"Sapri cepat kau lunasi hutang-hutang mu saat ini juga! " kata Maura sambil membentak Sapri.
"Tapi nyonya kami belum ada uang" jawab Sapri sambil menunduk ketakutan.
"Waktu kamu meminjam janjinya hanya sebentar dan setelah panen kamu akan membayar nya" kata Maura dengan suara yang melengking menembus ke langit ke tujuh.
"Tapi kami gagal panen, sebab padi di sawah kami terendam banjir" jawab Sarpi dengan di penuhi ketakutan.
"Mau rugi mau gagal panen itu bukan urusan saya, dan yang saya mau kamu bayar sekarang! " kata Maura dengan raut wajah sangat nya, seolah ingin menelan Sapri. Marni istri Pak sapri tidak bisa berkata apapun, dia hanya diam dengan rasa takut yang ada.
"Maafkan kami Nyonya, janji akan membayar semuanya hutang-hutang nya tetapi kasih waktu " kata Sapri dengan nada bicara yang sedikit bergetar, dia takut dengan bodyguard yang bersama Maura. Sebab sudah terkenal galak dan menghancurkan apa saja yang ada di rumah jika mereka tidak mendapatkan yang di inginkan.
"Dari kemaren kalian hanya janji tetapi tidak ada bukti" bentak Maura lagi.
"Berikan kami waktu sedikit lagi Nyonya" kata Sapri Memohon terhadap Maura.
"Berapa banyak waktu lagi yang harus saya berikan, ini saja sudah cukup lama waktu yang di berikan untuk kalian" kata Maura.
"Mungkin sampai panen tahun depan" jawab Sapri sambil menunduk takut.
"Yang benar saja, apa kamu sanggup membayar beserta bunga nya sampai tahun dengan. Sekarang saja hutang kalian sudah mencapai lima puluh juta beserta bunga nya" kata Maura sambil duduk di salah satu kursi dan menyilang kan kaki, lalu mengambil rokok dari dalam tas nya dan menyala kan korek api dan mengudara kan asap-asap tembakau itu di hadapan Sapri.
"Kenapa bisa sebanyak itu, kan waktu pinjam uang hanya sedikit ?" tanya Sapri kaget, dengan jumlah uang yang harus di bayar nya padahal uang yang di pinjam tidak sebanyak itu.
"Itu beserta bunga nya tujuh puluh lima persen" jawab Maura, sambil menghisap tembakannya itu.
"Tapi kan nggak harus sebanyak itu bunga nya" kata Sapri.
"Saya tanya sekali lagi, kapan kalian akan melunasi nya? " tanya Maura lagi dengan suara yang tinggi, sehingga menjadikan marni terlonjak kaget mendengar nya.
"Kasih waktu satu minggu lagi Nyonya, kami akan berusaha untuk membayar nya" kata Sapri dengan penuh permohonan.
"Baiklah, lusa saya akan kembali ke sini dan kalian harus menepati nya. Tadi kalian minta waktu satu minggu dan saya kasih dua hari sebab sudah cukup itu juga, kalian mengulur waktu untuk membayar hutang-hutang kalian. Kalau lusa uang itu tidak ada maka jangan salahkan saya jika kalian harus pergi dari rumah ini dan sertifikat sawah saya ambil! " kata Maura dengan penuh penekanan.
"Baik Nyonya" jawab Sapri dengan gemetar, dia takut dengan orang-orang yang bersama Maura.
"Ok saya pegang janji kamu" jawab Maura sambil menunjuk wajah Sapri dengan jari telunjuk nya, lalu bangkit dari duduknya sambil melangkah dengan angkuh nya.
Marni dan Sapri yang menyaksikan itu hanya menunduk diam, dia masih berfikir bagaimana harus membayar semuanya dalam waktu dua hari ke depan. Sedangkan uang yang di butuhkan tidak sedikit. Apa mungkin Sapri harus berhutang lagi agar bisa melumasi hutang terhadap Maura
"Ayok, Baron, Joe kita pulang! " ajak Maura terhadap kedua bodyguard nya. Dan kedua orang tersebut mengangguk, langsung mengikuti langkah Maura dari belakang lalu membuka pintu kendaraan untuk sang majikan.
