Alarm yang berada di sudut meja kecil berbunyi kencang. membangunkan seorang gadis yang sedang asik tenggelam dalam mimpi.
Dug, Dag, Dug, Dag.
Begitulah kiranya suara langkah kaki turun dari tangga. Dengan cepat gadis itu turun dan langsung mendarat di meja makan.
Segelas teh manis dengan pisang goreng yang berada di tangannya. Ia habiskan dengan cepat.
"Ma, berangkat dulu ya." Teriak gadis tersebut sambil keluar dari rumahnya yang sangat sederhana.
"Kak, bareng!" Teriak adik laki-lakinya.
"Gak! Berangkat sendiri!" Gadis itu langsung lari agar adiknya tidak ikut.
Gadis itu bernama Yuri Handayani. Yuri memiliki wajah oriental yang menurun dari ibunya. Yuri juga memiliki rambut lurus dan hitam pekat.
Sejak Sekolah Dasar, Orangtua Yuri memasukkannya di sekolah terdekat dari rumahnya. Kini, ia memilih sendiri sekolah yang diinginkan.
TBC School, Sekolah bergengsi bagi kalangan remaja. Selain seragamnya yang berbeda dari sekolah yang lain, TBC School juga cukup di kenal melahirkan penerus bangsa yang unggul dalam pendidikan.
Selain itu, alasan Yuri memilih sekolah TBC School agar ia tidak bertemu dengan orang yang ia kenal.
Hari pertama ia menjadi siswa sekolah menengah atas. Yuri berdiri di depan pintu gerbang sekolahnya. Ia menatap banner yang terpasang di depan gerbang untuk menyambut siswa baru di tahun ajaran baru.
"Semoga tidak ada orang yang mengenaliku." Batin Yuri sambil melangkah.
Pertama yang ia lihat adalah halaman parkir yang luas. Tidak hanya sepeda motor ataupun sepeda yang terparkir di halaman tersebut. Ada juga yang di antar oleh supir menggunakan berbagai jenis mobil.
Kini, Yuri masuk ke dalam gedung utama. Begitu masuk, ia sudah melihat lapangan olahraga yang luas dan gedung bertingkat sekolah tersebut.
TBC School memiliki 4 Gedung bertingkat yang berjajar dengan rapi. 4 Gedung tersebut terdiri dari Playground, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas hingga Gedung serbaguna.
"Wah, bagus banget ya ternyata." Yuri mengagumi sekolah barunya.
Satu-persatu siswa lain sudah mulai berdatangan. Karena hari ini adalah hari pertamanya, ia masih menggunakan seragam putih biru. Sama seperti siswa baru lainnya.
Yuri naik ke lantai tiga melalui tangga yang di sediakan. Masing-masing gedung memiliki dua tangga yang berada di sisi kanan dan sisi kiri.
Yuri masih mencari namanya yang tercatat di depan kelasnya. Ia di tempatkan di kelas 1-5, setelah menemukan namanya, Yuri masuk ke dalam kelas. Ia mendapatkan tempat duduk yang berada di baris kedua dari belakang.
"Ah, itu masih kosong. Semoga saja yang duduk di sebelahku dia pintar dan baik." Batin Yuri melewati meja lainnya.
Ia langsung mengeluarkan buku dan tempat pensilnya. Yuri merupakan sosok gadis yang pemalu pada awalnya. Sehingga, ia tidak berani untuk memulai perkenalan di awal.
Yuri keluar dari kelasnya sambil melihat keramaian di hari pertama tahun ajaran baru. Banyak yang seperti dirinya, ada yang saling kenal, ada senior yang langsung bergabung ke sebuah kelompok dan masih banyak lagi.
Bel masuk sudah berbunyi, para siswa langsung berlarian menuju kelasnya masing-masing. Begitu juga dengan Yuri yang kembali masuk ke kelasnya.
Guru sudah mulai masuk ke masing-masing kelas. Semua orang yang ada di kelasnya sudah saling berpasangan mengisi tempatnya. Tersisa satu kursi yang berada di samping Yuri.
Sampai akhirnya, Yuri terkejut melihat satu siswa yang baru datang. Yuri menutupi wajahnya, siswa tersebut sempat tertahan oleh guru. Setelah mendapat teguran siswa tadi duduk di samping Yuri.
"Eh, kamu Yuri alumni SD Cemara ya?" Tanya siswa tadi.
"Aduh, kenapa harus Kenzie sih?" Ucap Yuri dalam hati.
