Selamat datang di karya keduaKu.
Novel ini adalah sambungan kisah dari Novel sebelumnya yang berjudul (Siapa) Aku Tanpamu.
Agar tidak membingungkan para reader, maka aku saranin kalian untuk membaca "(Siapa) Aku Tanpamu" terlebih dahulu.
Terima kasih🙇
...()...
Sepulang mengunjungi lokasi proyek supermall yang akan ia buat, Zapata mengendurkan dasinya. Teringat malam ini ia akan memenuhi undangan party dari kolega bisnisnya yang diselenggarakan di sebuah club malam ternama di Jakarta.
Sebenarnya ia sudah lama meninggalkan dunia malam, hanya saja karena tak enak dengan kolega bisnisnya ia pun mau tak mau akan datang.
"Halo, Bin ntar malam gue jemput ya? Temenin gue ke Starlight. Itung-itung jadi pengawal guelah biar gak minum. Oke, jam 11 gue jemput".
Zapata menghubungi sahabatnya yang ia beri nama kontak Si Bintang dari gua hantu. Mereka bersahabat sudah sejak lama. Walaupun tubuh Bintang tidak sempurna, tapi nyatanya mereka bisa dibilang saling membutuhkan.
Kehidupan Zapata cukup unik. Tubuh atletis, wajah tampan, dan sempat menjadi pejabat meski ia tergolong yang termuda kala itu. Tapi sebenarnya semua kesempurnaan yang ia miliki justru tidak menjamin dirinya menemukan tambatan hati dengan mudah.
Ia kini terhitung sudah hampir 4 tahun hidup sendiri sadar nasibnya miris tapi tak terima disebut jomblo ngenes. Dari bangun tidur sampai tidur lagi dirinya tak ada yang menemani dan terbiasa menyiapkan semua sendiri.
Ia sendiri heran, mengapa tiap kali dekat dengan perempuan selalu tak nyaman dan akhirnya memilih memutuskan tali silaturahmi sejauh-jauhnya. Tapi, saat ada perempuan yang berusaha mendekatinya Zapata malah merasa tidak suka. Tidak jarang, ia sampai mengaku-ngaku sudah punya kekasih.
***
Zapata telah siap dengan penampilan, kaos polo warna hitam, celana jeans senada dan sepatu dengan garis centang di sampingnya. Wangi tubuhnya sangat mendominasi. Urusan penampilan, tak perlu diragukan.
Lelaki yang tak pernah membiarkan janggut dan kumisnya tumbuh itu selalu totalitas perihal penampilan. Begitupun dengan kriteria calon istrinya kelak. Harus tak kalah rapi dan menarik seperti dirinya.
Zapata melajukan mobilnya menuju kediaman Bibin. Mobil sport keluaran terbaru yang ia beli sejak bulan lalu itu sama sekali hanya ditumpangi Bibin saja. Wanita manapun belum ada yang menaikinya. Mungkin tidak hanya mobil sport yang saat ini ia pakai, melainkan semuanya.
Tiiiiiinn
Zapata membunyikan klakson tepat di depan rumah Bibin.
Bibin terlihat keluar dari rumahnya. Zapata turun dari mobil untuk mempersilahkan Bibin untuk masuk.
"Pamer" ucap Bibin saat dirinya duduk di bangku penumpang. Jangan tanya bagian depan atau belakang, karena mobil Zapata hanya memiliki dua pintu.
"Bukan pamer, gue asal ambil kunci" jawab Zapata terkekeh.
Mereka pun segera menuju club malam yang sudah di booking oleh kolega bisnis Zapata. Sampai disana, tatapan satpam sudah tajam memindai Bibin dari atas hingga bawah. Lalu saat hendak masuk ke dalam club elit tersebut, Bibin sengaja menunjukkan Kartu Tanpa Penduduknya lebih dulu sebelum diminta.
Memang sudah sering hal itu dialami Bibin. Tubuhnya yang persis seperti artis yang bernama Ucok Baba, membuatnya setiap kali hendak masuk ke tempat hiburan khusus dewasa pasti akan mendapat sorot mata yang seperti si satpam tadi lakukan padanya. Tapi Bibin tak pernah mempermasalahkan hal itu. Hidup ini dijalani untuk bersenang-senang, bukan untuk mengurusi hal yang tidak penting, menurutnya.
"Bin, lo geplak tangan gue ya kalo gue nuang minum" titahnya.
"Lo gimana sih? Nahan hawa nafsu yang tahan masing-masinglah. Masa dosa lo jadi urusan gue sih?" tolak Bibin.
"Bin, lo kan tau kita sama-sama udah berhenti nakal. Kalo masih minum ya sama aja. Ayolah Bin, bantu temen lo ini. Tangan sama otak suka gak sinkron nih"
"Ya udah, kalo gue liat gue geplak. Kalo nggak, mungkin udah rejeki lo" jawab Bibin setengah tertawa.
Mereka pun menghampiri kolega Zapata yang telah mengundangnya. Lelaki itu bernama Kaka, seorang pebisnis yang cukup nakal dan dikabarkan sering bergonta-ganti pasangan. Zapata menyalaminya dan hanya berbincang sebentar, karena ia tidak mau duduk berlama-lama disatu meja bersama beberapa perempuan seksi dan sering mengerling nakal padanya juga Bibin.
