NovelToon NovelToon

Wanita Ku

Sebuah Kejutan

Malam ini tepat pukul 01.00 WIB, ponsel seseorang berdering terus menerus, getarannya sangat menganggu hingga membangunkan tidur seorang gadis bernama Nadine. Sambil mengerjapkan kedua mata, tanganya bergerak kesana kemari mencari ponsel miliknya yang tanpa henti berdering, sambil menahan kantuk, Nadine pun  mengangkat panggilan telepon dari Dhena sahabatnya.

"Hallo' Jawabnya dengan suara parau. Mata Nadine kembali terpejam tapi sambil mendengarkan ucapan Dhena. dalam hitungan detik mata Nadine seketika melebar, Ia pun terbangun dari tidur nyenyaknya, setelah mendengar suara sahabatnya yang menangis meminta pertolongan.

"Kamu dimana sekarang?" tanyanya.

"Oke, kamu tenang dulu yaa. aku akan siap-siap dan segera menemui mu." Ucap Nadine.

Sambil berganti pakaian, gadis itu berusaha untuk mengajak Dhena mengobrol, yang saat itu terdengar masih menangis. dan tak butuh banyak waktu Nadine mengambil hoodie Zipper berwarna putih dengan bawahan celana levis panjang dan sepatu skate berwarna hitam serta tak lupa tas ransel yang kemana pun pasti akan ia bawa.

"Aku kesana sekarang. Ingat, gak usah panik, tetep tenang sampai aku tiba disana." Pintanya, lalu mematikan panggilan telepon dari Dhena. Dengan rambut panjangnya yang ia biarkan terurai, Nadine bergegas pergi menuju rumah Dhena, untung saja ia dengan mudah mendapatkan taksi yang kebetulan sekali lewat di depan kost tempat ia tinggal.

"Malam Pak, tolong antarkan saya ke Menteng, Jakarta pusat ya Pak." tutur Nadine.

"Baik mba." Jawab sang driver.

Seperti mengerti kondisi yang dialami Nadine, pak driver pun dengan cepat melajukan kendaraannya, tanpa harus melewati jalan toll dari Bekasi menuju Jakarta, yang hanya ditempuh jarak kurang lebih 30menit. Karena sudah tengah malam, jalanan pun lancar dan tak banyak kendaraan yang menuju jakarta. Kini Nadine pun tiba di Rumah Dhena.

Saat Nadine turun dari Taksi, ia terlihat kebingungan karena rumah Dhena nampak sepi tak berpenghuni. terlihat lampu teras Padam, dan nampak Pak Tejo dan kawan-kawan dimana mereka itu Security yang biasa menjaga rumah Dhena. Tanpa pikir panjang Nadine tetap membuka gerbang, jalan melewati pos security dan mendekati pintu utama rumah Dhena.

"Kenapa terlihat sepi, apa Dhena sudah pergi kerumah sakit?" batinnya.

Nadine mencoba menekan Bell, tapi tak ada sahutan dari dalam. tanpa ia sadari pintu utama ternyata terbuka sedikit membuat nadine merasa cemas. Lalu dengan cepat ia membuka pintu rumah Dhena, dan berucap memanggil-manggil nama sahabatnya.

"Dhenaaaa....."

"Dhena kamu dimana??" Ucapnya dengan langkah ragu untuk memasuki rumah Dhena semakin dalam. Nadine pun mengurungkan diri dan kembali keluar teras rumah Dhena, kemudian dia mengambil ransel yang sejak tadi bergantung di pundaknya, Nadine membuka resleting lalu meraih ponsel yang ia simpan didalam tas ransel tersebut.

Nampaknya Nadine berniat hendak menghubungi Dhena, dan benar saja setelah menekan nomor telepon untuk tersambung ke nomor Dhena. Tiba-tiba terdengar suara ponsel milik Dhena dari balik pintu utama dimana saat itu Nadine sedang berdiri.

Hal itu membuat Nadine terkejut, kenapa ponsel Dhena terdengar dari dalam tetapi saat dipanggil namanya gadis itu tidak menyahut panggilan Nadine. Keterkejutan Nadine semakin membuatnya diam mematung, karena tiba-tiba saja semua lampu rumah menyala dan suara Party Popper atau petasan khusus untuk merayakan ulang tahun, menggema didalam rumah Dhena, bersama beberapa suara terompet yang sangat bising.