"Ya, ketemu lagi kita. Kamu masih pendiam saja sih?" Tanya Kenzie.
Kenzie adalah teman sekolah Yuri saat duduk di bangku sekolah dasar. Baginya Kenzie adalah musuh yang harus ia hindari. Ada saja tingkah Kenzie yang membuat Yuri kesal bahkan suka membuatnya menangis.
Harus di hindari, tapi malah berada di sampingnya saat ini. Duduk bersebelahan dengan orang yang tak ia harapkan.
Guru tadi adalah wali kelas mereka yang bernama Nasya. Selain menjadi wali kelas 1-5, Nasya juga bertugas sebagai Guru konseling.
Semua murid saling memperkenalkan diri mereka satu-persatu. Sampai semua sudah memperkenalkan dirinya, Nasya menjelaskan mata pelajarannya.
Tiga jam berlalu, sebelum bel istirahat berbunyi, seluruh anggota OSIS di sekolah tersebut mengajak murid-murid baru untuk bergabung di ekskul yang tersedia.
Tatapan Yuri tak hentinya menatap salah satu anggota OSIS yang ada di depan kelas. Kenzie yang menyadari tatapan Yuri langsung menepuk pundak Yuri hingga terkejut.
"Kenzie! Apaan sih kamu?" Yuri kaget. Sambil mengelus pundaknya.
"Takutnya kamu kesurupan. Habis itu mata gak berkedip." Jawab Kenzie.
"Apa sih kamu? Gak jelas deh." Balas Yuri.
Setelah menjelaskan beberapa ekskul, seluruh anggota OSIS tadi keluar kelas dan kembali masuk ke kelas lain.
Jam istirahat tiba, Yuri hanya keluar dan berdiri di depan kelasnya sambil menatap lapangan yang begitu luas.
Seorang anak laki-laki melambaikan tangannya pada Yuri. Yuri memperbesar pandangannya hingga ia melihat wajah senyum adiknya.
Yuri berbalik badan dan tepat berhadapan dengan Kenzie. Terkejut? Jantung Yuri berdetak sangat kencang. Bagaimana tidak, kini wajah Kenzie berada 5cm di depannya.
"Keenan sekolah disini juga?" Tanya Kenzie menjauh dari Yuri dan mengalihkan pembicaraan.
"Ya, kamu lihat sendiri kan? Jadi gak perlu nanya." Jawab Yuri. Yuri mengatur nafasnya yang mulai tak beraturan.
"Woi Zie!" Teriak seorang laki-laki dari arah lain.
"San?! Kamu disini juga?" Tanya Kenzie.
Irsan adalah teman sekolah Kenzie saat masuk ke sekolah menengah pertama. Mereka berteman akrab, tak hanya Irsan, bahkan ada beberapa teman kelompoknya yang ikut masuk ke TBC School agar bisa tetap kumpul.
Yuri kembali menatap lapangan yang luas. Kini, tak lagi Keenan yang ia lihat. Ia melihat sosok kakak kelas yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.
Jimmy, ketua OSIS serta anggota ekskul Band. Dia juga berbakat dalam bermain basket. Wajahnya yang mungil dan tampan cukup membuatnya di kenal oleh seluruh siswa perempuan. Bahkan sampai terkenal di sekolah lain.
Jam istirahat berakhir, Jimmy menyudahi permainannya walau hanya sebentar. Lalu, pengeras suara yang berada di masing-masing kelas berbunyi.
"Untuk seluruh siswa baru di harapkan turun ke lapangan untuk menyaksikan penampilan dari masing-masing ekskul." Bunyi dari pengeras suara tersebut.
Kegiatan yang di tunggu-tunggu oleh Yuri. Berhubung di hari pertama ia belum memiliki teman baru, ia bisa menikmati penampilan dari berbagai macam ekskul.
Tiba waktunya acara di mulai. Ekskul band membuka acara dengan penampilannya yang membuat semua siswa berteriak histeris. Termasuk Yuri yang langsung di suguhkan pemandangan indah.
Iya, sudah pasti penampilan Jimmy yang langsung memukul alat musiknya. Jimmy berperan memainkan drum dengan keahliannya.
Tiba waktunya acara di mulai. Ekskul band membuka acara dengan penampilannya yang membuat semua siswa berteriak histeris. Termasuk Yuri yang langsung di suguhkan pemandangan indah.
Iya, sudah pasti penampilan Jimmy yang langsung memukul alat musiknya. Jimmy berperan memainkan drum dengan keahliannya.