Setelah beranjak dari meja Kaka, Zapata mendudukkan dirinya dengan kasar sambil mengamati orang-orang yang berada disana. Bibin duduk dihadapannya lalu memberi kode ke sisi pojok ruangan.
"Lumayan cantik" puji Zapata.
Disana Zapata melihat dua orang perempuan tengah duduk berbincang. Kalau dilihat dari gelagatnya, bukan wanita yang bisa sembarang diajak pergi. Sepertinya hanya tamu biasa seperti dirinya. Zapata tak berniat untuk mendekatinya.
Setelah semua tamu Kaka mulai ramai dipenuhi pengusaha-pengusaha kelas atas dan memang semua adalah kaum pria. Tiba-tiba lampu dimatikan seluruhnya, Zapata dan tamu yang lain menyalakan flash dari ponsel masing-masing.
"Selamat para rekan dan teman seperjuangan. Terimakasih sudah memenuhi undanganku malam ini. Aku tahu waktu kalian tak banyak, maka sebab itu aku mengajak kalian untuk bersenang-senang disini. Semoga jamuan dariku bisa memuaskan kalian. Selamat menikmati!" ucap Kaka di lantai dansa.
Tak lama setelah Kaka meninggalkan lantai dansa, tiba-tiba pria berbadan kekar memasangkan beberapa tiang yang Zapata sendiri sudah tahu kegunaannya. Zapata tersenyum menyeringai. Menyadari bahwa ujiannya datang kesini bukan hanya sekedar minuman, tapi juga tarian yang mampu menggerus imannya dalam sekejap.
Benar dugaan Zapata, beberapa penari strip*tis mulai beraksi. Zapata kelabakan. Dirinya bingung mau menuruti perintah mata untuk tetap melihat penari itu atau mengikuti otaknya untuk melihat kearah lain saja.
"Bin, kacau Bin. Bisa-bisa gue ke hotel malam ini" ujar Zapata setengah berteriak.
"Udahlah santai. Jangan liat pake nafsu" ujar Bibin.
"Mana bisa, ngeliat beginian pasti dari mata turun ke..." ucapan Zapata terpotong. Ia berusaha menikmati musik sambil memikirkan hal positif yang bisa ia ciptakan sendiri di kepalanya.
Setelah Bibin puas memanjakan matanya, ia menepuk pundak Zapata. "Kita balik aja, udah cukuplah kita disini hampir 2 jam".
Zapata pun mengangguk dan segera berpamitan pada empunya acara. "Kenapa buru-buru, Ta? Acaranya 'kan masih lama" sambut Kaka kala Zapata menyalaminya dan memuji acara malam ini.
"Gue masih ada keperluan, biasalah" sahut Zapata beralasan. Kaka pun akhirnya bisa menerima alasan Zapata dan membiarkannya pergi dari sana.
Zapata dan Bibin pun pulang. "Lo liat cewek yang nari paling kanan?" tanya Bibin.
"Hm" sahut Zapata.
"Itu cewek yang gue kodein ke elo sebelumnya 'kan. Yang di meja pojok"
"Gak tau"
"Lo liat apanya? Gue nanya wajah kok lo bilang gak tau" hardik Bibin.
"Liat tiangnya doang"
"Lo jangan aneh-aneh malam ini. Malam ini gue mau nginap dirumah lo. Akan gue intai sabun mandi lo dan gue ukur takarannya berapa mili. Awas aja kalo berkurang" Bibin menyeringai seolah ia tahu jalan pikiran Zapata dan berhasil menggagalkan rencananya.
"Iya iya, lo kenapa sampe posesif sama sabun mandi gue sih. Gue kan mau mandi ntar, ya pasti berkurang lah"
"Gue akan ikut lo mandi".
Keesokan harinya
Dear Diary...
Hari ini, aku resmi menjadi seorang mahasiswi. Aku tidak menyangka jika waktu bergulir sangat cepat. 3 tahun jadi anak SMA terasa sesingkat itu.
Dear Diary...
Semoga kampus ini menyajikan hal yang indah untuk kukenang. Jangan ada drama-drama dosen killer dan terlambat wisuda. Aku tidak ingin mengalami pengalaman buruk apapun dikampus ini. Dan juga, semoga aku bisa membuktikan bahwa jadi dewasa itu seindah yang dulu pernah aku pikirkan.
Gadis belia bernama Puput itu tengah menunggu teman akrabnya di pelataran kampus sambil menulis buku diary yang biasa ia bawa kemana-mana. Hari ini, mereka sudah memasuki jadwal perkuliahan dan jam pertama akan segera dimulai.
"Put..." teriak seorang gadis belia yang baru saja turun dari mobil antar jemputnya.
"Sher, kenapa baru nongol? Untung aja gak telat" kata Puput.
"Iya, gara-gara ospek kemaren gue kecapean terus bangun telat. Udah lama ya nunggunya?" tanya Sherly.
"Lumayanlah. Ayo ke kelas kita cari bangku, gue gak mau ya duduk paling depan"
"Ayo ayo"
Mereka pun menaiki tangga menuju kelas. Puput dan Sherly berasal dari sekolah yang berbeda. Pertemanan mereka berawal dari pertemanan sang kakak. Yang mana Puput memiliki kakak laki-laki bernama Rama, sedangkan Sherly memiliki kakak laki-laki bernama Nanda. Yang mana pertemanan sang kakak itu ternyata menular sampai ke adik-adik mereka.
"Put, dosennya killer gak ya kira-kira?" tanya Sherly saat mereka sudah menemukan bangku yang tepat, yakni ditengah-tengah.
