Kota Bangyu.
Kota Bangyu adalah kota metropolitan dan kotanya para bisnisman dan juga para pelajar yang ingin menuntut ilmu.
Di kafe Green.
Revan dan Rara yang sudah pacaran selama tiga tahun selalu menghabiskan waktu mereka untuk menikmati dan mengobrol ria sambil ditemani kopi panas.
"Sayang, aku membawakan hadiah untukmu, tolong terima." ujar Revan sambil memberi sebuah kotak kecil yang terlihat kumal dan acak-acakan.
Rara melihat hadiah dari Revan tersebut dengan jijik, namun Rara tetap menerimanya untuk memuluskan keinginannya hari ini.
"Revan, aku ingin kita putus." pinta Rara langsung pada intinya.
Rara mengajak Revan ketemuan di kafe hari ini hanya untuk satu tujuan, yaitu meminta putus.
"Apa? Kamu ingin apa, sayang?" tanya Revan.
Revan bagai disambar petir siang bolong saat mendengar Rara ingin putus, namun dia berusaha tenang dan berharap dia hanya salah dengar.
"Jangan panggil aku sayang, aku jijik mendengarnya." ucap Rara dengan nada menghina.
"Sayang, apa yang terjadi kepadamu? apakah aku melakukan kesalahan?" tanya Revan memastikan dengan sedikit meninggikan suaranya.
Semua tamu kafe menatap mereka karena penasaran, namun Revan tidak peduli sama sekali.
"Revan, aku sudah muak pacaran denganmu, kamu itu miskin, jelek, dan juga kumal seperti pengemis saja." dengus Rara dengan jijik.
Rara beranjak pergi setelah mengatakan hal itu meninggalkan Revan yang hanya terdiam menundukkan kepala karena hatinya terlalu sakit saat ini.
"Sayang," Revan memanggil.
"Revan, asal kamu tahu aku tidak pernah mencintaimu, bagiku kamu hanyalah kacung yang bisa disuruh-suruh, hanya itu saja, jadi jangan berharap lebih, mengerti!" sela Rara sebelum Revan melanjutkan bicaranya, lalu menghilang dari pandangan dengan tertutup pintu kafe.
Revan hanya bisa meratapi nasibnya yang seorang pecundang miskin dan juga berwajah kusam karena terlalu banyak terpapar sinar matahari.
Revan yang terdiam itu juga memikirkan kata-kata Rara yang menusuk hatinya itu.
"Kalau dipikir-pikir aku memang hanya dianggap kacung olehnya." Gumam Revan meneteskan air mata.
Revan mengingat kembali masa-masa pacaran bersama Rara, dalam ingatannya Revan selalu disuruh-suruh dan bodohnya Revan mau saja.
"Rara, kenapa kamu begitu kejam kepadaku? setelah apa yang kulakukan untukmu selama ini?" Tanya Revan dengan suara pelan sambil menangis sesugukan.
Revan saat ini berada dititik lemahnya, karena Revan sangat mencintai Rara, namun kenyataan ini membuatnya sangat sakit hati.
"Padahal aku melakukan segalanya untukmu, tapi kenapa kamu tidak menganggap ku ada?" tanya Revan menangis dalam diam.
Semua pengunjung kafe hanya menatap Revan dengan sinis, karena menurut mereka Rara melakukan hal yang seharusnya dilakukan wanita cantik, yaitu mencampakkan pacar miskin dan jelek seperti Revan, karena bagi mereka Revan yang miskin dan berwajah masam tidak pantas bersanding dengan Rara yang begitu cantik dan seksi.
Pinggiran kota Bangyu.
Revan yang putus cinta memutuskan kembali kerumah ibunya yang berada dipinggiran kota setelah bergelut dengan dirinya sendiri yang ingin bunuh diri karena putus cinta, beruntung kewarasan Revan menyelamatkan dirinya dari aksi bunuh diri.
Revan berdiri disebuah halaman kecil dengan tatapan kosong, didepannya berdiri sebuah rumah gubug yang sudah hampir roboh.
"Bu, aku pulang!" panggil Revan sambil merangsek masuk.
"Siapa kalian?" Tanya Revan dengan lemas dan seperti tidak memiliki kehidupan.
