NovelToon NovelToon

It'S Okay, That'S Fate

IOTF #1

Putus adalah hal yang tidak pernah Juna pikirkan akan terjadi dalam hubungannya bersama Joanna. Juna sangat mencintai Joanna. Seburuk apapun orang lain memandang kekasihnya, perasaan Juna tidak pernah sedikit pun mengalami perubahan.

Tapi, malam itu Juna harus menerima kenyataan bahwa Joanna meminta putus darinya. Setelah lebih dari lima tahun mereka menjadi pasangan kekasih, tanpa disangka Joanna mengucapkan kata yang tidak ingin Juna dengar, kata putus.

Juna dan Joanna sedang dinner di sebuah restoran Prancis, Joanna tiba-tiba saja mengatakan ingin mengakhiri hubungan mereka. Juna shock, dia tidak tahu kesalahan apa yang sudah dirinya perbuat sampai Joanna meminta putus darinya.

"Kenapa?" Tanya Juna setenang mungkin, lalu mengatur nafas supaya suaranya tetap terdengar stabil. "Anna, apa aku melakukan kesalahan? kalau benar, apa salahku? aku akan berusaha memperbaikinya, asalkan kita tidak putus."

"Tidak ada yang perlu di perbaiki." Jawab Joanna cepat, dia berdiri sambil mengambil tas kecil yang terletak di sampingnya. "Maaf Juna, aku tidak bisa berlama-lama disini, aku harus kembali ke apartemen, aku lelah dan ingin segera istirahat."

"Baiklah, kalau begitu aku akan mengantar kamu ke apartemen." Ucap Juna sambil mengikuti Joanna beranjak dari tempat duduknya. Dia kemudian mengulurkan tangan kepada Joanna seolah tidak terjadi apapun diantara mereka.

Joanna menghela nafas dan menatap tangan itu tanpa berniat untuk menyambutnya. "Juna, aku harap kamu bisa membiasakan dirimu. Setelah kita putus, sebaiknya kamu memperlakukan aku seperti kamu memperlakukan perempuan lain."

Kemudian Joanna pergi begitu saja meninggalkan Juna yang masih berdiri disana. Bukan hanya Juna yang tidak ingin putus, sebenarnya Joanna tidak ingin putus dari laki-laki yang sangat dicintainya itu, tapi semuanya tentang keharusan.

Joanna Andriani Wijaya adalah artis muda dan berbakat, yang memulai karirnya sebagai model. Juna dan orang tuanya berperan penting dalam karir Joanna dan Joanna sangat berterimakasih akan hal itu, sekaligus merasa bersalah.

Kata Arumi, kakak perempuan Juna atau orang yang Joanna harapkan menjadi kakak iparnya, Juna sedang mempersiapkan lamaran. Joanna bingung harus bereaksi seperti apa saat itu, dia bahagia dan sedih di waktu bersamaan.

Joanna bahagia saat Arumi mengatakan Juna berniat untuk melamar dirinya, tapi disisi lain Joanna sedih karena dirinya tidak mungkin menerima lamaran itu, oleh karena itu Joanna meminta putus sebelum Juna melamar dirinya.

Joanna tidak berniat menyakiti Juna, dia hanya tidak ingin lebih menyakiti Juna jika sampai nanti lamaran yang sudah laki-laki itu persiapkan harus menerima penolakan. Joanna tidak bisa membayangkan wajah kecewa Juna nantinya.

"Tunggu!" Suara berat itu menghentikan langkah Joanna. Tanpa berbalik pun, Joanna mengenal siapa pemilik suara itu, Juna mantan kekasihnya. Benar mantan kekasih, karena mereka sudah putus meskipun Juna menolak putus darinya.

Juna berlari kecil menghampiri Joanna, kemudian melepaskan coat dari tubuhnya dan memakaikan itu pada bahu perempuan di depannya. Malam itu terasa sangat dingin, Juna tidak bisa membiarkan Joanna kedinginan meskipun mereka bertengkar.

Juna percaya Joanna tidak serius ingin putus darinya, mungkin pekerjaan Joanna sebagai artis yang membuat perempuan itu bicara aneh. Juna sangat mencintai Joanna, jadi untuk sekarang Juna akan memaafkan perkataan perempuan itu.

"Kamu memang tidak pernah berubah. Anna, harus berapa kali aku ingatkan? kamu tidak perlu berpakaian seperti ini saat bersamaku!" Ucap Juna mencibir gaun pendek yang Joanna gunakan, dia berniat mengajak Joanna menuju mobilnya.

Namun, niat baik Juna untuk mengantar Joanna pulang di tolak. Bahkan, Joanna mengambil coat milik Juna dari bahunya dan mengembalikan itu kepada pemiliknya. Juna meminta Joanna untuk tetap memakainya, tapi tidak di dengarkan.

"Juna, tolong jangan membebaniku dengan cara seperti ini. Bukankah sudah jelas kalau kita sudah putus? kamu bisa memberikan perhatianmu itu kepada perempuan lain nanti!" Ucap Joanna datar, lalu memberikan coat Juna tepat pada tangannya.

"Selamat malam dan ... selamat tinggal!" Ucap Joanna sebelum akhirnya kembali melangkahkan kaki meninggalkan Juna. Sebenarnya Joanna sangat menyukai perlakuan hangat Juna, tapi dia sadar semua itu tidak mungkin menjadi miliknya.

Juna bergeming, matanya tidak lepas dari Joanna yang terburu-buru menghentikan taksi. Juna ingin kembali mengejar Joanna, tapi sepertinya Joanna sedang membutuhkan waktu, mungkin besok Joanna akan kembali seperti biasa.

"Ana!" Suara yang memanggil nama kekasihnya itu membuat Juna spontan menoleh. Dia melihat laki-laki seusianya berlarian mengejar gadis yang sangat di kenalinya, Keana, sekretaris Juna yang panggilannya sama seperti panggilan Joanna.