Setelah beberapa saat kendaraan yang di tumpangi Maura sudah tidak terlihat lagi, hal itu membuat Sapri dan Marni bisa bernafas lega untuk sesaat.
"Bah, bagaimana bisa kita mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu dua hari" kata Marni sambil menatap lekat wajah suaminya yang sudah tidak lagi muda, mereka hanya memiliki seorang anak laki-laki bernama Arkan. Dia baru saja duduk di bangku kuliah baru beberapa bulan yang lalu, dia juga belum bisa menghasilkan uang yang cukup untuk melunasi hutang kedua orang tuanya.
Dia sekarang bekerja serabutan, apapun di kerjakan nya asal dia lagi tidak ada jam kuliah.
Arkan seorang anak laki-laki yang cerdas dan cekatan, dia juga kuliah karena beasiswa yang di dapatnya kalau saja bukan karena kecerdasan nya mungkin dia tidak akan tahu rasanya berada di kampus.
"Nggak tahu Bu... apa kita gadaikan saja sawah agar bisa membayar hutang" kata Sapri, sebab tidak ada cara lain selain itu.
"Ibu nggak setuju jika harus menggadaikan sawah, hanya itu yang kita punya bagaimana kita makan kalau sawah itu tidak ada! " kata Marni, dia tidak setuju dengan ide suaminya, sebab hanya dari penghasilan sawah biaya hidup mereka jika itu tidak ada maka darimana penghasilan yang di dapat.
"Tidak ada cara lain lagi" kata Sapri.
"Pokoknya Ibu nggak setuju apapun alasannya" Kata Marni kekeh, dia tidak rela jika harta satu-satunya harus di gunakan untuk melunasi hutang.
Di saat suami istri itu berdebat soal solusi untuk melunasi utang yang mereka punya terhadap rentenir, terdengar suara sepeda motor berhenti di halaman rumahnya. Tidak lain itu putra semata wayang mereka baru pulang dari kampus, sudah pasti sebelum ke rumah dia bekerja terlebih dahulu.
Terlihat dengan jelas wajah lelah sang anak.
"Asalamualaikum Bah, Bu, aku pulang" kata Arkan yang baru saja menaruh kendaraan nya di halaman, lalu mendekat ke arah kedua orang tuanya yang sedang duduk di teras.
Sapri dan juga Marni berhenti membiarkan hutang piutang saat Arkan sudah ada di hadapan mereka.
"Sore amat pulang nya? " tanya Marni terhadap sang anak.
"Tadi siang aku sudah mau pulang pas di pertigaan ketemu sama kang Asep dia ngajakin untuk mengangkut sayuran dari sawah nya, katanya nggak bisa mobil harus di angkut pakai motor terlebih dahulu" kata Arkan.
"Kenapa nggak pulang dulu, pasti belum makan" kata sang Ibu sambil menatap lekat wajah sang anak yang terlihat lelah sekali.
"Sudah ko, Bu... tadi kang Asep yang belikan nasi " jawab Arkan.
"Ya sudah kalau begitu, kamu mandi dulu dan istirahat pasti lelah banget kan! " perintah sang Ibu terhadap anak semata wayang nya.
"Bu ini hasil aku kerja tadi nggak banyak tapi ini cukup untuk beli kebutuhan kita dua hari ke depan" kata Arkan sambil menyerah kan uang hasil kerjanya di hari ini, sebagai buruh pengangkut sayuran bagi Arkan tidak masalah yang penting halal.
"Nggak usah, kamu simpan saja siapa tahu kamu lebih membutuhkan nya saat berada di kampus. Ibu mah ada nggak usah di pikirin" dusta Marni, dia nggak mau membuat anak nya repot dan selalu memikirkan kebutuhan kedua orang tuanya.
"Nggak apa-apa Bu... aku masih ada ko, pegang saja" kata Arkan.
"Benar kamu masih ada? " tanya Marni lagi terhadap sang anak.
"Iya, Bu... ya sudah aku mandi dulu" kata Arkan sambil bangkit dari duduknya, lalu berjalan perlahan untuk segera masuk ke dalam rumah.