Revan yang lemas itu akhirnya menyadari bahwa ada dua orang laki-laki berjaket hitam di rumahnya, Revan melihat ibunya yang menangis sesenggukan di sofa.
"Apa yang kalian lakukan kepada ibuku?" Revan naik pitam setelah sadar dua orang itu ternyata orang asing.
Revan yang putus cinta sangat mudah emosi, terlebih ibunya sedang menangis saat itu membuat Revan sangat marah, tanpa basa-basi Revan langsung menerjang salah satu pria berjaket hitam tersebut.
Bang!
Salah satu pria menangkis tendangan Revan dan membalas dengan menendang dada Revan.
Buk!
"Ah." Revan kesakitan.
"Revan, jangan..," ibu Revan ingin menghentikan, namun dihalangi oleh pria yang satunya.
Revan dan pria itu berkelahi dengan ganas, Revan yang putus cinta seperti orang kerasukan iblis.
Bang, buk, buk!
Pria itu menendang Revan, namun ditangkis, pria itu menggunakan lututnya dan mengakhiri dengan tinju.
"Ah, sialan!" Revan sempoyongan.
Revan yang memiliki ilmu beladiri yang sangat tinggi, bahkan menguasai ilmu Kanuragan itu dibuat tak berdaya oleh pria tersebut.
"Hiya..," Revan ingin melawan kembali, namun pria itu sudah menekannya dilantai.
"Lepaskan aku, sialan!" teriak Revan meronta.
"Ibu, siapa bocah kesurupan ini?" tanya pria itu kepada ibu Revan.
Revan kaget mendengarnya, sementara ibu Revan yang menahan tangisnya akhirnya berlari menghampiri Revan dan mendorong pria berjaket hitam itu agar tidak menekan Revan dilantai.
"Nak kamu baik-baik saja? apakah sakit?" tanya ibu Revan sedih bercampur khawatir.
"Reza, kamu kenapa memukul adikmu hingga seperti ini?" tanya ibu Revan dengan marah kepada Pria yang bernama Reza itu.
"Aku tidak tahu itu." jawab Reza acuh.
Reza sebenarnya tahu Revan adiknya, namun karena Revan terlalu bersemangat memukulnya, mana mungkin Reza hanya diam saja?.
"Kamu ini," Ibu mereka tidak bisa berkata-kata.
"Bu, siapa mereka?" tanya Revan akhirnya.
Revan yang babak belur dihajar Reza itu sedari tadi diam mendengar percakapan antara ibu dan Reza, tidak ada kesempatan untuknya menyela.
"Anakku, mereka berdua adalah kakakmu, Reza dan Horus." jelas ibu kepada Revan.
Revan kaget mendengar bahwa dua pria misterius itu adalah kakaknya.
"Apa? aku tidak mengerti?" Revan tidak tahu harus senang, sedih, atau benci saat ini.
"Ceritanya panjang, nanti ibu jelaskan." Jawab ibu dengan sedih.
20 tahun lalu.
Ibu Revan yang sedang mengandung Revan harus berpisah dengan suaminya, akibat bencana alam banjir.
Saat itu terjadi banjir bandang di wilayah tempat tinggal mereka, ibu Revan yang hamil muda terbawa arus air ketika berusaha menyelamatkan putranya, Reza.
Posisi awal mereka ketika diterjang banjir dengan posisi mereka sekarang 2 km, mereka terbawa arus cukup lama hingga ibu Revan berhasil memegang sebuah dahan pohon.
"Ibu!!!" teriak Reza memanggil ibunya.
Reza kecil yang masih berumur 5 tahun harus berjuang memegang tangan ibunya.
"Reza, lepaskan ibu, kamu bisa terbawa arus nanti." ujar ibu sebut saja Nina.
Nina saat itu masih memegang sebuah ranting pohon agar tidak terbawa arus, sementara Reza ada diatas batang pohon.
Jika Nina tidak memegang ranting, sudah dapat dipastikan dia akan hanyut bersamaan dengan Reza yang memegang bajunya.
"Ibu, ibu harus bertahan, ayah akan datang menyelamatkan kita." ujar Reza menangis.
Nina sudah mencapai batasnya, dia segera melepaskan tangan Reza agar tidak ikut tertarik ketika dia hanyut nanti.
"Jaga dirimu dan jangan pernah melepaskan pelukanmu di dahan pohon, Reza." ujar Nina sebelum terseret arus dan tenggelam.