"Semoga aja nggak Sher. Kalo killer bahaya, masa baru kali pertama perkuliahan udah nemu yang serem" ujar Puput dengan bergidik ngeri.
"Eh, lo udah kepikiran mau ikut UKM gak? UKM apa?" tanya Sherly lagi. Biasalah, mahasiswi baru pasti akan sangat antusias membahas hal-menarik yang ada dikampus yang baru mereka sambangi salah satunya Unit Kegiatan Mahasiswa yang menjadi salah satu penampung para mahasiswa/i dalam hal pengembangan diri.
"Iya, gue tertarik sama dance theatrenya. Kalo lo?" jawab Puput tak kalah antusias.
"Demi apa? Gue juga. Awalnya gue tertarik sama Sinema, tapi setelah liat dance theatre gak jadi gue daftar Sinema"
"Terus dance theatre, lo udah daftar?"
"Belum, ntar aja kita tanya kating (kakak tingkat)"
Setelah berbincang dan berkenalan singkat dengan teman sekelasnya, akhirnya dosen yang ditunggu-tunggu pun hadir. Puput lega, ternyata dosennya sangat seru dan juga gaul. Sehingga ia merasa kentara sekali perbedaan antara guru SMA dan dosen kampus meski baru di pertemuan pertama.
***
Jam istirahat pun tiba, Puput bersama Sherly mencari yang namanya Kak Cindy. Kak Cindy merupakan anak ekonomi juga dan salah satu anggota di dance theatre. Sehingga jika ada anak ekonomi yang mau bergabung dengan dance theatre cukup mendaftar melalui dirinya.
Setelah acara daftar mendaftar selesai, Puput dan Sherly pun segera menuju kantin untuk makan siang. Mereka duduk bersama beberapa teman yang telah mereka kenal saat ospek.
"Habis ini kalian masih ada jadwal kuliah?" tanya Mia.
"Masih, jam 2 sampe jam 4" jawab Puput.
"Kalo kalian?" tanya Sherly.
"Justru kita semua full dari pagi sampe sore" ucap Mia mewakili teman-teman yang lain.
"Lho? bisa gitu?" tanya Sherly.
"Iya, caranya ambil kelas acak. Jadi kita Jum'atnya kosong. Seru kan?" ujar Tian yang duduk disamping Mia.
"Kalian dikasih tau siapa kok bisa tau cara-cara kaya gitu?" tanya Puput.
"Abangnya Tian kan senior kita. Jadi dia yang ngajarin kita-kita buat atur jadwal kuliah kalo mau ngincer libur hari Jum'at. Tapi resikonya jadwal kuliah kita jadi padat"
"Ah kenapa kalian gak ajak-ajak kita berdua sih?" ujar Puput mendengus sebal.
"Sorry, gue kan gak punya kontak kalian" ucap Tian sungkan.
Akhirnya kini Puput dan Sherly bertukar kontak dengan mereka. Jadi menambah lingkup pertemanannya di kampus.
***
Hari-hari terus bergulir, kegiatan yang Puput jalani masih monoton begitu-begitu saja. Tak ada yang spesial menurutnya, justru terkesan membosankan. Apalagi, dance theatre yang ia daftar waktu itu sampai detik ini belum ada perkumpulan untuk memulai kegiatan atau membuat acara semacamnya. Jadilah Puput setiap harinya menjadi mahasiswi kupu-kupu -kuliah pulang kuliah pulang.
Ting
Puput mengambil ponselnya yang tergeletak dinakas samping tempat tidurnya.
Sherly
"Put bangun, cek grup dance theatre"
Puput pun segera mengeceknya. Ternyata ada info dari salah satu senior yang mengatakan jika akan ada pagelaran festival seni yang akan dilaksanakan 4 bulan lagi. Oleh karena itu, para anggota dance theatre diminta untuk berkumpul di aula fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan atau Porkes untuk membicarakan lebih lanjut. Jadwal pertemuannya jam istirahat nanti siang.
Puput beralih ke kolom chat Sherly.
Puput
Akhirnya ada kabar juga. Gak sabar nih mau pertemuan wkwkwk
Sherly
Berangkat ngampus jam 11 aja ya
Puput
Oke, lo mau bareng gue ga? Kalo mau, gue jemput deh
Sherly
Boleh juga tuu
Puput melihat jam dilayar ponsel masih menunjukkan pukul 7 pagi. Masih ada banyak waktu untuk dirinya berleha-leha dirumah.
"Assalamu'alaikum" seru seseorang dari ruang keluarga. Puput tahu itu adalah suara kakaknya. Ia pun berlari keluar kamar untuk menyambut kedatangan sang kakak yang terbilang cukup jarang pulang kerumah meski apartemennya tak jauh dari sini.
"Mas" ucap Puput senang. Ia pun bercipika-cipiki dengan kakak iparnya.
"Mas, kenapa gak ngabarin mau kesini?" sambut mama yang juga baru keluar dari kamarnya.
"Gak papa ma, biar surprise" ucap Rama tersenyum simpul.
"Udah sarapan belum? Ayo kita sarapan sama-sama" ajak mama langsung menggiring semua orang menuju meja makan.
"Ma, aku mau nitipan Feza disini boleh?" tanya Rama hati-hati.
