NovelToon NovelToon

Temani Aku, Ken!

Perlu Kau Ingat!

"Jam 09.00 WIB, bapak baru turun dari kamarnya. Jadi kau harus menyiapkan sarapan paling tidak lima menit sebelumnya. Jangan pernah memperlihatkan dirimu ketika ia sedang makan,"

"Baik, Bu,"

"Setelah ia meninggalkan meja makan, kau baru bisa membereskannya. Jika hari Senin, Rabu dan jumat dia turun lebih pagi, jam 07.00 WIB untuk olahraga di ruang GIM. Siapkan handuk kecil, kaos kaki dan sepatunya. Jangan lupa air hangat di Tumbler ukuran 1 liter. Letakkan saja di sofa depan TV,"

Ken manggut-manggut, tangannya terus saja mencatat semua penjelasan ibunya agar ia bisa mengingat dengan baik tugasnya selama 40 hari ke depan.

"Setelah sarapan, ia akan membaca koran. Siapkan koran yang ada di teras dan herbal water di gazebo depan, samping kolam ikan. Biasanya ia akan menghabiskan waktunya di situ hingga pukul 10.00 WIB.

"herbal water atau rimpang?"

"Sejenis racikan herbal untuk kesehatan gitulah. Resep dan jadwalnya sudah ada di kitchen set dapur. Ibu tempel di sana,"

"Oh, iya. Yang ala-ala ustad di IG itu kan. Aku tau!" Ken kembali mencatat point ini dalam catatan tugasnya.

"Entahlah, ibu tidak faham soal itu. Ibu memuat ramuan berdasarkan catatan yang di buat olehnya. Itu juga baru sekitar 2 tahun belakangan. Selama ini ia hanya minum air putih hangat," ujar ibu sembari mengangkat kedua bahunya. Ia tidak tahu apa yang dimaksud IG, ala-ala yang disebutkan anaknya itu.

"Makan siang dan malamnya?" tanya Ken kemudian.

"Jika tidak ada permintaan khusus, apapun yang dihidangkan dia mau. Yang penting tidak terlalu asin dan berminyak. Dia juga tidak suka jenis masakan yang bersantan. Semua makanan harus hangat. Jangan pernah menyajikan menu yang sama. Ia paling tidak suka itu. Makan siang usai dhuzur dan makan malam usai isya,"

"Rewel sekali,"

"Tidak, sayur bening sama tempe goreng juga mau asal hangat dan baru di masak,"

"Baiknya ibu bikin daftar menu, agar aku tidak bingung mengaturnya,"

"Sudah ada, sayang. Semua ada di kitchen set bagian bawah. Rak kecil yang ada di sisi kanan,"

"Pakaian pribadinya harus di cuci manual, ia tidak mau menggunakan mesin cuci. Ambil pakaian kotor ketika ia sedang membaca koran, setiap hari. Sekaligus bersihkan kamarnya. Ganti seprey setiap tiga hari sekali. Nah kalau seprey dll boleh kau cuci pakai mesin. Hari ini ibu sudah mengganti seprey, berarti lakukan dua hari ke depan,"

"Iya, Bu. Lalu apa lagi yang harus aku kerjakan?"

"Kalau sudah menyiapkan makan, kau bisa mengerjakan tugas-tugasmu karena selama ibu pergi Pak Parman yang akan beres-beres ruangan ini, termasuk nyapu dan ngepel. Dia tukang kebun sekaligus orang kepercayaan bapak. Dia mengurus rumah ini jauh sebelum tinggali oleh empunya"

"Oh, jadi aku hanya mengurus makan dan kebutuhan dia saja, termasuk membereskan kamar pribadinya setiap pagi,"

"Iya, Nak. Bapak memberikan kompensasi karena dia tahu kau sedang kuliah,"

"Baik, Bu. Apalagi yang harus aku ingat,"

"Dia tidak suka dengan kebisingan. Jadi jangan sampai kebiasaan mu yang suka nyanyi waktu masak atau di kamar mandi terdengar beliau. Ingat itu, ya! Jika ingin mendengar musik atau nonton tv di kamar juga ada,"

