NovelToon NovelToon

Istri Untuk Reyhan

Bab 1

Beberapa tahun sudah berlalu, Mesya dan Meysi kini sudah beranjak dewasa.

Semua waktu Reyhan hanya untuk kedua adiknya dan juga bisnisnya, bahkan hingga saat ini tidak ada waktu untuk mencari istri.

Setiap harinya, ia di sibukkan mengurus bisnis besar peninggalan eyang Dira dan juga mengurus bisnis mendiang Papanya Erwin.

Setahun kepergian eyang Dira karena sakit, di susul oleh Papanya Erwin meninggal karena sakit jantung.

Makam mereka bersampingan dengan makan mamanya yaitu Annisa.

Sedangkan Oma dan Opanya juga sudah meninggal, karena kecelakaan pesawat.

Reyhan sempat terpuruk, karena dalam tiga tahun berturut-turut orang yang ia sangat sayangi pergi meninggalkan mereka untuk selamanya.

Kini Aunty Sifa dan Nadia yang menjadi orang tua mereka, memberikan kasih sayang pada mereka bertiga terutama saat itu kedua adik kembarnya yang masih duduk di bangku sekolah dasar.

Hari ini adalah hari pernikahan Mesya, saudari kembar Meysi. Sedangkan Meysi, jangankan berpikir untuk menikah, mempunyai pacar dirinya enggan.

Karena pernah mempunyai kekasih, yang selalu mengatur dirinya bahkan over protektif Meysi yang mempunyai rambut pendek, baju selalu kedodoran dengan gaya sedikit tomboinya.

Berbeda dengan Mesya yang sangat anggun, masih betah dengan rambut panjangnya sama seperti dulu.

Aunty Sifa berulang kali membangunkannya, akan tetapi tidak pergerakan sedikitpun dari Meysi.

Sebenarnya Meysi ikut bersama kakaknya menetap di rumah nenek Dira, akan tetapi hari ini pernikahan kembarannya. Sifa ingin Meysi berdandan agar terlihat cantik di pernikahan kembarannya.

Karena untuk berdandan, Meysi paling sulit di bujuk.

“Ya ampun Syi, aunty cape bangunin kamu! Aku akan menghubungi Kakakmu, kalau kamu belum bangun juga!” ancam Sifa beranjak dari tempat tidur.

“Huam ... masih ngantuk sekali,” keluh Meysi dengan suara paraunya.

“Cepat bangun! Kamu kan tahu, hari ini adalah pernikahan Kakakmu Mesya, kenapa susah sekali untuk bangun. Lihat, kakakmu Reyhan hampir dua puluh kali menghubungimu!”

“Dia adikku, bukan kakakku!” protes meysi karena dirinya tidak ingin di panggil adik oleh Mesya.

“Huft ... terserah kau lah! Cepat mandi!”

“Iya, iya bawel!”

“Apa kamu bilang?! Katakan sekali lagi!” menatap keponakannya dengan tajam.

“Hehehe ... maaf aunty yang cantik, aku hanya bercanda.”

Meysi beranjak dari tempat tidur setengah berlari, karena melihat tatapan Sifa.

“Kapan kamu bisa mempunyai kekasih kalau begini caranya, dasar singa betina!”

Sifa menggeleng tapi bibirnya tersenyum.

“Lihat Mi, cucu Mami sekarang sudah sangat besar. Bahkan hari ini pernikahan kembarannya, begitu cepat ya berlalu Mi dan begitu cepat juga Mami meninggalkan kami,” gumam Sifa dalam hati mengingat almarhum maminya.

*

*

*

Ijab Kabul di mulai, pengucapan yang sangat lancar.

Suara bergema di ballroom tersebut, dengan serentak mengucapkan kata sah dan disambut dengan tepuk tangan yang meriah.

Reyhan menitikkan air mata, adik yang ia sayang sudah menikah, begitu cepat ia tumbuh besar.