Alasan Rama begitu hati-hati bicara pada mama tak lain dan tak bukan karena Rama bukan anak kandung mama. Jadi dulu, papa menikah dengan mama dalam kondisi berstatus duda beranak satu yaitu Mas Rama. Dan hubungan Mas Rama dengan mama sempat tidak begitu baik. Namun sejak pernikahan mas Rama dengan kak Feza, akhirnya hubungan keduanya membaik. Itulah hikmah yang Puput rasakan setelah masnya menikah. Dan satu hal lagi, mereka masih punya satu adik bungsu yang juga baru lulus SD, namanya Arse. Si bocah yang sangat pandai melukis. Entah dari siapa ia mewarisi bakat tersebut karena di seluruh keluarga tidak ada yang berbakat sebagai seniman.
"Ya boleh dong mas, mama gak keberatan. Tapi, memangnya mas mau kemana?" tanya mama sambil menyendokkan nasi goreng kemulutnya.
"Mas ada kesibukan dirumah sakit, jadi kemungkinan harus lembur. Kalo tinggal di apartemen pasti Feza kesepian sendirian, pulang kerumah orangtuanya juga gak bisa soalnya mama papa lagi ada kunjungan keluar kota, ma" ungkap Rama.
"Oh gitu. Tapi saran mama, sesibuk apapun kamu harus tetap perhatian sama Feza ya. Kan Fezanya lagi hamil, pasti mau di perhatiin terus"
"Iya ma, mama jangan khawatir" ujar Rama dengan senyum lebarnya.
Mereka makan dengan tenang.
"Arse mana ma?" tanya Feza ditengah aktifitas sarapan mereka.
"Udah berangkat Za. Biasalah, lagi bahagia-bahagianya masuk SMP jadi ya gitu. Gak sabaran mau cepet-cepet ke sekolah"
"Kalo papa mana ma?" tanyanya lagi.
"Ada, papa udah sarapan bareng Arse tadi pagi"
"Papa udah sehat ma?" tanya Rama kali ini dengan raut wajah serius.
Rama merupakan seorang dokter kandungan yang bekerja dirumah sakit milik kakeknya yang kini telah diwariskan padanya. Istrinya Feza, berprofesi sebagai dokter gigi dan membuka klinik di samping rumah kedua orangtuanya. Tapi, papa Rama sendiri sudah hampir 5 tahun mengalami sakit keras akibat diracuni oleh sahabatnya sendiri yang baru ketahuan akhir-akhir ini. Itu yang membuat Rama sekarang harus lembur dirumah sakit karena ia sudah menyita semua obat-obatan yang dikonsumsi papanya selama dirawat oleh dokter yang direkomendasikan oleh sahabat papanya dulu dan berniat mengecek kandungan obat tersebut di laboratorium. Sehingga nanti bisa ia proses ke jalur hukum jika dokter tersebut melakukan persekongkolan yang bertentangan dengan kode etik dan aturan hukum lainnya.
"Papa udah bisa duduk sendiri. Cuman kemana-mana masih harus pake kursi roda. Semoga aja papa lekas pulih ya, kan bentar lagi mau ngemong cucu, pasti semangat sembuhnya jadi luar biasa" ujar mama dengan binar bahagia.
"Amiin. Terus Put, kamu gak kuliah hari ini?" tanya Rama.
"Ya kuliah dong mas. Tapi nanti siang, aku juga berangkat bareng Sherly kok" kata Puput sekaligus menginfokan bahwa dirinya akan berangkat dengan adik dari teman masnya itu.
"Oh" sahutnya biasa saja.
Setelah sarapan bersama, Rama langsung berangkat menuju rumah sakit. Feza duduk berbincang diruang keluarga bersama Puput dan mama.
Mama sangat bahagia karena kesehatan kak Feza sama sekali tak berubah kala dirinya tengah mengandung. Berbeda dengan mama dulu, saat mengandung Puput ada saja penyakitnya. Setiap bulan pasti demam, saat mau tidur bisa pilek tiba-tiba. Sampai akhirnya dilarikan kerumah sakit karena susah nafas.
Lagi asik cerita, papa manggil mama untuk kekamar. Tinggallah Puput dan kakak iparnya saja disana.
"Gimana rasanya jadi anak kuliahan Put?"
"Seru kak, tiap hari jadwalnya beda-beda. Terus aku juga ikut UKM dance theatre gitu. Belum ada kegiatan apa-apa sih, tapi baru mau ada" ujar Puput. Ia dan kakak iparnya memang sudah dekat sejak kali pertama kakak iparnya itu nginap dirumahnya.
Mereka kadang menghabiskan waktu dengan nonton film bersama yang lama kelamaan mereka jadi bonding satu sama lain.
"Terus seniornya ada yang cakep gak?"
"Ih kalo itu sih banyak kak. Cakepnya bisa diukur dengan banyak jenis lagi. Ada yang jenisnya cakep rapi, ada juga yang jenisnya cakep badboy, ah macam-macamlah"
"Terus kamu sukanya yang mana?" goda Feza.
"Yeee, gak ada suka-sukanya. Cuman enak diliat aja, gak sampe kehati"
"Saran kakak, berteman boleh. Tapi kalo untuk pacaran, jangan dululah. Kamu fokus kuliah aja"
"Iya kak, aku juga mau gitu. Gak ada kepikiran mau pacar-pacaran. Tuh buktinya, mas yang dulu pacaran sampe 10 tahun aja nikahnya sama kakak"
"Haha, bener juga. Makanya kamu kalo bisa gak usahlah pacar-pacaran, buang-buang waktu"
"Siap kak. Oh iya, sekarang kandungan kakak udah masuk berapa bulan?"
