NovelToon NovelToon

MILLIARDER CINTA GADIS KAMPUNG

BAB 1. PELUNAS HUTANG

"Lepaskan! Jangan kalian pikir mentang-mentang orangtuaku memiliki hutang dengan juragan Somad, bisa seenaknya kalian membawaku!" teriak Popoy atau Tiara dengan lantang, sambil menggigit tangan Dodoy dan Tono.

Dodoy dan Tono berteriak kesakitan, mereka spontan melepaskan pegangannya pada tangan Popoy.

Kesempatan itu, Popoy pergunakan untuk lari secepat mungkin, menghindar dan sembunyi dari kejaran kedua anak buah juragan Somad.

Sifat dan perilaku Popoy yang agak tomboy, membuat dirinya tidak merasa takut untuk melawan kedzaliman orang-orang seperti juragan Somad beserta para anak buahnya.

Kalau saja Popoy tidak sedang sakit, dia tidak akan lari dan mungkin bisa menang melawan keduanya.

Popoy bersyukur, dia menguasai ilmu beladiri, meski hanya dasar, yang dia dapatkan dari ekskul di sekolah.

Dengan nafas ngos-ngosan, Popoy bersembunyi di bawah bendungan dekat area persawahan. Tubuhnya kedinginan, karena berendam di dalam saluran air.

Untung saja makanan dalam rantang untuk ibu bapaknya sudah Popoy antar. Jika tidak, bakal tumpah dan terendam air.

Walaupun Popoy sedang sakit, tetap saja dia memasak untuk orangtuanya, karena Popoy tidak tega jika melihat sang ibu sudah lelah di sawah, masih harus memasak lagi untuk bekal makan siang.

Toni dan Dodoy yang masih mengejar Popoy, kini sudah berdiri di atas jembatan dekat bendungan air, dimana Popoy bersembunyi.

"Kemana gadis itu ya Ton, cepat juga larinya."

"Iya Doy, giginya juga sangat tajam, lihat lenganku! Masih saja mengeluarkan darah. Seperti Vampir saja, main gigit-gigit orang."

"Iya, sama. Lihat, lukaku malah lebih dalam dan takutnya bisa infeksi. Nanti, kita minta obat sama Bos, aku nggak mau kena rabies!" ucap Dodoy.

"Doy, Doy...memangnya kamu pikir dia anjing atau kucing, hingga kita bisa terkena rabies."

"Bisa saja, siapa tahu dia menulari kita virus rabies. Kamu ingatkan, tempo hari kita ke rumahnya? Banyak sekali kucing di sana."

"Iya ya, hihihi. Aku nggak mau ah, mati karena rabies. Yuk, kita pulang saja, minta obat sama Bos. Lagipula, gadis itu entah kemana. Nggak mungkinkan, jika dia bersembunyi di sekitar tempat ini, mana cuma ada sawah yang membentang dan padinya juga masih baru di tanam."

"Mungkin saja, jika dia bisa mengubah diri menjadi belut atau ular sawah. Hahaha...." canda Dodoy.

"Kamu canda melulu, tapi tunggu! Apa tidak sebaiknya kita cari dulu di dalam air. Barangkali dia bersembunyi di bawah bendungan irigasi itu!" ucap Tono sambil menunjuk ke arah bawah bendungan di mana Popoy bersembunyi.

Popoy berusaha tenang, agar tidak terlihat gerakan di dalam air. Dia, sebisa mungkin menahan nafas saat pandangan mata Toni dan Dodoy mengarah ke tempat persembunyiannya.

"Mana mungkin Ton! Jika memang dia bersembunyi di sana, pasti ada riak air, sedangkan sejak tadi air di sana tampak tenang."

"Iya juga ya. Ayo kita pulang! besok kita akan cari dia lagi. Aku akan buat perhitungan dengan gadis itu."

Keduanya pun berbalik pergi, menyusuri pematang sawah, sedangkan Popoy menyembulkan kepala di atas air untuk menghirup udara.

Setelah keduanya menjauh, Popoy naik ke pematang sawah, dia duduk sejenak memulihkan tenaga dengan tubuh yang masih menggigil.

Popoy bangkit dan berjalan menuju rumahnya. Kemudian, dia membersihkan diri, berganti pakaian, lalu mencari obat demam dan meminumnya.

