"Nabi dalam hadits riawayat Abu Dawud, An-Nasa-i, At-Tirmidzi bersabda, “Siapa saja orangnya yang memiliki dua istri lalu lebih cenderung kepada salah satunya, pada hari kiamat kelak ia akan datang dalam keadaan sebagian tubuhnya miring"
Kehidupan rumah tangga yang di jalani Aqila Xena tak seperti rumah tangga kebanyakan. Rumah tangganya terdiri dari satu kepala keluarga, dua istri dan satu anak yang lahir dari dalam rahim Xena.
Mau sedih, tapi Xena tidak di pukul siapa-siapa. Dulu sebelum menikah dirinya hanya ingin menjadi satu-satunya istri di dalam rumah tangganya. Hanya dialah yang ke akan menjadi ratu di dalam rumah tangganya sampai kapanpun. Namun siapa dapat menyangka jika dirinya ditakdirkan mendapatkan madu di dalam kehidupan bahagia yang ia jalani bersama sang suami, Yogi Aprilian.
Adakah istri yang rela di madu? Adakah seorang istri yang rela suaminya di bagi? Jawabannya jelas tidak, tak ada seorang wanita pun yang rela dimadu suaminya meski dalam keadaan apapun. Tak akan ada yang namanya kehidupan bahagia di dalam rumah tangga yang di dalamnya terdapat madu. Yang ada sesak, luka, perih dan sakit. Apalagi jika suami yang tidak berprilaku adil kepada kedua istrinya.
Flacbak on
Siang itu Xena tengah duduk di ruang tamu bersama putri kecilnya, Arumi Almahyra. Putrinya yang waktu itu masih berumur 2 tahun. Xena mengenali putrinya dengan huruf-huruf hijaiyah pada iqra' yang dia beli di mall beberapa hari lalu. Selagi anaknya masih kecil, maka bagi Xena itu lebih baik mengajari anaknya agar nanti setelah besar tak akan sulit untuk mengenal ayat-ayat al-quran.
Pintu rumah terbuka dan memperlihatkan seorang laki-laki gagah dengan setelan jas kerjanya yang tersampir pada bahunya yang kokoh. Senyum Xena terbit dan hendak berjalan menuju suaminya bersama sang putri di gendongan. Namun, langkah Xena terhenti kala melihat wanita yang berpakaian sangat minim di belakang suaminya. Senyum yang saat itu terbit dengan cerah spontan saja mereda tanpa meninggalkan segaris tipis pun di bibir Xena.
Yogi Aprillian, suami Xena melangkah menuju dirinya yang mematung sambil mengendong sang putri. Tampak senyum merekah terbit di bibir Yogi. Bahkan wanita itu juga mengikuti langkah suaminya. Banyak pertanyaan yang muncul di kepala Xena. Siapa wanita itu? Kenakan harus ke rumahnya bersama sang suami? Banyak lagi pikiran-pikiran buruk yang berkelana di dalam benak Xena tentang hubungan wanita itu dan suaminya. Namun Xena langsung mengenyahkan pikiran itu, kala mengingat tak boleh berasumsi sendiri terhadap suami jika tak ingin berdosa.
Yogi berjalan menuju istrinya dengan senyum yang tak pernah berhenti terbit dari wajah tegasnya. Bahkan wanita yang bersama dirinya juga mengikuti langkah Yogi.
"Siapa dia Mas?" tanya Xena saat mereka sudah duduk di sofa dengan wanita itu duduk berdampingan dengan Yogi. Bahkan bisa dikatakan tak ada jarak di antara sepasang suami-istri itu.
Yogi menampilkan senyum manisnya. "Perkanalkan dia Kanina istri kedua Mas, Xen," jawab Yogi tanpa memikirkan perasaan istrinya. Bahkan Yogi masih bisa menampilkan senyum tanpa rasa bersalah kepada sang istri pertama.
"Sejak kapan Mas?" Sekuat tenaga Xena menahan laju air matanya. Rasanya sangat sakit mengetahui kenyataan pahit yang diberikan suaminya.
"Maksud kamu Xen?" Yogi menatap bingun istrinya. Tak paham dengan apa yang dikatakan istri tuanya.
"Sejak kapan kamu menikah dengannya Mas?" ulang Xena dengan suara bergetar. Menandakan jika dirinya tak baik-baik saja mendengar pengakuan dari suaminya.
