Malam itu ponsel milik seseorang berdering terus menerus, getaran ponsel tersebut akhirnya membangunkan tidur seorang gadis bernama Nadine. Dengan mata sayu, tanganya bergerak mencari-cari ponsel yang tanoa henti berdering, sambil menahan rasa ngantuk ia terpaksa mengangkat panggilan telepon dari Dhena sahabatnya.
"Halo Dhena.' Ucapnya lemas. Mata Nadine seketika melebar, tubuhnya masih terbaring mendadak berubah posisi setelah mendengar suara sahabatnya yang menangis meminta pertolongan darinya.
"Kamu dimana sekarang?" tanyanya panik.
"Oke, aku akan siap-siap dan segera menemui mu. Ingat, gak usah panik, tetep tenang sampai aku tiba disana." Sambil berganti pakaian, nadine berusaha untuk tetap memberikan semangat pada Dhena yang masih terdengar menangis, namun setelah beberapa menit mendengar Dhena sudah merasa tenang, nadine pun memutuskan panggilan telepon nya dan berlari ke arah jalan raya berharap mendapatkan sebuah taksi tanpa menunggu lama.
Untungnya harapan untuk langsung mendapatkan taksi, terkabulkan. Setelah tiba dipinggir jalan tak lama taksi melintas tepat didepan nadine.
"Minta tolong antar saya ke bekasi ya Pak." tutur Nadine.
"Baik mba." jawab sang driver.
Seperti mengerti kondisi yang dialami nadine, pak driver pun dengan cepat melajukan kendaraannya, tanpa harus melewati jalan toll dari jakarta menuju bekasi hanya ditempuh jarak 30menit saja. Nadine tiba dirumah Dhena, suasana terlihat sepi, lampu rumah pun tidak menyala, gelap gulita.
"Kenapa terlihat sepi, apa Dhena sudah pergi kerumah sakit?" batinnya.
Namun tanpa putus asa Nadine terus melangkah kekinya meuju teras rumah dhena, terlihat pintu yang terbuka setengah membuat kecemasan yang nadine rasakan semakin besar, dengan cepat ia membuka pintu rumah Dhena, tiba-tiba lampu rumah menyala suara Party Popper atau petasan khusus untuk merayakan ulang tahun. dan beberapa suara terompet yang sangat bising.
Nadine sangat terkejut, ia masih belum menyadari sambutan yang ia terima ini dan telepon dari Dhena.
"Apa?" tanyanya bingung.
"Selamat ulang tahun Nadine." Ucapan selamat yang diberikan Dhena, Tanpa rasa bersalah ia menertawain sahabatnya yang masih terlihat sangat kebingung.
"Apa-apan ini Dhena?" Tanyanya sekali lagi.
"Maaf ya Nad, kami hanya ingin memberikan kejutan dihari kelahiran mu." Ucap Rayyan kekasih Dhena dan juga sahabat kecil Nadine,
"Tapi kenapa caranya seperti ini, aku hampir mati serangan jantung saat mendengar Devano demam." Nadine menangis karena ternyata telepon itu hanya sebuah tipuan dari orang-orang yang menyayanginya.
"Kami minta maaf Nad, kami hanya ingin kamu tahu kalau kami sayang kamu." sahut Dhena, seketika merasa bersalah karena membohongi Nadine. Tak hanya Dhena, Rayyan pun ikut merasa bersalah tak enak hati harus melihat nadine menangis dihadapannya.
"Sekarang Devano dimana?" Tanya Nadine.
"Dia ada dikamarnya sedang tidur."Jawab Rayyan. Setelah mengetahui keberadaan Devano, Nadine bangkit dan berjalan menuju kamar devano.
"Kamu mau kemana Nad?" Tanya Dhena dan Rayyan,
"Aku mau kekamar Devano, aku mau memastikan kalau dia baik-baik saja." Jawab Nadine.
"Tapi Nad, dikamar devano ada." ucapan Rayyan dibungkam oleh Dhena kekasihnya, tanpa rasa curiga nadine terus melangkahkan kakinya dimana kamar Devano berada.