“Kakak kenapa? Menangis?” tanya Meysi tanpa sengaja melihat sang kakak menghapus air matanya.

“Tidak,” sahut Reyhan cepat.

Meysi memeluk kakaknya, ia juga berusaha agar air matanya tidak jatuh.

“Kak, aku kangen Papa.”

Deg!

Disaat Meysi berkata seperti itu, selalu membuat hati Reyhan teriris.

“Doakan Papa disana agar tenang ya Sayang,” ucap Reyhan Lembut.

Meysi mengangguk.

Tak lama, Mesya menghampiri mereka. Lalu melekuk Reyhan.

“Kak, terima kasih atas segalanya yang telah kakak berikan pada kami, terutama aku. Kasih sayang Kakak tidak pernah kurang sedikitpun, walau Mama dan Papa sudah tiada. Terima kasih sudah merestui pernikahanku Kak,” ujar Mesya dengan suara bergetar menahan tangis.

“Sayang. Kamu tidak perlu berterima kasih, karena itu sudah tugas Kakak menjaga adikku. Bina rumah tangga kalian sebaik mungkin, jangan mengecewakan kakak.”

Reyhan memeluk kedua adiknya, lalu mencium pucuk kepala mereka secara bergantian.

Semua orang yang menatap mereka ikut terharu, bahkan ada yang menangis. Nadia contohnya, istri dari Dion.

Ia menangis dalam pelukan suaminya, Dion mengusap punggung istrinya.

Dion sangat tahu, perjuangan Reyhan mengurus kedua adiknya dan juga bisnis mereka yang sedang naik daun.

Reyhan melepaskan pelukannya.

“Pergilah duduk disana. Semua tamu sudah menunggu untuk memberimu selamat,” ujar Reyhan lembut.

Sebelum adiknya pergi dari hadapan kakaknya, Reyhan meninggalkan kecupan di kening adiknya untuk terakhir kalinya.

Setelah ini, ia harus meminta izin pada suami adiknya terlebih dahulu.

Cukup drama yang menguras air mata, kini terdengar musik yang menggelegar.

“Aunty,” panggil Meysi pada Sifa yang duduk tengah makan bersama suami dan kedua putranya.

“Ada apa? Apa Meysi mau makan, biar aunty suapi.”

“Tidak. Bukan itu,” sahut Meysi.

“Apa bulu matanya sudah boleh di lepas, gatal mataku!” protes Meysi.

Sifa langsung menatap tajam keponakannya.

Suami Sifa terkekeh mendengar penuturan Meysi yang meminta izin untuk melepaskan bulu mata palsunya.

“Tidak boleh ya,” ujar Meysi melihat tatapan tajam aunty nya.

“Eh Cakra, kamu tampan sekali,” puji Meysi pada adik sepupunya, yaitu anak bungsu dari Sifa. Ia sengaja memuji adik sepupunya agar mengalihkan tatapan tajam Sifa.

“Kakak juga cantik,” puji Cakra sambil menahan senyumnya.

“Masa? Siapa dulu dong yang mendandaniku.” Memainkan kedua alisnya melihat Sifa.

“Iya kan aunty yang paling cantik, dengar tidak apa yang putramu katakan?”

“Hm ...” deham Sifa melanjutkan makannya.

“Disini gerah sekali, aku kesana dulu Om, aunty. Dah Cakra,” pamit Meysi.

Suaminya Sifa hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah keponakan dari istrinya tersebut.

“Kamu menyebutnya singa betina, bukan?” tanya suaminya pada Sifa.

“Seharusnya julukan singa betina itu pantas untukmu, karena kamu lebih galak pada dia,” tutur suaminya sambil terkekeh.

“Hahaha ... sebenarnya julukan singa betina itu sudah pantas untuknya, aku hanya pawangnya saja,” sahut Sifa terkekeh.