Nadine masih tetap diam, ia masih belum mengerti dengan siatusi yang baru ia alami. Dhena pun membuka pintu dan manarik Nadine untuk masuk kedalam rumah nya.

"Apa?" tanyanya bingung.

"Selamat ulang tahun Nadine." Ucap Dhena, di ikuti sorakan dari dalam rumah.

"Apa-apan ini Dhena?" Tanyanya sekali lagi.

"Maaf ya Nad, kami hanya ingin memberi mu kejutan dihari kelahiran mu." Ucap Raffa kekasih Dhena dan juga sahabat kecil Nadine,

"Yaa ampun kalian nyebelin banget si." Sahut Nadine terlihat kesal.

"Maaf Nad." Sahut Dhena memeluk tubuh Sahabatnya.

"Aku hampir mati serangan jantung saat mendengar kabar Devano sakit." Ucapan Nadine membuat kedua matanya berkaca-kaca, ya gadis itu menangis karena telepon yang diterimanya hanyalah sebuah panggilan tipuan dari orang-orang yang menyayanginya.

"Kami minta maaf Nad, kami hanya ingin kamu tahu kalau kami menyayangimu." Ucap Dhena, seketika merasa bersalah karena telah membohongi Nadine.

"Sekarang Devano dimana?" Tanya Nadine.

"Dia ada dikamarnya sedang tidur."Jawab Raffa. Tanpa basa-basi Nadine pergi meninggalkan Raffa dan Dhena berserta para security dan juga ART yang membantu kebohongan Sahabatanya. Lalu Nadine berjalan menuju kamar Devano.

"Kamu mau kemana Nad?" Tanya Raffa.

"Aku mau kekamar Devano, aku mau memastikan kalau dia baik-baik saja." Jawabnya.

"Tapi Nad, dikamar devano ada........." Seolah tak ingin mendengar ucapan Raffa, Nadine terus melangkah dan langsung membuka pintu kamar Devano. Ruangan nya gelap, untuk memastikan Nadine pun masuk kedalam dan terlihat samar-samar wajah devano yang sudah tertidur lelap.

"Syukurlah, kamu baik-baik saja. tidur yang nyenyak yang sayang." Ucapnya sambil membelai rambut kepala anak berusia 6 tahun. Perasannya menjadi tenang setelah mencium kening Devano, namun tiba-tiba terdengar suara seorang pria yang mengejutkannya.

"Sedang apa kau?" Suara seorang pria terdengar tepat dibelakang tubuh Nadine, dan sontak saja gadis itu memutarkan tubuhnya hingga membuat kepalanya menabrak dada bidang pria tersebut.

"Argh,," Ucapnya menyentuh dahi, dengan kepala tertunduk kebawah gadis itu membuka ponsel lalu menyalahkan senter dalam ponsel nya. dengan cepat senter tersebut menyoroti wajah pria yang berada dihadapan Nadine.

"Mas Dhanil?" ucapnya menyebut nama pria itu, dan begitu terkejutnya ia sampai melepaskan handphone miliknya yang sebelumnya ia gunakan untuk menyoroti wajah Dhanil.

"Maa... Maaf mas, A-aku tidak tahu kalau mas ada didalam kamar Devano." Ucapnya gugup.

"Kau sedang apa?" tanyanya untuk kedua kali.

"A-aku hanya ingin memastikan kondisi Devano saja Mas, Soalnya Dhena bilang Devano sakit." Ungkapnya.

"Apa benar begitu Dhena ?" pertanyaan Dhanil terdengar dingin kepada Dhena yang bersembunyi dibalik pintu kamar Devano.

"Heee Iya Kak." Jawabnya tersenyum canggung.

"Tapi aku tidak bermaksud mengganggu tidur Devano, tiba-tiba saja Nadine masuk ke kamar ini, Aku tidak menyuruhnya untuk masuk." Sahut Dhena membela diri. Mendengar ucapan Dhena, kedua mata Nadine pun membulat menatap kearah Dhena.

"Aku juga minta maaf ya Mas Dhanil." Ucap Raffa muncul setelah kekasih nya merasa terpojokan. Setelah beberapa menit, tak ada yang berbicara akhirnya Dhanil pun meminta anak muda itu untuk pergi dari kamar Devano.

"Keluar lah. Devano baru saja tidur. Jangan sampai ia terbangun karena kebisingan kalian." Pinta Dhanil dengan nada dingin.