Nadine pun perlahan membuka pintu kamar Devano, ruangan nya gelap, terlihat samar-samar wajah devano yang sudah tertidur lelap. Nadine masuk tanpa menutup pintu, ia hanya ingin memastikan kondisi devano yang sudah di anggap seperti adik sendiri.
"Syukurlah, kamu ternyata tidak demam. tidur yang nyenyak yang sayang." perasan Nadine menjadi tenang setelah mencium kening Devano, namun tiba-tiba terdengar suara bariton seroang pria yang mengejutkannya.
"Sedang apa kau?" Tanyanya, saat berada tepat dibelakang tubuh Nadine, sontak saja gadis itu memutarkan tubunya namun tindakannya itu justru malah membuat kepalanya menabrak dada bidang pria tersebut.
"Mas Dhanil?" ucapnya menyebut nama pria tersebut.
"Maaf mas, aku tidak tahu kalau mas sudah datang dari singapore. aku hanya ingin memastikan kondisi Devano, karena aku mendapatkan telepon dari Dhena kalau devano demam."Ungkapnya. Nadine merasa sangat malu sekali, karena harus berpapasan dengan cara seperti ini.
Namun Dhanil hanya diam saja, ia tidak membalas ucapan Nadine. tentu saja semakin membuat suasana terasa canggung. Nadine memundurkan tubuhnya secara perlahan sambil berkata :
"Kalau begitu aku permisi Mas." Tapi langkah nya tertahan, dengan cepat tangan Dhanil menggenggam erat lengan Nadine, pria itu menarik tubuh nadine untuk keluar dari kamar devano, dan membawanya kesuatu tempat. .
Setelah tiba ditaman samping rumah Dhanil, pria itu melepaskan tangan Nadine. Gadis itu merasakan lengan kanannya terasa begitu sakit, akibat cengkraman Dhanil yang begitu kuat.
"Aku tidak suka dengan cara mu memperlakukan anak ku Devano. Apa kamu tidak merasa bahwa sikap mu sudah berlebihan." ucap Dhanil. Nadine hanya terdiam menunduk sambil mengelus-elus tangannya.
"Devano bukan anak mu, devano tidak ada hubungan darah dengan mu, kenapa kau dengan mudah nya masuk kedalam kamar kemudian menciumnya." jelas, ucapan Dhanil sungguh menyakitkan bagi nadine. Tapi sebagai orang tua, ia pun akan menunjukan ketidaksukaannya jika ada seseorang yang tiba-tiba masuk kedlaam kamar anaknya kemudian menciumnya.
"Aku minta maaf Mas Dhanil, aku tidak ada niatan apapun pada Devano. Aku menyayanginya tulus seperti adik ku sendiri. karena aku pernah kehilangan adik laki-laki saat seusia Devano. Sungguh aku tidak ada niat untuk menyakitinya." Jelas Nadine.
"Papah..." panggil Devano setelah meyaksikan apa yang sudah terjadi.
"Devano, kemarin sayang." pinta sang Ayah. namun devano menolak ia memilih untuk memeluk tubuh Nadine dan berkata.
"Kenapa Papah memarahi tante Nadine, apa yang sudah tante nadine lakukan sampai papah semarah itu?' ujarnya.
"Enggak Devano, Papah enggak marahin tante kok." ucap Nadine.
"Tapi kenapa papah kasar sama tante." jawab devano. Nadine diam ia tidak bisa berbohong lagi dihadapan anak kecil itu.
"Pah, sejak papah memutuskan untuk meninggalkan ku dengan tante Dhena. aku sangat sedih. Tapi bahagia kalau ada tante Nadine, kesedihan ku hilang, devano merasa sangat senang saat ada tante nadine. papah jangan marahin tante nadine ya, aku sangat menyayanginya." ungkap devano anak laki-laki berusia 6 tahun yang harus merasakan pahitnya kehilangan kasih sayang kedua orang tua.
Bukan maksud Dhanil memarahi Nadine, pria itu hanya tidak ingin wanita itu dekat-dekat dengan anaknya, karena akan sangat menyakitkan baginya jika sampai Devano merasa nyaman dengan nadine, dan berharap lebih dari gadis lugu itu. Dhanil sudah cukup mengenal Nadine, baginya nadine seorang gadia yang luar biasa, ia sangat baik, bahkan ia rela membagi waktunya hanya untuk mengurus Devano yang sedang sakit.