Suhu tubuh Popoy makin panas, dia berharap setelah minum obat dan istirahat, demamnya akan segera turun.

Sambil menunggu demamnya reda, Popoy iseng menghubungi temannya. Dia mengenal Kania lewat Facebook dan akhirnya sering chatting via WhatsApp.

Popoy menanyakan, apakah ada lowongan pekerjaan di tempat Kania bekerja.

Karena Popoy melihat, uploadan Kania seringkali berlatarkan area perkantoran.

Kania mengatakan jika saat ini belum ada lowongan, tapi gadis itu menawarkan, agar Popoy datang dan tinggal dulu di rumahnya, sambil dia berusaha mencarikan pekerjaan untuk Popoy.

Popoy senang, dia akhirnya mendapatkan jalan keluar. Popoy akan pergi ke kota untuk mencari pekerjaan guna membantu keuangan orangtuanya.

Sekaligus, dia ingin menghindar dulu dari Juragan Somad dan anak buahnya sampai Ibu dan bapak, sanggup membayar hutang.

Kalau hanya bertahan di kampung, Popoy tidak yakin bisa membantu, malah mungkin akan semakin menyusahkan orangtuanya.

Sementara, tanggungan ibu dan bapak masih sangat besar untuk biaya kuliah sang Kakak yang tinggal di luar kota. Dan juga untuk biaya pondok pesantren, adik laki-laki Popoy.

Popoy bangkit dari tempat tidur, dia mengambil sebuah celengan berbentuk guci, lalu memecahkannya. Ternyata, isinya lumayan banyak, meski hanya uang pecahan lima ribu hingga sepuluh ribuan.

Uang itu hasil Popoy menabung selama 3 tahun dan rencananya untuk biaya pendaftaran kuliah. Tapi, melihat kondisi keuangan orangtuanya, Popoy tidak tega, dia tidak mau menambah beban ekonomi keduanya.

Biarlah, saat ini, Popoy putuskan untuk mencari pekerjaan dulu, baru memikirkan bagaimana nanti agar bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas.

Setelah Popoy hitung, ternyata jumlahnya sekitar 6 jutaan. Rencana Popoy, sebagian uang itu akan dia berikan kepada ibu dan sebagian lagi untuk biaya hidupnya di kota, sampai dia mendapatkan pekerjaan.

Popoy menyimpan uang tersebut ke dalam tas, lalu memasukkan kembali ke dalam lemari.

Setelah itu, dia membersihkan pecahan guci dan membuangnya ke tempat pembuangan sampah.

Sambil menunggu ibu dan ayah pulang, Popoy merapikan pakaian yang akan dia bawa. Malam ini juga, Popoy harus pergi meninggalkan kampungnya, sebelum juragan Somad beserta anak buahnya datang kembali untuk menangkapnya.

Sementara di rumah kediaman juragan Somad, Toni dan Dodoy di sambut dengan kemarahan sang majikan karena gagal menjalankan tugas.

Padahal, juragan Somad sudah tidak sabar ingin cepat-cepat menikahi Popoy, gadis yang sejak dua tahun lalu telah membuatnya tergila-gila.

Juragan Somad, memanfaatkan kesulitan ayah, dia menjerat ibu dan ayah dengan lilitan hutang, saat Intan, Kakak Popoy membutuhkan biaya kuliah yang cukup besar. Sementara, hasil sawah saat itu sedang menurun drastis karena serangan hama.

Mau tidak mau, ayah terpaksa meminjam uang kepada juragan Somad untuk biaya intan, sekaligus untuk biaya hidup mereka, sampai putaran panen berikutnya.

Dari situlah, ayah terus terlilit hutang, beliau hanya sanggup mencicil bunganya saja, sedangkan pokoknya belum terbayar sedikitpun.

Juragan Somad sengaja ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk mendapatkan apa yang sudah lama dia impikan, yaitu menjadikan Popoy sebagai istri kelimanya.

Dia tidak peduli, jika Popoy seharusnya lebih pantas menjadi cucu, ketimbang menjadi istri.

Toni dan Dodoy hanya bisa mengelus pipi, saat beberapa kali tamparan juragan Somad berhasil mendarat di pipi mereka.

Sudah jatuh tertimpa tangga, itulah nasib Toni dan Dodoy saat ini. Sakit pada lengannya saja belum diobati, malah sekarang ditambah lagi dengan sakit pada pipi mereka.