"Baiklah,"

"Dan, jika kau ingin ke kampus tinggalkan pesan saja di pintu kamarnya atau di meja makan. Jangan pernah pamit langsung padanya,"

"Ingat baik-baik apa yang ibu pesankan tadi. Ibu sudah bekerja 10 tahun di Jakarta yang kita dapat hanya cukup untuk makan dan biaya sekolahmu. Sejak kerja di rumah ini hidup kita lebih baik. Meski keberadaannya cukup misterius, tapi dia orang yang baik. Ibu ikut semua aturan beliau selama tidak melanggar aturan hukum dan dia sepertinya cukup senang dengan hasil kerja ibu. Untuk itu ia tetap mempertahankan ibu bekerja di sini dan memberikan imbalan yang sangat besar. Jaga kepercayaan dia. Kita masih membutuhkan pekerjaan ini untuk menopang hidup,"

"Baik, Bu. Ken akan mengingat pesan ibu baik-baik. Apa ibu tidak memperkenalkan aku dengan bos ibu?"

"Dia tidak memintanya. Saat ibu ijin membawamu ke rumah ini dan menggantikan tugas ibu selama umroh, dia tidak keberatan. Jika ada sesuatu yang ingin kau tanyakan, hubungi saja Pak Parman,"

"Oh.....,"

"Berapa usianya?" tanya Ken penasaran.

"Ibu tidak tahu persis. Lima tahun kerja di sini kami jarang sekali komunikasi,"

"Apa ibu tau pekerjaannya?"

"Tidak, Nak. Ibu tidak tahu apa-apa. Sepanjang hari ia ada di rumah dengan rutinitas yang ibu sebutkan tadi. Selain Pak Parman dan Ibu, ada Pak Bram yang sering datang dan menemuinya. Seminggu 2 hingga 3 kali. Apa yang mereka bahas ibu juga tidak ingin tahu,"

Ken semakin merinding mendengarkan penjelasan ibunya. Bagaimana ia bisa bekerja dengan orang yang selalu menutup diri dengan dunia luar. Bahkan identitasnya saja ibu tidak tahu.

"Bagaimana jika ternyata majikannya itu bandar narkoba atau buronan? Bisa jadi ia punya penyakit menular?. Hi ....," Ken semakin bergidik.

Namun kecurigaannya ini tidak ia ungkapkan pada ibunya. Ia tahu, ibunya tidak akan faham akan hal ini jika ia mengungkapkan kekhawatirannya. Paling tidak, selama ini ibunya tidak menangkap sesuatu yang ganjil di rumah ini dan bos besarnya ini cukup loyal terhadap karyawannya.

Ibu bangkit dari sisi tempat tidur, ia berjalan ke arah bufet kecil yang ada di kamarnya itu. Membuka laci kecil yang tidak terkunci dan menunjukkan sesuatu pada putrinya.

"Uang belanja dan keperluan rumah lainnya ada di sini. Biasanya, setiap awal bulan bapak selalu meletakkan uang di atas meja makan. Jika uang bulan lalu masih tersisa tak usah dilaporkan, dia tidak butuh laporan itu. Semua catatan pengeluaran ibu tulis di buku ini walaupun tidak pernah diminta,"

"Apa uangnya cukup?"

"Lebih dari cukup, bahkan sisa uang belanja dari awal ibu bekerja tetap ibu simpan. Ada di amplop ini. Sepertinya jumlahnya sudah puluhan juta, ibu tidak pernah menghitungnya,"

"Kenapa ibu tidak memakai atau mengembalikan padanya?"

"Jika ibu pakai itu bukan hak kita, ia tidak pernah memberikan pada ibu. Ibu pernah bilang tetang hal ini, tapi dia hanya diam saja,"

"Aneh!"

"Seaneh apapun keadaannya, yang jelas kita bisa hidup layak setelah ibu bekerja padanya. Kau juga bisa kuliah di kampus yang bagus,"

"Iya, Bu. Keny faham!"