Di setiap penampilan dari berbagai ekskul, Jimmy sebagai Drummer dan Reza sebagai gitaris mengiringi ekskul lain dengan musik yang sesuai.
Selama itu juga Yuri terus memandangi kagum penampilan Jimmy yang menurutnya keren total.
"Ah, gila drummernya keren banget!" Teriak salah satu siswa perempuan.
"Kak Jimmy, sejak aku bertemu dia di depan gerbang banyak banget siswa yang histeris melihat dia." Sambung seorang temannya.
"Dengar-dengar dia baru saja putus loh sama ceweknya." Berbagai macam informasi Yuri dapat.
Setelah acara selesai, Yuri menengok ke arah samping. Ia mengenali wajah mereka yang ternyata satu kelas dengannya.
Yuri melempar senyuman ke mereka dan di balas senyuman oleh salah satu di antara mereka.
Jessy, salah satu di antara mereka yang membalas senyuman Yuri. Jessy juga yang tercantik di antara mereka. Bahkan, seketika Yuri langsung insecure melihatnya.
"Hai, kalau gak salah kita satu kelas kan? Kamu yang duduk di samping jendela belakang." Ucap Jessy mendekati Yuri.
"Aku Jessy, yang ini Klara dan ini Nia. Salam kenal." Jessy memperkenalkan teman-temannya.
Jessy juga baru kenal dengan Klara dan Nia. Sebab, mereka sama seperti Yuri yang baru hari itu menjadi siswa TBC School. Sedangkan Jessy, sejak SMP ia sekolah di TBC School.
Yuri, Jessy dan yang lain kembali ke kelas mereka yang berada di lantai 4. Sampai di kelas, Yuri kembali ke tempat duduknya.
Kenzie yang asik ngobrol dengan teman belakangnya, berhenti begitu melihat Yuri duduk.
"Gimana? Itu mata masih aman di tempatnya kan?" Tanya Kenzie.
"Menurut kamu? Kalau mata aku gak aman, apa aku masih bisa melihat wajah menyebalkan yang ada di depanku ini?" Tanya Yuri dengan nada judes.
Kenzie kembali mengobrol dengan teman barunya. Sedangkan Yuri mulai melihat buku-buku barunya.
Sambil mencoret bukunya, Yuri memikirkan ekskul yang akan dia pilih. Ekskul memang tidak di wajibkan oleh pihak sekolah. Tapi Yuri, terlihat berminat untuk bergabung di salah satu ekskul.
Yuri ingin sekali memilih ekskul Band. Tapi, dia tidak bisa memainkan alat musik dan dia tidak cukup percaya diri untuk bernyanyi.
Setiap perwakilan dari anggota masing-masing ekskul mendatangi kelas satu untuk membagikan formulir bagi mereka yang berminat.
Perwakilan Ekskul Teater masuk dan menjelaskan ekskul tersebut. Setelah itu, perwakilan dari ekskul Teater meminta yang berminat untuk mengangkat tangannya.
Di kelas tersebut, hanya Yuri yang berminat di ekskul Teater. Kenzie saja sampai melongok begitu melihat Yuri mengangkat tangannya.
"Ri, kamu serius mau ikut teater?" Tanya Kenzie dengan ekspresi heran.
"Ya, begitulah." Jawab singkat Kenzie. Kenzie hanya menggelengkan kepalanya mendengar jawaban dari Yuri.
Tidak banyak teman sekelas Yuri mengikuti ekskul. Tidak sampai setengah dari murid di kelasnya ikut bergabung ke ekskul.
Sedikit ragu saat memilih ekskul. Yuri memilih ekskul Teater. Meski tidak satu ekskul dengan Jimmy, Yuri masih tetap semangat untuk berlatih.
Untuk pertama kalinya ia memilih teater yang jauh dari karakter Yuri yang demam panggung dan juga tidak memiliki keahlian berakting. Terlebih walau dia terbilang anggota baru, dia sudah terpilih untuk mengikuti lomba.
Seminggu sudah mereka resmi menjadi siswa TBC School. Kelas Yuri kedatangan satu murid pindahan. Gadis manis dengan rambut panjang terurai.
"Wih, cantiknya." Ucap Kenzie begitu melihat sosok murid baru.
"Ri, sepertinya kamu lebih baik pindah deh duduknya ke si Kevin." Lanjut Kenzie sambil mendorong-dorong Yuri.
"Apa sih Ken? Kalau mau kamu saja yang pindah sana!" Yuri membalas mendorong Kenzie hingga terjatuh.