Bersambung.....

BAB 2. MENGADU NASIB KE KOTA

Bapak dan ibu yang sejak tadi khawatir, buru-buru pulang dari sawah, mereka takut juragan Somad akan memaksa serta membawa Popoy pergi.

Begitu melihat Popoy membukakan pintu, hati Bapak dan ibu pun merasa lega.

"Syukurlah Nduk, kamu baik-baik saja," ucap Bapak.

"Memangnya kenapa Pak?"

"Juragan Somad dan anak buahnya tadi datang menemui Bapak dan ibu. Mereka mengancam, jika tidak membayar hutang dalam dua hari ini, kamu akan mereka bawa."

"Juragan Somad ingin menjadikan mu istri dan hutang Bapak di anggap lunas, Nduk." timpal ibu.

"Jadi, kita harus bagaimana Pak, Bu?"

"Nggak mungkin Bapak setuju, kamu masih terlalu muda untuk menikah, apalagi dengan bandot tua seperti Juragan Somad. Bapak nggak bakal menjerumuskan mu ke mulut buaya," ucap Bapak.

Sejenak Bapak terdiam, lalu berkata lagi, "Tapi, kita juga belum punya uang, untuk melunasi hutang. Bapak pusing, kita harus bagaimana menghadapi mereka."

"Kita tahu kan Nduk, jika juragan menginginkan sesuatu, apapun akan dia lakukan untuk mendapatkannya, meski dengan cara licik. Ibu dan Bapak takut, mereka secara paksa akan membawamu. Apalagi, jika kami sedang tidak ada di rumah," timpal ibu.

Bapak memijat kepala sambil berkata, "Begini saja, Bapak akan coba telepon Mbak mu, mau minta pendapatnya. Jika dia izin, biar Mbak mu saja yang menggantikan mu."

"Jangan Pak! kita jangan menyerah. Mbak Intan nggak boleh jadi korban. Sebentar lagi Mbak Intan selesai kuliah dan bisa mencari pekerjaan untuk membantu membayar hutang."

"Bagaimana jika kita cari pinjaman di tempat lain Pak? untuk sementara sampai Intan bekerja," ucap ibu.

"Nggak ada cara lain Bu. Zaman paceklik begini, nggak akan ada yang mau pinjami kita uang, apalagi secara cuma-cuma tanpa bunga."

"Kalau begitu, jual saja rumah ini Pak, untuk melunasi hutang, daripada kita pusing dan terus di desak."

"Jual rumah juga butuh waktu Bu, nggak seperti jual kerupuk. Lagipula, kalau jual mendesak pasti ditawar murah."

"Iya benar kata Bapak, Bu. Begini saja, Popoy punya uang sih, tapi nggak banyak Pak, bisalah untuk sementara membungkam mulut juragan."

"Uang darimana Nduk?" tanya Ibu.

"Popoy baru saja membongkar celengan dan sebenarnya uang itu untuk kebutuhan mendaftar kuliah. Tapi, karena kita sedang kesulitan keuangan, biarlah tahun depan saja Popoy kuliah."

"Sebentar ya Pak, Bu, Popoy ambil dulu uangnya."

Popoy pun mengambil uang dari dalam kamar, lalu dia menyerahkan separuh uangnya kepada Ibu serta bapak.

"Banyak banget, ini uang dari mana dan sejak kapan kamu menabungnya Nak?"

"Ini semua adalah uang jajan yang Bapak ibu berikan, Popoy simpan untuk keperluan pendaftaran kuliah."

"Ya Allah Nduk, maafkankan Ibu dan Bapak. Tiba giliranmu akan kuliah, kami malah tidak sanggup."

"Nggak apa-apa toh Bu, ini semua cobaan dari Allah, bukan kesalahan Bapak Ibu."

"Oh ya Pak, Popoy punya solusi, bagaimana jika Popoy bekerja saja, biar bisa bantu Bapak dan ibu untuk melunasi hutang. Setelah lunas, barulah Popoy mendaftar kuliah. Minimal sampai Mbak Intan lulus."

"Mau kerja apa Nduk, lah wong di sini adanya cuma ngomben, bajak sawah dan membersihkan rumput. Bapak ndak tega jika kamu ikut bekerja seperti itu."

"Begini Pak, tadi Popoy sudah menghubungi teman yang tinggal di kota, dia kerja kantoran."