"Ana, tunggu! kamu mau kemana?" Juna masih mengamati mereka, si laki-laki berhasil menahan tangan Keana dan saat itu Juna menyadari kalau sekretarisnya menangis. Juna tidak tahu apa yang sedang terjadi dan juga tidak terlalu peduli.

Juna kemudian melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda dan berjalan menuju mobil yang terparkir tidak jauh dari sana. Juna ingin segera pulang dan istirahat, dia berharap besok hubungan dirinya dengan Joanna membaik.

"Pulang!" Suara itu terdengar samar dari tempat Juna memarkirkan mobilnya. Juna menoleh ke tempat tadi, Keana dan laki-laki yang sedang bersamanya seperti mengalami hal yang sama, bertengkar entah karena apa. Juna tidak peduli.

Juna masuk ke dalam mobil dan melajukan mobil itu menuju tempat tinggalnya. Juna masih tinggal bersama orang tua dan kakak perempuannya, dia belum ingin tinggal terpisah dari ibunya. Karena masakan sang ibu selalu membuatnya rindu.

Arjuna Yudhistira Radhika, banyak yang bilang dia mewarisi gen tampan Bisma, memiliki wajah tanpa ekspresi dan berkepribadian lurus mirip sang ibu, Erina. Dan tidak ada yang tahu bahwa CEO itu masih bergantung terhadap ibunya.

Tidak Heran, Juna adalah anak yang sangat Erina harapkan terlahir ke dunia ini. Jadi, meskipun usia Juna sudah dua puluh enam tahun, Erina masih sangat memperhatikan anaknya. Bisma saja sampai dibuat cemburu oleh mereka.

Sementara itu, di tempat yang Juna tinggalkan tadi. Keana, sekretaris sekaligus teman masa kuliah Juna belum juga bisa terlepas dari laki-laki yang menahan tangannya dengan cukup kuat dan membuat perempuan itu meringis menahan sakit.

"Rafa, lepas! tanganku sakit!" Ucap Keana lirih dengan suara serak. Dia masih menangis dan membuat laki-laki yang di panggil Rafa itu merasa bersalah. Rafa tidak pernah menyebabkan Keana menangis seperti ini sebelumnya.

Rafa atau Rafael adalah sahabat Keana, mereka makan malam di tempat yang sama dengan tempat Juna dan Joanna makan. Tapi tidak makan berdua, karena Rafael mengajak seorang teman yang merupakan teman kantornya, Amelia.

Kalau ditanya alasan Keana menangis, itu karena Amelia sudah memfitnahnya. Keana bersumpah dirinya tidak menyiram Amelia dengan air minum, Amelia sendiri yang melakukan itu dan malah menjadikan Keana pihak yang bersalah.

Sebenarnya, bukan fitnah Amelia yang menjadi alasan utama Keana menangis, tapi bentakkan Rafael alasannya. Keana tidak menyangka Rafael akan lebih mempercayai orang lain dibandingkan dirinya, setelah sekian lama saling mengenal.

"M-maaf." Ucap Rafael yang langsung melepaskan tangan Keana darinya, lalu memeriksa tangan itu barangkali terluka dan benar saja tangan Keana memerah akibat cengkraman Rafael yang terlalu kuat. Rafael mengusap lembut tangan Keana itu.

"Maafkan aku." Lirih Rafael. "Ana, Kamu mau pulang? ayo aku akan mengantar kamu." Tangan Rafael beralih pada bahu Keana, merangkul sahabatnya itu menuju mobilnya. Keana tidak mengatakan apapun dan hanya mengikuti Rafael.

Keana lemah jika Rafael sudah meminta maaf. Meskipun mulut Keana tidak mengatakan apapun, hatinya memaafkan Rafael begitu saja. Karena rasa kecewa Keana tidak seberapa jika di bandingkan dengan cintanya terhadap Rafael.

Well, Keana memang mencintai Rafael dan sudah sangat lama Keana memendam perasaannya terhadap sahabatnya itu. Seperti yang orang lain alami, Keana memilih memendam perasaannya karena tidak ingin Rafael menjauhi dirinya.

Setibanya di dalam mobil, Keana maupun Rafael saling terdiam. Keduanya terjebak dalam pikiran masing-masing, mereka sampai melupakan Amelia yang mungkin masih berada di restoran tadi. Ah, Keana memang tidak peduli tentang itu.

Mobil sport hitam Juna akhirnya tiba di depan mansion mewah. Juna keluar dari mobil itu, lalu memberikan kunci mobilnya kepada seseorang yang saat itu juga menghampiri dirinya, barulah setelah itu Juna masuk ke dalam mansion.

"Sayang, kamu sudah pulang?" Erina, sang ibu menyambut kedatangan Juna saat laki-laki itu memasuki mansion. Seketika wajah suram Juna berubah, dia tersenyum hangat dan menghampiri sang ibu yang juga sedang tersenyum padanya.

"Bagaimana dinner kalian? oh ya, apa kamu sudah memberitahu Anna kalau kita akan melamarnya?" Tanya Erina penasaran. Kalau sudah menyangkut Joanna, sang ibu yang pada biasanya tidak mau ikut campur kehidupan pribadinya berubah kepo.

"Aku lupa memberitahunya, mah" Jawab Juna berbohong. Juna tidak bisa mengatakan yang sebenarnya terjadi kepada sang ibu. Hal lain yang mengganggu Juna adalah wajah antusias sang ibu dan rasa takut membuat ibunya itu kecewa.

Juna mana punya waktu untuk mempersiapkan lamarannya terhadap Joanna, semua persiapan itu di lakukan oleh ibu dan kakak perempuan Juna. Mereka akan melamar Joanna lusa, entah bagaimana reaksi ibunya saat tahu yang terjadi.

