Masih pagi namun sudah terjadi kekisruhan di rumah mewah mi kl ik seorang duda dua anak. Siapa lagi kalau bukan rumah Abimana dan kedua anaknya, Arsheno (5 tahun) dan Arbilha (4 tahun). Sungguh malang kedua anak kecil itu karena harus kehilangan bundanya saat melahirkan si bungsu yang cantik.
"Sheno maunya sama oma, mbak ,,," Pria kecil itu merengek ingin sarapan sama oma Kalisha padahal sang oma masih tidur.
Semalaman Arbilha sangat rewel karena demam tinggi hingga oma Kalisha dan opa Kuncoro meminta agar besannya datang membantunya. Jangan tanyakan ayah dari cucu-cucunya yang setiap hari selalu sibuk bekerja. Duda yang ditinggal mati oleh istrinya itu tak kekurangan sehingga harus bekerja keras. Ia hanya berusaha melupakan istri yang sangat dicintainya namun ternyata belum menampakkan hasil.
Empat tahun sudah sejak kepergian sang istri namun hatinya masih untuk ibu dari anak-anaknya. Baik mama Kalisha sebagai orang tua kandungnya maupun mama Rani yang tak lain adalah mama mertuanya sudah angkat tangan, menyerah dengan keputusan pria itu. Sudah banyak gadis cantik dan baik mereka perkenalkan namun tak satupun yang bisa menarik perhatian pria itu pun begitu halnya dengan kedua cucu kesayangannya.
"Bi, ada apa sih berisik banget ?!!" Mama Rani bergegas keluar kamar mendengar suara Arsheno merengek.
"Ini lho bu, den Sheno gak mau sarapan padahal kan harus sekolah." Mbak Mina menatap penuh kasih sayang pria kecil yang ia rawat sejak empat tahun yang lalu.
Hanya mbak Mina yang bisa menenangkan Arsheno dan Arbilha saat keduanya sedang menangis. Lain halnya jika sedang sakit maka keduanya akan sangat lengket dengan oma ataupun nenek mereka.
"Sayang, dek Ilha kan semalam sakit ,,, kasihan kan oma gak tidur semalaman. Bagaimana kalau sarapannya disuapin sama nenek ?" Dengan penuh kelembutan mama Rani membujuk cucu sulungnya.
"Tapi nek,aku rindu disuapin oma," Kali ini rengekan pria kecil itu disertai isakan.
"Eh, laki-laki sejati gak boleh nangis, Sheno kan pingin sepintar ayah kalau udah besar ,,," Mama Rani tahu betul kata-kata yang bisa membuat cucunya menurut. Sejak mulai pintar bicara Arsheno selalu ingin seperti ayahnya. Baginya ayahnya adalah super hero dalam hidupnya.
"Oke nek ,,,, gak ada oma nenekpun boleh." Arsheno kembali ceria. Dasar anak kecil selalu saja labil. Detik ini sedih detik berikutnya ceria seolah tak pernah sedih.
Mama Rani tersenyum melihat tingkah cucunya yang menggemaskan. Ada sebuah rasa yang sulit ia ungkapkan dari sudut hatinya. Mata bening Arsheno sangat mirip dengan mata putri sulungnya. Pria kecil itu makan dengan lahap dan dalam waktu sekejap nasi goreng favoritnya berpindah ke dalam perut mungilnya.
"Nah, itu baru anak pintar." Seru mama Rani tersenyum dibalik kesedihannya mengingat Sheila, putri sulungnya.
"Lho, kok masih disuap sih kak ,,, laki-laki harus mandiri." Timpal Abimana yang entah sejak kapan berada diantara mereka. Pantas saja mbak Marni langsung pergi.
Bukannya mbak Marni takut pada majikannya, hanya saja majikannya itu selalu memasang wajah datar dan dingin pada semua orang kecuali anggota keluarganya. mbak Marni takmtahan dengan sorot mata dingin majikannya.
"Sheno kan masih kecil, ayah ,,, kalau Sheno sudah besar gantian aku yang akan suapin nenek." Mendengar ucapan Arsheno membuat mama Rani terkekeh. Cucunya terdengar seperti orang dewasa saat berhadapan dengan ayahnya.
Anak berusia lima tahun itu layaknya orang dewasa, mungkin karena kecerdasan yang diwajibkan oleh Sheila. Selain mata bening Arsheno yang diwariskan oleh putrinya, kecerdasannya pun sepertinya menurun pada pria kecil itu.