Ken mendekati ibunya yang masih berdiri di sisi bufet, ia peluk perempuan yang telah merawat dan membesarkannya seperti anaknya sendiri. Perempuan yang begitu tulus mencurahkan kasih kasih sayang yang tidak bisa dihitung besarnya.

"Aku akan menggantikan tugas ibu di sini. Beribadah lah dengan tenang. Doakan semoga aku bisa lulus tahun ini dan segera bekerja lagi,"

"Iya, Nak. Ibu pasti akan mendoakan mu. Hanya kamu yang ibu miliki di dunia ini,"

Kedua perempuan beda usia itu berpelukan. Cukup lama. Mereka tak henti-hentinya saling mengucapkan terimakasih. Saling menatap dan menghapus air mata satu sama lainnya. Malam itu begitu haru, Bu Ros akan meninggalkan putrinya dan menitipkan pekerjaannya sebagai asisten rumah tangga di rumah ini selama ia melaksanakan ibadah umroh.

"Ayo kita tidur! Usai subuh ibu harus berangkat," perempuan separuh baya itu segera menuju ke pembaringannya. Merebahkan tubuhnya di sisi kiri tempat tidur, menyisakan sebagaian lagi untuk putrinya.

Meskipun diperuntukkan sebagai kamar pembantu, kamar yang ditempati ibunya ini cukup luas. Kasurnya cukup untuk dua orang, berikut lemari dan peralatan lainnya terbilang cukup mewah. Kamar ini lebih luas daripada kontrakan yang ia tempati sekarang ini.

*******

Happy reading all! Author tidak bosan-bosan minta dukungannya. Mohon untuk tinggalkan

✓ LIKE

✓ KOMENTAR

✓ VOTE -nya

Apresiasi dari kalian semua membuat saya semakin bersemangat untuk update, terimakasih!

Tugas Pertama

Usai subuh, Bu Ros sudah berangkat. Ia diantar oleh Pak Parman, tentu saja atas izin bosnya. Malam itu Ken ikut menginap di rumah majikan ibunya, karena tidak bisa tidur lagi ia segera ke dapur. Menunaikan tugasnya sebagai asisten rumah tangga di rumah ini, menggantikan ibunya.

Ken membuka kitchen set dimana ibunya menyimpan daftar menu untuk bos besar. Di situ hanya tercantum menu makan siang dan malam selama 40 hari. Sarapan tidak ditulis oleh ibunya.

"Masak apa?" Ken berpikir sesaat. Ia melihat di majic com masih ada nasi dan di kulkas juga sudah siap berbagai sayuran segar dan lauk pauk yang sudah siap di masak.

"Nasi goreng seafood cabe ijo, seperti cocok nih. Ada cumi dan udang yang tersimpan di box,"

Ken mengeluarkan 3 cumi ukuran sedang dan 5 udang dari box. Menyiapkan bumbunya sekaligus. Cabe hijau keriting tiga biji, bawang merah dan bawang putih, garam, menghaluskannya dengan cobek kecil dari batu.

"Masaknya nanti, jam 08.30 biar hangat begitu bos besar siap sarapan,"

Ken juga melihat di kulkas banyak jambu biji yang masih segar. Sepertinya baru di petik dari kebun di belakang rumah.

"Apa aku bikin jus, ya? Tapi ibu tidak pesan jika harus menghilangkan jus saat ia makan. Tapi ga apalah, toh sarapannya nasi goreng, tidak ada serat sama sekali,"

Ken mengeluarkan 3 buah jambu biji dan memotongnya menjadi beberapa bagian. Setelah menambahkan sedikit gula, ia blender buah itu hingga halus kemudian menyaringnya agar bijinya terpisah. Tidak lupa, Ken membagi jus itu menjadi tiga gelas dalam ukuran yang sama, satu untuk sang majikan, satu untuk pak Parman, dan satunya untuk dirinya sendiri.

*****

Nasi goreng yang masih ngebul, Ken tempatkan pada satu wadah ukuran sedang. Tidak lupa ia juga menyiapkan centong berikut piring, sendok dan garpunya. Telor ceplok, potongan timun, selada dan kerupuk udang juga sudah disiapkan sebagai pelengkapnya.