"Mau jalan 3 bulan"
"Udah ada nendang-nendang belom? Mau dong ngerasain"
"Ya belom lah, nanti kalo udah masuk 6 bulan baru ada"
"Enak banget ya punya suami dokter kandungan, bisa ngecek dimana aja. Dirumah bisa, dijalan bisa. Dimana-mana bisa, mana gratis lagi" celoteh Puput membuat Feza tertawa.
"Mana ada gitu" sangkal Feza cepat.
"Kakak tetap diminta kerumah sakit sama mas kamu, katanya walaupun istri tetap harus ngantri"
"Serius? Terus beneran ngantri, gitu?"
"Beneran. Tapi gak lama, karena kakak dikabarin buat datang pas antrian udah mau habis. Jadi bisa sekalian pulang bareng"
"Ah bisa aja si mas. Tapi gak cemburu tuh kak kalo mas cek-cek ehemnya perempuan lain?"
"Biasa aja Put. Udah tanggung jawab dia kan, yang penting kakak gak liat aja"
"Jadi kalo liat, cemburu?"
"Ya cemburulah. Itu kan suami kakak. Makanya kakak gak mau kerumah sakit, males aja gitu. Takut panas sendiri, sedangkan sebagai istri kan harus mendukung suami. Toh dia kerja begitu buat nafkahin kakak juga"
"Wuih, betapa tabahnya hatimu kak" puji Puput.
"Kalo aku sih mungkin gak cocok punya suami dokter kandungan. Tiap dia pulang kerja mungkin bakal aku introgasi. Gimana tadi? Berapa pasiennya? Perutnya mulusan mana sama perut aku? Cantik ibu-ibunya? Masih muda? Wah... Kapok suami aku tiap pulang kerja dapet setoran pertanyaan kaya gitu tiap hari" sambungnya dengan memperagakan dirinya sebagai istri yang galak.
"Duh, kok kakak gak kepikiran nanya gitu ya? Apa kakak perlu nanya juga. Nanti takutnya kalo gak nanya-nanya seputar kerjaan dia, nanti dikira gak peduli sama suami. Tapi kalo nanya, terus jawabannya malah gak sesuai harapan, bisa sakit hati"
"Lah, ya jangan kalo gitu. Kan aku tadi cuma berandai-andai kalo seandainya aku di posisi kakak, gitu lho? Kok jadi kesannya aku mencuci otak kakak. Udah-udah, bumil mending istirahat aja. Nanti takutnya malah jadi banyak pikiran. Gak baik buat ponakan aku" Puput pun menarik tangan Feza agar bangkit dari tempat duduknya. Dan segera mengantarkannya ke lantai 2 menuju kamar Rama.
****
Siang harinya, Puput dan Sherly sudah sampai di aula fakultas Porkes. Disana sudah banyak anggota dance theatre yang sudah hadir dari berbagai fakultas.
Mereka duduk berpencar dengan kelompok masing-masing selagi menunggu kedatangan ketua dance theatre muncul. Tak berapa lama, akhirnya muncul 2 orang senior laki-laki dan perempuan. Mereka menginfokan jika dance theatre akan melakukan seleksi terhadap anggota baru yang akan dikirim untuk mengikuti festival seni. Jadi selama 2 bulan kedepan, anggota baru akan dilatih menari tari tradisional di aula yang sama. Dan yang menjadi poin penilaian adalah kelenturan dan kesesuaian gerakan dengan tempo musik. Untuk selebihnya, bisa di latih lebih lanjut.
Mereka pun sepakat akan berlatih 3 kali seminggu. Dijam-jam pulang kuliah, tepatnya latihan dimulai pukul setengah 5 sampai 6 sore. Atau jika nanti ada yang keberatan, bisa di pikirkan ulang.
Setelah dari aula itu, Puput dan Sherly menuju ke fakultasnya. Mereka berdua sangat senang karena akan segera berlatih tari dan sama-sama berharap lulus seleksi.
****
Sekilas info, jadi novel ini sebenarnya adalah kelanjutan dari Novel yang sebelumnya author buat. Judulnya (Siapa) Aku Tanpamu. Biar kalian gak bingung, lebih baik baca novel itu terlebih dahulu yaa...
Grup chat Dance Theatre
"Bagi anggota yang baru bergabung dan akan dilatih nari untuk acara festival seni, jadwal latihan sebagai berikut:
Selasa: 16:30-18:00
Kamis: 16:30-18:00
Jum'at: 12:00 s/d selesai
Yang direkrut hanya 20 orang"
Puput membaca info tersebut sambil memeriksa kembali jadwal kuliahnya yang tertempel di meja belajar. Syukurlah tidak ada jadwal yang bentrok. Lain halnya dengan para anggota yang lain, mereka ada yang keberatan karena ada jadwal kuliah yang sampai jam 5. Contohnya anggota baru yang sudah menginjak semester 5 yang mana fakultas mereka banyak praktek, jadi tidak bisa latihan di jadwal yang sudah ditentukan oleh pihak Dance Theatre (DanTe).
Baru beberapa menit saja, yang komplain sudah sampai seratus chat lebih. Puput membacanya sekilas lalu hanya berkomentar lewat mulut saja, tidak berniat mengetikkan balasan dan lain semacamnya.