"Satu tahun yang lalu," jawabnya tanpa bersalah.
Apakah Xena harus bersabar dengan kenyataan pahit yang di berikan suaminya. Di bohongi selama satu tahun oleh laki-laki yang dia percaya? Lantas apakah perhatian yang selama ini dia berikan hanya sebuah kepalsuan semata? Atau hanya sandiwara agar pernikahannya tidak tercium oleh Xena? Tapi jika itu memang terjadi, tak mungkin juga suaminya itu membawa madunya ke rumah. Rumah dimana dirinya tinggal bersama buah hatinya.
Xena hanya bisa menganggukkan kepalanya berulang kali. Tak tahu lagi harus berkata apa kepada suaminya. Mau marah pun Xena sudah tidak ada gunanya biarkan nasi yang sudah menjadi bubur, pasti tidak akan bisa berubah.
"Mulai hari Kanina akan tinggal di rumah ini bareng kita semua Xen. Mas akan berprilaku adik kepada kamu dan juga Kanina." Setelah sekian lama, Yogi kembali membuka suara.
Xena menatap suaminya dengan sorot mata terluka. Setelah membawakan dirinya madu, kini wanita itu juga akan ikut serumah dengan dirinya. Bisakah Xena mengatakan suaminya itu kejam? Kejam karena menempatkan kedua istrinya di dalam satu rumah?
"Kenapa Mas?" tanya Xena menatap suaminya.
"Maksud kamu Xen?" Yogi menatap istri tuanya dengan bingung. Tak paham dengan apa yang dikatakan Xena.
"Kenapa kami harus satu rumah Mas? Bukankah Mas masih sanggup untuk membeli rumah yang lain untuk dia?" Bukan Xena tak mau tinggal bersama madunya, hanya saja Xena tak mau akan semakin terluka nantinya.
"Bukan Mas tidak mau membeli rumah untuk Kanina, hanya saja jika kita semua satu rumah maka, kalian berdua bisa saling akrab. Dan Mas juga tak perlu bolak-balik ke rumah kalian masing-masing." jawab Yogi dengan entengnya.
"Kamu setuju kan Sayang?" Yogi menatap Kanina dengan binar bahagia.
Deg!!!
Sayang? Bahkan dirinya tak pernah di panggil sayang oleh suaminya sendiri. Namun, wanita yang berada di samping suaminya itu dengan begitu mudah dipanggil Sayang oleh suaminya. Hancur lebur hati Xena saat ini. Namun, Xena harus kembali lagi pada dirinya sendiri yang hanya istri dari perjodohan yang dilakukan orang-tua mereka. Perjodohan yang bahkan tak bisa mereka tampik kala itu. Xena hanya bisa sesadar-sadarnya bagaikan awal terbentuknya hubungan dirinya dan sang suami.
"Baiklah Mas, semoga saja kamu memang membuktikan omongan kamu yang akan berprilaku adil kepada kedua istrimu," jawab Xena dengan menahan getaran yang menyayat hati.
"Pasti, Mas pasti akan melakukan apapun yang sudah Mas katakan. Bahkan kamu tahu sendiri jika Mas tak akan pernah mengingkari ucapan Mas," jawabnya dengan nada sombong.
"Semoga saja Mas," jawab Xena dan pamit kepada mereka berdua karena Arumi sudah tertidur di pangkuannya.
Flashback off
Kini sudah berjalan 5 tahun Xena hidup serumah dengan madunya. Kehidupan yang bagi Xena selalu menyayat hatinya. Nyatanya ucapannya suaminya 5 tahun lalu nyatanya hanya tinggal omongan. Kata-kata adil yang dia ucapkan kala itu tak berjalan begitu baik. Hanya di 6 bulan pertama saja suaminya berprilaku adil kepada dirinya dan istri keduanya. Selanjutnya suaminya lebih banyak menghabiskan malam bersama istrinya Keduanya.
TBC
"Mas, mau aku buatkan kopi atau teh?" Xena menghampiri Yogi yang tengah duduk di ruang tamu.
"Boleh Xen, tapi kopi manis ya?" pinya Yogi yang diangguki Xena.
Xena meninggalkan suaminya di ruang tamu sendirian. Tak terlihat batang hidung istri keduanya disana. Padahal biasanya madunya itu tidak pernah perpisahan dari sang suami. Seakan-akan istri keduanya itu ingin memonopoli sang suami seorang diri.