"Ibu!!!" teriak Reza.
Reza hanya menangis sambil memegang dahan pohon dan menatap ibunya yang hanyut terbawa arus.
Reza cukup beruntung karena dahan yang dia pegang ternyata berasal dari pohon nangka yang masih mengakar di tanah.
Saat banjir mulai surut, saat itulah Reza dapat melihat dengan jelas bahwa dahan yang dia pegang berada setinggi 175 meter, artinya banjir kemaren sangat besar sampai 175 meter tingginya.
Reza saat itu berhasil ditemukan warga dalam keadaan kedinginan sambil memeluk dahan nangka, sementara Nina sang ibu menghilang.
Semenjak hari itu Reza dan Horus dibawa oleh ayah mereka yang seorang dokter menuju ibukota untuk melupakan masa kelam yang dia alami akibat banjir yang menghilangkan Nina.
Mengenai Horus yang selamat? itu karena Horus yang berusia 7 tahun saat itu ikut ayah mereka ke kota sebelah untuk mengobati pasien, karena ayah mereka adalah seorang dokter terkenal walau terkenalnya dua bulan sebelum banjir itu terjadi.
Kembali ke masa sekarang.
"Begitulah nak, kenapa kamu dan kedua saudaramu berpisah." tukas Nina menceritakan dengan mata berkaca-kaca.
"Ayah selalu mencari keberadaan ibu dan kamu Revan, namun pencarian kami belum membuahkan hasil." Ujar Reza kemudian dengan datar.
"Entah apa penyebabnya." Reza kesal mengingat kejadian itu.
"Hingga akhirnya kami berdua bertemu ibu di pasar tempat ibu sering berjualan." sambung Horus dengan mata berkaca-kaca.
"Kalian tidak dapat menemukan ibu, karena ibu diselamatkan oleh kakek Cheng yang hidup didalam hutan." Nina menjelaskan.
"Menurut kakek Cheng ibu koma selama 4 bulan semenjak ditemukan dipinggir sungai." jelas Nina.
Baik Horus, Reza, maupun Revan sangat berterima kasih dengan kakek Cheng yang menyelamatkan ibu mereka, bahkan Horus dan Reza berniat bertemu dengan kakek Cheng jika ibu mereka tidak menghalangi.
"Kenapa Bu? kami harus berterima kasih kepada kakek Cheng." tanya Horus heran.
"Baiklah, waktunya makan, tidak baik terus menangis!" ujar Nina sambil mengelap air matanya dan tidak mau menjawab pertanyaan Horus tersebut.
Horus berniat menanyakan kembali alasan ibunya melarang mereka bertemu dengan kakek Cheng, namun dia urungkan ketika Reza menghentikannya, pada akhirnya mereka berempat makan bersama hanya untuk melepas kerinduan.
Setelah makan bersama dengan lauk seadanya Reza dan Horus mulai membujuk ibu mereka beserta adik bungsu Revan untuk tinggal di ibukota.
"Ibu harus ikut kami ke ibukota dan kamu juga Revan." Pinta Horus sang kakak tertua terus membujuk ibunya yang terus menolak.
"Iya Bu, kak Horus adalah pengusaha muda yang sangat sukses, bahkan perusahaannya yaitu Horus Grup adalah salah satu dari 20 perusahaan raksasa negara Wakanda ini." Bujuk Reza dengan menyebutkan kesuksesan Horus sebagai pengusaha muda.
"Tidak nak, aku sudah menelantarkan kalian selama bertahun-tahun, aku bukan ibu yang baik." Ujar Nina kembali menolak.
Nina merasa sangat bersalah karena telah menelantarkan kedua putranya, hingga dua putranya itu tidak mendapatkan kasih sayang seorang ibu selama bertahun-tahun.
"Ibu, itu musibah dan musibah adalah takdir, jika ibu menyalahkan diri ibu sendiri maka ibu sama saja menyalahkan takdir." ucap Horus dengan bijak.
"Ibu ikutlah dengan kami, biarkan anak durhaka ini membahagiakan ibu selama sisa hidupmu, ibu kumohon." Horus terus membujuk ibunya tersebut.