Dhena, Nadine dan Raffa pun keluar bersamaan dari kamar Devano, meninggalkan Dhanil yang saat itu terlihat membenarkan selimut Devano.

"Kenapa kau tidak mengatakan jika didalam ada Mas Dhanil." Ucap Nadine menyalahkan Raffa dan Dhena yang lebih dulu jalan didepan nya.

"Aku tadi sudah memberitahu mu, tapi kau tidak mendengarnya malah jalan terus ke kamar Devano." Sahut Raffa.

"Tapi harusnya kamu menahan ku Raffa, kamu bisa menarik tangan ku atau apa gitu, lakukan apapun agar aku tidak masuk." Ucap Nadine terdengar kesal.

"Nadine.." Panggil Dhanil tiba-tiba dibelakangnya.

Nadine bersama kedua sahabatnya membalikkan badan kearah Dhanil. " Iyaa Mas." Jawabnya.

"Ikut aku sebentar." Pinta Dhanil, lalu pergi meninggalkan mereka bertiga yang saling sikut memberi kode sebagai tanda tanya, apa yang sebenarnya terjadi.

Karena takut membuat Dhanil menunggunya, Nadine bergegas berjalan dibelakang Pria tampan dengan tinggi 180cm. Setelah tiba ditaman samping rumah Dhanil, pria itu melepaskan Jas yang ia gunakan, dan terpampang jelas dada bidang yang berusaha keluar dari balik kemeja putih yang dikenakan Dhanil.

Gadis itu hanya berdiam diri dengan kepala tertunduk, menunggu apa yang akan Dhanil katakan.

"Aku tidak suka dengan cara mu memperlakukan anak ku Devano." Ucapnya tica-tiba. Kepala Nadine mendongak menatap Dhanil yang berdiri dihadapannya dengan membelakangi Nadine.

"Apa kamu tidak merasa bahwa sikap mu sudah berlebihan." Ucapnya lagi. Nadine hanya terdiam tanpa ingin menjawab.

"Devano bukan anak mu, Devano tidak ada hubungan darah dengan mu, kenapa kau dengan mudah nya masuk kedalam kamarnya, lalu membelainya dan menciumnya." Tuturnya tegas,

"Aku minta maaf Mas Dhanil, aku tidak ada niatan apapun pada Devano. Aku menyayanginya tulus seperti adik ku sendiri." Jelas Nadine dengan lembut.

"Dhena, Raffa dan Devano, mereka sudah menjadi bagian dalam hidupku. Saat mendengar diantara mereka ada yang terluka, aku pasti akan bergegas menemui mereka, dan memperlakukan mereka seperti apa yang sudah aku lakukan kepada Devano." Ungkapnya.

"Maaf. Aku tidak ingin Mas Dhanil salah paham." Nadine mengakhirinya dengan sebuah senyuman di wajahnya. Dhanil pun tak dapat berkata apa-apa, ia hanya diam menatap Nadine dari ujung kaki hingga ujung kepala.

"Papa..." terdengar suara mungil seorang anak laki-laki memanggil sang Papa dengan lembut.

"Devano, kemari sayang." Pinta sang Papa. Namun Devano menolak untuk mendekatinya, anak itu lebih memilih untuk memeluk tubuh Nadine.

"Kenapa Papa memarahi tante Nadine, apa yang sudah tante Nadine lakukan sampai papa bicara seperti itu?' ujarnya. Ternyata Devano mendengar semua perkataan Dhanil sebelumnya.

"Enggak Devano, Papa enggak marahin tante kok." ucap Nadine, gadis itu bersimpuh pada kedua lututnya untuk mengimbangi tinggi Devano.

"Devano mendengar Papa berbicara kepada Tante, Papa bilang tidak suka melihat Tante menyayangi ku ." Ujar Devano. Nadine diam ia tidak bisa berbohong dihadapan anak kecil itu.

"Pah, sejak papah memutuskan untuk meninggalkan ku dengan tante Dhena. aku sangat sedih. Aku sangat kehilangan Papa, Tapi sejak ada tante Nadine, Devano bahagia, kesedihan Devano juga hilang, Devano merasa sangat senang saat ada tante Nadine. papa jangan marahin tante Nadine ya, aku sangat menyayanginya." ungkap Devano anak laki-laki berusia 6 tahun yang harus merasakan pahitnya kehilangan kasih sayang kedua orang tua.