"Haish, bagaimana bisa kamu melupakan hal sepenting itu?" Komentar Erina mencibir anak laki-lakinya. Juna hanya tersenyum tipis dan meraih kedua tangan sang ibu, sebelum berkata dengan sangat lembut kepada ibunya itu.

"Mah, sebaiknya mamah istirahat dan masalah lamaran itu ... sepertinya Anna sedang sangat sibuk dengan pekerjaan. Jadi, mungkin kita harus membatalkannya untuk sementara waktu." Ucap Juna berusaha tidak membuat ibunya curiga.

Erina menghela nafasnya. "Bagaimana kamu bisa menyimpulan itu kalau Anna saja belum tahu niat baikmu? Juna, biar mamah yang bicara kepada Anna, mamah yakin Anna akan meluangkan waktu untuk lamaranmu besok lusa."

"Mah!" Cegah Juna, tatapannya pada sang ibu berubah sendu. "Istirahatlah, mamah tidak perlu melakukan apapun lagi, biar aku yang mengurus sisanya sendiri. Maaf, sejauh ini aku sudah banyak merepotkan mamah dan kak Arumi."

Erina tidak memperpanjang masalah itu karena kedatangan Bisma yang mengajaknya istirahat. Tapi sebagai seorang ibu, Erina merasa ada sesuatu yang tidak beres yang sedang Juna sembunyikan dan Erina harus mencaritahunya.

Juna pergi ke kamar setelah melihat sang papah membawa pergi mamahnya. Setibanya di kamar, Juna mengambil ponsel dan mengetik pesan untuk dia kirim kepada Joanna. Terlihat Juna mengetik pesan itu dengan sangat lancar.

"Anna, kalau kamu sudah merasa tenang, tolong temui aku. Dan kalau kamu sedang ada masalah dengan pekerjaanmu, kamu bisa mengatakannya padaku, aku pasti akan membantumu." Begitulah isi pesan yang Juna kirimkan kepada Joanna.

Bukan Juna tidak mau menerima kenyataan bahwa Joanna sudah mengakhiri hubungan mereka, tapi karena Juna percaya Joanna masih merasakan hal yang sama seperti dirinya dan perasaan diantara mereka tidak pernah berubah.

Juna kemudian melempar ponselnya keatas kasur, disusul dengan dirinya yang berbaring disana. Dia menatap langit-langit kamarnya, lalu tiba-tiba pikirannya tertuju kepada perempuan yang dilihatnya sebelum pulang ke mansion.

Keana Audie Jovanka, perempuan dengan tatapan dingin sekaligus satu-satunya perempuan yang tidak pernah melihat Juna sebagai laki-laki yang menarik di kantor. Juna tiba-tiba kepikiran alasan sekretarisnya yang dingin itu menangis.

Tidak. Juna bukan peduli terhadap Keana. Dia hanya merasa heran bagaimana bisa perempuan itu menangis. Karena selama ini, Juna selalu bertanya-tanya apa perempuan itu bisa tersenyum dan menangis seperti perempuan lain.

Dulu, saat kuliah Keana menjadi korban bullying di kampus. Keana tidak menangis meskipun mendapatkan kekerasan dari teman-temannya, tapi tadi Juna melihat perempuan itu menangis? Ah, kenapa Juna harus peduli tentang hal itu?

~TBC~

Terimakasih sudah membaca It's Okay, That's Fate. Mari berhubungan baik antara penulis dan pembaca. Jangan lupa juga untuk memberi dukungan kalian terhadap karyaku. Makasih 💙

Regards,

Nur Alquinsha A | IG: light.queensha

IOTF #2

Pagi itu Juna tidak bersemangat pergi ke kantor karena Joanna tidak membalas pesan darinya atau sekedar membaca pesan yang di kirimnya tadi malam. Tapi, Juna tetap berangkat ke kantor supaya sang ibu tidak menaruh curiga padanya.

Juna berdiri di depan lift dan menunggu pintu itu terbuka, pikirannya tertuju kepada Joanna sampai tiba-tiba seseorang menabrak lengannya. Juna dengan malas melirik orang yang berkali-kali mengucapkan maaf padanya sambil menunduk.

"Maaf, pak. Saya tidak sengaja." Ucap orang itu untuk yang kesekian kalinya. Perhatian Juna dari orang itu teralih saat pintu lift bersuara dan terbuka. Juna kemudian masuk ke dalam lift tanpa merespon permintaan maaf orang itu.

Juna melihat orang yang menabraknya terdiam di depan lift, padahal tujuan mereka sama dan pintu lift akan segera tertutup. Juna menghela nafas dan menahan pintu itu sebelum benar-benar tertutup, lalu menyuruh penabraknya masuk lift.

"Eh."  Penabrak Juna memekik dan memberikan tatapan bingung. Dia adalah Keana, atau Juna memanggilnya dengan nama Audie. Juna lebih suka panggilan itu karena Anna merupakan panggilan sayang untuk kekasihnya, Joanna.

"Masuk!" Perintah Juna datar. "Saya tidak suka mengulang perkataan." Tambahnya masih dengan nada yang sama. Juna tidak memiliki maksud apapun saat menahan pintu lift, selain untuk membantu sekretarisnya supaya tidak telat.

Sekarang sudah hampir jam delapan pagi, Keana akan dianggap telat jika tidak ada di tempatnya tepat jam delapan. Sebagai atasan, Juna tidak tega orang kecil seperti Keana harus menerima potongan gajih karena telat beberapa menit.

"Terimakasih, pak." Lalu Keana masuk ke dalam lift dan berdiri di belakang Juna. Juna tidak terlalu merespon Keana. Karena meskipun pernah kuliah di kampus dan jurusan yang sama, mereka adalah orang asing terhadap satu sama lain.