"Buruan mandi boy, keburu telat ,,," Titah Abimana sambil meminum air putih. Kebiasaan yang tak pernah diabaikan oleh Abimana setiap kali bangun tidur.
Tanpa membantah, Arsheno segera mencari keberadaan pengasuhnya untuk melakukan ritual pagi sebelum berangkat ke sekolah. Kini tinggal mama Rani dan Abimana di meja makan.
"Kumohon ma, jangan lagi mendesakku untuk menikah. Anak-anak pun sudah terbiasa tanpa seorang ibu." Tukas Abimana sebelum mama mertuanya mulai memintanya agar segera menikah.
Abimana sudah hapal diluar kepala apa yang akan dibicarakan oleh mama dan mama mertuanya setiap kali mereka duduk bersama. Bukan Abimana tak ingin menikah, sebagai laki-laki normal tentu saja ia sangat ingin memiliki istri namun hingga saat ini dirinya belum menemukan gadis yang tulus menyayangi anak-anaknya. Gadis-gadis yang diperkenalkan oleh kedua wanita paruh baya itu hanya menginginkan harta dan dirinya.
"Ck, mama kan belum ngomong."
"Tapi aku tahu mama mau ngomong apa ,,, sudahlah ma, serahkan saja semuanya pada Yang Diatas." Hanya itu kata-kata yang selalu keluar dari bibir seorang Abimana. Ia tak ingin membahas hal yang satu itu karena sudah bisa dipastikan pembahasannya akan berkepanjangan.
"Iya nih, betah banget menduda. Apa selama ini gadis-gadis yang kami kenalkan ketuaan ?!" Timpal mama Kalisha membuat Abimana terlonjak kaget. Untung saja nasi gorengnya sudah ia telan.
"Astaga mama !! Hobby banget ngagetin orang ,,,"
"Oh maaf ya, mama hanya ngagetin duda yang terlempar dari kutub Utara dan kebetulan nebeng hidup di rahimku 30 tahun lalu." Mama Kalisha menatap sinis pria yang kini menatapnya datar.
Abimana menghela napas kasar, baru saja berhasil menangani mama mertuanya kini ia harus berhadapan dengan mamanya sendiri dengan persoalan yang pasti sama. Inilah salah satu penyebab sehingga hampir setiap hari ia memilih pulang tengah malam untuk menghindari pembicaraan dengan kedua wanita paruh baya itu.
"Ma, sudahlah ,,, lagian anak-anak gak ada masalah dengan kehidupan mereka saat ini."
"Mereka bukannya gak ada masalah, ABIMANA ,,, tapi belum karena mereka belum mengerti. Tapi lihatlah jika setiap hari Arsheno melihat teman sekolahnya diantar sama mama mereka atau mendengar teman-temannya memanggil mama maka saat itulah deritamu dimulai." Sarkas mama Kalisha dengan wajah serius.
"Jika Arsheno ataupun Arbilha memintanya maka aku berjanji akan memenuhi keinginan anak-anakku dan menikahi wanita yang mereka pilihkan dan mama berdua tidak terlibat sebagai provokator kedua anakku. Tapi ingatkami hanya akan menikah agar anak-anak memiliki seorang ibu, tidak lebih." Abimana yakin putra putrinya tak akan menginginkan seorang ibu. Arsheno dan Arbilha sudah terbiasa dan menikmati kehidupannya saat ini.
"Jangan asal ngomong. Mana ada seorang gadis yang rela membuat hidupnya sengsara. Menikah hanya untuk dijadikan pengasuh dua orang anak." Sinis mama Kalisha tak terima sifat sombong putranya.
"Selain Sheila tak ada lagi gadis yang bisa membuatku jatuh cinta. Dimana-mana semua wanita sama saja hanya ingin uang dan fasilitas yang mewah." Ucap Abimana dingin.
Hatinya benar-benar telah beku untuk sebuah cinta. Abimana kini bukan lagi seorang pria yang ramah pada semua orang. Ia telah membentang dirinya sedemikian rupa sehingga tak ada seorang gadispun yang bisa membobol benteng yang telah ia bangun.
🌷🌷🌷🌷🌷
Hai datang lagi nih othor ramadhan peyek.
Beri dukungan ya, apapun itu sangat berharga bagi othor.
Seorang gadis muda nan cantik masih tergolek dengan mata tertutup rapat kasur empuk miliknya. Walaupun sang mama sejak sejam yang lalu berteriak namun tak mampu mengembalikan kesadaran gadis muda itu.