Dhanil terdiam, dan meminta Nadine untuk membawa Devano masuk kedalam kamarnya. Sambil menatap kepergian Nadine dan Devano, dalam hatinya ia tak bermaksud untuk memarahi Nadine, pria itu hanya tidak ingin membuat Devano merasa nyaman berada didekat Nadine. Karena jika sudah begitu pasti akan ada maksud lain, dan Dhanil tak mau hal itu sampai terjadi.

Karena akan sangat menyakitkan baginya jika sampai Devano merasa nyaman bersama Nadine, dan berharap lebih dari gadis lugu itu. Dhanil sudah mengenal Nadine dengan sangat baik, baginya Nadine seorang gadis yang luar biasa, tak hanya baik, lembut, gadis itu juga memiliki sifat keibuan. Bahkan Nadine sampai rela membagi waktunya hanya untuk mengurus Devano yang sedang sakit.

Tidak dapat dipungkiri jika Dhanil sudah lama memendam rasa pada Nadine, gadis yang dulu diperkenalkan oleh adiknya Dhena, kini tumbuh menjadi seorang wanita cantik dan juga penyayang. Bahkan tidak segan Nadine memberikan perhatian pada Dhanil, walau Nadine sudah berterus terang jika ia hanya menganggap Dhanil sebagai kakaknya. Kakak dari sahabatnya yang sangat ia sayangi yaitu Dhena.

Kakak yang Malang.

Flasback On

"Mau kemana Dhen...?" tanya Nadine. Saat melihat Sahabatnya terlihat sibuk bolak balik kesana kemari.

"Mas Dhanil ada di Jogya, aku disuruh ke hotel tempat dia menginap." jawab Dhena.

"Bagus dong, kenapa kamu keliatan panik?" Ucap Nadine.

"Ya ampun Nad, ini weekend, jadwal aku menghabiskan waktu bareng Rayyan." Jawab Dhena kesal.

"Datang bareng Rayyan kan bisa." ucap Nadine.

"Enggak, Enggak, bisa dibunuh aku sama Mas Dhanil. Belum lulus kuliah udah pacaran." Jawabnya.

"Terus gimana dong? apa gak bisa jadwal bareng Rayyan kamu batalin dulu, untuk ketemu sebentar sama Mas Dhanil." Saran Nadine.

"Pengen nya gitu, tapi udah sebulan aku gak ketemu Rayyan, aku udah kangen banget sama dia." jawab Dhena memelas.

"Sangat membingungkan. Aku mau lanjut tidur." ucap Nadine.

"Ihh... kok tidur si. sekarang waktunya bangun terus mandi." Titah Dhena.

"Mau ngapain si, masih jam 6 pagi. lagian ini weekend, aku mau istirahat." Nadine menolak, dan kembali menarik selimut.

"Nadineeeee...... Aku mau ngajak kamu, ikut ketemu sama Mas Dhanil." Ucap.

"Apa... kenapa harus aku si, kenapa gak sama Rayyan aja." Nadine terkejut bukan main, mendengar permintaan Dhena. Karena ini kali pertama ia bertemu dengan Mas Dhanil, Kakak dari sahabat nya yaitu Dhena.

"Mau yaa Nad. temenin aku sebentar aja." Dhena memohon dan berharap Nadine mau membantu nya.

"Iyaa.... kalau gitu aku mandi dulu." Jawab Nadine dengan berat hati.

2jam berlalu.

Akhirnya Dhena dan Nadine tiba disebuah hotel yang letaknya tak jauh dari tempat kost mereka.

Dhena berjalan seolah ia tahu kamar yang ditempati oleh sang Kakak, dan Nadine hanya mengikuti langkah Dhena dari belakang.

Setelah menaiki lift menuju lantai 15, kini kedua gadis itu sudah tiba tepat didepan sebuah kamar. Dhena menekan Bell berharap pintu terbuka dengan cepat, tapi setelah berkali-kali ditekan, tak ada respon apapun dari dalam kamar.

Sambil menghubungi sang kakak via phone, Dhena masih tetap menekan Bell kamar tersebut. Akhirnya setelah 5menit menunggu pintu kamar pun terbuka.

Terlihat sosok pria bertubuh tinggi dan berkulit putih muncul dari balik pintu. Dhanil muncul hanya menggunakan kaos oblong berwana Navy dan celana Levis panjang yang sangat cocok untuknya.