Satu gelas jus jambu merah, dan satu gelas air putih hangat sudah Ken siapkan di atas meja.

"Sepertinya sudah lengkap,"

Ia ingat pesan ibunya, "Jangan pernah menampakkan muka di depannya," jadi Ken berpikir bagaimana agar ia bisa mengetahui apakah rasa nasi goreng itu sudah pas atau belum jika tidak boleh menanyakan secara langsung.

Akhir Ken mengambil satu lembar kertas memo kecil dan menuliskan sesuatu pada bosnya.

"Maaf, Pak. Jika menunya kurang asin atau terlalu pedas mohon ditulis di sini. Bisa dikasih catatan khusus agar besok saya koreksi rasanya. Selamat menikmati makanannya,"

Ia sematkan kertas itu di bawah gelas yang berisi air putih agar terlihat jelas oleh bos besar. Kemudian ia kembali ke kamarnya karena sudah saatnya si bos turun untuk sarapan pagi.

Sebentar-sebentar Ken mengintip dari balik hordeng kamarnya, ia masih penasaran seperti apa tampang majikan ibunya itu. Kenapa ia begitu misterius. Apakah ia cacat fisik, buruk rupa, atau punya kekurangan lainnya hingga ia begitu menutup diri dari dunia luar.

"Sudah jam 09.00 tapi orangnya belum turun?" Ken bertanya pada dirinya sendiri.

Akhirnya ia merapikan tempat tidurnya, mengeluarkan pakaiannya yang masih ada di tas dan menyusunnya di dalam lemari pakaian ibunya. Menyiapkan satu stel pakaian ganti yang akan dikenakan setelah ia mandi.

Jika libur kuliah ia memang mandi lebih siang, setelah membereskan rumah dan menyelesaikan semua tugas-tugasnya. Saking malasnya, kadang mandinya di rapel, sore sekalian.

Ken kembali lagi ke jendela, ia membuka sedikit hordengnya dan mengintip ke arah meja makan.

Jantung Ken berdetak seketika itu juga, ia melihat seorang pria tengah menikmati sarapannya dengan begitu tenang. Wajahnya tidak terlihat begitu jelas karena ia duduk menyamping ke arah kamar yang di tempati Ken. Pria itu mengenakan kaos putih tanpa kera dan celana pendek di atas lutut.

"Sepertinya tidak menyeramkan," bisik Ken dalam hati.

Tiba-tiba Ken ingat sesuatu, ia belum menyiapkan air putih hangat dan koran seperti pesan ibunya. Harusnya sebelum ia masuk kamar, ia lebih dulu menyiapkan itu agar tidak bertemu majikan ibunya.

"Duh, bagaimana ini. Jika aku siapkan sekarang berati aku menampakkan diri di depan pria itu,"

Kamar yang ditempati letaknya di sisi dapur, berbatasan langsung dengan ruang makan. Jika ia keluar dan mengambil air di dapur pasti akan terlihat oleh orang itu. Terus ia juga harus melintasi meja makan jika akan keluar menuju teras depan.

"Kalau nunggu ia selesai makan, berarti lebih parah lagi, ia pasti akan bertemu pria itu di depan. Dia juga pasti akan marah, koran dan air minumnya belum siap ditempat. Duh, gimana ini?" Ken menepuk keningnya dengan keras. Kenapa ia begitu lalai. Mengingat tugas yang remeh seperti itu saja sampai lupa.

"Ah sudahlah, apapun resikonya, aku harus keluar. Masa ga ada toleransinya. Namanya juga hari pertama kerja, wajar kalau ada kesalahan,"

Ceklekkkk [ suara pintu dibuka]

Kemudian Ken menutupnya kembali dengan pelan. Dengan mengendap-endap ia berjalan ke arah dapur. Ia tidak berani menoleh ke arah majikannya. Dari sudut matanya ia bisa melihat pria itu tetap menikmati sarapannya tanpa bergeming sedikitpun.

"Syukurlah," ujar Ken begitu lega ketika majikannya itu tidak merasa terganggu dengan kemunculan di dapur.