“Gak usah teriak-teriak ma, kawinin aja supaya malasnya hilang. “ Kenan ikut melonggokkan kepalanya di kamar gadis cantik itu.
Kenan pria berusia 29 tahun, putra pertama yang merupakan abang gadis cantik itu sangat tahu kelemahan sang adik.
“Diih ,,, enak aja. Aku masih muda, bang ,,, apa kata dunia jika seorang Arditha Tunggadewi yang cantiknya paripurna gini menikah muda.”
Bener kan ? Hanya dengan perkataan sang abang, mampu membuat kesadaran gadis itu pulih seratus persen.
“Udah, gak usah debat. Cepat mandi dan sarapan sudah jam 06.15. Gak mau telat, kan ?”
Mendengar angka yang disebutkan sang mama sontak membuat Arditha bangun dan ngacir ke dalam kamar mandi. Sherly hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah putri bungsunya.
“Ck, mama sepertinya ingin melihat nilai anjlok deh. Masa jam segini baru dibangunkan.” Arditha bersungut-sungut di dalam kamar mandi.
Gak tahu aja gadis itu jika sang mama sudah konser sejak satu jam yang lalu. Yah, begitulah drama pagi setiap hari yang harus di lakon Sherly pada putri bungsunya yang masih berusia 20 tahun. Saat ini gadis muda itu tengah menempuh pendidikan di salah satu universitas bergengsi diibukota.
“Wiiiihh ,,, adik abang udah cantik nih. Gak keliatan lho kalau orangnya malas bangun pagi.” Ledek bang Kenan.
“Usahakan jangan selalu bangun telat, sayang ,,, gak baik seorang gadis bangun kesiangan.” Timpal Sherly lembut.
“Bener dek. Konon ceritanya jika seorang gadis selalu bangun kesiangan dapatnya duda.” Kenan setengah mati menahan tawanya agar tak meledak melihat ekspresi sang adik.
Arditha hanya mendelik tajam. Apa hubungannya bangun kesiangan dengan dapat suami duda. Dasar bang Kenan, percaya sama mitos.
“Gak usah nakut-nakutin Lintang. Kita hidup dijaman millenial dimana mitos hanya merupakan pelengkap sejarah.” Balas Arditha santai melibas habis sarapannya. Ia tak ingin terlambat sampai di kampus.
“Bang, bagi duit dong. Mobilku menangis darah tuh minta minum.” Arditha menengadahkan tangannya di depan wajah tampan sang abang.
Setelah perana papa mereka di dunia ini habis dan harus menghadap Sang Pencipta, kini mereka hidup bertiga dan sebagai anak tertua maka Kenanlah yang meneruskan perusahaan sang papa dan menjadi tulang punggung keluarganya. Perusahaan mereka semakin berkembang.
“Kan abang setiap bulan transfer ke rekeningmu, dek ,,, ini kan masih pertengahan bulan.”
“Abang transfer untuk uang bulanan, kan ?”
Dengan lagunya sang abang menganggukkan kepalanya menyetujui perkataan Arditha. Jangan sebut nama Arditha jika kehabisan akal menghadapi abangnya yang entah lugu atau hanya malas berdebat.
“Tuh kan ,,, abang setuju. Jadi gini bang ,,, adikmu yang cantik seantero rumah ini mintanya uang bensin tiap minggu. Jadi bukan uang bulanan.”
Sia abang melongo tak percaya mendengar kata-kata ajaib adik satu-satunya di dunia yang ia miliki. Untung sayang kalau enggak sudah dia tendangnya gadis cantik itu ke planet lain. Tak ingin menjadi korban drama sang adik, Kenan segera membuka dompetnya yang secepat kilat berpindah tangan. Kini tangan lentik itu asyik mengeluarkan isi dompet si abang.
“Thank you abang sayang ,,, bye ,,,” Arditha mengembalikan dompet si babang dengan tersenyum manis.
Dengan wajah cerah mengalahkan mentari pagi, Arditha bergegas menghampiri sang mama untuk berpamitan. Berbanding terbalik dengan wajah sang abang yang masih menatap dompetnya yang nyaris tak bersisa.
Arditha gadis baik, meskipun hobby menguras isi dompet sang abang namun ia tak tega menghabiskan dompet pria itu. Ia selalu menyisakan walaupun hanya satu atau dua lembar uang merah. Yang penting kan gak kosong melompong. Sekedar info abangnya yang bernama lengkap Kenan Pradipta adalah seorang direktur PT. Angkasa Utama dan dompetnya hanya terisi uang merah dan kadang-kadang uang biru jika sudah dijarah oleh adik kesayangannya.