Julukan singa betina pada Meysi adalah, karena Sifa pernah melihat Meysi memarahi preman yang memaksa minta uang pada pedagang kaki lima.

Hingga nyali preman itu menciut karena di bentak olehnya dan dari situ, Sifa menjuluki Meysi dengan singa betina.

*

*

*

Terima kasih banyak sudah memberi semangat author.

Oh ya, sebelum kalian membaca cerita ini, di wajibkan membaca karya author yang berjudul Rindu Pelukanmu. Karena cerita ini adalah, kelanjutan dari cerita tersebut dengan judul yang berbeda.

Bab 2

Meysi menatap sang kakak dari kejauhan, usia Reyhan saat ini sudah menginjak 36 tahun.

Namun, dirinya tidak pernah melihat sang kakak menggandengkan wanita atau mengajaknya ke rumah.

Sehingga dirinya menatap heran, apakah sang kakak masih menyukai perempuan.

Namun, netranya tertuju pada wanita cantik bertugas untuk mengambil piring bekas tamu selesai makan.

“Wanita itu sangat cantik, cantiknya alami banget” gumamnya dalam hati.

Kini netranya tertuju pada wanita yang baru datang, wanita yang sangat ia kenal yaitu Clara.

Wanita yang mencoba mendekati kakaknya melalui dirinya, bahkan pernah meminta tolong kepada Meysi agar bisa memilik kakaknya. Namun, saat itu Meysi langsung menolak.

“Hah! Wanita ini, siapa yang mengundangnya datang ?!” kesalnya dalam hati, karena melihat wanita itu dengan sengaja menempel pada Kakaknya.

Netranya kembali ia mencari wanita yang ia lihat sebelumnya, akan tetapi wanita itu sudah menghilang.

“Cepat sekali perginya,” gumam Meysi sambil celingukan.

“Cari siapa?” tanya Reyhan yang baru datang langsung duduk di depannya.

“Hah, tidak mencari siapa-siapa.” Dengan wajahnya yang tidak bersalah.

“Kenapa kakak tidak menemani wanita itu,” Ujarnya menunjuk wanita yang tadi dengan memonyongkan bibirnya.

“Tidak,” sahut Reyhan singkat.

“Kenapa?”

“Kamu tanya? Kamu bertanya-tanya,” Ujar Reyhan terkekeh.

“Hih, kakak gak jelas banget!” gerutu Meysi melihat kakaknya.

“Aku ingin menemani adikku yang duduk sendirian disini. Tapi, sepertinya kamu sedang mencari seseorang. Siapa?” tanya Reyhan menatap curiga.

“Lihat deh, Kak. Mesya sangat bahagia ya Kak,” ujarnya mengalihkan pembicaraan.

“Iya, Kakak sangat bahagia melihatnya. Tidak ada yang lebih bahagia, selain melihat kalian semua bahagia dengan pasangan kalian.”

“Aku bahagia Kak. Tapi, Kakak juga harus memikirkan masa depan Kakak.”

“Kalian lah masa depanku,” tutur Reyhan lembut.

“Memangnya, Kakak tidak ingin mempunyai pewaris? Setelah kami semua menikah, bagaimana dengan Kakak? Apakah masih ingin sendirian?”

“Kakak, kami sudah dewasa. Sudah saatnya kakak mencari pendamping hidup, untuk menemani hari tua kakak,” ujar Meysi.

Reyhan hanya tersenyum menanggapinya.

“Kak, kok malah tersenyum sih!” kesalnya melihat Reyhan hanya tersenyum menanggapinya.

“Jadi, maunya Kakak harus bagaimana? Harus berdansa begitu,” ejek Reyhan.

“Ish ... aku serius Kak. Apa mau aku carikan?” usul Meysi.

Reyhan hanya tersenyum, bahkan ia tidak menganggap serius ucapan adiknya.

“Kak, aku serius,” menatap bola mata Reyhan.

“Aku yang carikan ya,” usul Mey.