Keana tidak tahu banyak tentang Juna, dia hanya tahu Juna merupakan pewaris D.K grup yang suka menyendiri di kampus. Keana baru mengetahui bagaimana Juna setelah menjadi sekretarisnya dan ternyata Juna laki-laki baik meskipun dingin.

Bukan sekali Keana menerima bantuan dari Juna, beberapa hari yang lalu Keana pernah naik mobil Juna ke kantor. Juna memberikan tumpangan saat Keana sedang menunggu kendaraan umum. Beruntung Keana bisa selamat dari gosip kantor.

Juna sendiri bisa merasa nyaman terhadap Keana karena Keana berbeda dengan perempuan lain, terlebih mereka memiliki kepribadian yang sama, dingin. Juna tidak perlu khawatir Keana menyalah artikan kebaikannya seperti perempuan lainnya.

Ya, meskipun Juna masih harus berusaha supaya tidak ada pikiran aneh yang terlintas dalam benak Keana. Tapi, dibandingkan perempuan lain diluar sana, Juna mempercayai Keana sebagai perempuan yang tidak akan tertarik padanya.

Juna tidak peduli jika bagi Keana dirinya tidak menarik, lagipula Juna tidak suka tebar pesona terhadap perempuan selain Joanna. Juna hanya akan mencintai Joanna dan akan tetap seperti itu sampai maut memisahkan mereka berdua.

Juna dan Keana saling terdiam menunggu lift berhenti di lantai tempat mereka bekerja. Tidak lama ponsel Keana berdering. Keana melihat nama yang tertera di layar ponselnya, lalu dia menarik nafas dan menggeser ikon hijau disana.

"Ya, Rafa?" Ucap Keana kepada orang yang berada di sebrang sana, suaranya terdengar sangat pelan berusaha tidak mengganggu Juna yang berdiri di depannya. Sementara Juna tidak begitu peduli meskipun Keana terkesan hati-hati terhadapnya.

Juna tahu betul siapa orang yang di panggil Rafa oleh sekretarisnya, Rafael. Juna mengenal Rafael sebagai laki-laki yang sering mengantar jemput Keana ke kantor sekaligus laki-laki yang selalu berusaha menjaga Keana di kampus mereka dulu.

"Aku sudah berangkat ke kantor. Maaf Rafa, aku buru-buru pergi dan lupa mengabarimu." Jawab Keana merasa bersalah ketika Rafael bertanya dimana dirinya. Pagi ini Keana memang tidak berangkat bersama Rafael dan memilih naik bus.

Keana tidak memiliki alasan untuk itu, dia hanya tidak ingin mengingat kejadian tadi malam saat bertemu Rafael. Jujur, Keana masih kecewa Rafael lebih mempercayai Amelia dibandingkan dirinya sehingga memilih menghindar sementara waktu.

"Hm, hati-hati." Keana menutup telponnya, lalu memegang erat ponselnya. Keana tahu sikapnya kepada Rafael sangat kekanak-kanakan, beberapa hari yang lalu saja Keana melakukan hal yang sama dan menghindari Rafael gara-gara Amelia.

"Maaf ..." Lirih Keana pelan. Juna yang mendengar itu hanya melirik sebentar kearah belakang. Tidak lama pintu lift terbuka, Juna keluar dari lift dan Keana mengikuti dari belakang. Mereka berjalan beriringan tanpa memperdulikan tatapan orang.

Sebenarnya, Juna sedikit penasaran mengenai alasan Keana mengucapkan maaf setelah bicara dengan Rafael di telpon. Tapi, Juna berusaha untuk tidak terlalu peduli. Karena dirinya tidak berhak mengetahui hal pribadi sang sekretaris.

"Bagaimana bisa Keana dan pak Juna berkali-kali kebetulan datang bersama?" Komentar seorang karyawan yang berbisik kepada rekan kerjanya. Keana masih bisa mendengarnya dengan jelas meskipun karyawan tersebut bicara pelan.

Begitu pun Juna, dia memasang telinga untuk mendengarkan obrolan karyawan yang sedang berkomentar tentang dirinya dan juga Keana sambil terus melangkah menuju ruang kerjanya. Sampai sebuah suara kembali terdengar.

"Benar. Menurutku Keana dan pak Juna memiliki hubungan khusus selama ini." Karyawan lain menyahuti sambil memberikan tatapan jijik kepada Keana dan secara terang-terangan menunjukkan rasa tidak suka terhadap Keana.

"Tidak disangka wajah jutek dan dinginnya itu sengaja di tunjukkan supaya terlihat lebih menarik di mata pria. Dasar murahan!" Karyawan lain yang memang menganggap Keana sebagai musuh cintanya juga terlihat tidak mau kalah.

Juna melirik kearah belakang, dimana Keana sedang berjalan disana. Juna berusaha tidak menunjukkan perhatiannya terhadap karyawan yang sedang menjelekan Keana. Karena hal itu mungkin akan membenarkan omongan mereka.

"Ah, menurutku kalian ini berlebihan, mungkin benar Keana dan pak Juna kebetulan datang ke kantor bersama. Lagipula yang aku tahu, Keana sudah memiliki kekasih dan kekasihnya juga lumayan tampan." Yang lain nampak tidak setuju.

Keana hanya mampu mendengus dan berusaha untuk mengabaikan semuanya. Sebagai sekretaris Juna, sudah biasa Keana menjadi bahan gosip bagi karyawan lain dan selama ini Keana mampu mengatasi semua itu dengan sikap dinginnya.

Beberapa hari yang lalu, Keana menjadi bahan pertanyaan karena datang bersama Juna, bahkan ada yang melihatnya turun dari mobil sang bos dan Keana membuat mereka diam dengan mengatakan dirinya tidak memiliki kontak Juna.