Keesokan harinya.
mentari pagi begitu cerah menyinari bumi, Arkan sudah bersiap untuk pergi ke kampus. Setelah pulang dari kampus, dia sudah meminta izin terhadap sang Ibu bahwa ada pekerjaan bersama Mang Asep.
Arkan sudah berada di halaman rumah untuk segera berangkat, dia pergi ke kampus dengan mengendarai sepeda motor miliknya.Meskipun kendaraan itu tidak terlalu bagus tetapi masih bisa digunakan untuk mengantarnya sampai di tempat tujuan.
Baru juga Arkan akan menyalakan kendaraannya,tiba-tiba terdengar suara melengking seorang perempuan memanggil.
"Jangan pergi dulu! saya butuh bicara dengan kamu! "kata perempuan tersebut sambil mendekat ke arah Arkan.
"Iya, Tante, ada yang bisa dibantu?" tanyakan terhadap wanita tersebut.
"Kamu anaknya Sapri, jadi sudah menjadi kewajiban kamu untuk melunasi semua hutang-hutang kedua orang tua kamu! "kata Maura sambil menatap tajam ke arah Arkan.
"Saya janji, Tante, untuk melunasi semua hutang kedua orang tua saya tetapi minta waktunya"kata Arkan dengan nada bicara penuh permohonan.
"Saya sudah memberikan waktu begitu lama terhadap kalian, jadi sekarang sudah tidak ada toleransinya lagi" kata Maura dengan nada bicara sedikit meninggi.
"Saya mohon, Tante, berikan waktu sedikit lagi untuk kami mencari uang untuk melunasi semuanya" kata Arkan dengan wajah memelas.
"Saya sudah bosan dengan semua janji-janji yang keluar dari mulut kalian "kata Maura sambil berkacak pinggang.
Kedua orang tua Arkan mendengar keributan di luar,dia langsung keluar dari dalam rumah melihat apa yang terjadi di halaman rumahnya.
"Ada apa ini?" tanya Sapri terhadap Arkan dan Maura, yang sedang berdiri di halaman rumah dan dua orang bodyguard yang bersama Maura.
"Kemarin kalian janji hari ini akan melunasi semuanya, dan aku sekarang menagih janji kalian yang kemarin diucapkan "kata Maura sambil menatap tajam wajah Sapri.
"Tapi uangnya belum ada! beri waktu kami sedikit lagi untuk mengumpulkan uang tersebut"jawab Sapri sambil menundukkan kepala.
"Ya sudah kalau kamu tidak punya uang untuk melunasi hutang-hutang kalian, saya akan mengajukan satu syarat untuk kalian setujui "kata Maura dengan nada bicara penuh penekanan.
"Apa itu syaratnya?" tanya Sapri sambil menatap Maura.
"Aku akan menikahi anak kalian setuju atau tidak.Aku akan tetap menjadikan dia suamiku jika tidak setuju dan menolak pernikahan ini maka dalam waktu satu kali 24 jam uang harus ada"ancam Maura terhadap Sapri dan juga Arkan.
"Mana bisa seperti itu, aku kan masih muda masih mau kuliah masa depanku masih panjang belum ingin menikah apalagi harus menikah dengan tante Maura.Tante lebih pantas menjadi ibuku daripada menjadi istriku "kata Arkan sambil bergidik ngeri, dia tidak bisa membayangkan jika tante Maura itu menjadi istrinya.
"Kamu bilang apa? meskipun umur saya sudah tua tapi saya masih terlihat cantik dibandingkan sama perempuan-perempuan yang ada di luar sana.Saya ini melakukan perawatan jadi tidak terlihat tua"kata Maura dengan pedenya dia bilang bahwa dirinya cantik.
"Jika memang dia cantik nggak mungkin menjadi perawan tua, tidak ada seorang laki-laki yang mau menikahinya" Arkan bicara dalam hati, sebab dia tidak berani mengungkapkannya langsung di depan tante Maura.Jika saja akan berani berbicara seperti itu mungkin tante Maura akan lebih marah.