“Hm ... baiklah. Kakak tunggu, carilah sesuai apa yang kamu inginkan.”

Sambil tersenyum, lalu beranjak dari tempat duduknya menemui temannya yang baru saja datang.

“Baiklah, asal jangan menolaknya,” ujar Meysi setengah berteriak.

Reyhan hanya tersenyum menanggapinya, dirinya berpikir jika Meysi hanya asal bicara hingga dirinya tidak terlalu serius menanggapi ucapan adiknya tersebut.

Meysi tersenyum bahagia, mendengar tutur kakaknya yang mau menikah. Kini pekerjaan besar untuknya mencari jodoh untuknya.

“Woi ...” teriak Vina sahabatnya tepat di daun telinganya.

“Ih ... apaan sih!” kesal Meysi.

“Widih ... tumben kamu dandan? Tapi, cantik juga sih,” puji Vina.

“Hm ... gak betah, tahu! Mataku terasa sangat gatal, bingung cara garuknya.”

Vina terkekeh mendengarnya.

“Kamu sendiri?” tanya Meysi melihat sahabatnya hanya datang sendirian.

“Iya, lah. Lagi jomblo,” ketus Vina.

“Mampus ... hahaha! Makanya jangan suka menghina orang yang lagi jomblo, kena karma kan!” Meysi tertawa puas.

Membuat Vina sahabatnya semakin kesal padanya.

Sifa menatap keponakannya itu yang terlihat tertawa bahagia, bercanda dengan sahabatnya. Ia menyunggingkan senyum di bibir ranumnya.

Meysi mengajak sahabatnya untuk makan, sambil berbincang hangat.

“Mey, kamu serius makan sebanyak ini?” tanya Vina melihat Meysi mengambil beberapa makanan.

Meysi mengangguk serius, ia sengaja mengambil banyak makanan. Berharap wanita yang ia melihat pertama kali tadi mengambil piring kotor di mejanya.

“Gila sih!” Vina menggaruk kepalanya yang tidak gatal melihat tingkah sahabatnya. Ia tidak habis pikir dengan tingkah laku Meysi yang amish seperti anak-anak yang baru beranjak dewasa.

Mereka bersahabat sudah cukup lama, sejak duduk di bangku sekolah menengah atas.

Berbeda dengan Mesya kembaranya, yang sedikit tertutup. Bahkan tidak mempunyai banyak teman, seperti Meysi.

Cukup lama Meysi menghabiskan makanan, karena terpaksa harus menghabiskan semuanya.

Wanita yang ia tunggu datang menghampiri meja mereka.

“Aku sudah kenyang,” ujar Meysi sambil nyengir kuda.

“Mustahil banget jika kamu belum kenyang, makan sebanyak ini! Apa perutmu karet?” ejek Vina.

“Maaf, permisi. Saya mau mengambil piring kotornya, apa sudah selesai?” tanya wanita tersebut dengan ramah.

Tanpa sengaja wanita tersebut menyenggol gelas yang berisi jus orange tersebut, hingga tumpah tepat mengenai pakaian Meysi.

“Astaga, mbak. Kerja yang benar dong!” sambil menggosok jus tersebut di gaunnya, dengan menggunakan tisu.

Karena pakaian Meysi serba putih, hingga tampak jelas terlihat nodanya.

“Aduh, Nona. Maaf, saya tidak sengaja. Mari saya bantu bersihkan Nona,” Ujarnya mengambil beberapa tisu.

“Hum ... tidak perlu. Mey, bersihkan pakaianmu di toilet. Itu hanya noda, jangan membuat masalah jadi besar!” ujar Reyhan karena mendengar suara Meysi setengah berteriak tadi, hingga membuat sebagian orang menatap mereka.

Reyhan segera meminta adiknya untuk membersihkan gaunnya ke toilet.

“Saya bantu Nona.”

“Hm ... iya,” sahut Meysi beranjak dari tempat duduknya.