Tidak dapat dipungkiri jika Dhanil sudah lama memendam rasa pada Nadine, gadis yang dulu diperkenalkan oleh adiknya Dhena, kini tumbuh menjadi seorang wanita cantik dan juga penyayang. bahkan tidak segan nadine memberikan perhatian pada Dhanil, walau nadine sudah berterus terang jika ia hanya menganggap Dhanil hanya sebagai kakaknya. Kakak dari sahabatnya yang sangat ia hormati.
Pernah suatu ketika Dhanil sakit dan Nadine lah yang menjaganya, karena dhena menolak untuk menjaga sang kakak yang saat itu sedang membutuhkan seseorang disampingnya. Devano pun saat itu masih sangat kecil dan dititipkan oleh seorang pengasuh.
Flasback On
"Mau kemana Dhen...?" tanya Nadine. Saat melihat Sahabatnya terlihat sibuk bolak balik kesana kemari.
"Mas Dhanil ada di Jogya, aku disuruh ke hotel tempat dia menginap." jawab Dhena.
"Bagus dong, kenapa kamu keliatan panik?" Ucap Nadine.
"Ya ampun Nad, ini weekend, jadwal aku menghabiskan waktu bareng Rayyan." Jawab Dhena kesal.
"Datang bareng Rayyan kan bisa." ucap Nadine.
"Enggak, Enggak, bisa dibunuh aku sama Mas Dhanil. Belum lulus kuliah udah pacaran." Jawabnya.
"Terus gimana dong? apa gak bisa jadwal bareng Rayyan kamu batalin dulu, untuk ketemu sebentar sama Mas Dhanil." Saran Nadine.
"Pengen nya gitu, tapi udah sebulan aku gak ketemu Rayyan, aku udah kangen banget sama dia." jawab Dhena memelas.
"Sangat membingungkan. Aku mau lanjut tidur." ucap Nadine.
"Ihh... kok tidur si. sekarang waktunya bangun terus mandi." Titah Dhena.
"Mau ngapain si, masih jam 6 pagi. lagian ini weekend, aku mau istirahat." Nadine menolak, dan kembali menarik selimut.
"Nadineeeee...... Aku mau ngajak kamu, ikut ketemu sama Mas Dhanil." Ucap.
"Apa... kenapa harus aku si, kenapa gak sama Rayyan aja." Nadine terkejut bukan main, mendengar permintaan Dhena. Karena ini kali pertama ia bertemu dengan Mas Dhanil, Kakak dari sahabat nya yaitu Dhena.
"Mau yaa Nad. temenin aku sebentar aja." Dhena memohon dan berharap Nadine mau membantu nya.
"Iyaa.... kalau gitu aku mandi dulu." Jawab Nadine dengan berat hati.
2jam berlalu.
Akhirnya Dhena dan Nadine tiba disebuah hotel yang letaknya tak jauh dari tempat kost mereka.
Dhena berjalan seolah ia tahu kamar yang ditempati oleh sang Kakak, dan Nadine hanya mengikuti langkah Dhena dari belakang.
Setelah menaiki lift menuju lantai 15, kini kedua gadis itu sudah tiba tepat didepan sebuah kamar. Dhena menekan Bell berharap pintu terbuka dengan cepat, tapi setelah berkali-kali ditekan, tak ada respon apapun dari dalam kamar.
Sambil menghubungi sang kakak via phone, Dhena masih tetap menekan Bell kamar tersebut. Akhirnya setelah 5menit menunggu pintu kamar pun terbuka.
Terlihat sosok pria bertubuh tinggi dan berkulit putih muncul dari balik pintu. Dhanil muncul hanya menggunakan kaos oblong berwana Navy dan celana Levis panjang yang sangat cocok untuknya.
"Lama banget si Mas." ucap Dhena yang sudah terlihat kesal.
"Siapa dia?, aku kan sudah jangan pernah bawa teman mu lagi." tanya Dhanil.
"Tenang aja Mas, dia berbeda dengan teman-teman ku yang lain." Sahut Dhena dan menyerobot masuk tanpa izin.
"Dhena, aku tunggu dibawah aja ya." Izin Nadine.