"Jangan membuat kami menjadi anak durhaka karena menelantarkan seorang ibu yang seharusnya kamu rawat dan jaga dimasa tuanya." Bujuk Horus kembali dengan bijaknya, Nina merasa terharu dengan ucapan putra sulungnya itu dan Nina akhirnya goyah.
"Ibu ikutlah dengan kami." Bujuk Reza dengan lembut memanfaatkan ibunya yang sudah mulai goyah tersebut.
"Hiks..., baiklah ibu akan ikut kalian." ujar Nina akhirnya mengalah dan mau ikut dengan kedua putranya yang selalu dia rindukan di setiap tidurnya tersebut.
Horus, Reza, dan Revan sangat senang ibunya mau ikut untuk menetap di ibukota negara Wakanda setelah melakukan berbagai bujukan.
"Ibu, kakak berdua, aku akan tetap di kota Bangyu untuk menamatkan kuliahku dulu, ketika aku lulus nanti aku akan pergi ke ibukota menemui kalian." ujar Revan memecahkan susana haru tersebut.
Ibu Nina dan kedua kakaknya itu terkejut dengan keputusan Revan yang memilih tetap tinggal di kota Bangyu dengan alasan kuliah.
"Adik Revan, kamu tamatkan saja kuliahmu di ibukota, kota ini terlalu kecil untukmu." ujar Horus membujuk.
Kota Bangyu yang begitu besar dan merupakan kota tingkat kedua di negara Wakanda sangat kecil bagi Horus yang seorang pebisnis ulung.
"Terimakasih atas saranmu kak, tapi aku akan tetap menyelesaikan kuliahku disini." Revan bersikeras untuk tinggal di kota Bangyu.
"Revan...," kali ini Reza membujuk.
Setelah berbagai bujukan dari dua kakaknya maupun ibu mereka, Revan tetap memilih untuk tinggal, hal itu membuat Ibu Nina, Horus, dan Reza mau tidak mau menyetujui keinginan Revan tersebut.
"Terimakasih ibu, dan kedua kakak sekalian, karena mengizinkanku untuk tinggal dan melanjutkan kuliahku di sini." Ujar Revan berterimakasih.
"Sama-sama, karena kamu disini maka aku akan mempercayakan salah satu anak perusahaan Horus Grup untuk kamu kelola." Ujar Horus sambil menepuk bahu Revan.
"Kamu harus menerimanya, jika tidak aku tidak akan pernah menganggap dirimu adikku lagi." Ujar Horus kembali sebelum Revan mengajukan penolakan.
"Ah..., baik kakak." Revan mengulum kembali kata penolakan yang hampir dia ucapkan.
"Bagus, haha." Horus senang.
Horus segera mengajak ibu dan Reza untuk kembali ke ibukota meninggalkan Revan sendirian, karena hari sudah malam.
"Revan besok datanglah ke kantor pusat Bangyu Building grup untuk menerima mandat sebagai pemilik baru perusahaan real estate tersebut dengan saham 90%." ujar Revan sebelum masuk mobil mewahnya.
Revan tertegun mendengarnya, dia mengira kakaknya itu hanya memintanya mengelola salah satu anak perusahaan Horus Grup, namun siapa sangka kakaknya itu memberinya 90% Bangyu Building grup sebagai aset pribadinya.
"Hoi!" tegur Reza dengan kasar.
Revan yang bingung langsung terkejut setengah mati akibat teguran Reza yang begitu kejam dan memekakkan telinga.
"Kak Reza apakah kamu ingin membunuhku." protes Revan sambil memegang dadanya yang naik-turun karena terkejut.
"Siapa suruh melamun, dasar bodoh!" ucap Reza dengan kasar.
Revan terdiam mendapati bahwa kakak Reza sangat berbeda dari kakak Reza siang tadi yang begitu lembut dan kalem.
"Kak Reza, kenapa kamu masih disini, ibu dan kak Horus sudah pergi." Ingat Revan pada akhirnya.
"Itu bukan urusanmu." Dengus Reza.
Reza mengeluarkan sebuah cincin yang berbentuk serigala dari saku celananya, Revan cukup penasaran melihatnya.
"Apa itu kak Reza?" Tanya Revan penasaran.
Crittt!
Sebuah mobil sedan berdecit kencang dan berhenti di depan mereka, lalu keluar empat orang yang berpenampilan layaknya mafia lengkap dengan kacamata hitamnya.