" Aku mohon,Tante, beri waktu kami satu minggu saja untuk mengumpulkan uang tersebut "kata Arkan dengan nada bicara penuh permohonan.
"Kamu tidak perlu susah payah mengumpulkan uang dalam waktu dekat, lagian mau dapat uang dari mana sebanyak itu, lebih baik kamu setujui saja permintaanku gampang kok"ucap tante Maura.
"Tapi aku nggak mau menikah sama Tante" jawab Arkan.
"Jika kamu mau menikah, saya akan jamin semua kebutuhan kamu.Biaya pendidikan kamu dan saya akan memberikan modal kamu untuk membangun sebuah bisnis di daerah sini "kata tante Maura mengiming-imingi Arkan dengan uang yang dia punya.
"Saya tidak tertarik dengan semua uang-uang Tante,hanya ingin hidup dari hasil keringat saya sendiri tanpa bantuan dari siapapun. Soal hutang orang tua saya terhadap tante, saya akan melunasinya. hanya saja berikan kami waktu sedikit lagi "kata Arkan dengan nada bicara penuh permohonan.
"Sudah tidak ada waktu lagi bagi kalian lebih baik kamu setujui apa yang menjadi permintaan saya. "kata Maura.
"Atau saya ambil sawah kalian untuk melunasi semuanya"ancam Maura terhadap Arkan dan Sapri.
Setelah beberapa saat, perdebatan di antara keduanya tidak menemukan titik terang. Arkan tetap kekeh tidak mau menerima syarat dari Tante Maura untuk menikah dengan nya, dan Maura pun tetap Kekeh dengan pendiriannya bahwa ingin menikah dengan Arkan dengan cara melunasi hutang-hutang kedua orang tuanya.
Setelah beberapa saat,akhirnya Maura menyerah dia memutuskan untuk pulang terlebih dahulu.
"Ya sudah, saya kasih waktu satu malam bagi kamu untuk berpikir.Menerima syarat dari saya atau lunasi semuanya" kata Maura sambil pergi berlalu melangkahkan kakinya, untuk segera menuju ke kendaraan yang akan mengantarkannya pulang.Dan di ikuti dua bodyguard dari belakang.
Setelah kepergian Maura akhirnya Arkan tidak jadi pergi ke kampus,dia duduk di kursi yang ada di teras sambil menyandarkan punggungnya.Dan berpikir apakah yang akan di tempuh untuk selanjutnya agar bisa, melunasi semua hutang-hutang tersebut.
kepala Arkan terasa berat seperti mau pecah, dia masih terus berpikir harus mencari pertolongan terhadap siapa untuk mendapatkan uang dalam jumlah besar.
"Pak, aku akan pergi ke rumah mang Asep sebentar.Siapa tahu dia bisa membantuku "pamit akan terhadap sang ayah.
"Hati-hati di jalannya"pesan sang ayah terhadap Arkan.
Setelah berpamitan, akhirnya akan pergi untuk menuju rumah mang Asep. setelah beberapa saat di dalam perjalanan akhirnya Arkan sudah sampai di depan rumah mang Asep.
Arkan langsung turun dari kendaraannya dan dan mengetuk pintu rumah mang Asep.
setelah beberapa saat pintu rumah pun terbuka, terlihat dengan jelas mang Asep yang membuka pintu.
"Ada apa?tumben kamu mau datang ke rumah ini"tanya Asep terhadap Arkan.
"Aku lagi butuh bantuan mang Asep, siapa tahu bisa membantu aku untuk saat ini" jawab Arkan.
"ya sudah kamu duduk dulu tunggu sebentar, kamu mau minum apa?"tanya mang Asep terhadap Arkan, setelah bertanya mang Asep pergi ke dalam rumah.Untuk meminta istrinya agar membawakan minum untuk Arkan.
Setelah beberapa saat mang Asep telah kembali, dan diikuti oleh istrinya dari belakang dengan membawa cangkir kopi di tangannya. lalu mang Asep duduk di samping Arkan di kursi yang ada di teras tersebut.