Saat murid baru mencari bangku kosong, Yuri menunjuk bangku di sebelahnya. Gadis itu tersenyum dan berjalan ke arah Yuri.
Melihat murid baru ke arah Yuri, Kenzie langsung merapikan barangnya dan pindah ke bangku sebelah Kevin.
"Hai, aku Yuri." Sebelum memperkenalkan dirinya, Yuri merasa malu. Tapi, ia ingin punya teman seperti Jessy yang hari pertama saja sudah punya teman dan dalam waktu seminggu dia sudah punya banyak teman bahkan sudah berteman dengan kakak kelas. Sedangkan dirinya baru kenal dengan Kenzie. Itupun mereka sudah saling kenal sejak kecil.
"Hai, aku Marsha. Salam kenal." Gadis itu membalas Yuri sambil tersenyum.
Semakin hari, Marsha dengan Yuri semakin akrab. Bahkan mereka sering bercanda bersama Kevin dan Kenzie.
Sudah sebulan Kenzie mulai sibuk dengan teman barunya yang lain. Tapi, di kelas Kenzie masih saja suka jahil pada Yuri.
"Kalian berdua itu ribut terus ya. Gak capek apa ribut terus?" Ucap Marsha saat kerja kelompok.
"Sha, pusing ya? Sama aku juga pusing. Sejak awal masuk sekolah, mereka tuh ribut mulu." Sahut Kevin.
"Hah? Awal masuk sekolah? Jadi kalian sudah saling kenal?" Tanya Marsha.
"Ya, dulu kita satu sekolah saat SD." Jawab Yuri.
"Dan sialnya, aku malah bertemu dia lagi." Lanjutnya.
Marsha selalu berbagi cerita dengan Yuri. Begitu juga Yuri, dia menceritakan soal perasaannya dengan kakak kelas yang bernama Jimmy.
"Alah, kayak gitu aja di sukai. Kayak dia suka saja sama kamu." Kenzie ikut nimbrung dengan Yuri dan Marsha.
"Cemburu tuh Ri." Balas Marsha.
"Ih, malas banget. Ketahuan Jessy tuh, cantik, manis, pintar." Kenzie memuji Jessy.
Yuri dan Marsha kembali memperhatikan guru yang sedang menjelaskan materi di depan mereka.
Sesekali, Yuri bertanya pada Marsha. Memang, Yuri bukan anak yang rajin dalam pendidikan. Bahkan nilai-nilai Yuri terbilang minim sekali.
Beruntung Yuri duduk bersebelahan dengan Marsha yang pintar dalam segala mata pelajaran. Sehingga Yuri suka menyalin atau bertanya pada Marsha.
Yuri yang sudah mengantuk mendengar guru kimia menjelaskan materi di kagetkan oleh Kenzie.
"Pak, Yuri katanya mau coba menjawab!" Teriak Kenzie sambil melirik Yuri.
"Ah, engga pak." Jawab Yuri. Teman sekelas semua tertuju menatap Yuri.
"Biar saya saja Pak." Ucap Jessy sambil berdiri dan berjalan ke depan.
Yuri terselamatkan oleh Jessy. Namun, ada perasaan iri pada Jessy yang pintar. Sedangkan dirinya tidak sepintar Jessy dan Marsha.
Saat jam istirahat, Yuri melihat Jessy sedang asik mengobrol dengan Kakak kelas dan juga dengan Jimmy. Rasa iri Yuri pada Jessy semakin meningkat. Beruntungnya Jessy bisa akrab dengan orang yang Yuri sukai. Sedangkan Yuri hanya bisa mengaguminya dalam diam.
"Aku rasa Jessy juga suka dengan Kak Jimmy." Kata Marsha berbisik ke Yuri.
"Yah, mau Jessy suka atau tidak. Apa boleh buat? Kak Jimmy gak akan melirik aku. Apalah aku jika di bandingkan dengan Jessy." Jawab Yuri.
Hari semakin berlalu, Yuri semakin memiliki banyak teman dari ekskul teaternya. Hari perlombaan pun semakin dekat. Yuri sudah mulai menguasai naskahnya.
Yuri bersama anggota ekskul Teater, mulai mendatangi kelas-kelas untuk meminta dukungannya dan mengajak mereka untuk menonton penampilan mereka.
Saat memasuki kelas lain dan kelasnya, Yuri masih terasa santai. Tapi, begitu ia sampai di depan kelas orang yang ia kagumi, jantungnya berdebar sangat kencang. bahkan ia tak mampu menggerakkan kakinya untuk masuk ke dalam kelas.