"Siapa mereka?" Pikir Revan heran.
Empat orang yang bertampang sangar itu segera berlutut memberi hormat kepada Reza, lalu berucap.
"Salam ketua besar." Ucap mereka bertiga secara bersamaan.
Reza hanya mengangguk sedikit kepada mereka berempat.
"Ketua besar? kak Reza apa maksudnya kamu ketua besar?" Tanya Revan penasaran.
"Mereka berempat adalah anggota kelompok Epsona, yaitu kelompok mafia terbesar ketiga di benua Asia dan aku adalah ketua mereka." Ujar Reza menjelaskan tanpa ekspresi sedikitpun.
Boom!
Revan langsung kaget setengah mati mengetahui kakak keduanya adalah seorang mafia, apalagi ketua kelompok mafia terbesar ketiga benua Asia yang bernama kelompok Epsona yang bermarkas di Provinsi Jawarka, ibukota negara Wakanda.
"Kenapa? kaget?" Tanya Reza sinis.
Revan secara tak sadar mengangguk membenarkan, Reza tersenyum sinis lalu menendang perut Reza tanpa aba-aba sama sekali hingga Revan terhempas.
"Kamu kira mendirikan perusahaan di negara Wakanda yang serba uang ini mudah?" tanya Reza.
"Jika tidak ada aku, mungkin saja bakat kak Horus akan berkembang di dunia novel saja, dasar bodoh!" Dengus Reza.
"Jika tidak ada aku, tidak ada yang namanya Horus Grup, karena negara ini lebih mementingkan uang daripada potensi, mengerti?" tukas Reza.
Revan yang kesakitan mengerti apa yang kak Reza maksud, karena negara ini memiliki begitu banyak orang bodoh dan serakah yang mendapatkan posisi penting di pemerintahan.
"Mengerti, kak." Jawab Revan menahan sakit di bagian perutnya.
"Bagus." Reza senang mendengarnya.
Reza kemudian melempar cincin serigala yang dia pegang sedari tadi kepada Revan, dengan sigap Revan menangkap cincin tersebut.
"Kak apa ini?" Tanya Revan dengan bingung dan bertanya-tanya.
Revan seketika merasa tidak enak ketika melihat senyum psikopat kak Reza.
"Cincin ini akan memberimu warisan dari seseorang leluhur pengobatan tradisional Tiongkok, jadi kamu harusnya bersyukur akan mendapat warisan tersebut." Ujar Reza dengan senyum psikopat.
"Tapi sebelum itu kami harus membuatmu sekarat dulu." Tambah Reza kemudian, Revan yang santai langsung kaget mendengarnya.
"Kakak jangan lakukan itu, itu hanya dongeng bodoh, kakak terlalu banyak membaca novel cina." Revan langsung menolak mentah-mentah rencana Reza tersebut.
Revan yang suka membaca novel cina di aplikasi baca novel online tentu tahu arah pikiran kakak keduanya tersebut, namun siapa yang menduga kakaknya itu bahkan ingin membuatnya sekarat dulu seperti apa yang terjadi kepada tokoh utama novel yang sering dia baca.
"Kamu tidak perlu khawatir adikku tersayang, cincin ini akan menyelematkan sekaligus memberimu kekuatan warisan." Ujar Reza dengan senyum kecil.
"Kakak terlalu banyak membaca novel, itu hanya fiksi bukan kenyataan." Revan berusaha menyadarkan Reza.
"Pukul!" Perintah Reza dengan melambaikan tangannya kepada empat orang tinggi besar yang merupakan anggota Mafia Epsona.
"Kak...," Revan cemas.
Bugh!
"Kwek, uhuk, uhuk." Revan termuntah darah dan terbatuk-batuk.
"Kakak...," Revan berusaha membujuk Reza agar mengehentikan kegilaannya.
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Empat orang itu memukul Revan hingga babak belur dan pingsan, darah dari pukulan itu mengalir ke cincin bentuk serigala itu secara alami.
"Bos, dia...," salah satu dari mafia itu berkata, namun Reza menembak.
Dor!
Dor!
Dor!
Dor!
Reza menembak mereka berempat tepat di kepala hingga empat orang mafia itu langsung jatuh dan terbujur kaku bersimbah darah setelah kejang-kejang.
