, orang yang telah membawa topik ini, dengan rasa ingin tahu.
"Ya, putri pertama mereka, Nona Olivia la Fleur, telah dikenal sebagai "Gadis Terkutuk" karena rambutnya yang bewarna hitam, lambang dari elemen dasar para monster."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!