"Hem, tunggu sebentar ya." Ucap salah satu anggota ekskul Teater.
"Yuri, ayo sini masuk!" Ketua teater menarik Yuri untuk masuk ke kelas Jimmy.
Selama di dalam kelasnya Yuri hanya bisa menundukkan kepalanya. Jangankan menatap Jimmy, mengangkat kepalanya untuk mencari dimana ia duduk saja Yuri tidak berani.
Setelah berkeliling, Kini Yuri berada di kelasnya. Berhubung Yuri perwakilan dari kelasnya, ketua Teater meminta Yuri untuk menyampaikan penampilan mereka.
Kenzie terus menatap Yuri sambil senyum-senyum untuk membuat Yuri gugup. Tapi ternyata salah, kini Yuri sudah berani tampil di depan kelasnya. Bahkan ia berani menatap teman-teman di kelasnya.
"Yuri pasti perannya jadi pohon ya? Atau jadi batu?" Celetuk Kenzie usai mendengar penjelasan dari Yuri.
"Yang pasti Yuri berperan aktif dalam drama ini. Makanya ayo dong, kaliankan teman sekelasnya nih. Wajib ya nonton penampilan kami. Penasaran kan Yuri berperan sebagai apa? Makanya jangan lupa beli tiketnya ya." Jawab ketua teater.
Sebelum keluar dari kelasnya, Yuri sempat memeletkan lidahnya untuk meledek Kenzie. Kenzie berpura-pura untuk tidak melihat Yuri. Dalam umpatnya, Kenzie tersenyum manis.
Cukup mereka mengunjungi setiap kelas, kini Yuri kembali ke kelasnya. Ia tersenyum pada teman sebangkunya "Marsha".
"Ri, kamu jadi apa sih?" Tanya Marsha.
"Ini, tiket spesial untuk kamu." Yuri memberikan tiket drama.
"Wah, ada dua?" Tanya Marsha.
"Iya, berhubung acaranya malam Minggu, jadi bisa sambil pacaran." Jawab Yuri.
"Huhu, aku kan baru putus Ri." Marsha memeluk Yuri.
Yuri membalas pelukan Marsha. Tanpa mereka sadari, tatapan mata Pak Sutra tajam menatap Yuri dan Marsha.
"Hem." Pak Sutra berdehem. Kenzie mendorong-dorong kursi Yuri.
"Sudah pelukannya? Sudah curhatnya? Kalau kurang, kalian bisa gantikan saya di depan sini." Yuri dan Marsha kembali terdiam dan menundukkan kepalanya.
Jam pulang sekolah tiba, Marsha masih menemani Yuri sampai Yuri mulai ekskulnya. Sambil menunggu, mereka menyalakan musik kesukaan mereka.
"Ah gila, aku suka banget nih pas bagian ini." Ucap Yuri.
Na~ Na~ Na~
Yuri bersenandung menyanyikan bagian reff nya. Marsha terkejut mendengar suara Yuri saat bernyanyi.
"Wow, suara kamu bangus banget Ri!" Sanjung Marsha.
"Ri, Kak Jimmy lewat tuh." Bisik Marsha.
"Dia kesini Ri!" Jantung Yuri semakin berdetak kencang.
Jimmy dengan kedua temannya masuk ke kelas Yuri. Dengan senyuman manisnya Jimmy menghampiri Yuri.
"Aku dengar tadi ada yang sedang nyanyi ya?" Tanya Jimmy. Wajah Yuri semakin memerah.
"Tadi bagus loh suaranya. Kebetulan, kita sedang mencari vokalis perempuan." Lanjutnya.
Yuri masih tidak berani untuk menatap Jimmy. Ia masih tetap menunduk dan tak berani mengangkat wajahnya. Sementara Marsha hanya diam melihat temannya seperti itu.
"Ah iya Ri, sepertinya sudah mulai tuh ekskul kamu. Aku juga harus pulang." Sahut Marsha.
"Maaf Kak, kami duluan ya!" Marsha menarik tangan Yuri untuk keluar menjauh.
Sampai di bawah tangga, Marsha berhenti dan melepas genggamannya. Marsha tertawa melihat Yuri yang masih terdiam.
"Udah kali Ri, ya ampun kamu lucu banget sih. Sampai gak berani natap dia gitu. Kalau orang yang gak tahu pasti mengira kamu sedang di bully." Lanjut Marsha.