Kopi serta kue kering sudah berada di atas nampak dan tinggal di bawa Xena kepada suaminya. Dari pada hanya minim koli saja Xena berinisiatif untuk membawakan kue kering sebaik tambahan untuk suaminya.
"Kopinya Mas," Xena meletakkan kopi yang masih mengepulkan asap itu di depan suaminya.
Ntah sejak kapan madunya itu berada di ruang tamu. Yang jelas kini madunya sudah duduk tepat di samping suaminya. Tangan lentiknya memegang erat lengan Yogi seakan-akan Xena tak boleh menyentuh suaminya sendiri.
"Terima kasih Xen,"
"Sama-sama Mas," jawab Xena dengan tersenyum manis. Senyuman yang selalu dia tampakkan untuk suaminya.
"Mas, aku mau teh manis," Xena menatap madunya yang merengek di lengan suaminya. Jujur saja, Xena cemburu kepada madunya yang bisa memeluk suaminya setiap hari. Bahkan suaminya itu akan tidur di kamarnya hanya 1kali dalam seminggu. Bahkan juga tidak pernah dalam satu minggu itu. Itinya dalam setiap bulan bisa di bilang 3 kali paling sering.
"Kamu mau teh, Sayang?" Wanita itu hanya menganggukkan kepalanya.
Kata Sayang yang tidak pernah lupa keluar dari mulut Yogi untuk wanita di sampingnya. Wanita yang membuat hati Xena bergemuruh setiap harinya. Wanita yang membuat Xena merasakan luka yang yang tiada hentinya. Begitupun dengan suaminya yang menorehkan luka teramat dalam untuk dirinya.
Xena juga menginginkan suaminya itu memanggil dirinya dengan sebutan Sayang meski hanya sekali namun, sampai detik ini 8 tahun kurang pernikahan mereka, Yogi tak pernah sekalipun menggunakan kata-kata romantis kepada dirinya. Bahkan diatas ranjang pun suaminya itu tidak pernah berkata mesra.
"Xena, tolong buatkan Kanina teh ya," pinta Yogi yang hanya mendapat anggukan pasrah dari Xena. Ingin Xena menolak, namun Xena ingat akan ajaran ibunya. 'Jangan pernah sekalipun menolak perintah suami jika itu masih dalam tahap yang wajar. Namun tolaklah dia dengan cara yang lembut jika itu suatu hal yang salah atau akan mendatangkan modarat' itulah kira-kira ucapan ibunya kala itu.
Xena kembali lagi dengan segelas teh manis di tangannya. Lalu meletakkan didepan madunya yang masih saja bergelayut manja di lengan kekar suaminya.
"Terima kasih Mbak," Seperti biasa madunya itu akan berkata dengan lembutnya. Meski begitu tetap saja rasa iri, cemburu dan sakit hati selalu saja dirakan Xena setiap harinya.
Jika saja Xena bisa memilih dirinya tidak akan pernah mau menikah dengan Yogi jika akhirnya dia akan mendapatkan madu di dalam rumah tangganya. Xena lebih memilih untuk melajang ketimbang menikah. Biarkan orang-orang mengatakan dirinya perawan tua, dari pada seperti ini. Hidup di dalam rumah tangga yang penuh dengan senyum kepalsuan.
"Sama-sama," jawab Xena dan duduk di samping suaminya.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Umma," Gadis kecil berpakaian putih merah itu berlari kencang menuju Xena yang tengah tersenyum manis kearahnya.
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, Nak," Xena memeluk putrinya dengan erat. Permata yang bisa membuat dirinya tetap bertahan di dalam pahitnya rumah tangga yang dia jalani.
"Sama Abi nggak baca salam Sayang? Ini ada Bunda juga loh?" ujar Yogi menatap anak gadisnya yang masih saja memeluk sang ibu.
"Hehehe maaf Abi, Bunda. Assalamu'alaikum Abi, Bunda," Aliya mendekat ke arah Yogi dan Kanina. Menyalami tangan kedua orang itu dengan takzim. Namun tidak dengan pelukan seperti yang dia berikan kepada sang ibu. Bukan Arumi tidak mau memeluk Yogi maupun Kanina, hanya saja dia agak canggung, apalagi ayahnya itu hanya sesekali berada di rumah kala dirinya pulang sekolah begitupun dengan Kanina. Hanya ada ibunya yang selalu menemani dirinya belajar.