"Sher, lo gak liat grup?" tanya Puput pada Sherly yang tengah asik duduk disampingnya.
"Ngapain? Liat pemandangan di depan jauh lebih seru" ujar Sherly lalu Puput mendorong bahunya sampai Sherly hampir terjungkal.
"Gue aduin Mia ya kalo lo naksir pacarnya" ancam Puput sambil tertawa.
"Gue gak naksir, cuma suka aja sama gayanya Tian. Cool, macho, terus juga lesung pipitnya tuh kalo senyum bikin ketar-ketir" puji Sherly dengan menatap kearah depan dimana Tian sedang bekumpul dengan teman-temannya.
"Itu namanya naksir. Gengsi banget gak mau ngaku" geram Puput.
"Gue kalo naksir cowok, gak kaya gini. Karena gue tuh type yang kalo naksir, ya udah gue tunjukin langsung ke orangnya biar orangnya tahu kalo gue naksir dia"
"Pftt, agresif juga lo. Pantesan sampe sekarang gak punya pacar, pasti cowo-cowo pada kabur ketakutan 'kan?" ledek Puput dengan tertawa puas.
"Enak aja. Gue tuh gak punya pacar karena pada takut sama abang gue. Huft, pokonya kalo gue gak laku-laku abang gue harus dimintai pertanggungjawaban" gumam Sherly sambil mengepalkan tangan.
"Biasa aja kali woy, namanya juga abang. Kalo gue sih sama Mas Rama gak begitu di jagain. Tapi kak Feza justru yang sering kasih-kasih wejangan"
"Udah ah, ayo ke kelas bentar lagi masuk nih"
Sehabis perkuliahan, Puput dan Sherly menuju Fakultas Porkes. Hari ini jadwal latihan nari untuk kali pertama.
Ketua dan beberapa pengurus DanTe datang menghampiri mereka. Semua anggota diminta berbaris di aula.
"Perkenalkan, saya Tria dari fakultas hukum semester 5. Buat yang seletting cukup panggil Tria aja. Saya juga disini pelatih nari. Emm, sebelumnya saya tanya dulu disini kalian masuk DanTe sudah pada bisa nari 'kan?"
"Bisa kak" sahut para anggota baru.
"Minimal bisa, gak harus jago. Karena kalau dibiasakan nari lama-lama pasti jago. Ada yang pernah ikut lomba tari sebelumnya?"
Beberapa orang terlihat mengangkat tangan.
"Wah banyak juga ternyata yang sudah berpengalaman ikut lomba. Baiklah kalau begitu, hari ini kita mulai latihan. Dan disini kakak dibantu beberapa teman kakak. Ini namanya kak Lena, terus yang satu lagi kak Gita. Kalian akan dilatih sama kami bertiga. Maka dari itu, kalian harus kami bagi menjadi 3 kelompok untuk memudahkan kami melatih kalian"
Akhirnya anggota baru DanTe di bagi menjadi 3 kelompok. Puput dan Sherly berada di kelompok yang sama yang dilatih oleh kak Lena. Dua kelompok terdiri dari 17 anggota dan satu kelompok terdiri dari 18 anggota.
Setelah pembagian kelompok, mereka pun diajarkan gerakan tari lengkap dengan musik yang akan digunakan untuk festival. Lagu yang dipakai berjudul Zapin Ya Maulay milik penyanyi terkenal asal Malaysia yakni Siti Nurhaliza. Lagu tersebut bertempo cepat karena bertemakan kegembiraan. Baru 30 menit saja mereka latihan, Puput dan Sherly sudah basah oleh keringat.
"Semangat semangat. Ikut lomba dapet hadiah loh. Jadi kalian harus konsen dan jangan menyerah. Bayangkan hadiah yang akan kalian dapatkan ya" ujar Kak Lena menyemangati saat semua peserta didiknya terkulai lemah sembari meluruskan kaki di lantai.
"Emang berapa kak hadiahnya?" tanya salah satu dari mereka.
"Bisa buat liburan ke Bali pokonya" ujar Kak Lena mengiming-imingi. Entahlah yang ia katakan benar atau tidak.
Setelah mendengar jumlah yang bisa mereka dapat, kini para anggota tari berdiri lagi untuk melanjutkan latihan. Mereka kesulitan menghafal beberapa detail gerakan yang bertepatan dengan tempo musik dan kesesuaian gerakan karena harus selaras dengan gerakan kak Lena. Sejauh ini, mereka hanya berlatih gerakannya saja. Belum masuk ke tahap formasi karena baru tahap seleksi. Setelah lulus seleksi baru latihan mereka akan ditambahi dengan formasi, begitu kata Kak Lena.
Saat waktu sudah menunjukkan pukul 18:00, mereka pun menyudahi latihan sesi pertama ini. Dan semua bergegas mengemasi barang-barang mereka agar tak ada yang ketinggalan. Lalu sebelum pulang, Kak Lena juga mengirimkan pada mereka video tarinya ke grup agar bisa menghafalnya dirumah.
Sesampainya dirumah, Puput merasa kelelahan dan seusai sholat maghrib ia langsung tertidur. Begitu juga dengan Sherly, saat pulang dirinya bahkan tak sempat untuk berbasa-basi dengan mama dan papanya karena kondisi tubuhnya sangatlah capek.
Bayangkan saja, selama ini dirinya termasuk orang yang jarang gerak. Olahraga pun tak pernah, hanya sesekali itu pun saat SMA karena memang itu jadi salah satu mata pelajaran.