Arditha melarikan mobilnya sambil bersenandung ria mengikuti lagu yang sedang dinyanyikan oleh penyanyi kesayangannya dan mendadak ia menginjak rem.
Cekiiiitttt
“Astagafirullah ,,,hampir saja.” Gadis cantik itu langsung keluar dari mobil.
Hampir saja ia menabrak sosok pria kecil yang menggemaskan sekaligus hampir membuatnya menjadi penghuni sel tahanan.
“Den Shenooo !!!” Seorang gadis muda berlari memeluk pria kecil itu.
“Astaga mbak, jangan lalai dong jagain anak kecil. Coba tadi aku bawa mobilnya kencang, kan bahaya.” Arditha memeluk pria kecil masih tampak syok sambil mengomeli gadis yang mungkin seusai dengannya.
“Maaf mbak ,,,” Balasnya dengan nada bersalah.
Ya iyalah bersalah, lagian masa anak kecil dibiarkan jalan sendiri tanpa dipegang. Anak kecil kan memang gitu gak jelas arahnya kalau jalan. Arditha melirik jam tangannya dan langsung berbalik menuju mobilnya namun tiba-tiba ,,,
“Ma, jangan tinggalin Sheno ,,,” Sebuah tangan mungil menahan tangannya.
Busyet dah ,,, masih perawan ting ting tapi dipanggil mama oleh anak kecil gak kenal pula. Wah pencemaran nama baik ini mah.
“Dek, kamu salah orang. Kakak masih umur 20 tahun lho. Kalau punya anak segede kamu berarti kakak nikah dibawah umur dong.” Arditha mencoba menjelaskan pada pria kecil yang baru pertama kali dilihatnya.
“Huaaaa ,,,mama jahat.” Tangisan anak itu berhasil menarik perhatian ibu-ibu yang mengantar anaknya ke sekolah.
“Mbak, tolongin aku dong, jangan diam aja. Aku gak mau telat sampai kampus. Kalau dosenku ngasih keluar gegara telat, mbak mau tanggung jawab ?!”
Arditha melepas paksa tangan bocah itu dan segera berlari masuk kedalam mobilnya. Sebenarnya gak tega juga sih meninggalkan bocah itu tapi mau gimana lagi, masa depan lebih penting. Lagian kemana pula wanita yang melahirkan anak itu.
Kurang lima menit jam pertama dimulai ketika Arditha memarkir mobilnya. Tanpa memperdulikan sekitarnya, Arditha berlari menuju kelasnya yang lumayan jauh jaraknya. Untung ia jogging setiap minggu sehingga tak terasa berat jika saat seperti ini. Kalau saja ia tak terhalang pria kecil itu mungkin nasibnya tidak seperti ini harus berlari agar tidak terlambat masuk kelas.
Hossh ,,, hosshhh
“Ngapain lari sampe segitunya ?!” Sarkas manusia tak berakhlak yang berstatus sebagai sahabatnya.
“Kamu senang bin bahagia jika diusir karena telat ?” Tak kalah sarkasnya Arditha membalas gadis yang bernama Kayana.
“Oh tentu saja, furgozo ,,, lumayan kan mengurangi saingan.”
Plaaakkkk
Sungguh tega yang berstatus sebagai sahabat ini. Hanya karena nilainya selalu kalah, Kayana rela membuat sahabatnya dikeluarkan pada jam perkuliahan.
Arditha mendelik tajam lalu mencari kursi kosong. Senyumnya merekah kala melihat kursi kosong dekat jendela, lumayan buat cuci mata sambil menunggu dosen mengisi mata kuliah. Sekedar info ruang kelas yang ditempati jurusan Arditha tepat dekat perpustakaan dimana mahasiswa gagah nan cerdas hilir mudik masuk ke perpustakaan.
“Nikmat mana lagi yang engkau dustakan.” Gumam Arditha berjalan menuju kursinya.
“Cantik-cantik tapi sinting !!” Ucapan Kayana membuat seisi kelas menahan tawa.
Bukan tanpa sebab mereka hanya mampu menahan tawa, pasalnya gadis cantik yang merupakan salah satu bunga kampus memiliki mulut pedas bahkan lebih pedas dari cabe rawit sekilo.
🌷🌷🌷🌷
Jam menunjukkan pukul 13.30 dan seorang wanita paruh baya sedang kewalahan menenangkan cucu kesayangannya. Entah mengapa sejak pulang sekolah pria kecil itu selalu merengek ingin bertemu dengan mamanya.