"Lama banget si Mas." ucap Dhena yang sudah terlihat kesal.

"Siapa dia?, aku kan sudah jangan pernah bawa teman mu lagi." tanya Dhanil.

"Tenang aja Mas, dia berbeda dengan teman-teman ku yang lain." Sahut Dhena dan menyerobot masuk tanpa izin.

"Dhena, aku tunggu dibawah aja ya." Izin Nadine.

"Enggak perlu Nad, masuk aja sini. Mas Dhanil gak akan gigit kok." Jawab Dhena dan menarik tangan Nadine lalu mendorong nya masuk kedalam kamar hotel yang dipesan Dhanil.

"Mas kenapa? pucat banget mukanya?" tanya Dhena.

"Enggak apa-apa." jawabnya singkat.

"Jadi ada perlu apa memanggil ku?" tanya Dhena.

"Ada titipan dari mama buat kamu, ada disana." ucap Dhanil sembari menunjuk pada sebuah kardus besar didekat tempat tidur.

"Yaa ampun, apa ini mas?. Besar banget, gimana caranya aku bisa bawa ini barang." Dhena terlihat sangat kebingungan.

"Kau bisa meminta kekasih mu kesini, dan membawa nya. kenapa malah membawa teman mu." ucap Dhanil.

Dhena terkejut mendengar pernyataan sang Kakak, dia mengira Kakaknya tidak mengetahui dirinya yang telah mempunyai kekasih.

"Mas Tau, aku punya pacar?" tanya Dhena. Dhanil tidak menjawab, ia hanya duduk diam bersandar di sofa.

"Mas, jangan sampai mama sama papa tau ya." pinta Dhena.

"Please Mas, yaa jangan sampai mama sama papa tau." Dhena terus memohon pada sang kakak, untuk merahasiakan hubungan nya dengan Rayyan.

"Mas gak janji. Udah sana Mas mau istirahat, tapi sebelum pulang bawa itu dulu." titah Dhanil, namun saat dirinya beranjak ingin setelah melangkahkan kakinya tiba-tiba tubuhnya jatuh ke lantai, hingga membuat Nadine dan Dhena terkejut.

"Mas, Mas Dhanil enggak apa-apa?" teriak Dhena.

"Enggak apa-apa, Mas cuma capek aja." Jawabnya Datar.

"Kita bantu Mas mu ke tempat tidur aja Dhen." ajak Nadine.

"Iyak Nad, bantuin aku dong." pinta Dhena.

Mereka berdua memapah tubuh Dhanil menuju tempat tidur. Dhena dan Nadine merasakan tubuh Dhanil yang begitu panas.

"Sepertinya Mas Dhanil demam. Nad tolong kamu pegang Mas Dhanil dulu, aku mau cari obat demam untuknya." ucap Dhena, dan menyerah tubuh Dhanil pada sahabatnya.

"Tapi Dhena... Aku gak kuat.. Dhen.. Dhena." ucap Nadine.

Karena tubuh laki-laki itu kekar, membuat Nadine tidak mampu menopang berat tubuh Dhanil. Ia pun terjatuh ke tempat tidur, dengan posisi Dhanil berada diatas tubuhnya.

"Dhena, bantu aku." pinta Nadine, sambil mencoba mendorong tubuh Dhanil.

"Mas Dhanil... Mas Dhanil... belum pingsan kan?" ucap Nadine sambil menepuk-nepuk wajah dan pundak Dhanil, yang masih terlihat lemas.

Akhirnya berkat pertolongan Dhena, Nadine bisa kembali bernafas, karena sebelumnya posisi Dhanil berada diatas tubuhnya membuat ia kesulitan bernafas.

"Mas mu udah tidur. sekarang kita harus gimana?" tanya Nadine

"Kamu jagain Mas Dhanil yaa, aku akan pergi menemui Rayyan dan kembali bersama nya untuk mengambil barang itu.* pinta Dhena.

"Apa, kamu nyuruh aku disini berdua sama Mas mu." sahut Nadine.

"Iya, kenapa?" jawab Dhena.

"Enggak ach, aku gak mau. mending kamu aja yang jagain mas mu, biar Rayyan yang kesini sendiri." jawab Nadine.