Ya, memang pertanyaan itu menyudutkan Keana saling bertukar janji untuk berangkat ke kantor bersama Juna. Tentu saja mereka diam setelah Keana menunjukkan kontak di ponselnya, disana hanya ada kontak keluarga Keana dan Rafael.

Tapi, entah apa yang terjadi dengan pikiran para karyawan itu, mereka tetap mencurigai Keana dan memandang Keana sebagai wanita rendahan. Juna yang terlihat diam dan tidak peduli saja sampai tidak habis pikir terhadap karyawannya.

"Audie, tolong buatkan saya kopi." Ucap Juna kepada Keana, sengaja mengalihkan perhatian Keana dari para penggosip di kantornya. Keana mengiyakan perintah Juna, lalu menyimpan tas ke meja kerjanya dan bergegas pergi ke pantry.

Juna masuk ke ruangannya setelah memastikan sekretarisnya pergi ke pantry. Dia tahu Keana mungkin tidak akan terpengaruh oleh perkataan orang, tapi hati kecil Juna merasa tidak tega membiarkan Keana mendengar hal buruk.

Tidak salah Keana menyebut Juna laki-laki baik. Juna peduli dengan perasaan Keana yang bukan siapa-siapa bagi dirinya. Tapi anehnya Juna tidak pernah peduli terhadap orang lain, hanya Keana dan Joanna yang mampu membuatnya peduli.

Juna menyandarkan punggungnya pada kursih kerjanya sambil menunggu Keana membawa kopi untuknya. Tiba-tiba perkataan Elisa, salah satu karyawannya berputar dalam pikirannya, tentang Keana yang sudah memiliki kekasih tampan.

Juna menebak, kekasih yang Elisa maksud pasti tidak lain dan tidak bukan adalah Rafael. Memang siapa laki-laki yang dekat dengan Keana selain dirinya dan Rafael. Ah, Juna tidak yakin dirinya bisa disebut memiliki kedekatan dengan Keana.

Tapi, bagaimana bisa Elisa berpikir Keana dan Rafael pacaran. Setahu Juna mereka berdua hanya teman baik. Tidak lebih. Juna kemudian teringat apa yang di lihatnya tadi malam dan suara sedih Keana di dalam lift. Apa mungkin sebenarnya ...

"Haish, apa yang aku pikirkan?" Gerutu Juna kepada dirinya sendiri, sepertinya tidak mendapat kabar dari Joanna membuatnya gila sampai harus memikirkan Keana. Setelah ini Juna harus bertemu Joanna supaya pikirannya membaik.

Juna merasa tidak seharusnya dirinya memikirkan orang lain disaat hubungannya dengan Joanna sedang mengalami masalah. Juna seharusnya lebih memikirkan tentang kemungkinan Joanna memiliki masalah yang belum di ketahuinya.

Setelah membuat secangkir kopi, Keana pergi ke ruangan besar yang bertuliskan direktur utama, dimana ruangan tersebut adalah ruang kerja Juna. Keana berusaha mengabaikan tatapan karyawan lain padanya dengan mengetuk pintu besar itu.

"Masuk!" Mendengar itu Keana membuka pintu dan perlahan memasuki ruangan Juna. Keana meletakkan kopi di meja kerja Juna beserta satu bungkus roti sandwich dan itu sudah menjadi kebiasaan saat Keana menghidangkan kopi.

"Barangkali bapak belum sarapan." Ucap Keana saat Juna memegang roti sambil memberikan tatapan yang sulit untuk di artikan. Sebenarnya, Keana sudah sering membawa roti untuk Juna sarapan, tapi reaksi Juna masih tetap sama.

"Hm, terimakasih. Kamu bisa kembali ke tempat kerjamu." Ucap Juna yang langsung mengalihkan pandangan dari Keana dan membuka dokumen, padahal tidak ada yang penting dalam dokumen itu, Juna hanya berpura-pura terlihat sibuk.

Juna tidak tahu mengapa dirinya merasa gugup hanya melihat tatapan Keana padanya. Beruntung Juna pandai bersembunyi dalam wajah tanpa ekspresinya, dia bisa membuat semuanya terlihat sangat natural dan terkesan tidak di buat-buat.

"Kalau begitu saya permisi." Ucap Keana sopan sebelum akhirnya melangkah keluar dari ruangan Juna, meninggalkan Juna yang sedang diam-diam mencuri pandang padanya. Keana memang tidak sedikit pun memiliki ketertarikan terhadap Juna.

Keana memiliki alasan dibalik perhatiaannya, dia menjalankan amanah dari seseorang yang memintanya untuk memperhatikan sang anak kesayangan. Benar, Erina yang meminta Keana untuk memperhatikan pola makan Juna di kantor.

Dulu pernah ada kejadian Juna sakit akibat tidak sempat sarapan di rumah dan tidak ada waktu untuk sarapan di kantor. Bahkan, roti yang selalu tersedia di pantry disediakan khusus untuk Juna dan hanya Juna yang tidak mengetahui hal itu.

"Juna, ada apa denganmu?" Ucap Juna mencibir dirinya sendiri setelah Keana keluar dari ruang kerjanya. Juna kemudian berusaha mengalihkan pikirannya terhadap Keana dengan mengambil ponsel dan mencoba menghubungi Joanna.

Juna tidak yakin Joanna akan menjawab telpon darinya, tapi setidaknya Juna bisa mengalihkan pikirannya tentang Keana. Tidak, bukan berarti saat ini pikiran Juna sedang di penuhi Keana, dia hanya merasa Keana mengganggu pikirannya.

"Juna ..." Suara itu membuyarkan lamunan Juna. Sekilas Juna melihat layar ponselnya, ternyata sudah empat puluh detik panggilan mereka tersambung. Juna sampai tidak menyadarinya karena pikirannya sedang tidak karuan.