"Mang, aku lagi butuh bantuan, Tante Maura memaksa untuk segera dilunasi semua hutang-hutang yang bapak punya.Tetapi uangnya belum ada, apakah mamang bisa membantu kami?"kata Arkan sambil menatap lekat wajah mang Asep dengan penuh permohonan, dia berharap bahwa mang Asep bisa membantu dirinya.
"Memangnya kamu butuh uang berapa?" tanya mang Asep terhadap Arkan.
"Lima puluh juta,mang, itu beserta bunganya yang harus dibayarkan" jawab Arkan.
"Jika harus sebanyak itu saya tidak punya uang, andai saja saya punya uang sebanyak itu pasti aku akan membantu kamu "kata mang Asep sambil menatap lekat wajah Arkan.
"Tante Maura mengajukan syarat, jika dalam waktu satu kali 24 jam tidak bisa membayarnya maka aku harus siap menikah dengannya "kata Arkan lagi.
"Kalau uang hanya satu atau dua juta mamang bisa bantu, itu terlalu banyak bagaimana bisa mamang juga punya uang sebanyak itu sedangkan penghasilan hanya menjual sayuran "jawab bang Asep.
"Ada yang mau membeli motor aku nggak sih emang, nggak apa-apa aku jual yang penting bisa nambah-nambah uang"kata Arkan.
"Meskipun kamu jual itu motor, tidak akan bisa untuk melunasi semuanya" kata mang Asep.
"Iya juga sih,Mang," jawab Arkan sambil menatap lekat wajah mang Asep, dia sungguh sudah merasa frustasi dengan semua masalah yang ada.
"Apa aku terima saja permintaannya,Tante Maura, "kata Arkan minta pendapat mang Asep.
"Kalau kamu menikah hanya terpaksa hanya untuk melunasi hutang pikir-pikir dulu lah, takutnya nanti setelah menikah kamu menyesal"nasehat mang Asep.
" Tapi sudah tidak ada pilihan lain lagi, selain menuruti semua permintaan tante Maura "jawab Arkan sambil menatap lurus ke depan pandangannya kosong.
"Jika memang itu pilihan yang terbaik dan bisa menyelesaikan semua masalah, kenapa tidak.Toh Maura juga masih gadis meskipun umurnya di atas kamu ,mungkin Maura itu jodoh yang dikirim Tuhan untuk kamu "kata mang Asep sambil menatap lekat wajah Arkan.
"Entahlah,mang, apa berpikirnya semesta sedang mempermainkan hidupku.Perasaan masalah datang silih berganti tidak ada habisnya "jawab Arkan.
"jangan pernah bilang seperti itu, mungkin Tuhan punya rencana lain dibalik semua ini. kita ambil sisi positifnya saja dari semua masalah yang ada "nasehat mang Asep.
"Jika saja pada saat itu tidak gagal panen karena banjir, mungkin tidak akan pernah punya hutang sebanyak ini "kata Arkan lagi.
"Semua sudah digariskan terhadap sang kuasa, kita tidak bisa menolak takdir atau hukum alam yang terjadi semua itu sudah digariskan dan ditetapkan"
"Ya sudah kalau begitu, aku pamit pulang dulu ya mang, semoga ada solusinya sampai besok "pamit Arkan untuk segera pulang ke rumahnya.
"Hati-hati di jalan jika niatnya baik maka hasilnya pun akan baik "ucapan Asep sambil berdiri.
Arkan yang sudah berdiri setelah berpamitan, langsung melangkahkan kakinya untuk segera menuju sepeda motornya yang terparkir di halaman rumah mang Asep.Dia langsung menyalakan kendaraan tersebut untuk segera untuk segera memacu kendaraan tersebut.
sepanjang perjalanan pulang Arkan terus berpikir dan berpikir, bagaimana dia mencari cara agar mendapatkan uang sebanyak itu. Sedangkan waktunya hanya beberapa jam lagi dari waktu yang sudah ditentukan oleh tante Maura.
Setelah beberapa saat menempuh perjalanan yang tidak terlalu jauh, akhirnya kendaraan yang ditumpangi Arkan pun sudah sampai di depan rumah dengan tepat.
Arkan langsung turun dari sepeda motornya, lalu perlahan berjalan untuk segera masuk ke dalam rumah.