Dan setelah lulus SMA tidak pernah olahraga lagi. Akhirnya kini tulang rasanya mau potek.
****
Keesokan harinya 2 sahabat itu kembali bertemu dikampus.
"Gila Puuuuut. Baru pagi ini pinggang gue rasanya sakit banget. Semalam padahal cuma kami sama tangan" keluh Sherly kala dirinya baru saja terduduk di kelas.
"Lo kira gue nggak? Bahkan gue sampe rumah tuh bener-bener langsung istirahat, tapi tetep aja rasanya masih kurang"
"Untunglah kita hari ini gak latihan 'kan? Jadi setidaknya tulang-tulang kita bisa rehat sejenak" ujar Sherly dengan memutar-mutar pinggangnya.
"Hai Sher, lo kenapa?" Tiba-tiba Tian masuk ke kelas dan menghampiri meja Sherly. Ia juga menarik satu bangku untuk bisa duduk berhadapan dengan Sherly dan Puput.
"Gak papa habis latihan nari doang" jawab Sherly singkat.
"Oh. By the way, kalian nanti ada acara gak? Gue tanding basket sama anak fisipol, nonton ya" ujarnya.
"Gak janji ya" jawab Puput.
"Kenapa?" tanya Tian dengan wajah kecewa.
"Kita kecapean. Lu gak denger tadi gue bilang apa?" jawab Sherly dengan mencebik.
"Kan kalian nontonnya sambil duduk. Yang nyuruh kalian cheerleader siapa?" ujar Tian dengan bercanda.
"Gak lucu lu, sana gih. Kelas kita beda" usir Puput dengan bercanda juga.
"Tau lu" sengit Sherly.
"Kali ini kelas kita sama. Gue duduk samping lo ya" Tian langsung melemparkan tasnya dibangku sebelah Sherly.
"Duduk situ aja napa?" tanya Sherly.
Pertanyaan Sherly hanya jadi angin lalu, karena setelah melemparkan tasnya Tian langsung keluar berkumpul dengan teman-temannya.
"Ehem, ada yang bahagia nih?" goda Puput.
"Heh, gue udah bilang ya kalo gue gak naksir dia" sangkal Sherly cepat.
"Gue juga gak bilang lo bahagia karena Tian duduk samping lo"
"Terus apa? Gue tau ya maksud ucapan lo. Jangan sok ngeles deh" timpal Sherly.
Keduanya pun bercanda sampai Tian dan teman sekelasnya yang lain serentak masuk ke dalam kelas disusul dengan seorang dosen yang akan mengajar mereka.
"Sher, gue chat lo semalam kenapa gak dibales?" tanya Tian dengan berbisik.
"Hah? Emang ada ya? Nanti deh gue cek" jawab Sherly dengan berbisik tapi tatapannya tetap lurus kepapan tulis.
"Lu nyimpen kontak gue gak sih?" tanya Tian serius.
"Iya, tapi mungkin chat lu ketimbun sama yang lain" sahut Sherly tanpa rasa bersalah.
"Tau deh yang bukan prioritas" jawab Tian lalu menjauhkan tubuhnya dari Sherly dan kembali menatap papan tulis.
Sepulang kuliah, lagi-lagi Tian menghampiri Sherly dan Puput untuk mengingatkan dua sahabat itu agar menonton dirinya bertanding.
"Put, Sher... Ayolah, masa kalian gak dukung gue sih?"
"Udah dibilangin, kita capek" jawab Sherly singkat.
"Gue tanding cuma sebentar gak sampe malam. Ayolah" bujuk Tian sampai berhasil.
"Kan udah ada Mia yang semangatin" sahut Sherly untuk memastikan sesuatu.
"Gak ada, dia sakit hari ini gak bisa liat gue tanding" ucap Tian.
"Udahlah Sher, demi nyenengin temen kita satu ini kita nonton aja. Lo telpon sopir lo deh, bilang kalo lo pulang sama gue" ujar Puput.
Akhirnya Sherly tak mampu menolak lagi, ia pun menghubungi pak sopir untuk memberitahukan bahwa ia akan pulang bersama Puput.
Setelah mengabari sopirnya merakapun pergi menuju lapangan basket fakultas Porkes. Tian menitipkan tas dan segala barang miliknya termasuk ponselnya pada Puput dan Sherly setelah ia berganti pakaian.
Sherly dan Puput duduk di dibangku penonton paling depan. Selama menjadi penonton, mereka berdua tidak begitu peduli dengan pertandingannya, mereka lebih tertarik megomentari pemain yang berwajah paling tampan dan yang paling keren.
"Gila, ternyata Tian gak ada apa-apanya" ujar Sherly.
Puput tertawa terbahak-bahak. Padahal menurut Puput ya Tian tampan, baik itu di fakultas mereka maupun di lapangan ini.
"Gue percaya, lo emang gak naksir sama Tian. Secara dimana pun tempatnya, mata lo jelalatan terus" ungkap Puput.
"Itulah enaknya jomblo, lirik sana lirik sini aman terus" sambung Sherly.
Saat permainan telah usai dengan diakhiri kemenangan tim Tian, singkat cerita ada kejutan yang terjadi. Yang mana Mia tiba-tiba datang ke lapangan lalu memberikan bunga pada Tian dan mengecup pipinya.
"Ups" Sherly menutup mulutnya kaget.