Di dalam kamar mandi, wanita tersebut masih membersihkan gaun Meysi dengan kain kecil, ia menggosokkan untuk mengurangi nodanya.

“Ini baju mahal! Kamu harus menggantinya!”

Wanita tersebut hanya bisa menelan saliva kasarnya.

“Be-berapa, Nona?” tanyanya dengan suara yang terbata-bata.

“Aku akan mengirim berapa nominalnya ke nomor ponselmu. Berapa nomornya?” tanya Meysi mengambil ponselnya.

Wanita tersebut mengangguk, lalu menyebutkan nomor ponselnya.

“Siapa namamu?”

“Zahra, Nona.”

“Oke, baiklah. Aku akan menghubungimu besok, sekarang kamu kembali bekerja.” Karena melihat Zahra sudah selesai membersihkan noda yang ada di gaunnya.

“Iya, Nona. Terima kasih banyak, saya permisi,” sahut wanita itu berlalu meninggalkan dirinya.

Meysi tersenyum penuh kemenangan, karena sudah mendapatkan nomor wanita tersebut.

Meysi kembali ke tempat acara pernikahan kembarannya, senyum di bibir ranumnya belum pudar sejak keluar dari toilet.

“Semoga saja dia belum menikah. Aku sangat berharap sih,” gumamnya duduk di kursinya.

Vina mengernyit heran, lalu meletakkan tangannya di kening sahabatnya.

“Kenapa berbicara sendiri? Seperti orang tidak waras!” celetuk Vina, sejak kembali dari toilet ia melihat Meysi yang tersenyum sendiri.

Meysi hanya nyengir kuda memperlihatkan gigi putih yang rapi itu, Vina hanya menggelengkan kepalanya pelan.

Selesai acara resepsi pernikahan, semua orang pulang ke rumahnya masing-masing. Kecuali pengantin baru, mereka menginap di hotel tersebut selama dua malam.

Meysi sudah tidak tahan lagi melangkah menggunakan high heelsnya, ia terbiasa memakai sepatu ketika hendak bepergian karena menurutnya terasa sakit jika jalan-jalan menggunakan high heels.

Bruk !

Meysi terjatuh karena high heels yang ia kenakan, padahal high heels yang tersebut tidak terlalu tinggi.

“Loh, kenapa Mey? Ngantuk?” tanya Reyhan membantu adiknya agar kembali berdiri.

“Huh ... menyusahkan sekali!” gerutu Meysi melepaskannya dari kakinya.

Sifa yang melangkah belakangan terkekeh melihat keponakannya yang kesulitan melangkah menggunakan high heels tersebut, padahal Sifa memilih untuk keponakannya tersebut tidak terlalu tinggi sama seperti yang ia pakai.

Bab 3

“High heels sialan! Aku terjatuh olehnya!” umpat Meysi.

“Mulai saat ini, aku tidak akan pernah menyentuhmu lagi!” kesalnya sambil melangkah.

Reyhan hanya terkekeh mendengar umpatan adiknya tersebut.

“Sudah cukup marah-marahnya! Apa kamu tidak lelah sejak tadi marah-marah?!” Ujar Reyhan sambil menggandeng tangan adiknya tersebut.

Setiba di mobil, Reyhan dan Meysi berpamitan lebih dulu pada keluarganya.

Dalam perjalanan pulang, Reyhan banyak diam tidak seperti biasanya.

“Kakak melamun. Apa yang sedang Kakak pikirkan?” tanya Meysi penasaran, karena sejak masuk ke dalam mobil terlihat Reyhan yang banyak diam.

Reyhan hanya menggelengkan kepalanya pelan.

Kembali hening, Meysi duduk sendiri di kursi belakang. Sedangkan kakaknya, duduk di depan di sebelah sang sopir.

Meysi menatap arah luar jendela, berulang kali ia mengenal nafas berat, ada perasaan sedih harus berpisah kembarannya.