Arkan sudah berada di dalam rumah lalu dia masuk ke dalam kamarnya, setelah berada di dalam kamar langsung menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur.Dia berpikir keras antara menerima dan menolaknya, sungguh pilihan yang berat yang harus diterimanya.
Setelah beberapa saat dia merenung dan merenung, akhirnya tanpa terasa dia memejamkan matanya dan tertidur dengan pulas.
dengan harapan setelah tidur dia bisa melupakan sejenak semua yang ada di dalam hidupnya, Arkan bisa saja lari dari semua ini untuk menolak permintaan tante Maura. Tetapi bagaimana dengan kedua orang tuanya jika dirinya menolak semuanya.
Waktu bergulir begitu cepat siang telah berganti dengan sore begitu juga dengan sore telah berganti dengan malam. Arkan belum juga keluar dari kamarnya, entah apa yang dilakukan anak itu di dalam kamar apa masih tidur atau melakukan hal lain.
"Bah, coba lihat Arkan di dalam kamar takut terjadi sesuatu sama dia, soalnya dia dari siang belum keluar kamar"kata sang istri terhadap Sapri, dia meminta suaminya untuk melihat Arkan di dalam kamar. dia sangat khawatir terhadap keadaan Arkan pada saat ini.
"iya, Ibu, tunggu sebentar ya nanti Abah yang melihat Arkan ke kamarnya"jawab Sapri terhadap sang istri.
Setelah beberapa saat Sapri bangkit dari duduknya lalu berjalan perlahan, mendekat ke arah pintu kamar Arkan.Lalu Sapri mengetuk pintu kamar Arkan setelah beberapa saat tidak ada jawaban dari dalam kamar, dia memutar gagang pintu dengan perlahan lalu membukanya karena pintu tidak dikunci.
Setelah pintu terbuka, terlihat dengan jelas anak laki-lakinya masih tertidur pulas di atas tempat tidur.
Sapri berjalan perlahan mendekat ke arah tempat tidur, lalu duduk di tepi ranjang.
Sapri memberanikan diri untuk membangunkan Arkan, dia guncangkan kakinya"nak, bangun ini sudah malam"kata Sapri sambil menggoyang-goyangkan kaki Arkan.
Arkan yang sensitif dengan sentuhan, dia mengerjapkan matanya lalu melihat ke sekeliling kamar dan ternyata ada sang ayah di sampingnya sedang duduk.
"Ada apa, bah,?"tanya Arkan terhadap sang Sapri.
"ini sudah malam kenapa kamu belum bangun? apakah kamu sakit atau ada hal lain yang kamu pikirkan, jika kamu memikirkan tentang permintaan tante Maura.Lebih baik nggak usah memikirkannya,kamu bisa menolaknya.Adapun tante Maura mau mengambil sawah atau rumah biarkan saja"kata sang ayah terhadap Arkan, sambil menatap lekat wajah anak tersebut yang terlihat sangat lelah dan frustasi.
"Tapi kan, Bah, kita nggak punya apa-apa lagi selain sawah dan rumah. jika diambil kita mau tinggal di mana? terus makan dari mana?Itu salah satu sumber penghasilan kita hanya dari sawah "jawab Arkan sambil menatap lekat wajah sang Ayah.
"Kita bisa tinggal di mana saja,atau kita pindah ke kampung sebelah dan mencari pekerjaan lain sebagai buruh tani atau apa saja. yang penting kamu terbebas dari Tante Maura dan hutang terlunasi"kata Sapri terhadap sang anak.
"Ya sudahlah, Bah,jangan terlalu memikirkan hal itu di setiap masalah pasti ada jalan keluarnya "kata Arkan berusaha menenangkan sang ayah, meskipun di dalam otaknya juga semrawut entah harus melakukan apa.
Setelah berbicara seperti itu, Arkan bangkit dari tempat tidur lalu mengambil handuk dia berniat untuk segera membersihkan tubuhnya. berjalan perlahan keluar kamar untuk segera menuju kamar mandi sebab di rumah ini hanya ada satu kamar mandi yang digunakan bersama seluruh anggota keluarga.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!