"Bagaimana tadi di sekolah Sayang?" Arumi kini sudah kembali lagi kepangkuan Xena. Memeluk erat leher sang ibu dan menatap wajah ayu Xena dengan senyum mengembang di bibirnya.
"Emm, bagus Umma. Tadi Ibu guru kasih nilai di tugas sekolahnya Arumi angka 9. Bagus kan Umma?" Gadis kecil itu tersenyum cerah kepada sang ibu. Sungguh ibunya yang bisa pengertian kepada dirinya, namun tidak bagi ayahnya. Jangankan untuk menanyakan soal di sekolah, bahkan apa kegiatan yang dia lakukan di rumah saja ayahnya tidak pernah bertanya.
"Wahhh nilai kamu bagun banget Sayang. Arumi harus pertahanin nilai itu ya? Buat nanti saat menerima lapor Arumi dapat juara dan dapat hadiah,"
"Hadiah Umma?" ulang gadis kecil itu antusias.
Xena mengangguk. "Iya Nak, nanti kalau Arumi dapat juara pasti Ibu guru ngasih Arumi hadiah. Dulu Umma juga gitu saat di sekolah. Siapa yang juara 1, 2 atau 3 pasti di kasih Ibu guru hadiah. Jadi Arumi mau dapat hadiah kan?"
"Mau-mau Umma, Aru mah hadiah," jawabnya antusias.
"Kalau Arumi mau dapat hadiah maka nilainya jangan sampai turun ya? Arumi harus mempertahakan nilai di angka yang tadi Arumi dapat. Dan Arumi nggak boleh malas untuk belajar jika ingin dapat nilai tinggi. Arumi harus semangat dan rajin belajar,"
"Baik Umma, Aru akan belajar dengan rajin biar dapat hadiah dari Ibu guru." ujarnya dengan bersemangat. Bahkan gadis kecil itu sampai mengepalkan telapak tangannya.
Xena tersenyum menatap nestapa bahagianya sang putri bkalan menginginkan hadiah dari Ibu guru. Sungguh dulu waktu dirinya kecil juga melakukan hak yang sama seperti Arumi.
Sedangkan Yogi dan Kanina hanya menatap Ibu dan anak itu dengan pandangan berbeda. Ada rasa haru dan iri yang dirasakan Yogi namun tidak bagi Kanina. Ntah kenapa Kanina kurang suka dengan putri madunya itu. Padahal putri madunya itu tidak pernah berbuat salah kepada dirinya. Kanina juga tidak tahu apa penyebab dirinya membenci putri madunya. Ini terjadi sejak dua bulan yang lalu.
"Mas, Kan, aku pamit dulu ke kamar buat bantu Arumi ganti baju," pamit Xena kepada sepasang suami istri itu.
"Ya," jawab Yogi sambil mengangguk.
Sepeninggal Xena dan Arumi, Kanina mengendus bau tubuh suaminya yang sangat menenangkan.
"Kenapa Sayang?" tanya Yogi sambil mengelus lembut rambut sang istri.
Istri keduanya ini memang tidak memakai hijab, berbeda dengan Xena yang selalu menggunakan gamis serta hijab panjang.
"Mau rujak Mas, mungkin dedek bayi lagi pengen makan itu Mas," ujarnya manja.
"Ya sudah, biar Mas suruh Bibi yang beli ya?" Kanina langsung menggeleng keras tanda tak setuju.
"Nggak mau Mas, aku maunya Mas yang buat sendiri. Kemaren Bibi sudah membeli bahan-bahannya. Jadi Mas hanya tinggal membuat saja," ujarnya merengek.
"Baiklah, kamu tunggu di sini biar Mas buat dulu sebentar,"
"Jangan lama-lama ya Mas," pintanya dengan suara mesra.
"Iya Sayang, demi dedek bayi Mas pasti akan lakukan secepat mungkin. Agar nanti saat lahir dedek bayi tidak ileran,"
"Ok Mas," Setelahnya Yogi meninggalkan Kanina seorang diri di ruang tamu sambil menyesapi teh manis yang tadi di buat Xena. Tak lupa juga memakan kue kering yang sudah terbuka tutupnya.