"Kenapa..., bos?" Tanya salah satu mafia dengan lirih sebelum menyusul ketiga rekannya yang mati terlebih dulu.
"Karena kalian memukul adikku." Ucap Reza dingin.
Reza segera menelpon ambulance dan juga kepolisian, butuh waktu 1 jam baru ambulance datang.
"Memang negara Wakanda." Dengus Reza.
10 menit kemudian kepolisian datang, Reza berucap. "Benar-benar negara Wakanda."
Kepolisian meminta berbagai keterangan dari Reza mengenai apa yang terjadi, namun karena malas Reza memberi mereka sejumlah uang untuk menetapkan empat orang itu memukul seorang mahasiswa hingga babak belur dan mereka berempat bunuh diri setelahnya.
"Bisa diatur, tuan tenang saja, haha." Ucap kapten tim dengan senyum dan tawa kebahagiaan.
"Haha, memang kepolisian yang baik dan mengayomi masyarakat." Ujar Reza memuji kinerja polisi tersebut dengan nada menghina.
"Ya jelas, kami kepolisian selalu mengutamakan dan mengayomi rakyat." Tanggap kapten polisi senang.
Reza langsung pergi Kembali ke ibukota setelah berbasa-basi sedikit dengan PakPol yang Budiman tersebut.
Sudah lima hari Revan terbaring lemah di bangsal dengan mata tertutup serta selang oksigen yang menopang nafasnya akibat penganiayaan yang kakaknya lakukan.
Revan yang koma akhirnya membuka matanya setelah beberapa kali berkedip, Revan mendapati dirinya berada di sebuah kamar yang di dominasi warna putih dan bau obat yang menyengat.
"Ah..., aku dimana?" Keluh Revan sambil memegang kepalanya yang sakit.
Dokter masuk setelah mendengar Revan sudah sadar, lalu melakukan berbagai pengecekan terhadap Revan, hingga dia mengangguk puas.
"Bagaimana kondisimu?" Tanya dokter dengan senyum.
"Apakah kamu baik-baik saja? apakah ada yang sakit?" Tanya dokter itu lagi sebelum Revan menjawab pertanyaan pertama.
"Aku baik-baik saja, hanya pusing sedikit, semakin pusing karena melihat wajah jelek kamu." Jawab Revan sambil memijit pelipis matanya.
Dokter itu tersenyum canggung mendengarnya, namun dia tetap ramah kepada Revan hingga semua pemeriksaan lanjutan berakhir.
"Baiklah pak Revan, karena kamu baik-baik saja maka aku akan memeriksa pasien lain dan akan kembali nanti." Ujar dokter pamit dari hadapan Revan.
"Silahkan." Ujar Revan mempersilahkan dokter pergi dengan acuh tak acuh.
Saat dokter pergi Revan mengingat kembali apa yang terjadi kepadanya, semakin diingat Revan semakin kesal.
"Kak Reza ingin membunuhku, sialan!" Rutuk Revan kesal.
Revan mencari cincin tersebut dan menemukannya di laci meja bangsal rumah sakit.
"Gara-gara kamu aku masuk rumah sakit, dasar cincin pembawa petaka." Umpat Revan dan menelan cincin itu sebagai bentuk rasa kekesalannya.
Revan langsung tersedak setelah menelan cincin itu dan kembali jatuh dalam masa kritis, karena luka sebelumnya belum sembuh ditambah menelan sebuah cincin yang berkepala serigala.
Para dokter segera melakukan operasi untuk mengangkat cincin yang Revan telan dan menghabiskan waktu dua jam operasi.
"Anak ini benar-benar gila atau bosan hidup, seharusnya kita membiarkan dia mati saja." Rutuk salah satu perawat.
"Sebagai seorang tenaga medis, keselamatan pasien adalah hal yang utama." respon dokter yang mengoperasi.
"Terlebih saudara bocah ini membayar 10 milyar untuk pengobatannya di rumah sakit ini secara gratis seumur hidupnya, jadi kita harus melakukan tugas kita." Tukas dokter itu dengan senyum senang.
"Haha, dokter benar, bocah ini beruntung memiliki saudara milyarder, aku merasa iri terhadapnya." Respon perawat itu tertawa dan diikuti semua perawat termasuk dokter yang mengoperasi Revan.