"Nad, aku mohon yaa bantuin aku, Rayyan udah sampai di tempat kita janjian. masa aku nyuruh dia tiba-tiba datang kesini, jaraknya kan lumayan jauh." ucap Dhena.

"Lebih baik Rayyan yang kesini, daripada aku yang disini jagain Mas mu. Aku gak mau fitnah yang enggak-enggak Dhen, kalo tiba-tiba kekasih Mas Dhanil datang, terus liat aku disini berdua sama dia gimana, bisa kena masalah besar aku." Nadine bersikeras menolak untuk membantu Dhena.

Tapi karena Dhena juga tidak ingin harinya rusak karena sang kakak, dengan terpaksa ia pergi meninggalkan Nadine berdua dengan Dhanil.

"Maaf yaa Nad... aku mohon maafkan aku." ucap Dhena, dengan cepat pergi dari kamar hotel sang kakak.

"Yaa Ampun nyebelin banget si dia, kakaknya lagi sakit juga. lebih mentingin pacarnya." Nadine kesal pada Dhena, karena seenaknya bersikap buruk pada sang Kakak.

"Jika kamu ingin pergi, pergi saja. Aku akan baik-baik saja tanpa kamu disini." Ucap Dhanil.

"Ech, Mas. ku kira Mas sudah tidur." ucap Nadine.

"Bagaimana aku bisa tidur, jika kalian berdebat terus tanpa henti.

"Maaf Mas." Nadine merasa tidak enak.

"Pergilah, katakan pada Dhena. Aku yang akan membawa titipan mama ke kost nya." tukas Dhanil. lalu membalikkan badan dan tertidur.

Nadine memang ingin pergi, tapi ia juga tidak bisa meninggalkan orang yang sedang sakit sendirian. Ia masih mengingat kematian sang Ayah, yang pada saat itu sedang sakit namun tidak ada siapapun dirumah.

"Aku harus bagaimana, Jika aku tetap disini. Aku takut akan terjadi fitnah. Tapi jika aku pergi, Kasian Mas Dhanil, saat ia bangun tidak ada siapapun dirumah ini yang bisa membantunya."

Akhirnya Nadine pun memutuskan untuk menetap dan menjaga Kakak dari sahabat nya.

Gadis yang baik

Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam tapi Dhena dan Rayyan masih belum juga datang, begitu juga dengan Dhanil, masih saja tertidur tanpa merasakan lapar atau haus.

Nadine dengan sabar menunggu kedatangan sahabatnya, sampai terkantuk-kantuk didalam hotel bersama Dhanil. ia sesekali memeriksa keadaan Dhanil, dengan mengecek suhu tubuh dengan telapak tangannya.

Mengompres dahi Dhanil, berharap demamnya turun, Nadine benar-benar merawat Dhanil seperti ia merawat kakaknya sendiri.

Nadine sedang melihat pemandangan malam hari yang nampak begitu indah dilihat dari ketinggian. tanpa ia sadari, Dhanil bangun dan terus memperhatikan Nadine.

"Siapa nama mu?" tanya Dhanil. seketika membuat Nadine terkejut.

"Nama ku Nadine Mas." jawabnya canggung.

"Dhena masih belum datang?" tangannya lagi. Nadine hanya mengangguk.

"Mas butuh sesuatu. Mau makan atau minum?" tanya Nadine, saat melihat Dhanil bergerak ingin bangun dari tempat tidur.

"Tidak, aku ingin ke kamar kecil." Jawab Dhanil, melangkah lemas menuju toilet.

Sekitar 30menit lamanya, akhirnya Dhanil keluar dengan tubuh segar dan bertelanjang dada. Sontak saja Nadine yang pada saat itu sedang berusaha menghubungi Dhena, langsung membalikkan badan.

"Sudah ada kabar dari Dhena?" tanya Dhanil, dengan santainya memakai pakaian didepan Nadine.

"Belum Mas, tidak diangkat. Aku juga sudah menghubungi Rayyan, tapi tidak diangkat juga." Jawab Nadine, masih dengan posisi wajahnya menghadap dinding.

"Kalau gitu aku antar kamu pulang." ucap Dhanil.

"Enggak perlu Mas, aku bisa naik angkot, kebetulan jaraknya gak jauh kok dari tempat kost." tolak Nadine.

"Enggak apa-apa, aku antar kamu sekalian kita cari makan." Dhanil memaksa tanpa bisa Nadine menolak nya.