Ken mengambil gelas berukuran besar kemudian mengisinya dengan setengah air panas dan memenuhi sisanya dengan air biasa sehingga suhunya menjadi hangat-hangat kuku. Kemudian ia meletakkan gelas itu di atas nampan kecil, tidak lupa ia tutup gelasnya itu agar awet hangatnya.

Dengan setengah berjinjit, Ken melintas di meja makan, berjalan pelan menuju teras. Tatapannya tetap tertunduk agar ia tidak melihat sang majikan yang masih duduk di meja makan.

"Apa Bu Ros sudah berangkat?" tanya Pria itu dengan nada lembut. Masih duduk di tempatnya semula.

Ken benar-benar kaget. Langkahnya terhenti seketika itu juga, tepat di belakang pria itu. Untung ia segera menguasai diri hingga air yang ada ditangannya tidak tumpah karena tubuhnya yang nyaris bergetar.

"Iya, usai subuh ia sudah berangkat diantar Pak Parman,"

Ken memalingkan wajahnya ke arah pria itu. Dilihatnya punggung pria itu yang begitu lebar dan bahu yang kekar. Tengkuknya yang putih dan bersih ditumbuhi anak-anak rambut yang lebat dan tidak beraturan. Meskipun potongan rambutnya pendek, Ken bisa melihat rambut manjikannya itu bergelombang dan tebal.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Ken memberanikan diri karena cukup lama ia diam, pria itu tidak bersuara. Suaranya masih terbata-bata, Ken begitu khawatir kehadirannya menganggu pria itu, seperti yang sudah dipesankan oleh ibunya.

Pria itu masih diam. Ia meraih gelas dan meneguk air putih yang masih tersisa setengah gelas itu hingga tidak bersisa satu tetes pun dengan pelan. Tak lama kemudian ia menggeser kursinya ke belakang dan berdiri dari tempat duduknya.

Ia membalikkan tubuhnya, hingga jarak mereka kini begitu dekat. Pria itu berdiri persis di samping Keny dengan pandangan yang tajam ke arah gadis itu.

********

Happy reading all! Author tidak bosan-bosan minta dukungannya. Mohon untuk tinggalkan

✓ LIKE

✓ KOMENTAR

✓ VOTE -nya ya🙏🙏🙏

Apresiasi dari kalian semua membuat saya semakin bersemangat untuk update. terimakasih 😊😊😊

Terpesona

Refleks saja, dengan sorot matanya yang tajam Ken memandangi orang yang kini berada di dekatnya itu. Ia nyaris tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat itu. Jantungnya berdebar semakin kencang dengan daya kejut maksimal.

"Oh my God, pria ini begitu tampan," pekiknya nyaris tak tertahan. Untung saja suaranya itu tertahan di tenggorokan hingga pria itu tidak bisa mendengar isi hatinya.

Wajah itu terlihat begitu teduh dan tenang. Kulit muka yang putih dan bersih, sungguh sempurna berpadu dengan bentuk muka ovalnya. Ken mengamati setiap sisi wajah laki-laki itu tanpa terlewat sedikitpun. Alisnya yang tebal, bibirnya yang merah, dan hidungnya yang mancung membuat ia tampak begitu menawan.

Jauh dari apa yang ia bayangkan semalaman ini. Ia pikir majikan ibunya yang misterius ini punya muka yang sangar dan menakutkan hingga tidak mau menampakkan mukanya di depan orang.

Kini Ken beralih ke bagian tubuh yang lain, ia menyapu tubuh laki-laki itu mulai dari ujung kaki hingga kepala.

"Tidak ada yang cacat. Semuanya terlihat normal" bisiknya lagi.

"Ehemm ...," Pria itu mengingatkan Ken yang sejak tadi tidak henti-hentinya menyelidiki keadaan tubuhnya.

"Maaf," hanya itu yang sanggup Ken ucapkan begitu ia menyadari bahwa pria itu memperhatikan tingkahnya dan membuatnya tidak nyaman.

Pria itu maju satu langkah ke depan. Kini antara dirinya dan Ken tidak ada jarak sedikitpun. Pria itu menatap Ken dengan pandangan yang menghakimi.