10 hari kemudian.
Revan saat ini termenung sedih di bangsal VIP rumah sakit sambil menonton sebuah berita yang menggemparkan masyarakat negara Wakanda.
Berita di televisi itu memberitakan tragedi sadis dan mengerikan yang dialami oleh seorang pengusaha muda negara Wakanda, pengusaha muda itu secara kebetulan adalah Horus kakaknya sendiri.
Berita menyebutkan Horus terbunuh oleh mafia terbesar nomor tiga yang bermarkas di Wakanda, yaitu Mafia Epsona setelah kematian ketua mafia Epsona sebelumnya yang memiliki hubungan baik dengan Horus.
Dimana berita menyebutkan setelah kudeta yang terjadi di kubu Epsona yang menyebabkan Reza Lawang ketua Epsona mati terbunuh oleh wakil ketuanya sendiri, mafia Epsona yang kini di pimpin oleh Gera (wakil Reza yang mengkudeta) langsung menyerbu kediaman pengusaha muda Horus untuk meredam potensi bahaya.
"Baru beberapa hari kita bertemu, kalian berdua malah pergi dan membawa ibu bersama." Ujar Revan dengan meneteskan air mata.
"Kalian berdua terlalu kejam kepadaku, aku tidak menerima ini, hiks." Revan menangis sesugukan sambil memegang erat cincin pemberian Reza yang hampir merenggut nyawanya.
"Kalian berdua sungguh jahat, hiks." Revan semakin menangis dalam kesedihan yang begitu dalam.
Revan tidak pernah menyangka bahwa pertemuan dirinya dengan dua kakaknya akan membawa ibunya pergi untuk selama-lamanya.
Dua hari kemudian.
Revan saat ini sedang berdiri di depan sebuah gubug tua yang reot dan tidak layak huni yang berdiri di tengah hutan.
Gubug itu adalah tempat dia berteduh selama hampir 14 tahun lamanya dengan kakek Cheng sebelum ibunya memutuskan untuk pergi ke kota demi agar dirinya mendapat tempat pendidikan yang layak.
"Kakek Cheng." Panggil Revan ketika melihat kakek tua yang keluar dari gubug sambil membawa parang.
Kakek Cheng terkejut dengan kedatangan Revan dan tanpa sadar dia menjatuhkan parangnya dan berlari memeluk Revan yang sudah dia anggap cucu sendiri tersebut.
"Kakek Cheng, hiks." Revan akhirnya menangis dalam pelukan kakek tua yang bernama Cheng tersebut.
"Apa yang terjadi? dimana ibumu?" Tanya kakek Cheng dengan suara seraknya.
"Hiks, hiks, hiks." Revan memeluk kakek Cheng lebih erat dan menangis sejadi-jadinya.
Kakek Cheng bingung, namun dia sudah cukup berpengalaman dan segera tahu bahwa ada yang tidak beres, oleh karena itu kakek Cheng menghibur Revan.
Revan menceritakan semua yang terjadi kepada dirinya akhir-akhir ini kepada kakek Cheng termasuk pertemuan dirinya dengan kedua kakaknya hingga tragedi yang terjadi kepada ibu dan kedua kakaknya di ibukota.
"Jadi..., hiks..., jadi kakek Cheng bantu aku..., berikan aku kekuatan seperti milikmu..., hiks..., kumohon kakek Cheng." ujar Revan dengan tangis sesugukan.
Kakek Cheng sangat terkejut dengan apa yang terjadi kepada Revan, kakek Cheng semakin terkejut dengan permintaan Revan kepada dirinya.
"Cucuku kamu tahu kekuatanku itu berasal dari pesugihan dengan iblis, itu bukan jalan yang bagus hanya untuk menuntut balas dendam." Ujar kakek Cheng tegas dengan suara seraknya.
"Lagipula ilmu olah tenaga dalam (olah Kanuragan) yang kamu miliki sudah cukup untuk dirimu, yang harus kamu lakukan sekarang adalah memperdalam ilmu Kanuragan dan beladiri, tidak perlu melakukan pesugihan dengan iblis." Nasehat kakek Cheng.
"Kamu seharusnya tahu apa yang menjadi penyebab diriku terluka parah dan mengasingkan diri kehutan ini, itu karena aku kalah oleh seseorang yang memiliki Kanuragan tingkat tinggi."