“Gimana ceritanya sih, Min ,,, kok si Sheno kayak gini.”
Tentu saja sang oma bingung, soalnya mama dari cucunya itu sudah berada dibalikpapan dibawah gundukan tanah sejak si Sheno berumur satu tahun dan Arbilha baru saja dilahirkan, yang artinya sudah empat tahun. Dan pria kecil itu tak pernah sekalipun menanyakan keberadaan sang mama.
“Tadi saat aku mengambil tas sekolah, tiba-tiba den Sheno berlari dan pada saat yang bersamaan sebuah mobil hampir menabraknya. Untung mbak itu bawa mobilnya gak kencang jadi den Sheno selamat dari bahaya.”
“Lalu panggilan mama dari mana ?”
“Entahlah, Nya ,,, ketika gadis itu keluar untuk melihat keadaan den Sheno dari situlah den Sheno berteriak memanggil mama pada gadis itu.” Cerita Mina apa adanya.
“Cantik gak, Min ?” Si oma tersenyum lebar.
“Cantik, Nya tapi masih muda pake banget.”
“Justru itu yang oke punya, Min ,,, biar si Sheno punya banyak adik.” Oma Kalisha terkekeh membayangkan putranya akan segera menikah.
Astaga si oma ternyata kacau juga. Sudah berani membayangkan pernikahan putranya padahal ia belum tahu apakah gadis tersebut bisa meruntuhkan benteng pertahanan putranya walaupun sang cucu kesayangan sudah menyukai gadis yang belum diketahui keberadaannya.
“Kamu tahu orangnya, Min ?”
“Enggak, Nya ,,, liatnya aja baru pagi tadi.”
Bocah kecil itu semakin merengek mendengar jawaban pengasuhnya. Jalan satu-satunya adalah menelepon pawang cucunya agar segera pulang. Oma Kalish sudah kehabisan akal membujuk pria kecil itu.
“Halo ma ,,, ada apa ?”
“Pulang sekarang ! Anakmu menangis sejak pulang sekolah.”
“Lho, kok bisa ma ? Apa Sheno sakit ?”
Terdengar nada khawatir dari suara seorang pria yang bisa dipastikan adalah papa dari pria kecil itu. Abimana memijit kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing. Pekerjaannya masih banyak namun ia tak bisa mengabaikan putranya yang kata sang mama sedang menangis. Dengan menarik napas panjang, Abimana membereskan meja kerjanya.
“Dam, handle rapat siang nanti, aku harus pulang. Si Sheno menangis.”
Adam menatap prihatin sahabatnya yang berbicara sambil berjalan. Duda dua anak itu terlalu keras kepala ingin mengurus sendiri putra putrinya. Sejak kepergian istrinya empat tahun lalu, pria itu tak berniat untuk menikah lagi padahal istrinya tak mungkin bisa kembali.
Suara tangis Sheno terdengar hingga di pintu utama rumah besar tersebut. Abimana mempercepat langkahnya. Tak biasanya anak itu menangis, sebagai seorang kakak walaupun usianya masih lima tahun namun putranya itu terlalu mandiri dibandingkan anak seusianya.
“Hei, laki-laki gak boleh cengeng apalagi sampai nangis seperti ini. Malu sama mbaknya.” Abimana memeluk putranya.
Duda tampan itu berusaha membujuk putranya agar berhenti menangis dan berbicara yang jelas. Ia berharap agar putranya tak dibullying di sekolah karena jika hal itu terjadi maka ia akan memberikan pelajaran bagi siapa saja yang membully putranya.
Alhasil pria kecil itu diam walaupun masih meninggalkan ssisa-sisa isak tangisan. Abimana menangkup wajah putra sulungnya dan menatap lekat-lekat bola mata bening pria kecilnya.
“Sekarang, katakan pada ayah, kenapa menangis ,,, hmmm?” Dengan penuh kelembutan Abimana mulai menginterogasi anak kesayangannya. Sementara oma menatapnya sambil menahan senyum.
‘Kali ini kamu gak bisa lagi mengelak Abimana.’ Batin Sita tersenyum penuh arti.
“Mama jahat, ayah ,,, hiks hiks hiks.”
Mata Abimana membola tak menyangka jawaban anak kecil itu. Seingat Abimana, Arsheno dan Arbilha tak pernah sekalipun mengucapkan kata mama. Ia berbalik menatap tajam pengasuh putranya.
