Terbangun di tempat asing, Ardhi yang entah bagaimana caranya telah muncul di kota asing hanya bisa duduk selagi memegangi kepalanya pusing.
Itu menjadi tontonan menarik bagi orang-orang yang melihatnya terutama dengan gaya pakaiannya yang jelas tidak sama dengan mereka, dia hanya mengenakan seragam putih abu dengan tas di punggungnya serta dasi yang melilit di lehernya.
"Ini tidak masuk akal?"
Ardhi menatap balik orang-orang yang sepenuhnya melihatnya sekarang dan mereka bergerak lebih cepat, tidak ada orang yang memiliki rambut hitam sepertinya hampir semuanya berwarna-warni terlebih ada beberapa memiliki telinga hewan di kepala mereka serta sebagian lagi tampak seperti bukan manusia. Singkatnya mereka hewan dengan postur manusia yang mampu berjalan dengan dua kaki, mengenakan apa yang disebut plat pelindung serta membawa peralatan semacam pedang di pinggang mereka.
Satu hal yang bisa dipikiran Ardhi sekarang bahwa dia benar-benar berada di dunia lain, ia sempat berfikir bahwa ini sebenarnya lokasi film atau sebagainya yang mengusung abad pertengahan sayangnya jelas itu diluar pemahaman, terlebih ekor itu jelas terlihat asli.
Ia mengambil ponsel di tangannya dan seperti yang diduga tidak ada sinyal sedikipun.
"Hey kamu baik-baik saja nyan?" suara itu berasal dari gadis bertelinga kucing, rambut hitam panjang dengan celana pendek hitam, pakaian yang memperlihatkan pusarnya serta rambut pendek halus berkilau, hampir keseluruhan yang ditampilkannya memang berwarna hitam namun untuk tubuhnya jelas seputih salju membuat sedikit kontradiksi dengan yang diinginkan Ardhi lihat.
"Aku baik-baik saja."
"Benarkah?"
Tatapan Ardhi lebih fokus terhadap pisau belati yang menggantung di pinggangnya, bahkan bagi dirinya yang tidak tahu apapun tentang senjata, itu jelas dibuat dengan kualitas terbaik.
"Apa kau bisa mengerti bahasaku?"
"Tentu, bukannya kita menggunakan bahasa yang sama nyan."
Ardhi akhirnya menyadarinya, dia memang memahami apa yang dikatakan gadis kucing tersebut entah bagaimana caranya. Dengan ragu dia bertanya.
"Sebenarnya aku di mana?"
"Apa maksudmu dengan di mana, bukannya kau berada di kota Georgina kota kecil berada di belahan ujung timur kerajaan Lyndon.
"Aku benar-benar tidak tahu."
"Mungkin kau tersesat, namamu?"
"Ardhi aku berasal dari negara bernama Indonesia."
"Baru dengar... namaku Nisa, yah... apapun itu selamat datang di kota kami, cobalah untuk berbaur dengan orang lain. Sampai jumpa."
"Tunggu sebentar."
Gadis bernama Nisa berhenti untuk melirik ke arah orang yang menghentikannya, orang itu berdiri dengan dengan ragu.
"Aku tidak tahu harus melakukan apa dan sepertinya uang yang kugunakan tidak bisa dipakai di sini, bisakah kau membantuku?"
Nisa menunjukkan senyuman simpul seperti seekor kucing.
"Aku bekerja sebagai petualang di guild, kupikir kau bisa mulai dari sana. Aku perlu seorang untuk membawa barang bawaan, bagaimana dengan itu?"
Sepertinya itu lebih mirip seperti pekerjaan kasar untuk Ardhi namun jika dia kehilangan seorang yang mampu membantunya sekarang dan menjelaskan semua yang harus diketahuinya maka kematian mungkin akan datang lebih cepat padanya.
Ini sebuah tawaran yang bagus terlebih dia yakin bahwa gadis di depannya bukanlah orang jahat.
"Bagaimana? Aku tidak keberatan koq, aku petualangan Rank F, hampir mustahil pergi ke tempat berbahaya."
"Aku setuju."
"Kalau begitu mari pergi, aku akan sedikit menjelaskan soal pekerjaan kita."
Ini mungkin bisa disebut sebagai sebuah keberuntungan, dia sudah duduk di sana hampir berjam-jam dalam keputusasaan dan tidak ada siapapun yang membantunya.
Dia memang sangat berhutang pada gadis ini.
Di loket yang ramah dengan petualang Nisa mendaftarkan rekan barunya sebagai petualang, ia membayar beberapa koin perak sebagai biaya administrasi yang membuat Ardhi semakin tidak enak.