"Popoy minta tolong untuk dicarikan pekerjaan. Nggak apa-apa lah meski harus jadi cleaning service atau OG, karena pendidikan Popoy cuma lulusan SMA."

"Tapi Nduk, mana mungkin bisa pulang setiap hari jika kerja di kota. Apabila ngekost biaya dari mana lagi? gajimu bakal habis untuk makan dan biaya kost-kostan."

"Bukankah di kota, semua serba mahal dan serba beli? Untung saja Mbakmu tinggal di rumah Simbah, jadi bisa hemat."

"Inshaallah Popoy bisa nginap di rumah teman Pak, kebetulan rumah orangtuanya besar dan mereka cuma tinggal bertiga."

"Oh syukurlah kalau begitu. Daripada kamu tetap di rumah dan jadi incaran juragan Somad, lebih baik jika kamu ke kota."

"Iya Pak, itu yang Popoy pikirkan sejak tadi. Tapi, bagaimana dengan Bapak dan Ibu, apa nanti mereka tidak akan menyakiti kalian, jika Popoy pergi?"

"Kalau itu nggak usah kamu pikirkan. Para tetangga yang sama menyawah pasti akan membantu kami, jika mereka mencoba mengusik Bapak dan Ibu."

"Iya Bapak benar Nduk! yang kami takutkan itu kamu. Mereka bisa kapan saja datang dan membawamu pergi dengan paksa."

"Kalau begitu, malam ini saja Popoy langsung berangkat ya Bu, soalnya teman Popoy bilang secepatnya harus berangkat dan dia akan menjemput di terminal, sepulang kerja."

"Tapi Nduk, berangkat malam apa ndak bahaya?"

"Popoy rasa lebih aman Bu."

"Ya sudah, kamu bersiaplah, biar di antar Bapak ke terminal. Mumpung belum malam."

"Iya Nduk, Bapak juga bersiap dulu ya."

"Iya Pak, Popoy tinggal salin baju saja. Masalah bekal pakaian dan ijazah, sudah Popoy bereskan. Popoy ke kamar dulu ya Bu!"

"Pergilah Nduk, ibu akan bungkuskan bekal makan malam, nasi dan lauk masih ada kan?"

"Masih Bu."

Popoy pun bergegas ke kamar, dia mengganti pakaian, lalu membawa tas bekalnya keluar.

Bapak, juga sudah bersiap dan ibu pun buru-buru, memasukkan bekal makanan ke dalam tas Popoy.

Semua sudah siap, lalu Ibu memeluk Popoy sambil menangis, "Maafkan kami ya Nduk!"

"Bapak dan ibu nggak salah, doakan saja agar Popoy segera mendapatkan pekerjaan, ya Bu."

"Pasti Nduk. Uang ini bawa saja untuk biaya hidup kamu di sana sambil menunggu dapat pekerjaan."

"Ndak usah Bu, uang Popoy cukup kok buat bekal. Gunakan saja uang itu untuk mencicil hutang serta biaya adik."

"Pokoknya, kamu harus jaga diri baik-baik. Hati-hati, di kota tak seaman di kampung, kata orang-orang."

"Iya Bu. Ibu dan Bapak juga, jaga diri baik-baik ya. Nanti, jika Popoy sudah sampai, Popoy akan kabari Ibu lewat hape Lek Wati."

Bapak yang takut Popoy ketinggalan Bus pun berkata, "Ayo Nduk, sudah dulu pamitnya, nanti kamu kemalaman dan ketinggalan Bus. Hanya tinggal dua keberangkatan lagi kan, jam 8 dan jam 9 malam."

"Iya Pak."

"Bu, Popoy pergi dulu ya, salam untuk Mbak Intan dan Dek Juna, jika nanti mereka telepon."

"Assalamualaikum," pamit Popoy sambil memeluk sang ibu.

Keduanya pun menangis, baru kali ini Popoy pergi jauh dan akan tinggal terpisah dengan ibu bapaknya.

Bapak menghidupkan sepeda motor, lalu Popoy pun naik sambil melambaikan tangan.

Derai air mata pun mengiringi kepergian Popoy. Sebenarnya, Bapak juga sedih, tapi apa boleh buat, daripada Popoy jadi istri juragan Somad.