"Aku malu Sha, aku gak tau kenapa seperti ini." Jawab Yuri.
"Gimana dia mau tau perasaan kamu, kalau kamu diam begini? Keburu Jessy yang dapati dia." Marsha menyenggol Yuri.
Yuri kembali memikirkan dirinya. Benar juga, saat ini ia harus bersaing dengan teman sekelasnya yang bernama Jessy.
Bagaimanapun, jika di bandingkan dengan Jessy, dia tidak ada apa-apanya. Istilahnya, lebih baik menyerah sebelum ke Medan perang daripada harus menyerah saat di Medan perang.
"Biarlah Sha, lagi juga kalau saingan aku Jessy sudah pasti kalah." Ucap Yuri.
Yuri mulai masuk ke ruang teater dan Marsha sudah pulang begitu Yuri mulai ekskul teaternya.
***
Hari yang di nanti para pemain drama, seluruh anggota teater yang terlibat sudah siap untuk tampil.
Yuri kembali tidak percaya diri. Ia memang demam panggung. Tapi, demi dapat di perhatikan oleh Kakak kelasnya, Yuri masuk ke ekskul Teater dan ikut berperan aktif.
Di belakang panggung Yuri mulai menenangkan pikirannya. Tangannya mulai berkeringat dingin.
"Semangat Yuri!" Ucap ketua teater yang tidak ikut berperan.
"Kamu gak lupakan? Tarik napas, keluarkan perlahan. Lakukan itu terus ya Ri, jangan khawatir, semua akan berjalan dengan lancar." Ketua OSIS tersebut memberi semangat untuk Yuri.
Waktu sudah mendekati waktunya mereka tampil. Penonton sudah mulai ramai, para juri juga sudah berada di tempat mereka.
Yuri dengan yang lainnya mulai memasuki panggung. Mereka mulai menempati posisi mereka masing-masing. Berhubung kali ini adalah drama musikal yang mereka tampilkan. Jadi tidak langsung masuk semua.
Yuri mulai menjalani aksinya berdendang sambil bersenandung. Begitu juga dengan yang lain secara bergantian.
Penampilan mereka pun telah usai. Banyak yang memberikan tepuk tangan. Bahkan beberapa juri juga memberikan tepuk tangan.
Di belakang panggung Yuri masih tidak menyangka dengan dirinya yang sudah mulai ia kuasai.
Yuri dan yang lain langsung berganti pakaian dan langsung pulang. Ternyata Marsha sudah menunggunya di luar. Yuri menghampiri Marsha yang sedang berdiri menunggu dirinya.
"Yuri!" Teriak Marsha.
"Kamu keren banget tadi, suara kamu bagus gak kalah dengan yang lain." Lanjutnya memuji Yuri.
"Kamu kesini sama siapa?" Tanya Yuri. Marsha mencari-cari sosok yang bersamanya.
"Ah itu dia, Ken!" Teriak Marsha.
"Kenzie?" Tanya Yuri.
Yuri mulai kesal melihat Kenzie. Sedangkan Kenzie seakan ia tidak melihat wajah kesal Yuri.
"Kirain kamu bakal jadi pohon atau batu gitu." Sahut Kenzie yang berada di sampingnya.
**Flashback**
Kenzie menunggu Marsha di depan gerbang sekolah. Beruntungnya Marsha sedang tidak bersama dengan Yuri. Ia langsung keluar dari mobilnya dan mencegat tepat di depan Marsha. Seketika Marsha menekan remnya.
"Kenzie?! Apaan sih kamu? Untung gak ketabrak." Marsha terkejut dengan munculnya Kenzie secara tiba-tiba.
"Sha, aku boleh bagi satu tiketnya gak?" Tanya Kenzie. Marsha diam tak menjawab.
"Aku bayar tiga kali lipat." Kenzie mengeluarkan uang yang ada di dompetnya.
"Boleh, kamu pasti mau lihat Yuri ya?" jawab Marsha
Kenzie terdiam sesaat sambil tersenyum. Marsha di buat bingung dengan Kenzie yang tiba-tiba tersenyum sendiri.
"Ih, ngapain juga. Aku mau lihat gebetan aku yang juga ikut ekskul Teater." Kenzie membantah Marsha. Kebalikan dengan Kenzie, kini Marsha yang tiba-tiba tersenyum sendiri.
Marsha mengambil tiketnya di dalam tas dan memberinya satu tiket untuk Kenzie dengan harga tiga kali lipat.
**Flashback Off**
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!