"Oh Anna, kamu dimana sekarang? tadi malam ..."

"Juna, apa kamu tidak memberitahu mamah kamu kalau kita berdua sudah putus?" Tanya Joanna begitu saja menyambar perkataan Juna, bisa terdengar nafas Joanna naik turun. Juna menghela nafas sebelum memberi jawaban.

"Ya. Anna, mamah pasti kecewa kalau tahu ..."

"Cuaca saat ini sedang kurang baik. Juna, jangan lupa minum vitamin dan jaga kesehatanmu. Aku sudah memberitahu mamah kalau kita berdua sudah putus. Aku juga berharap kamu mendapat penggantiku." Ucap Joanna kembali menyambar.

"Aku mohon berhenti omong kosong." Ucap Juna, lalu menarik nafas sejenak. "Anna, bukankah sudah aku katakan padamu? kalau kamu sedang ada masalah dengan pekerjaanmu, kamu bisa mengatakan hal itu padaku, aku bisa ..."

"Hiduplah dengan baik, selamat tinggal." Joanna mengakhiri panggilan mereka secara sepihak dan membuat Juna menggeram emosi. Juna menelpon Joanna tadinya hanya untuk memastikan bahwa sampai sekarang hatinya milik perempuan itu.

Tapi, Juna malah dibuat geram karena perkataan Joanna barusan. Juna tidak tahu apa yang salah, semuanya masih baik-baik saja sebelum mereka bertemu di restoran tadi malam. Bahkan, Joanna masih menghubunginya seperti biasanya.

Dan apa yang Joanna katakan? perempuan itu sudah memberitahu mamahnya bahwa hubungan mereka sudah berakhir? semudah itu?! setelah lebih dari lima tahun bersama, Joanna dengan mudah mengatakan hal itu kepada sang mamah.

~TBC~

Terimakasih sudah membaca It's Okay, That's Fate. Mari berhubungan baik antara penulis dan pembaca. Jangan lupa juga untuk memberi dukungan kalian terhadap karyaku. Makasih 💙

Regards,

Nur Alquinsha A | IG : light.queensha

IOTF #3

Keana sedang mempersiapkan bahan kerja Juna saat seseorang datang dan mengajaknya bicara. Dia adalah Willis, direktur keuangan sekaligus sahabat Juna. Willis sering menghampiri meja kerja Keana dan bicara hal yang tidak penting.

"Selamat pagi, Ana." Sapa Willis ramah disertai senyuman yang membuat kaum hawa terpesona, kecuali Keana tentunya. Keana selalu merasa malas menanggapi Willis setiap harinya, tapi dia tetap berusaha sopan karena jabatan laki-laki itu.

"Selamat pagi, pak Willis." Balas Keana seramah mungkin sambil menunjukkan seulas senyuman. Keana merasa tidak nyaman dengan cara Willis menatap dirinya, namun berusaha untuk terlihat biasa saja dan bertanya. "Mau bertemu pak Juna?"

"Tidak, saya datang kesini bukan untuk bertemu pak Juna." Willis menggantung kalimatnya dan kembali tersenyum. "Saya kesini untuk melihat wanita yang sudah membuat kantor ini heboh karena datang bersama sang direktur utama."

Keana tahu siapa yang di maksud Willis, tapi dia berpura-pura tidak peka. Kalau boleh jujur, hal ini yang membuat Keana malas menanggapi Willis. Karena Willis selalu berusaha mendekati dirinya, disaat hatinya sepenuhnya dimiliki oleh Rafael.

Keana kembali melakukan pekerjaannya dengan mengabaikan Willis disana. Keana merasa tidak ada salahnya mengabaikan hal tidak penting, Juna tidak akan marah karena dia bekerja bukan untuk meladeni keisengan sahabat bosnya.

"Ana, kamu sudah sarapan?" Tanya Willis yang berusaha mencari topik pembicaraan meskipun Keana mengabaikan dirinya. Willis merasa belum waktunya dirinya menyerah untuk melakukan pendekatan dengan perempuan di depannya itu.

"Hm." Gumam Keana sambil mengangguk dan hanya melihat sekilas kepada Willis, kemudian dia fokus kembali dengan pekerjaannya. Hal itu membuat Willis memutar otaknya, memikirkan topik lain yang bisa mereka berdua bicarakan.

"Audie!" Suara itu membuat Keana dan Willis spontan melihat kearah Juna yang menghampiri meja kerja Keana. Kalau Juna sudah melihat kedatangan Willis, mau tidak mau Willis harus menyerah melakukan pendekatan dengan Keana.

"Ya, pak Juna?" Sahut Keana beranjak dari tempat duduknya. Willis menatap Keana dan Juna secara bergantian, melihat dua manusia dingin sekaligus membuat dirinya penasaran tentang bagaimana mereka berdua bisa saling berkomunikasi.

Juna tidak langsung menjawab pertanyaan Keana, dia menatap laki-laki yang tadi sedang mengobrol dengan sekretarisnya. Willis yang mendapatkan tatapan seperti itu tersenyum dan menunjukkan deretan giginya sebelum akhirnya menyapa Juna.

"Selamat pagi, pak Juna. Aku kesini hanya untuk memastikan anda tidak membutuhkan bantuan saya." Ucap Willis tidak membiarkan Juna bicara terlebih dulu, karena Willis tahu Juna pasti akan mengusir dirinya secara tidak hormat dari sana.

Juna mengabaikan Willis dan kembali menatap kepada Keana, untuk sekarang Juna merasa malas untuk meladeni ketidak jelasan Willis. "Audie, ikut saya dan tolong kamu atur ulang jadwal saya hari ini, saya akan bertemu seseorang sebentar."