Sepanjang perjalanan menuju terminal, Bapak pun memberi nasihat kepada Popoy untuk pandai-pandai jaga diri. Jika nanti ada waktu dan uang, Bapak serta ibu akan menjenguknya ke kota.

Sesampainya di terminal, Bapak menemui kondektur. Beliau membelikan tiket, lalu naik ke dalam Bus bersama Popoy untuk memastikan jika putrinya itu sudah mendapatkan tempat duduk yang nyaman.

Sebelum turun, Bapak pun kembali berpesan, "Hati-hati ya Nduk. Ingat semua pesan Bapak dan ibu, terutama jangan tinggalkan sholat."

"Inshaallah Pak, Bapak juga hati-hati ya. Jangan kencang-kencang naik motornya."

"Iya Nduk, Bapak turun dulu ya. Sebentar lagi Bus akan berangkat."

Popoy pun menyalim tangan keriput sang Bapak, lalu Bapak pun memeluk dan terlihat setitik air bening jatuh dari sudut mata tuanya.

Rasa bersalah serta penyesalan menyesak dalam dada Bapak.

Beliau merasa gagal, tidak mampu melindungi serta membuat putrinya hidup nyaman di rumah mereka sendiri.

Lambaian tangan Bapak pun mengiringi keberangkatan Bus yang perlahan mulai menghilang dari pandangan mata, membawa putri kecilnya mengadu nasib di kota.

Bersambung.....

BAB 3. NAAS

Bus yang membawa Popoy terus melaju dengan kencang, membelah jalan raya menuju kota. Perjalanan memakan waktu 3 jam untuk sampai di terminal.

Popoy sudah menghubungi Kania dan karena ada perayaan keberhasilan tender bersama Bos serta rekan-rekan kerja, membuat Kania tidak bisa menjemput Popoy, sesuai janjinya.

Kania men-share alamat rumah, agar Popoy naik taksi saja. Jika menunggu Kania pulang, bakal lama dan kemalaman sampai di rumah.

Ibunya juga sudah diberitahu, jika Popoy sebentar lagi akan tiba. Ibu Kania pun menunggu sambil merapikan kamar.

Popoy akan tinggal satu kamar dengan Kania dan hal itu membuat ibunya senang, rumah mereka akan bertambah ramai dengan kehadiran Popoy.

Setibanya di terminal, Popoy pun turun sambil matanya celingukan mencari taksi.

Tempat itu masih sangat asing bagi Popoy. Apalagi saat ini pertama kalinya, Popoy menginjakkan kaki di ibu kota.

Popoy berjalan menjauh dari keramaian dan dia masih saja celingukan sambil melihat-lihat, barangkali ada taksi yang melintas di sana.

Ternyata sejak tadi, sikap Popoy menjadi pusat perhatian para preman. Mereka yakin jika Popoy orang baru.

Lokasi yang temaram dan hanya diterangi oleh beberapa lampu kenderaan, membuat keempat orang preman yang sejak tadi memperhatikan Popoy saling memberi kode. Mereka, siap untuk menjalankan aksinya.

Satu preman pura-pura jalan melintas ke arah Popoy yang sedang berdiri melihat situasi. Saat Popoy lengah, tasnya di sambar dan di bawa kabur.

Popoy berteriak minta tolong, tapi mereka yang ada di sana, sepertinya tidak mendengar atau mungkin tidak peduli, karena kejadian perampokan seperti itu sudah sering terjadi di terminal.

Sambil terus berteriak, Popoy berusaha mengejar orang tersebut. Dan belum lagi hilang rasa kesal serta paniknya, satu preman lagi menyambar ponsel yang ada dalam genggamannya.

Mereka tarik menarik dan Popoy pun berusaha melawan, alhasil ponselnya tercampak dan pecah. Preman itu tetap mengambil serta membawanya kabur.

Sungguh sial nasib Popoy, padahal sebagian uang bekalnya, dia letakkan di dalam tas. Dan kini ponselnya pun ikutan lenyap.

Popoy berusaha tenang, meski dia bingung, harus bagaimana menghubungi Kania. Ponselnya sudah tidak ada, sementara alamat dan nomor kontak Kania ada di dalamnya.

Melanjutkan pengejaran pun percuma, karena kedua preman itu sudah menghilang entah kemana.

Barang berharga milik Popoy lenyap, untung saja masih ada uang tersisa di dalam kantongnya.