"Itu sudah menjadi bukti bahwa kamu bisa hebat dan kuat tanpa harus melakukan pesugihan dengan iblis." ujar kakek Cheng dengan bijak.
Kakek Cheng dulunya adalah seorang jawara yang sangat kuat dan ditakuti oleh musuh-musuhnya karena memiliki kekuatan api yang berasal dari perjanjian dengan iblis, kakek Cheng sangat dimusuhi semua orang karena beberapa warga yang harus menjadi tumbal demi kekuatan api tersebut.
Hingga akhirnya kakek Cheng bertemu dengan seorang pemburu iblis yang sangat kuat dan kabarnya pemburu iblis itu adalah pemburu iblis nomor dua dalam organisasi pemburu iblis.
"Siapa kamu? jangan halangi aku atau kamu yang akan menjadi tumbal." Ujar kakek Cheng muda dengan arogan.
Kakek Cheng muda harus memenuhi tumbal bulanan yang dia sepakati dengan iblis api untuk mendapatkan kekuatan. iblis api itu meminta tumbal sebanyak 10 manusia, artinya kakek Cheng harus membunuh 10 manusia sebagai tumbal.
"Manusia yang bersekutu dengan iblis demi kekuatan, hidupmu begitu menyedihkan hanya demi kekuatan." Ujar lawan kakek Cheng itu sebut saja no 2.
"Kami dari pemburu iblis akan membunuhmu." Ujar no 2 dan menyerang.
Kakek Cheng merasa tertantang dan melayani no 2, namun siapa sangka no 2 sangatlah kuat dan begitu sulit diserang.
Hasil pertarungan itu adalah kekalahan kakek Cheng dengan telak dan lengan kanan putus serta mata kirinya hancur ditusuk oleh no 2.
"Aku tidak merasakan adanya kekuatan iblis dari dirimu, uhuk..., tapi kenapa kamu begitu kuat..., uhuk, sialan!" Kakek Cheng tidak terima.
"Kekuatan iblis hanyalah sampah dimata kami." Ujar no 2.
"Bagi kami tenaga dalam lebih baik daripada kekuatan iblis yang membutuhkan tumbal yang kekuatannya tidak sepadan dengan tumbal tersebut." Ujar no 2 sambil mendekat.
"Tenaga dalam?" Kakek Cheng pernah mendengar beberapa kali tentang pendekar yang menggunakan tenaga dalam.
"Itu tidak mungkin, pengguna tenaga dalam sangatlah lemah dan tak berdaya di hadapan kekuatan iblis." Ujar kakek Cheng.
Kakek Cheng beberapa kali melawan pendekar yang mengaku memiliki tenaga dalam, namun mereka semua mati terbakar dengan sekali serang.
"Karena lawanmu sebelumnya hanyalah pendekar tingkat kroco yang lemah dan tak berguna." Ujar no 2.
Crettt!!!
No 2 menebas kakek Cheng dengan niat membunuh hingga kakek Cheng merasakan sakit yang teramat sakit di luka tebasan yang ada di dadanya, namun siapa sangka kakek Cheng mampu bertahan.
"Jika kamu beruntung dan selamat, maka aku akan membunuhmu jika kamu masih bersekutu dengan iblis." Ujar no 2 sambil menjauh dengan langkah santainya.
"Uhuk..., kenapa..., kenapa kamu tidak..., membunuhku..., sekarang saja?" Tanya kakek Cheng sambil beberapa kali muntah darah.
No 2 berhenti dan menoleh untuk melihat kakek Cheng lalu berucap. "Karena aku bukan pengecut yang membunuh lawan yang tak berdaya sepertimu." Ujar no 2 dengan dingin.
"Kamu harusnya bersyukur tebasanku tidak membunuhmu secara instan." Ucapnya dingin dan pergi dari hadapan kakek Cheng.
Kakek Cheng harusnya mati hari itu, namun kakek Cheng diselamatkan oleh gadis muda yang sebenarnya ingin kakek Cheng jadikan tumbal.
Oleh karena tindakan gadis muda itulah yang membuat kakek Cheng sadar dan memutuskan mengasingkan diri untuk menyegel iblis api yang selalu mengamuk minta tumbal setiap akhir bulan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!