"Baik, pak." Keana bergegas mengambil semua barang yang akan dirinya perlukan dan langsung mengikuti Juna dari belakang, meninggalkan Willis yang memandangi mereka dengan tatapan tidak percaya. Willis diabaikan oleh mereka. Lagi.

Kalian perlu tahu siapa Willis. Nama lengkapnya Algio Willis Bagaskara, anak Leo dan Krystal. Sama seperti sang ayah, Willis laki-laki pemain perempuan. Bedanya Willis belum insaf seperti ayahnya. Dia masih suka bermain dengan wanita.

Usia Willis hanya beberapa bulan lebih muda dari Juna. Karena Krystal diketahui hamil saat Erina berpura-pura mengidam buah mangga waktu itu. Krystal dan Leo sudah tidak tinggal di Indonesia, mereka berdua menetap di Montreal, Kanada.

"Apa yang kalian bicarakan?" Tanya Juna kepada Keana saat mereka berjalan menuju lift. Keana nampak kurang mengerti arah pembicaraan Juna dan membuat Juna memutar matanya. "Kamu dan Willis, apa yang sedang kalian bicarakan?"

"Oh?" Keana yang semula sibuk dengan ponselnya dan berniat mengatur ulang jadwal bosnya pun menatap kepada Juna yang berjalan di depannya. "Kami tidak terlibat pembicaraan apapun. Oh ya, satu jam lagi akan ada rapat dengan ..."

"Kamu undur rapatnya, kurang lebih dua jam. Saya memiliki urusan yang benar-benar penting dan sepertinya tidak akan selesai dalam waktu singkat. Jadi, tolong kamu undur rapatnya." Ucap Juna menyambar penjelasan Keana padanya.

Sebenarnya, Juna merasa sedikit kesal Keana mengalihkan pembicaraan mereka begitu saja, tapi Juna berusaha menyembunyikan itu dengan menyambar perkataan Keana dan bicara datar. Keana hanya mengiyakan perkataan Juna.

Keana bergegas menekan tombol lift saat mereka tiba di depan lift. Keana mempersilahkan Juna untuk masuk duluan, lalu menyusul masuk dan kembali menekan tombol yang ada di dalam lift supaya pergi ke lantai dasar di gedung itu.

Setelah itu Keana sibuk mengatur ulang jadwal Juna, dia menghubungi orang yang akan rapat bersama Juna dan mengatakan rapatnya akan diundur dua jam. Sementara yang Juna lakukan hanya memperhatikan perempuan di depannya.

"Pak, semuanya sudah selesai, apa masih ada yang harus saya lakukan?" Tanya Keana setelah melakukan tugasnya. Keana menatap Juna dan merasa ada sesuatu yang salah dari bosnya, dia melihat dasi Juna tidak enak untuk di pandang.

"Maaf ..." Keana dengan telaten merapihkan dasi yang Juna pakai. Juna sampai menahan nafas dan mengurungkan niatnya untuk bicara. Keana repot dengan barang bawaannya, tapi masih sempat untuk memperhatikan penampilan Juna.

"Selesai, anda terlihat lebih tampan sekarang." Ucap Keana memuji Juna. Tidak ada senyuman yang terlukir di wajahnya, tapi berhasil membuat kerja jantung Juna kurang baik. Keana kembali fokus pada ponsel karena ada pesan masuk.

Juna diam-diam membuang nafasnya. Sebagai sekretaris, Keana memang melakukan tugasnya dengan baik, tapi sebagai perempuan Keana sepertinya lupa untuk tidak bersikap berlebihan terhadap laki-laki. Termasuk terhadap Juna.

Juna tidak masalah Keana melakukan hal seperti itu padanya, tapi Juna tidak bisa membayangkan bagaimana kalau Keana melakukan hal yang sama terhadap Willis atau orang lain. Juna tidak yakin orang lain mengerti tentang bersikap propesional.

"Bapak belum menjawab pertanyaan saya, apa masih ada lagi yang perlu saya kerjakan?" Keana kembali pada topik mereka, setelah membaca pesan dari seseorang yang tidak dirinya ketahui, pesan yang berisi kedekatan Rafael dan Amelia.

"Tidak ada, kamu hanya perlu mengikuti saya bertemu seseorang." Jawab Juna yang kemudian melangkah keluar dari lift tepat setelah pintu itu terbuka. Keana mengikuti Juna dari belakang dan berusaha menahan dirinya untuk tidak menangis.

Keana sedih melihat foto Rafael dan Amelia, tapi berusaha untuk tidak menunjukkan itu di depan Juna. Memang susah mencintai sahabat sendiri, melarang Rafael untuk tidak terlalu dekat dengan perempuan lain juga Keana tidak memiliki hak.

"Nona Audie." Sapa pria setengah baya saat Keana dan Juna tiba di parkiran kantor. Keana spontan tersenyum tipis mengetahui siapa yang menyapa dirinya. Pak Budi, supir pribadi Juna. Sepertinya hari ini Juna tidak mengendarai mobilnya sendiri.

"Selamat pagi, pak." Balas Keana ramah sambil membuka pintu mobil bagian belakang untuk Juna, kebetulan saat itu pak Budi sudah menekan tombol yang membuat pintu mobil bisa dibuka. "Bagaimana kabar bapak?" Tanyanya kemudian.

"Pak, tolong antar kami ke apartemen Joanna." Ucap Juna menyela pak Budi yang baru akan membuka mulutnya. Alhasil pak Budi hanya tersenyum menanggapi Keana, pria setengah baya itu kemudian duduk dibagian kemudi.

Keana duduk disamping supir, baru setelah itu dia dan pak Budi bisa mengobrol. Mereka jarang bertemu karena Juna lebih sering mengendarai mobilnya sendiri dan sekalinya bertemu, mereka memiliki banyak sekali hal yang bisa bicarakan.