"Wah, Mia ternyata lebih agresif daripada lo" tutur Puput sambil memperhatikan sepasang kekasih yang menjadi pusat perhatian semua orang itu.
Dilapangan itu, Tian terlihat bahagia mendapati kejutan dari sang pacar. Padahal Mia hari ini mengaku tidak ngampus dengan alasan sakit, ternyata ia rela menggunakan jatah absennya demi Tian, si pujaan hati.
"Wah wah wah, pengen di puji sebagai couple goals banget" pungkas Sherly.
"Lo cemburu?" tanya Puput dengan menyenggolkan bahunya pada bahu Sherly.
"Ya nggaklah. Kuy cabs" (cabut/pulang) ajak Sherly.
Mereka pun menghampiri sepasang kekasih yang masih asik berbincang ditengah lapangan itu untuk mengembalikan semua barang-barang milik Tian.
"Yan, harta benda lo" tegur Sherly karena Tian sibuk ngurusin Mia.
"Eh iya, maaf ya ngerepotin" ucap Tian tak enak sembari menerima sodoran tas dari Sherly.
"Kalian disini juga?" tanya Mia berbasa-basi.
"Hm iya" jawab Puput dengan senyum simpul. Sedangkan Sherly tampak acuh.
"Oh"
Hanya itu saja yang Mia ucapkan lalu ia berbicara lagi pada Tian seolah berusaha mengalihkan pandangan Tian pada Sherly dan Puput. Karena kesal, akhirnya Sherly dan Puput pergi begitu saja tanpa pamit pada pasangan sejoli itu.
"Si Mia kenapa sih? Kok gue ngerasa dia waktu dikantin kaya yang ramah banget. Tapi tadi kaya gak suka gitu sama kita" ujar Sherly saat mereka dalam perjalanan pulang.
"Udah sih, gak usah dipikirin. Mungkin takut cowonya klepek-klepek sama cewe lain. Secara mereka kan udah pacaran lama pasti khawatirlah" sahut Puput.
"Hmm, bener juga"
Setelah mengantarkan Sherly kerumahnya, Puput pun juga langsung pamit pulang karena waktu sudah hampir pukul 18:00. Takutnya mama dirumah akan khawatir karena tahu Puput hari ini tidak punya jadwal latihan nari.
****
Ditempat berbeda
"Ko, tolong kamu belikan saya beberapa setelan pakaian untuk bayi laki-laki sekarang juga" titah Zapata pada sang asisten.
"Pakaian bayi? Kalau boleh tau, untuk siapa pak?" tanya Eko. Sebab apapun perintah bosnya ini, juga harus ia laporkan pada bos besarnya yakni orangtua Zapata.
"Untuk anak teman saya. Istrinya baru saja melahirkan dan saya sama sekali belum sempat menjenguk. Rencananya nanti malam saya akan kesana"
"Baik pak, segera saya belikan"
"Tunggu dulu" tahannya.
"Apapun yang layak dijadikan kado, kamu beli saja. Karena yang aku tahu bayi cuma butuh pakaian"
"Baik pak"
Zapata beristirahat dikantornya sembari menunggu adzan maghrib. Pria lajang seperti dirinya memang hidup selalu berdasarkan apa yang di suka. Kerja sampai lupa pulang pun sudah jadi kebiasaannya. Orangtuanya bahkan sering menyindirnya karena memiliki rumah megah tapi hanya jadi rumah singgah.
Namun, Zapata cuek saja mendapati sindiran seperti itu. Karena menurutnya, yang mengerti dirinya hanya Tuhan saja.
"Allahu akbar... Allahu Akbar" terdengar kumandang adzan dari Masjid agung dekat kantornya.
Zapata langsung mendirikan sholatnya diruang peristirahatannya. Usai sholat, dirinya menghubungi sang sahabat yang selalu ada kapanpun ia butuhkan.
"Halo Bin, kita jenguk Dinda malam ini ya. Lo ke kantor gue aja, sekarang! Gue tunggu"
Setelah menghubungi Bibin, ia menghubungi Rama. "Halo Ma, Dinda udah keluar dari rumah sakit ya? Oh, gue sama Bibin rencananya mau jenguk dia malam ini. Jadi kita ketemuan dirumah lo dulu? Oke-oke, nanti gue kesana" panggilan pun berakhir.
Tak berapa lama, Bibin sampai. "Eh Bin, si Rama mau ikut jenguk Dinda. Nanti kita kerumah dia dulu ya biar bareng"
"Oke" sahut Bibin.
Dan akhirnya Eko juga sudah sampai dengan beberapa kotak kado. Ternyata selain membeli pakaian bayi, ia juga membeli alat makan bayi, dan baby walker.
"Ya udah Bin, kita langsung ke tempat Rama aja. Ko, makasih nanti kamu saya kasih bonus"
Zapata dan Bibin pun bergegas menuju kediaman orangtua Rama. Saat sampai, ia disambut oleh Puput adiknya Rama yang membukakan pintu.
"Eh dek Aisyah, mas Rama mana?" tanya Zapata.
"Puput bang Puput! Selalu aja sembarangan ganti nama orang. Ya udah masuk dulu bang Bin. Mas Ramanya aku panggilin bentar ya" Puput pun segera meninggalkan dua orang tamunya.
Tak berselang lama, Rama datang mereka berbincang sebentar lalu pamit untuk pergi kerumah Nanda.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!