"Enggak perlu Nad, masuk aja sini. Mas Dhanil gak akan gigit kok." Jawab Dhena dan menarik tangan Nadine lalu mendorong nya masuk kedalam kamar hotel yang dipesan Dhanil.
"Mas kenapa? pucat banget mukanya?" tanya Dhena.
"Enggak apa-apa." jawabnya singkat.
"Jadi ada perlu apa memanggil ku?" tanya Dhena.
"Ada titipan dari mama buat kamu, ada disana." ucap Dhanil sembari menunjuk pada sebuah kardus besar didekat tempat tidur.
"Yaa ampun, apa ini mas?. Besar banget, gimana caranya aku bisa bawa ini barang." Dhena terlihat sangat kebingungan.
"Kau bisa meminta kekasih mu kesini, dan membawa nya. kenapa malah membawa teman mu." ucap Dhanil.
Dhena terkejut mendengar pernyataan sang Kakak, dia mengira Kakaknya tidak mengetahui dirinya yang telah mempunyai kekasih.
"Mas Tau, aku punya pacar?" tanya Dhena. Dhanil tidak menjawab, ia hanya duduk diam bersandar di sofa.
"Mas, jangan sampai mama sama papa tau ya." pinta Dhena.
"Please Mas, yaa jangan sampai mama sama papa tau." Dhena terus memohon pada sang kakak, untuk merahasiakan hubungan nya dengan Rayyan.
"Mas gak janji. Udah sana Mas mau istirahat, tapi sebelum pulang bawa itu dulu." titah Dhanil, namun saat dirinya beranjak ingin setelah melangkahkan kakinya tiba-tiba tubuhnya jatuh ke lantai, hingga membuat Nadine dan Dhena terkejut.
"Mas, Mas Dhanil enggak apa-apa?" teriak Dhena.
"Enggak apa-apa, Mas cuma capek aja." Jawabnya Datar.
"Kita bantu Mas mu ke tempat tidur aja Dhen." ajak Nadine.
"Iyak Nad, bantuin aku dong." pinta Dhena.
Mereka berdua memapah tubuh Dhanil menuju tempat tidur. Dhena dan Nadine merasakan tubuh Dhanil yang begitu panas.
"Sepertinya Mas Dhanil demam. Nad tolong kamu pegang Mas Dhanil dulu, aku mau cari obat demam untuknya." ucap Dhena, dan menyerah tubuh Dhanil pada sahabatnya.
"Tapi Dhena... Aku gak kuat.. Dhen.. Dhena." ucap Nadine.
Karena tubuh laki-laki itu kekar, membuat Nadine tidak mampu menopang berat tubuh Dhanil. Ia pun terjatuh ke tempat tidur, dengan posisi Dhanil berada diatas tubuhnya.
"Dhena, bantu aku." pinta Nadine, sambil mencoba mendorong tubuh Dhanil.
"Mas Dhanil... Mas Dhanil... belum pingsan kan?" ucap Nadine sambil menepuk-nepuk wajah dan pundak Dhanil, yang masih terlihat lemas.
Akhirnya berkat pertolongan Dhena, Nadine bisa kembali bernafas, karena sebelumnya posisi Dhanil berada diatas tubuhnya membuat ia kesulitan bernafas.
"Mas mu udah tidur. sekarang kita harus gimana?" tanya Nadine
"Kamu jagain Mas Dhanil yaa, aku akan pergi menemui Rayyan dan kembali bersama nya untuk mengambil barang itu.* pinta Dhena.
"Apa, kamu nyuruh aku disini berdua sama Mas mu." sahut Nadine.
"Iya, kenapa?" jawab Dhena.
"Enggak ach, aku gak mau. mending kamu aja yang jagain mas mu, biar Rayyan yang kesini sendiri." jawab Nadine.
"Nad, aku mohon yaa bantuin aku, Rayyan udah sampai di tempat kita janjian. masa aku nyuruh dia tiba-tiba datang kesini, jaraknya kan lumayan jauh." ucap Dhena.
"Lebih baik Rayyan yang kesini, daripada aku yang disini jagain Mas mu. Aku gak mau fitnah yang enggak-enggak Dhen, kalo tiba-tiba kekasih Mas Dhanil datang, terus liat aku disini berdua sama dia gimana, bisa kena masalah besar aku." Nadine bersikeras menolak untuk membantu Dhena.