"Apa kau sedang mengenali seseorang?" tanyanya dengan tegas.

"Tidak, maafkan aku," Ken buru-buru menundukkan kepalanya. Kali ini pandangannya jatuh ke lantai.

Ia bisa melihat kaki pria itu yang beralaskan sendal jepit dengan jari-jari yang begitu bersih. Masih tetap berdiri mematung di tempatnya semula. Bulu-bulu kaki yang tumbuh begitu lebat membuat Ken semakin merinding tidak karuan.

"Apa yang akan dilakukan pria ini?" Pikiran begitu menyesali diri.

"Permisi, aku mau mengantarkan air minum ini ke depan. Aku minta maaf, harusnya aku sudah melakukannya sejak tadi dan tidak mengganggu anda," kini suara itu makin terbata-bata bahkan dengar seperti setengah terisak.

Ken memang begitu ketakutan, pria itu menghadangnya. Posisinya kini terkunci hingga ia tidak bisa melangkah dan meninggalkan tempat itu.

"Apa kau takut denganku?"

"Tidak, tidak ada alasan saya takut dengan anda," buru-buru Ken menjawab pertanyaan itu namun masih dengan menundukkan kepalanya.

"Mana mungkin aku takut dengan cowok tampan dan begitu nyaman dipandang seperti mu," bathin Ken dalam hati.

Pria itu mengangkat dagu Ken. Kini pandangan mereka bertemu. Begitu dekat.

"Apa kau anak Bu Ros?" tanya pria itu kurang yakin.

"Iya, aku putrinya,"

"Status dalam KTP-nya ia tidak menikah, bagaimana mungkin ia bisa punya anak?" tanya pria itu lagi.

Ia selalu minta foto kopi identitas orang-orang yang bekerja padanya. Begitu Bu Ros minta izin mau cuti ia menyebutkan akan membawa anaknya untuk menggantikan tugasnya di rumah ini. Bu Ros belum pernah menikah tapi ia bilang akan digantikan putrinya? Ia waktu itu berpikir positif saja, mungkin yang dimaksud Bu Ros itu keponakan atau saudara jauhnya.

"Saya anak angkatnya. Sejak bayi sudah di rawat ibu karena orang tua saya nemberikan bayinya pada pada Bu Ros. Selama ibu bekerja di Jakarta, aku tinggal dengan nenek (ibu dari Bu Ros) di kampung," Ken yang sudah takut karena kesalahannya, tiba-tiba menjadi terisak. Ia sedih jika harus mengingat masa kecilnya.

Menurut cerita neneknya, ibu kandungnya itu menitipkan Ken yang masih berumur 3 hari pada Bu Ros karena ia akan menyelesaikan administrasi rumah sakit rumah sakit dimana ia melahirkan Ken. Namun hingga kini ia tidak menampakkan batang hidungnya. Setiap hari Bu Bu Ris menunggu ibunya namun ia tidak pernah kembali. Berkabar pun ia tidak pernah.

Ken baru mengetahui jika ibunya itu adalah TKW yang bekerja di Arab Saudi dan terpaksa kembali ke Indonesia karena ia mengandung anak tanpa ikatan pernikahan. Statusnya tidak jelas, dalam akte kelahirannya hanya tercantum nama ibunya dan keterangan " anak dari hubungan di luar pernikahan"

"Maaf jika aku mendadak cengeng," Ken menyeka air matanya. Berusaha sebisa mungkin agar bisa tenang.

"Aku melihat tidak ada kemiripan diantara kalian. Untuk itu aku bertanya," ujar pria itu lagi.

Ken semakin serba salah, pria itu masih memandangi wajahnya dengan tatapan yang begitu intens. Ada raut kesedihan yang ia tangkap, namun ia tidak berbuat apa-apa selain hanya memandang Ken dengan tidak berkedip sedikitpun.

"Aneh sekali orang ini. Ada cewek cantik ymnangis didepannya didiemin aja. Bukannya dipeluk gitu, dielus-elus rambutnya," gerutu Ken begitu kesal.