Sama halnya dengan Reyhan, ia harus berpisah pada adik kesayangannya. Mungkin akan jarang sekali bertemu, mengingat jarak rumah mereka dan Reyhan yang cukup jauh.

Meysi dan Reyhan berusaha menutupi kesedihan mereka masing-masing.

*

*

*

Sementara itu, Mesya baru saja keluar dari kamar mandi dengan pakaian tidur.

Sang suami terlihat berbaring di tempat tidur sambil memijit pelipis nya yang terasa pusing.

“Yank, bersihkan badannya dulu, setelah itu istirahat,” ujar Mesya sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah dengan menggunakan handuk.

“Hah, iya.”

Pria yang baru saja menjadi suaminya tersebut, beranjak dari tempat tidur melangkah menuju ke kamar mandi.

Selesai mengeringkan rambutnya, Mesya mengambil ponselnya untuk mengirim pesan pada Meysi kembarannya dan juga kakaknya.

Ting!

Suara pesan masuk, bukan dari ponsel miliknya. Melainkan dari ponsel milik suaminya.

Ponsel tersebut tergeletak di tempat tidur, dan layarnya menyala menandakan ada pesan masuk.

Mesya sekilas melihat layar ponsel yang menyala milik suaminya, tidak ada nama. Akan tetapi emoji love tertera di layar ponsel tersebut.

Ingin Mesya mengambil ponsel milik suaminya, karena penasaran siapa yang mengirimnya pesan.

Namun, terlambat suaminya terlebih dulu keluar dari kamar mandi.

Mesya langsung berpura-pura melihat ponselnya dan duduk di tepi kasur.

“Sudah selesai?” tanya istrinya basa basi.

“Iya, seperti yang kamu lihat.”

Mesya hanya mengangguk mendengar jawaban suaminya.

Mereka bersama hampir tiga tahun sebelum memutuskan untuk ke jenjang yang lebih serius.

Pertemuan pertama kali mereka, saat suaminya berkunjung ke kantor Kakaknya untuk mengajak bekerja sama.

Namanya, Indra Wijaya Pratama, merupakan anak tunggal.

Namun, pertemuan pertama mereka membuat mereka saling jatuh cinta.

“Cepe ya?” tanya Mesya melihat suaminya sudah mulai berbaring di tempat tidur.

“Huft ... iya, badanku sangat lelah.”

“Mau aku pijat?” tanya Mesya menawarkan diri.

“Hm ... boleh. Jika kamu bisa, tapi jangan sampai tulangku patah semua,” ujar sambil terkekeh.

Mesya hanya tersenyum menanggapinya.

“Oh ya, Sayang. Ponselmu berbunyi, sepertinya ada yang mengirimmu pesan,” tutur Mesya.

“Oh ya?” tanya Indra melihat ponsel miliknya.

Dan Benar saja, memang ada pesan yang masuk ke ponsel miliknya.

“Siapa?” tanya Mesya karena sangat penasaran siapa yang mengirim pesan pada suaminya, dengan nama emoji Love.

“Mama,” sahutnya.

Bahkan Indra memperlihatkan pesan tersebut pada istrinya, Mesya sekilas membacanya memang sang Mama mertua yang mengirim pesan pada mertuanya.

Mesya menghela nafas lega, karena apa ia pikirkan tidak benar.

“Ada apa dengan Mama?” tanya Mesya.

Indra belum menjawab pertanyaan istrinya, Mesya menatap ponsel tersebut sudah di nonaktifkan oleh pria yang baru saja menjadi suaminya tersebut.

“Kenapa di nonaktifkan?” tanya Mesya melihat suaminya meletakkan ponselnya di nakas.

“Karena aku ingin berdua denganmu. Agar tidak ada yang mengganggu kita di malam pertama kita,” goda Indra menarik Mesya hingga terjatuh ke atas tubuhnya.