Tapi karena Dhena juga tidak ingin harinya rusak karena sang kakak, dengan terpaksa ia pergi meninggalkan Nadine berdua dengan Dhanil.
"Maaf yaa Nad... aku mohon maafkan aku." ucap Dhena, dengan cepat pergi dari kamar hotel sang kakak.
"Yaa Ampun nyebelin banget si dia, kakaknya lagi sakit juga. lebih mentingin pacarnya." Nadine kesal pada Dhena, karena seenaknya bersikap buruk pada sang Kakak.
"Jika kamu ingin pergi, pergi saja. Aku akan baik-baik saja tanpa kamu disini." Ucap Dhanil.
"Ech, Mas. ku kira Mas sudah tidur." ucap Nadine.
"Bagaimana aku bisa tidur, jika kalian berdebat terus tanpa henti.
"Maaf Mas." Nadine merasa tidak enak.
"Pergilah, katakan pada Dhena. Aku yang akan membawa titipan mama ke kost nya." tukas Dhanil. lalu membalikkan badan dan tertidur.
Nadine memang ingin pergi, tapi ia juga tidak bisa meninggalkan orang yang sedang sakit sendirian. Ia masih mengingat kematian sang Ayah, yang pada saat itu sedang sakit namun tidak ada siapapun dirumah.
"Aku harus bagaimana, Jika aku tetap disini. Aku takut akan terjadi fitnah. Tapi jika aku pergi, Kasian Mas Dhanil, saat ia bangun tidak ada siapapun dirumah ini yang bisa membantunya."
Akhirnya Nadine pun memutuskan untuk menetap dan menjaga Kakak dari sahabat nya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam tapi Dhena dan Rayyan masih belum juga datang, begitu juga dengan Dhanil, masih saja tertidur tanpa merasakan lapar atau haus.
Nadine dengan sabar menunggu kedatangan sahabatnya, sampai terkantuk-kantuk didalam hotel bersama Dhanil. ia sesekali memeriksa keadaan Dhanil, dengan mengecek suhu tubuh dengan telapak tangannya.
Mengompres dahi Dhanil, berharap demamnya turun, Nadine benar-benar merawat Dhanil seperti ia merawat kakaknya sendiri.
Nadine sedang melihat pemandangan malam hari yang nampak begitu indah dilihat dari ketinggian. tanpa ia sadari, Dhanil bangun dan terus memperhatikan Nadine.
"Siapa nama mu?" tanya Dhanil. seketika membuat Nadine terkejut.
"Nama ku Nadine Mas." jawabnya canggung.
"Dhena masih belum datang?" tangannya lagi. Nadine hanya mengangguk.
"Mas butuh sesuatu. Mau makan atau minum?" tanya Nadine, saat melihat Dhanil bergerak ingin bangun dari tempat tidur.
"Tidak, aku ingin ke kamar kecil." Jawab Dhanil, melangkah lemas menuju toilet.
Sekitar 30menit lamanya, akhirnya Dhanil keluar dengan tubuh segar dan bertelanjang dada. Sontak saja Nadine yang pada saat itu sedang berusaha menghubungi Dhena, langsung membalikkan badan.
"Sudah ada kabar dari Dhena?" tanya Dhanil, dengan santainya memakai pakaian didepan Nadine.
"Belum Mas, tidak diangkat. Aku juga sudah menghubungi Rayyan, tapi tidak diangkat juga." Jawab Nadine, masih dengan posisi wajahnya menghadap dinding.
"Kalau gitu aku antar kamu pulang." ucap Dhanil.
"Enggak perlu Mas, aku bisa naik angkot, kebetulan jaraknya gak jauh kok dari tempat kost." tolak Nadine.
"Enggak apa-apa, aku antar kamu sekalian kita cari makan." Dhanil memaksa tanpa bisa Nadine menolak nya.
"Kamu mau makan apa?" tanya Dhanil, setelah berkeliling mengendarai mobil sambil mencari-cari tempat makan.
"Apa aja si Mas, tapi biasanya kita beli pecel lele." jawab Nadine.