TBC
•Jangan pernah lelah menjadi orang yang pemaaf karena, memaafkan adalah kemenangan terbaik• {Ali bin Abi Thalib}
Yogi membawa satu mangkuk rujak untuk sang istri yang tengah menunggu dirinya di ruang tamu.
Prang!!!!
"Maaf Abi, Arum tidak sengaja," Arumi yang berlari menuju dapur untuk mengambil air putih tidak sengaja menabrak Yogi yang tengah membawa rujak untuk sang istri yang tengah mengandung anaknya.
Yogi yang melihat rujak keinginan sang istri yang tengah mengenaskan di lantai dengan berceceran menatap nyalang putrinya. "Kenapa jalannya tidak lihat-lihat? Kamu tahu betapa perjuangan Abi untuk membuat rujak itu untuk Bunda, hmm?" Rasanya Yogi ingin menampar putrinya itu karena, keinginan istri keduanya sudah tak bisa lagi di makan. Apalagi dia membuat dengan penuh cinta.
"Maaf Abi, Arum benar-benar tidak sengaja." ujar Arumi menunduk takut. Apalagi ucapan ayahnya baru saja membuatnya takut.
"Sudah pergi sana!! Bikin orang jengkel saja!? " bentaknya.
"Mas, kenapa kamu sampai bentak Arumi begitu? Lagian Arumi juga tidak sengaja. Kamu bisa ngomong baik-baik sama Arumi, Mas," Xena yang menyaksikan bagaimana suaminya itu tega membentak sang putri menjadi sedih. Bagaimana bisa suaminya itu berkata seperti itu kepada anaknya yang masih kecil. Padahal putrinya sudah jelas-jelas meminta maaf, namun apa yang didapatkan putrinya malah sebuah bentakan.
"Kamu pikir membuat rujak itu aku tak butuh tenaga? Tak butuh waktu? Bahkan dengan susah payah aku membuatnya tapi lihatlah sekarang karana anak ini rujak yang sudah aku buat malah mengenaskan di lantai!" ujarnya menatap nyalang istri tuanya.
"Astagfirullah Mas, hanya gara-gara itu kamu sampai membentak darah daging kamu sendiri? Lalu bagaimana jika Arumi melakukan kesalahan besar? Apakah tangan besar kamu itu akan memukulnya Mas? Apakah kamu juga akan menendangnya sekuat tenaga kamu, mas?" Dengan mata berkaca-kaca Xena menatap suaminya. Tak menyangka jika imam yang selama ini dia hormati tega menyakiti putrinya, tega membuat putri yang dia sayangi di bentak.
"Mas tidak apa-apa, kita bisa beli saja di luar rujaknya," Xena menatap istri muda suaminya yang tiba-tiba saja sudah mendekati Yogi. Bergelayut manja di lengan kekar laki-laki yang juga berstatus suaminya.
"Maaf Sayang, Mas sudah gagal membuat rujak untuk dedek bayi," Yogi berjongkok di depan perut sang istri, sambil mengelus perut yang sedikit buncit itu dengan lembut. "Maafkan Ayah, ya Nak? Maafkan Ayah yang sudah gagal memenuhi keinginan kamu," Berulang kali Yogi mendaratkan ciuman pada perut itu.
Xena yang menyaksikan kelembutan suaminya kepada sang madu hanya bisa menatap sedih dengan rasa sakit dan rasa pilu yang menyayat hati. Bahkan pasal kehamilan sang madu baru di ketahui Xena saat ini juga. Pantas saja suaminya itu membentak putrinya karena rujak yang dia buat nyatanya untuk memenuhi rasa ngidam yang dirasakan madunya. Tapi jikapun begitu, seharusnya Yogi yang sebagai seorang Ayah tak sepatutnya memarahi sang putri. Apalagi itu juga dapat merusak mental anaknya.
'Ya Allah, begitu sakit ujian yang engkau hadirkan untuk hambaMu yang lemah ini. Begitu sakit yang hamba rasakan ya Allah. Buatlah hati hamba tetap tegar untuk setiap ujian yang Engkau berikan ya Allah. Hamba yakin jika suatu saat Engkau pasti akan menghadirkan bahagia untuk hamba,' batin Xena yang masih menyaksikan suami serta madunya.