"Maafkan aku."
"Jangan khawatir kau hanya harus membayarnya nanti dengan kerja keras."
"Aku akan melakukannya sebisaku."
Ardhi mendapatkan kartu petualangnya yang mana di sana tertera wajah serta namanya, jika ditanya bentuknya, mirip seperti kartu pelajar atau mungkin SIM mengemudi.
Ia kemudian dijelaskan tentang Rank F sampai A dan Rank lanjutan Gold, Platinum dan Mithril. Tergantung rank-mu bayaran serta misi akan disesuaikan dengan kemampuanmu.
Seorang bisa mengambil quest dibawah rank-nya sementara untuk di atas tidak akan diizinkan itulah peraturan dasar dari guild, untuk perkejaan telah tertera di papan besar yang ditaruh di guild dan nama guild ini disebut sebagai Guild Crimson Opera.
Guild masternya adalah seorang penyihir ditingkat Mithril yang menyukai Opera dan berpenampilan warna merah tua, berhubung dia sedang di luar maka Ardhi jadi semakin penasaran dengan sosoknya.
Dan untuk petugas loket hanya satu orang dan ia bernama Cathy, rambutnya putih panjang serta gaun panjang berenda menawan.
Sepertinya Ardhi akan senang tinggal di sini jika semua petualang ini bisa akur tanpa perlu berkelahi.
"Sialan kau, kemarilah."
"Natangin Yeee."
"Siapa yang ngambil rokku sialan, kalian mau mati hah?"
Suara pukulan serta meja dan kursi begitu saja dihancurkan.
"Kenapa ini?"
"Haha beginilah guild kami, kau nanti juga akan terbiasa."
"Aku tidak bisa membayangkannya," kata Ardhi lemas.
Meninggalkan keributan yang terjadi di guild, mereka menuju bukit untuk mengumpulkan herbal, pekerjaan santai yang yang tidak melibatkan diri dalam hal berbahaya.
"Apa ini tanamannya?"
"Benar, hati-hati untuk mengambil rumput juga nyan."
"Aku tidak akan sejauh itu... ngomong-ngomong apa alasan Nisa menjadi petualang?"
"Tentu untuk mencari uang namun aku juga ingin bertambah kuat."
"Bertambah kuat?"
"Ada seseorang yang ingin kubunuh."
Ardhi sedikit terkejut namun dia sebisa mungkin tidak menunjukannya, perkataannya sedikit sedih dan di dalamnya diisi oleh penyesalan. Mengetahui ini bukan waktu untuk menanyakan hal bodoh Ardhi memilih untuk mengalihkan kembali pada pekerjaannya.
Semua orang memiliki masa lalu, tak terkecuali buruk dan baik begitu juga dirinya.
"Aku baru menghabiskan uangku jadi kita akan memetiknya sampai matahari terbenam atau tidak akan ada makanan untuk besok."
Itu jelas salahku, ucap Ardhi meminta maaf dalam hatinya.
Lain kali ia yang akan membalasnya.
Setelah selesai dengan pekerjaan tersebut, di guild mereka mendapatkan uang yang pas yaitu sebanyak tiga koin perak.
Satu koin perak berjumlah 50 koin perunggu itu sudah cukup untuk makan beberapa kali sementara penginapan berkisar 1 koin perak untuk satu malam.
Itu jelas terasa mahal, untuk mensiasatinya terkadang Nisa tidur di luar layaknya orang berkemah. Meski tidak nyaman itulah yang sering dilakukannya.
"Untuk sekarang mari makan dulu," katanya demikian.
Mereka duduk di bar yang dikelola guild ini, memesan beberapa makanan yang seharga 10 koin perunggu.
Untuk bayarannya sendiri masing-masing satu koin perak sementara perak satu lagi akan digunakan untuk penginapan.
Ardhi sempat mengatakan bahwa dia tidak keberatan tidur di luar namun Nisa menolaknya, bagi orang yang belum merasakannya itu akan sulit, tak masalah untuk tidur di satu kamar bersama yang terpenting mereka punya tempat hangat dan nyaman untuk tidur, lagipula bagi Ardhi yang tidak biasa bekerja hanya mengumpulkan tanaman herbal sudah membuat pinggangnya encok, Nisa bisa mengetahui itu.
Ardhi duduk di pojokan sambil memeluk lututnya, mau bagaimana lagi dia seorang pemuda normal, untuk bisa tidur dengan gadis cantik satu ranjang cukup membuatnya resah.