"Kamu mau makan apa?" tanya Dhanil, setelah berkeliling mengendarai mobil sambil mencari-cari tempat makan.

"Apa aja si Mas, tapi biasanya kita beli pecel lele." jawab Nadine.

"Pecel lele? aku itu mau traktir kamu makan enak, emang gak ada pilihan lain selain itu?" tanya Dhanil.

"Apa ya mas, aku gak ngerti makanan enak yang Mas maksud itu." jawaban Nadine begitu polos, membuat Dhanil tak dapat menahan tawa kecil dibibir nya.

"Lain kali aja Mas, ini udah larut malam. Aku mau pulang aja." pinta Nadine.

"Tapi kamu belum makan dari pagi, kamu sibuk jagain aku sampai lupa makan." ucap Dhanil merasa bersalah.

"Enggak kok, aku sudah minum air tadi dihotel tempat Mas nginep." jawabnya semakin membuat Dhanil gemas.

"Air putih gak bikin kenyang, tapi bikin kembung." ucapnya.

"Yaudah kalo gitu, lain kali kalo aku ke Jogja lagi. Kita makan enak, sebagai tanda terima kasih ku." Janji Dhanil.

"Boleh Mas." Nadine mengangguk dengan senyuman tulus.

"Sekarang aku antar kamu pulang." ucap Dhanil.

Tak lama ponsel Nadine berdering, sebuah panggilan masuk yang datangnya dari Dhena.

"Hallo Dhena." jawab Nadine.

"Aku lagi dijalan, aku pulang bareng mas mu." ucapnya.

"Iya sebentar lagi aku sampai."

"Iya nanti aku sampaikan."

"Iya, sampai ketemu nanti." Nadine pun memutuskan panggilan telepon tersebut.

"Dimana dia?" tanya Dhanil.

"Masih sama Rayyan Mas." Jawabnya.

"Dhena nitip pesen, setelah selesai acara nya dengan Rayyan, ia akan pergi ke hotel menemui Mas." ucapnya.

"Baguslah. Aku akan menunggunya." ucap Dhanil.

"Mas enggak akan marah kan sama Dhena?" tanya Nadine.

"Sedikit kesal saja." jawabnya.

"Dhena gadis baik mas, Rayyan juga laki-laki baik. Mereka pasangan yang cocok. percaya sama mereka berdua, mereka tidak berbuat macam-macam, sampai dinyatakan lulus." tukas Nadine meyakinkan Dhanil.

"Kenapa kamu bisa yakin dan percaya pada mereka?" tanya Dhanil.

"Dhena sudah ku anggap seperti saudara perempuan bagiku, walau kita terbilang baru 3 tahun berteman." ucap Nadine.

"Begitu juga dengan Rayyan, dia sahabat ku dari kecil. kita sudah bertemu saat kami masih didalam rahim ibu kami. Hihihi. Maaf. Laki-laki itu sudah ku anggap teman terbaik ku." lanjut Nadine.

"Jadi kalau terjadi sesuatu diantara mereka, Mas salahkan aku yang sudah mempertemukan mereka berdua."

"Mana bisa seperti itu, kamu memang seorang teman yang baik bagi Dhena dan juga Rayyan. Tetapi, jika mereka sudah memutuskan untuk berkomitmen dalam sebuah hubungan, itu sudah bukan lagi tanggung jawab mu." Pesan tegas Dhanil.

"Jika terjadi sesuatu pada hubungan mereka, bukan kamu yang disalahkan, tapi merekalah yang menjalani hubungan itu." Tukas Dhanil.

"tapi tetap saja, aku akan sangat merasa bersalah." tutur nya.

"Semoga mereka langgeng ya Mas sampai ke pelaminan." Harapan Nadine, yang juga di amin kan oleh Dhanil.

Tak terasa percakapan mereka menjadi awal kedekatan Dhanil dan Nadine, yang tidak pernah mereka sangka-sangka jika pertemuannya akan berakhir penuh drama.

Flashback Off

Sudah sebulan lamanya setelah peristiwa hari ulang tahun Nadine yang penuh dengan kejutan, gadis itu pun sudah tidak pernah datang lagi kerumah Dhena untuk menemui Devano, walau kenyataannya ia sudah sangat rindu sekali anak laki-laki yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri. begitu juga dengan devano ia juga sangat merindukan Nadine sampai ia tidak mau makan dan jatuh sakit.