"Pecel lele? aku itu mau traktir kamu makan enak, emang gak ada pilihan lain selain itu?" tanya Dhanil.
"Apa ya mas, aku gak ngerti makanan enak yang Mas maksud itu." jawaban Nadine begitu polos, membuat Dhanil tak dapat menahan tawa kecil dibibir nya.
"Lain kali aja Mas, ini udah larut malam. Aku mau pulang aja." pinta Nadine.
"Tapi kamu belum makan dari pagi, kamu sibuk jagain aku sampai lupa makan." ucap Dhanil merasa bersalah.
"Enggak kok, aku sudah minum air tadi dihotel tempat Mas nginep." jawabnya semakin membuat Dhanil gemas.
"Air putih gak bikin kenyang, tapi bikin kembung." ucapnya.
"Yaudah kalo gitu, lain kali kalo aku ke Jogja lagi. Kita makan enak, sebagai tanda terima kasih ku." Janji Dhanil.
"Boleh Mas." Nadine mengangguk dengan senyuman tulus.
"Sekarang aku antar kamu pulang." ucap Dhanil.
Tak lama ponsel Nadine berdering, sebuah panggilan masuk yang datangnya dari Dhena.
"Hallo Dhena." jawab Nadine.
"Aku lagi dijalan, aku pulang bareng mas mu." ucapnya.
"Iya sebentar lagi aku sampai."
"Iya nanti aku sampaikan."
"Iya, sampai ketemu nanti." Nadine pun memutuskan panggilan telepon tersebut.
"Dimana dia?" tanya Dhanil.
"Masih sama Rayyan Mas." Jawabnya.
"Dhena nitip pesen, setelah selesai acara nya dengan Rayyan, ia akan pergi ke hotel menemui Mas." ucapnya.
"Baguslah. Aku akan menunggunya." ucap Dhanil.
"Mas enggak akan marah kan sama Dhena?" tanya Nadine.
"Sedikit kesal saja." jawabnya.
"Dhena gadis baik mas, Rayyan juga laki-laki baik. Mereka pasangan yang cocok. percaya sama mereka berdua, mereka tidak berbuat macam-macam, sampai dinyatakan lulus." tukas Nadine meyakinkan Dhanil.
"Kenapa kamu bisa yakin dan percaya pada mereka?" tanya Dhanil.
"Dhena sudah ku anggap seperti saudara perempuan bagiku, walau kita terbilang baru 3 tahun berteman." ucap Nadine.
"Begitu juga dengan Rayyan, dia sahabat ku dari kecil. kita sudah bertemu saat kami masih didalam rahim ibu kami. Hihihi. Maaf. Laki-laki itu sudah ku anggap teman terbaik ku." lanjut Nadine.
"Jadi kalau terjadi sesuatu diantara mereka, Mas salahkan aku yang sudah mempertemukan mereka berdua."
"Mana bisa seperti itu, kamu memang seorang teman yang baik bagi Dhena dan juga Rayyan. Tetapi, jika mereka sudah memutuskan untuk berkomitmen dalam sebuah hubungan, itu sudah bukan lagi tanggung jawab mu." Pesan tegas Dhanil.
"Jika terjadi sesuatu pada hubungan mereka, bukan kamu yang disalahkan, tapi merekalah yang menjalani hubungan itu." Tukas Dhanil.
"tapi tetap saja, aku akan sangat merasa bersalah." tutur nya.
"Semoga mereka langgeng ya Mas sampai ke pelaminan." Harapan Nadine, yang juga di amin kan oleh Dhanil.
Tak terasa percakapan mereka menjadi awal kedekatan Dhanil dan Nadine, yang tidak pernah mereka sangka-sangka jika pertemuannya akan berakhir penuh drama.
Flashback Off
Sudah sebulan lamanya setelah peristiwa hari ulang tahun Nadine yang penuh dengan kejutan, gadis itu pun sudah tidak pernah datang lagi kerumah Dhena untuk menemui Devano, walau kenyataannya ia sudah sangat rindu sekali anak laki-laki yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri. begitu juga dengan devano ia juga sangat merindukan Nadine sampai ia tidak mau makan dan jatuh sakit.