Gadis yang dimaksud bangun selagi menguap lebar.
"Owh... kenapa Ardhi tidur di sana nyan?"
"Aku hanya mencoba merasakan lantainya."
"Merasakan?!"
Bagaimana gadis sepertinya bisa baik-baik saja tanpa terpengaruh? pikir Ardhi, rasanya dia sendiri yang gugup karena perasaan aneh tersebut dan dia merasa bodoh.
Mengesampingkan hal itu mereka meninggalkan penginapan dan mengambilkan pekerjaan baru, mengumpulkan herbal akan terasa membosankan jadi mereka akan mengambil pekerjaan untuk membersihkan kanal kotor.
Karena tidak ada yang mau menerima pekerjaan ini, setiap orang akan diberikan 6 koin perak untuk satu hari.
"Bayarannya memang cukup menggoda, tapi kau yakin kau akan terbiasa membersihkan kanal nyan?"
"Tak apa, paling tidak aku akan sedikit berguna sekarang. Malah aku terkejut bahwa Nisa terkadang melakukan hal seperti ini."
"Apa boleh buat bukan, untuk hidup."
Mereka menggunakan penutup hidung, skop dan juga gerobak, secara bergantian mereka membagi tugas bersama sesama rekan petualang lainnya, ada sekitar 20 orang yang melakukan tugas ini
Baru sore hari mereka selesai, mereka menggunakan pemandian umum untuk membersihkan badan kemudian berdiskusi di bar guild sambil memesan makanan sederhana seperti nasi goreng telur mata sapi dan baso dengan saos pedas, untuk minumannya mereka memesan jus jeruk dan es kelapa muda dengan irisan buah mangga.
Nisa menawarkan minuman bir tapi Ardhi dia tidak terlalu suka alkohol. Saat Nisa meneguk bir itu dia tampak berekspresi seolah beban di tubuhnya telah hilang.
"Fwaahhh... Kita mendapatkan uang cukup banyak sekarang, gunakan enam koin perak itu untuk membelikanmu peralatan dan enam koin perak yang kupunya kita gunakan makan dan penginapan."
"Bukannya itu akan mengurangkan jatahmu."
"Aku tak masalah, lebih dari itu kita tidak akan terus melakukan pekerjaan di kota, paling tidak kita mencari sesuatu seperti mengalahkan slime atau goblin, pekerjaan seperti itu lebih mudah walaupun menghasilkan sedikit uang."
Nisa mengatakan hal sebenarnya, jika dia terus-menerus hanya bekerja seperti membersihkan kanal semua harinya akan dihabiskan untuk bekerja tapi jika dia bekerja layaknya petualang, itu akan jauh lebih baik.
Dia juga berfikir tidak mungkin terus menerus membawa gadis dalam pekerjaan kotor atau sejujurnya dia tidak sanggup melihatnya. Nisa adalah gadis cantik jika saja dia mengenakan seperti gadis kenakan dia tidak akan diejek oleh beberapa orang.
"Aku mengerti."
"Kalau begitu besok pagi kita pergi ke pasar loak."
"Baik."
Pasar loak adalah pilihan bagus untuk mereka yang kere. Karena Ardhi terlalu lelah dengan pekerjaannya hari ini dia akhirnya bisa tidur walaupun sekarang Nisa memeluknya erat.
"Nyan, nyan, ini ikan besar... ini milikku."
Jika Ardhi tahu bahwa sekarang dia sedang dijilati ia pasti akan terkejut.
Hari berikutnya keduanya berjalan pergi ke pasar loak yang berada di pinggiran kota, tempat ini begitu ramai dan jika diperhatikan tak hanya petualang namun ibu-ibu, orang tua dan anak-anak turut berjalan di sekitar sini.
"Ternyata lebih ramai dari yang kuduga."
"Benar kan, walau disebut pasar loak mereka juga menjual berbagai sayuran segar, buah-buahan termasuk pakaian bekas nyan, jika beruntung kita bisa mengeluarkan sedikit uang dengan kualitas terbaik."
"Kedengarannya hebat."
"Serahkan padaku nyan~ aku ahli menawar."
Ardhi bertepuk tangan lalu kemudian tersenyum masam karena tidak sesuai ekspetasinya, dengan wajah memelas Nisa memegangi salah satu penjual yang mereka datangi.
"Tolong jual pedang itu seharga 4 koin perak, aku mohon."
"Hentikan kau membuatku malu, aku mengerti aku akan berikan itu dan jangan datang kemari lagi."
"Yataa."
"Lain kali biar aku yang menawar," ucap Ardhi lemas.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!