"Tidak apa-apa Mas. Yasudah yuk kita beli rujaknya di luar Mas, sepertinya dedek bayi sudah tidak tahan untuk memakan rujak," ajak Kanina sambil mengusap lembut kepala suaminya.
"Yuk Sayang," Tanpa menghiraukan Xena maupun anaknya, ke-duaorang itu langsung saja meninggalkan dapur.
Xena dan putrinya hanya bisa menatap kepergian sang madu dan juga suaminya. Bahkan suaminya tak berbicara apa-apa kepada mereka. Seakan mereka memang tidak ada artinya di dalam hidup laki-laki itu.
"Umma," Xena menatap sang putri yang tengah memanggilnya.
"Apa Sagang?" Xena berjongkok di depan Arumi yang menatap dirinya dengan pandangan lembut.
"Kenapa Abi berubah Umma? Kenapa Abi berani membentak Arumi? Bukankah selama ini Abi tidak pernah seperti itu?" Dengan tatapan sendu Arumi menatap Xena.
"Sayang dengerin Umma, Abi tidak bermaksud membentak Arumi kok. Abi tadi hanya khilaf Sayang," Air mata Arumi sudah mengalir dengan sendirinya.
"Abi jahat Umma, Abi sudah 2 kali membentak Arum," Jujur saja Xena terkejut mendengar ucapan putrinya. Bagaimana bisa anaknya itu menyimpan sendiri jika sang ayah juga pernah membentak dirinya sebelum ini.
"Kapan Sayang? Kapan Abi membentak Arumi? Kenapa Arumi tidak ngomong sama Umma, Nak?" Xena mengusap air mata putrinya yang lagi-lagi keluar dengan sendirinya.
"Satu minggu yang lalu Umma, Arum juga tidak sengaja membuat minuman Bunda terjatuh. Dan Abi membentak Arumi,"
Hati Xena mencelos mendengar pengakuan putrinya. Hatinya sakit kala anak yang dia jaga dengan seenaknya suaminya itu malah membentak hanya karena sebuah ketidak senggajaan.
"Sayang, besok-besok kalau terjadi sesuatu sama kamu jangan di tutupi lagi ya? Bilang sama Umma, Umma tidak mau hal ini terjadi lagi untuk kedepannya," pinta Xena kepada sang putri.
"Iya Umma, Arumi akan mengatakan apapun kepada Umma untuk kedepannya," ujar gadis kecil itu dengan tersenyum. "Umma,"
"Apa Sayang?"
"Abi jahat 'kan Umma, Abi tidak benar-benar sayang sama Arum kan Umma?"
"Tidak Sayang, Abi baik kok. Maafkan Abi yang sudah membentak Arumi ya? Karena jika kita memaafkan seseorang yang melakukan kesalahan sama kita, maka kita akan mendapatkan pahala dan Allah akan menyayangi kita. Allah saja bisa memaafkan hambanya yang berbuat jahat, jadi Arumi juga harus bisa memaafkan Abi ya?"
"Baiklah Umma, Arum akan memaafkan Abi," Arumi menampilkan senyum manisnya kepada sang ibu.
"Ya sudah, Arumi mau makan apa biar Umma buatkan," ujar Xena kepada putri kecilnya.
Arumi menggeleng. "Tidak ada Umma, Arumi ingin tidur siang rasanya mata Arumi sudah mengantuk," jawab Arumi yang diangguki Xena.
Xena membawa putrinya ke dalam kamar yang memang khusus untuk putrinya itu. Kamar yang dihias dengan warna pink fanta dipadukan dengan warma biru muda.
Xena menemani sang putri hingga putrinya itu benar-benar terlelap. Tak lupa Xena membacakan sholawat sepanjang menemani sang putri untuk tidur. Mungkin kebanyakan anak-anak akan suka dibacakan dongeng atau lagu-lagu anak kecil, namun tidak untuk Arumi. Gadis kecil itu lebih suka di becakan sholawat untuk dirinya tidur, ataupun dibacakan surah-surah pendek.
"Sayang maafkan Umma yang belum bisa membuat kamu bahagia Nak. Maafkan Bunda atas apa yang terjadi di dalam hidup kamu Sayang. Yakinlah Nak, jika suatu saat akan ada bagai yang akan menghampiri kita," Xena mengecup pucuk kepala putrinya sebelum dirinya keluar dari kamar itu.
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!