Dhanil sungguh merasa kasian harus menjauhkan Nadine dengan Devano, yang pada akhirnya justru membuat anaknya sendiri tersiksa hingga jatuh sakit. Dengan berat hati ia harus membujuk nadine untuk kembali bertemu dengan Devano, demi kesehatan anaknya juga.

Kini Dhanil pergi menuju tempat kost dimana Nadine tinggal. Ia berniat meminta maaf atas sikapnya waktu itu dan berharap nadine tidak sakit hati atas perlakuannya.

Setibanya ditempat kost, Dhanil segera menekan bell dan respon Nadine pun segera membukakan pintu tanpa banyak basa-basi.

"Mas Dhanil." Nadine merasa canggung.

"Masuk Mas." Ucapnya sekali lagi. Dhanil masuk sambil melihat kembali suasana tempat kost Nadine yang tidak berubah. tempat yang menjadi saksi bisu dimana Dhanil pernah menyatakan perasaannya terharap Nadine.

"Gimana keadaan Devano Mas?" Tanya Nadine, setelah mempersilahkan Dhanil duduk dan juga memberikannya minum.

"Kau sudah tahu soal devano sakit?" Tanyanya.

"Aku tau dari Dhena, tapi tidak bisa kesana, karena takut mas tidak menyukai ku." Jawab Nadine.

"Aku masih menyukai mu, walau dulu kau menolaknya." Sahut Dhanil.

"Maksud ku, bukan seperti itu. maksud ku mas tidak menyukai aku dekat dengan Devano." Tegas Nadine.

"Aku memang tidak menyukai kedekatan kalian, karena Devano sudah menganggap mu lebih dari seorang kakak. LIhat saja, Baru sebulan kalian tidak bertemu, reaksi Devano tidak mau makan bahkan sampai jatuh sakit. Apakah menurut mu itu tidak berlebihan." Ucap Dhanil.

"Aku marah, dan aku kesal karena aku punya alasan sendiri, aku tidak ingin kalian terlalu dekat tapi nyatanya kalian sudah begitu jauh sampai sulit sekali dipisahkan. Aku tidak ingin berbasa-basi lagi, aku akan berterus terang padamu. Menikahlah dengan ku, kau bebas melakukan apapun bersama Devano setelah resmi menjadi Istri ku." Tukasnya.

Setelah mendengar pernyataan Dhanil, yang membuat Nadine kembali Frustasi, dunia nya kembali kacau. Bukan ia tidak ingin menerima lamaran Dhanil, tapi ia hanya takut persahabatannya dengan Dhena hancur hanya karena Nadine harus berubah status menjadi kakak ipar.

Saat Nadine dilanda kegelisahan, memikirkan jawaban apa yang harus ia beri, tiba-tiba saja Devano datang dengan wajah pucat dan tubuhnya yang lemas.

"Tante Nadine." Suaranya terdengar parau dan lemah.

Nadine pun segera menghampiri Devano, dengan cepat ia menggendong tubuh anak laki-laki itu.

"Devano. Jangan sakit ya sayang, tante ada disini." Ucap nadine.

Nadine memaksa Devano untuk makan walau hanya 2-3 sendok saja, yang penting perutnya tidak kosong, tanpa disangka devano menghabiskan semua makanan yang diberikan Nadine. sungguh membuat hati Dhanil luluh melihat anaknya yang haus akan kasih sayang seorang ibu.

Kini devano sedang tertidur lelap dipangkuan Nadine, gadis itu begitu lembut memperlakukan Devano, sepenuhnya Nadine memberikan perhatian nya pada Devano.

Entah kenapa hal itu justru membuat Dhanil merasa Iri ia pun ingin merasakan hal yang sama dengan apa yang dirasakan Devano. Tiba-tiba Dhanil duduk disamping Nadine lalu berkata :

"Aku masih menunggu jawaban darimu." ucap Dhanil. Nadine terdiam, gadis itu benar-benar tidak dapat menggerakkan tubuhnya.

Tubuhnya dihimpit oleh 2 orang laki-laki, sehingga membuat Nadine mematung tak berkutik.

Devano masih tertidur dipangkuan nya sedangkan Dhanil ikut menyandarkan kepalanya di bahu Nadine sembari kedua tangannya melingkar di tubuh Devano dan juga Nadine.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!