Dhanil sungguh merasa kasian harus menjauhkan Nadine dengan Devano, yang pada akhirnya justru membuat anaknya sendiri tersiksa hingga jatuh sakit. Dengan berat hati ia harus membujuk nadine untuk kembali bertemu dengan Devano, demi kesehatan anaknya juga.
Kini Dhanil pergi menuju tempat kost dimana Nadine tinggal. Ia berniat meminta maaf atas sikapnya waktu itu dan berharap nadine tidak sakit hati atas perlakuannya.
Setibanya ditempat kost, Dhanil segera menekan bell dan respon Nadine pun segera membukakan pintu tanpa banyak basa-basi.
"Mas Dhanil." Nadine merasa canggung.
"Masuk Mas." Ucapnya sekali lagi. Dhanil masuk sambil melihat kembali suasana tempat kost Nadine yang tidak berubah. tempat yang menjadi saksi bisu dimana Dhanil pernah menyatakan perasaannya terharap Nadine.
"Gimana keadaan Devano Mas?" Tanya Nadine, setelah mempersilahkan Dhanil duduk dan juga memberikannya minum.
"Kau sudah tahu soal devano sakit?" Tanyanya.
"Aku tau dari Dhena, tapi tidak bisa kesana, karena takut mas tidak menyukai ku." Jawab Nadine.
"Aku masih menyukai mu, walau dulu kau menolaknya." Sahut Dhanil.
"Maksud ku, bukan seperti itu. maksud ku mas tidak menyukai aku dekat dengan Devano." Tegas Nadine.
"Aku memang tidak menyukai kedekatan kalian, karena Devano sudah menganggap mu lebih dari seorang kakak. LIhat saja, Baru sebulan kalian tidak bertemu, reaksi Devano tidak mau makan bahkan sampai jatuh sakit. Apakah menurut mu itu tidak berlebihan." Ucap Dhanil.
"Aku marah, dan aku kesal karena aku punya alasan sendiri, aku tidak ingin kalian terlalu dekat tapi nyatanya kalian sudah begitu jauh sampai sulit sekali dipisahkan. Aku tidak ingin berbasa-basi lagi, aku akan berterus terang padamu. Menikahlah dengan ku, kau bebas melakukan apapun bersama Devano setelah resmi menjadi Istri ku." Tukasnya.
Setelah mendengar pernyataan Dhanil, yang membuat Nadine kembali Frustasi, dunia nya kembali kacau. Bukan ia tidak ingin menerima lamaran Dhanil, tapi ia hanya takut persahabatannya dengan Dhena hancur hanya karena Nadine harus berubah status menjadi kakak ipar.
Saat Nadine dilanda kegelisahan, memikirkan jawaban apa yang harus ia beri, tiba-tiba saja Devano datang dengan wajah pucat dan tubuhnya yang lemas.
"Tante Nadine." Suaranya terdengar parau dan lemah.
Nadine pun segera menghampiri Devano, dengan cepat ia menggendong tubuh anak laki-laki itu.
"Devano. Jangan sakit ya sayang, tante ada disini." Ucap nadine.
Nadine memaksa Devano untuk makan walau hanya 2-3 sendok saja, yang penting perutnya tidak kosong, tanpa disangka devano menghabiskan semua makanan yang diberikan Nadine. sungguh membuat hati Dhanil luluh melihat anaknya yang haus akan kasih sayang seorang ibu.
Kini devano sedang tertidur lelap dipangkuan Nadine, gadis itu begitu lembut memperlakukan Devano, sepenuhnya Nadine memberikan perhatian nya pada Devano.
Entah kenapa hal itu justru membuat Dhanil merasa Iri ia pun ingin merasakan hal yang sama dengan apa yang dirasakan Devano. Tiba-tiba Dhanil duduk disamping Nadine lalu berkata :
"Aku masih menunggu jawaban darimu." ucap Dhanil. Nadine terdiam, gadis itu benar-benar tidak dapat menggerakkan tubuhnya.
Tubuhnya dihimpit oleh 2 orang laki-laki, sehingga membuat Nadine mematung tak berkutik.
Devano masih tertidur dipangkuan nya sedangkan Dhanil ikut menyandarkan kepalanya di bahu Nadine sembari kedua tangannya melingkar di tubuh Devano dan juga Nadine.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!