"Maaf Pak, permisi! Saya mau mengantarkan air ini ke depan," Ken buru-buru mohon diri karena ia tidak tahan jika dipandangi terus seperti itu. Bisa-bisa ia menjatuhkan diri dalam pelukan pria itu jika harus berlama-lama dalam situasi seperti itu.

"Biar aku saja," pria itu menarik tangannya dari saku celananya dan berusaha mengambil nampan yang ada di tangan Ken dan hendak membawanya sendiri ke depan.

"Jangan, pak. Biar saya aja. Ibu berpesan agar saya bisa melakukan pekerjaan ini dengan baik," Ken yang memegang erat benda di tangannya itu dan melangkah pergi menuju teras depan.

Tidak ada pilihan lain, pria itu berjalan mengikuti Ken dengan langkah yang tenang. Kini ia bisa dengan bebas mengamati perempuan yang berjalan di depannya itu.

Benar-benar tidak ada kemiripan antara perempuan ini dan pembantunya. Bu Ros degan face jawanya yang medok sementara Ken mempunyai wajah yang begitu cantik, lebih mirip warga blasteran. Darah Arab lebih kental pada garis wajahnya. Perempuan ini juga lebih tinggi di banding Bu Ros, yang mempunyai tubuh sangat pendek.

"Tempatnya di sini," pria itu buru-buru menahan langkah Ken yang ingin berbelok ke kanan.

"Iya, maaf pak. Saya belum hafal dengan bagian-bagian rumah ini," Ken berhenti sebentar, memutar tubuhnya dan kembali melangkah. Dari kejauhan ia bisa melihat gazebo yang di maksud dan bunyi percikan air dari kolam itu.

Saat melintasi teras, Ken melupakan koran yang tertumpuk di meja itu. Entah karena lupa atau ia begitu grogi mendapati majikan ibunya itu sejak tadi sejak tadi berjalan mengikuti langkahnya.

Tiba di tempat yang di maksud, Ken meletakkan air itu di sisi Gazebo.

"Astaga, aku melupakan sesuatu," ujarnya begitu reflek.

"Maaf, Pak. Korannya lupa aku bawa," ujarnya lagi.

Pria itu masih berdiri di hadapan Ken, dengan tenang ia menunjukkan tiga buah koran pagi yang ia sambar sembari lewat di teras tadi.

"He..he...," Ken hanya bisa tersenyum karena malu.

Ken malu atas keteledorannya yang ia lakukan berkali-kali sepagi ini. Ia langsung meninggalkan tempat itu tanpa pamit lebih dulu pada majikan tampannya.

"Pak," panggil pria itu begitu ia melihat Parman hendak masuk rumah.

Merasa dipanggil oleh majikannya, pak Parman mengurungkan niatnya melangkah ke rumah. Ia segera berbalik arah, menuju gazebo dimana datangnya sumber suara.

"Apa wanita yang di rumah itu putri Bu Ros?" tanyanya dengan serius. Ia masih ragu atas pengakuan Ken. Untuk itu ia perlu penegasan dari Pak Parman.

"Iya, Den. Dia putrinya Bu Ros,"

"Bapak yakin?"

"Iya, saya melihat ia datang kemaren sore. Tadi pagi mereka saling berpelukan layaknya ibu dan anak ketika Bu Ros akan pergi,"

"Oh, berati bapak lihat perempuan itu bersama Bu Ros?"

"Iya, saya melihatnya,"

"Baiklah, bapak bisa pergi,"

Setelah mendapat ketegasan dari pria yang sudah dipercaya selama belasan tahun itu, ia baru yakin bahwa gadis itu memang benar anak pembantunya. Kekhawatirannya kini tidak terbukti, tadinya ia berpikir jangan-jangan perempuan itu mata-mata yang sengaja dikirim orang untuk mengetahui keberadaannya.

****

Happy reading all! Author tidak bosan-bosan minta dukungannya. Mohon untuk tinggalkan

✓ LIKE

✓ KOMENTAR

✓ VOTE -nya ya🙏🙏🙏

Apresiasi dari kalian semua membuat saya semakin bersemangat untuk update. terimakasih 😊😊😊

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!