Keana memang lumayan akrab dengan pak Budi. Alasannya sangat sederhana, karena Keana tidak memiliki ayah dan pak Budi menganggap Keana seperti anaknya sendiri. Saat mereka bersama, maka Juna yang harus merasa terabaikan disana.

Joanna tiduran di apartemen saat ponselnya berbunyi nyaring. Perempuan itu menghela nafas, mengira Juna kembali menelpon dirinya sampai dia melihat nama yang tertera di layar ponselnya dan ternyata bukan dari Juna melainkan Gilang.

"Anna, kamu dimana?" Kalimat itu yang pertama kali Joanna dengar setelah menggeser ikon hijau di ponselnya. Joanna mengambil nafas berat, dari nada bicara Gilang sepertinya ada sesuatu yang terjadi dan  Joanna tidak tahu hal apa itu.

"Apartemen, kenapa?" Tanya Joanna balik tanpa mau berbasa-basi. Joanna merasa malas untuk banyak hal setelah putus dari Juna, padahal dia sendiri yang menginginkan untuk putus. Joanna seperti kehilangan sebagian dari semangatnya.

"Sebaiknya kamu bersiap, Juna sedang dalam perjalanan menuju apartemen mu." Ucap Gilang yang spontan membuat Joanna bangkit dari tempatnya berbaring. Tanpa mengatakan apapun, Joanna mengakhiri telpon mereka secara sepihak.

Joanna menatap bayangan dirinya di cermin dan langsung merias wajahnya, terutama bagian bibirnya yang terlihat pucat. Joanna memilih warna lipstik yang terang, apapun yang terjadi Juna tidak boleh melihat wajah pucat dirinya.

Sementara di tempat lain, Gilang menatap layar ponselnya sambil mencibir. Sudah menjadi sebuah kebiasaan Joanna mengakhiri telpon secara sepihak dan itu membuat Gilang kesal. Joanna benar-benar tidak sopan padanya.

Kembali ke apartemen Joanna, perempuan itu membereskan apapun yang tidak seharusnya Juna lihat. Joanna takut semua itu mempengaruhi hubungan mereka. Tidak lama terdengar bel di apartemen Joanna, sepertinya Juna sudah datang.

Joanna menarik nafas sebelum akhirnya berjalan menuju pintu utama apartemennya. Saat pintu itu terbuka, Joanna bisa melihat Juna dan Keana berdiri di depan pintu apartemennya. Joanna tersenyum dan mempersilahkan mereka masuk.

"Ada yang harus kita berdua bicarakan." Ucap Juna tanpa berniat masuk ke dalam apartemen Joanna. Dia benar-benar tidak mengerti bagaimana bisa Joanna tetap tersenyum menyambut kedatangan dirinya setelah apa yang terjadi diantara mereka.

"Kita bicara di dalam, kalian masuklah terlebih dahulu." Ucap Joanna tenang. Juna mendengus geram, tidak mengerti apa yang sebenarnya sudah terjadi terhadap perempuan di depannya. Juna merasa ada banyak hal yang berubah dari Joanna.

"Pak Juna, ada sesuatu yang tertinggal di mobil, saya akan mengambilnya sebentar." Ucap Keana pada Juna, sengaja ingin lari dari pasangan yang sepertinya sedang bertengkar. Keana merasa malas ikut campur dalam percintaan orang lain.

"Tunggu!" Bukan Juna, melainkan Joanna yang menahan kepergian Keana. Sementara Juna hanya terdiam menatap lurus mantan kekasihnya. Juna tidak menanggapi perkataan Keana dan Keana menahan langkah karena perkataan Joanna.

Keana berbalik dan menatap Joanna yang juga sedang menatap padanya, sepertinya usahanya untuk kabur gagal. Keana hanya bisa berharap Juna akan mengusirnya dari sana, demi tuhan Keana tidak ingin menjadi orang ketiga.

Hey, pasangan yang sedang bertengkar akan sangat menakutkan, Keana harus memastikan dirinya aman. Karena bagaimana pun Keana belum menikah, dia tidak mau menjadi korban antara Juna dan perempuan bernama Joanna.

"Barangmu tidak ada sangkutan denganku bukan? jadi untuk apa kamu repot-repot mengambilnya? masuklah! asisten rumah tangga di apartemen ku kebetulan sedang pulang kampung, aku takut akan ada yang salah paham nanti." Ucap Joanna.

Juna mendesah tidak percaya setelah mendengar perkataan Joanna. Apa itu lelucon?! memang siapa yang akan salah paham? Juna akhirnya masuk duluan ke dalam apartemen Joanna dan membiarkan Joanna mengajak Keana masuk.

Lagipula, Juna memang sengaja mengajak Keana untuk ikut bersamanya ke apartemen Joanna. Sementara Keana hanya bisa pasrah saat Joanna kembali mengajaknya masuk ke dalam apartemen, semoga saja dirinya bernasib baik.

"Kalian duduklah, aku akan membuat minum sebentar." Ucap Joanna setelah mereka semua masuk apartemen. Joanna meninggalkan Juna dan Keana di ruang tamu, lalu bergegas pergi ke dapur membuat minuman untuk tamu di apartemennya.

Juna maupun Keana menurut dan duduk di sofa ruang tamu. Mereka berdua hanyut dalam pikiran masing-masing. Entah kenapa yang Juna pikirkan sekarang malah Keana, mungkin perempuan itu merasa tidak nyaman terlibat dalam masalahnya.

~TBC~

Terimakasih sudah membaca It's Okay, That's Fate. Mari berhubungan baik antara penulis dan pembaca. Jangan lupa juga untuk memberi dukungan kalian terhadap karyaku. Makasih 💙

Regards,

Nur Alquinsha A | IG : light.queensha

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!