Saat ini Popoy berjalan dengan gontai, dia tidak tahu kemana arah tujuannya lagi. Yang Popoy ingat, hanya nama jalannya saja, sementara nomor rumah serta nama ibu Kania diapun lupa.

Perut Popoy terasa sakit, dia lapar, sedangkan bekal makanan dari ibu pun ikut lenyap, di bawa kabur oleh para preman yang menjambret tasnya.

Popoy melihat ke sekeliling dan ternyata para penjual makanan sudah tutup, lalu dia berjalan menyusuri kaki lima dan masuk ke sebuah warung yang masih buka.

Pemilik warung yang melihat Popoy celingukan pun menyapa, "Selamat malam Mbak, mau pesan apa ya?" tanya penjual sambil terus mengaduk nasi gorengnya.

"Berapa harga sepiring nasi gorengnya Pak?"

"Sepuluh ribu."

"Saya pesan satu ya Pak, tambah air hangat!"

"Ya Mbak."

"Bu, tolong beri mbaknya segelas air hangat ya!" pinta si bapak kepada sang istri.

"Mari Mbak, silakan duduk di sebelah sana."

Popoy pun duduk ke tempat yang di tunjuk oleh sang ibu. Tidak lama menunggu, nasi goreng serta air hangat pun sudah terhidang di atas meja.

Karena lapar, Popoy makan dengan lahap. Rupanya ibu pemilik warung memperhatikannya.

Popoy yang ketahuan merasa malu, satu porsi nasi goreng sebentar saja ludes tanpa tersisa.

"Kamu sepertinya bukan orang sini ya Dek?" tanya istri pemilik warung.

"Saya dari kampung Bu dan baru saja tiba."

"Lho berangkat jam berapa dari kampung Mbak? Apa nggak takut, sampai sini sudah malam. Lagipula, area terminal rawan rampok lho!"

"Iya Pak, malah barusan aku yang menjadi korban."

"Owalah, Sebelum kesini apa nggak diingatin oleh keluarga atau teman, jika di terminal rawan rampok? tanya sang ibu.

"Tadinya ada teman yang mau jemput Bu, rupanya dia ada acara dadakan dari kantor. Saya di minta naik taksi dan dia share alamat. Eh...hape saya juga ikutan kena jambret."

"Jadi sekarang Adek mau kemana?"

"Belum tahu Bu. Yang saya ingat, cuma nama jalannya saja. Saya akan coba tanya ke sopir taksi barangkali mereka mengenal teman saya."

"Oh, kalau nanti nggak ketemu, tunggu di sini saja sampai pagi Dek, bahaya anak gadis berkeliaran di tengah malam. Saat ini banyak orang gelap mata dan kurang iman."

"Terimakasih Bu atas tawarannya. Nanti, jika tidak ketemu, saya akan kesini lagi. Warung ini tutup jam berapa ya Bu?"

"Kami buka sampai menjelang subuh, karena warung ini khusus jualan malam hingga menjelang pagi!"

"Oh ya Bu, kalau begitu saya permisi dulu, mau coba mencari rumah teman saya."

"Ya sudah, hati-hati ya Mbak."

"Terimakasih Pak, Bu. Saya pamit dulu," ucap Popoy yang meninggalkan warung setelah membayar makanannya.

Tidak jauh dari warung, Popoy berdiri menunggu taksi, lalu dia bertanya tentang jalan kuini.

Sopir taksi pun mengatakan, jika jalan kuini cukup panjang hingga melewati kompleks perumahan mewah.

Popoy minta tolong diantarkan ke jalan tersebut dan dia berharap akan menemukan alamat rumah Kania.

Dia berharap, Kania melintas pulang dan melihatnya ada di jalan tersebut.

Sopir taksi pun melajukan mobil, beliau menurunkan Popoy di persimpangan jalan kuini.

Di sana ada sebuah warung yang buka sampai tengah malam, jadi Popoy bisa bertanya kepada sang pemilik warung.

Dengan alasan membeli permen serta minuman, Popoy pun bertanya kepada pemilik warung, apakah mereka mengenal Kania ataupun keluarganya.

Apakah Popoy bisa menemukan rumah sahabatnya? Ikuti terus ceritaku ya sobat dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan cara follow akun, pavorit, vote, like, serta komentar yang membangun. Terimakasih, happy reading.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!