Tak ingin berlama-lama diberikan tatapan tajam, Mina memilih bercerita dengan apa yang terjadi pagi tadi. Hanya dengan satu tarikan napas Mina menyelesaikan ceritanya.
“Seperti itu pak kejadiannya.” Ucap Mina mengakhiri ceritanya.
Abimana mengusap kasar wajahnya. Untuk pertama kalinya pria kecil ini membuatnya pusing tujuh keliling. Tidak mungkin baginya asal menikahi wanita diluar sana. Hati Abimana seolah tercabik-cabik mendengar permintaan putranya. Dalam setiap hembusan napasnya hanya ada nama almarhumah sang istri. Mampukah ia menikah tanpa rasa cinta ? Bagaimana bisa hidup dengan seseorang sementara ia hanya bisa bernafas karena cintanya pada sang istri.
“Ayah janji akan mencarikan mama buat Sheno dan Ilha . Ok ?” Tak ada jalan lain bagi Abimana selain berjanji. Entah akan menemukan dimana gadis yang dimaksud oleh putranya.
“Sheno mau mama yang tadi, Yah ,,,”
Nah lho, pusing kan ? Anaknya hanya ingin gadis yang dilihatnya pagi tadi tapi siapa dan dimana akan ditemukan gadis itu.
“Ma, gimana ini ,,, masa aku harus mencari gadis yang belum pernah terlihat wujudnya ?” Abimana frustrasi dengan permintaan anaknya.
“Mana mama tahu, Yang ngantar kan si Mina, jadi hanya Mina dan Sheno yang melihatnya.”
Oma Kalisha pun tak bisa berbuat banyak. Sejak dulu ia sudah meminta putranya untuk menikah lagi lagipula suatu saat cucunya itu pasti merindukan kehadiran seorang ibu. Tapi dasar penghuni kutub utara tak pernah mendengar saran sang mama.
“Mina juga gak liat terlalu jelas, pak karena sibuk menenangkan den Sheno. Tapi orangnya masih muda dan cantik.”
Oma Kalisha terkikik geli mendengar ucapan pengasuh cucunya. Diluar sana banyak gadis muda dan cantik, jaman sekarang semua gadis cantik-cantik walaupun sulit membedakan cantik yang asli dan hasil operasi.
“Kamu semakin membuatku pusing, Mina. Ada gak ciri-ciri yang mudah dikenali, mobil misalnya.” Abimana pun tak kehabisan akal agar ingatan Mina sedikit normal.
Mina dengan kelemahannya pada ingatan terkadang membuat Abimana kesal sendiri. Ingin memarahi tapi takut Mina kabur pasalnya hanya wanita itu yang disukai ololeSheno dan Arbilha.
“Gak ada, pak. Maaf ,,,”
“ Gak usah minta maaf, Mina ,,, kamu gak ada salah sedikitpun.”
“Anak pintar, sekarang berhenti nangis, ya ,,, papa akan cari gadis itu untuk Sheno dan adik.” Abimana membelai lembut kepala mungil milik Arsheno. Pria kecil namun terkadang bersikap dewasa.
“Beneran, Yah ,,, hore akhirnya Sheno akan punya mama seperti teman-teman disekolah.”
Pria kecil itu terlihat sangat bahagia mendengar kata-kata ayahnya. Tangisannya pun berhenti berganti dengan senyuman manis khas anak-anak. Dibalik kegembiraan Sheno ada kegundahan yang dirasakan oleh duda tampan itu.
‘Dimana aku temukan gadis itu ? Kalaupun ditemukan apa mau dia menikah dengan seorang duda sepertiku ? Apa bisa menyayangi anak-anakku ? Bagaimana bisa aku menikah untuk kedua kalinya tanpa cinta ? Masa iya, kisahku setragis ini ?’ Batin Abimana bermonolog.
“Jangan banyak pikiran, temukan aja dulu gadis itu. Soal cinta atau enggaknya biarkan waktu yang berbicara.” Sang mama terlihat tenang dan santai saat berbicara.
Bisa-bisanya wanita paruh baya itu menikahkan putranya tanpa cinta. Dan lihatlah dengan entengnya mengatakan jika cinta akan tumbuh seiring dengan berjalannya waktu. Bagaimana bisa Abimana mengalihkan cintanya pada wanita lain selain almarhumah Sheila. Bahkan hingga detik ini rasa cinta untuk sang istri masih begitu besar dan mendalam.
🌹🌹🌹🌹🌹
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!