Dekapan hangat setelah menikah itu sangat berbeda, Indra mencium aroma tubuh istrinya yang begitu sangat wangi. Berulang kali Indra mencium bahu polis istrinya, hingga membuat Mesya geli.

“Bagaimana, apa kamu sudah senang kita menikah?” bisik Indra dengan mata yang sudah sayu menahan sesuatu, di tambah lagi aroma tubuh yang begitu menyeruak.

Mesya mengernyit heran dengan pertanyaan yang di lontarkan oleh suaminya, ia berpindah dari atas tubuh suaminya.

“Kenapa bertanya seperti itu? Apakah kamu tidak bahagia dengan pernikahan ini?” lirih Mesya tanpa menatap sang suaminya.

“Jangan salah paham Sayang, bukan seperti itu yang aku maksud. Maaf, sepertinya aku salah bicara.” Berusaha membujuk istrinya yang terlihat cemberut.

“Aku bahkan sangat bahagia bisa menikah denganmu,” imbuhnya sambil menarik istrinya ke dalam pelukannya.

“Yakin? Apa ada yang kamu tutupi dari aku, Mas? Kita sekarang sudah menjadi suami istri, aku sangat berharap tidak ada yang kita tutupi,” tanya Mesya, merasa ada yang di sembunyikan oleh suaminya.

“Tidak ada. Tapi ....” Indra menggantungkan ucapannya.

“Tapi apa?” tanya Mesya penasaran.

“Tapi kamu harus berjanji, setelah aku mengatakan ini kamu tidak akan marah.”

Mesya berpikir sejenak, lalu mengangguk.

“Beberapa hari yang lalu, ada seorang wanita yang datang ke rumah. Dia datang membawa seorang anak berusia sekitar tiga tahun, ia mengaku jika anak itu adalah putraku. Tapi, aku sangat yakin jika anak itu bukanlah darah dagingku!”

“Sebenarnya, kami pernah menjalin hubungan selama tiga bulan saja. Tapi, aku sangat yakin! Jika kami tidak pernah melakukan hubungan di luar batas!”

Mesya terdiam, ia hampir mengeluarkan air matanya.

Mesya termasuk wanita yang cengeng, karena tidak bisa mendengar berita sedih ataupun sejenisnya ia tidak bisa menahan air matanya.

Sangat berbeda dengan kembarannya yang begitu galak, bahkan di juluki singa betina oleh Sifa.

“Sayang. Aku tidak yakin jika anak itu adalah darah dagingku, kita akan tes DNA seminggu lagi. Kamu jangan memberitahu ini kepada siapapun, sungguh ini yang membuatku pusing beberapa terakhir ini!” imbuhnya.

“Apa kamu percaya padaku?” tanya Indra berharap pada istrinya percaya padanya.

Mesya mengangguk.

“Aku tidak mau menutupinya darimu, aku harus memberitahumu sebelum kamu salah paham.”

“Kamu harus melakukan tes DNA, Mas. Jika memang benar dia darah dagingmu, rawat saja dia. Aku siap untuk merawatnya.”

“Sstt ... ini belum pasti, aku sudah katakan. Aku belum pernah tidur dengan wanita manapun, kecuali aku mabuk tanpa sadar.”

“Maaf,” lirih Indra.

Awalnya Mesya kecewa, tapi melihat kejujuran suaminya padanya akhirnya Mesya mengerti posisi suaminya saat ini.

Mesya kembali mengangguk.

“Aku akan berada di belakangmu, Mas. Apapun hasilnya nanti,” tutur Mesya.

Indra merasa bersyukur memiliki istri sebaik Mesya, sudah mengerti keadaannya.

Indra kembali menarik istrinya dan mempererat dekapannya.

Karena kedua merasa sangat lelah, seharian penuh untuk menyambut tamu yang hadir di pernikahan mereka.

Mereka tidur dalam keadaan berpelukan, tidak ada aktivitas suami istri yang mereka lakukan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!