NovelToon NovelToon

Nikah Paksa

Bab. 1 Nikah Paksa

Seorang wanita yang sedang dirias di depan cermin dengan memakai gaun pengantin sangat cantik terlihat walaupun tidak ada raut muka bahagia terlihat di sana. Dia hanya memasang ekspresi datar sambil menatap kosong dirinya di cermin.

Tak ada rasa bahagia dalam dirinya dengan pernikahan ini, dia hanya dipaksa karena keinginan sebelah pihak yang tak dapat diganggu gugat. Orang tuanya diancam akan dimasukkan penjara dengan dalih utang, jika dia tidak mau menikah dengannya, yaitu seorang pemuda yang congkak dan suka memaksa orang pada kemauannya.

Kini, Silvi turun berjalan ke arah pengantin pria yang sedang menunggunya untuk melaksanakan akad nikah dengannya. Terlihat wajah bahagia sang pria dengan kedatangannya.

Tanpa berlama-lama lagi, melihat Silvi sudah duduk disampingnya, sang pria pun langsung melaksanakan akad.

"Sah!? " Tanya penghulu.

"Sah! " Ucap warga serempak yang menyempatkan untuk hadir diacara pernikahan yang dadakan ini.

Beberapa jam kemudian, acara pun selesai menyisahkan Silvi dan Wawan yang telah sah menjadi pasangan suami istri.

Kini, mereka berada di rumah milik Wawan. Rumah dengan nuansa yang mewah dan elegan.

Terlihat wajah murung Silvi di dalam kamar sambil mencopot satu persatu perhiasan yang ia pakai untuk acara beberapa jam yang lalu. Dalam hatinya, kini hanya ada perasaan kesal dan marah kepada pemuda yang egois yang hanya mementingkan dirinya sendiri itu. Tak ada perasaan cinta dalam pernikahan ini, yang ada hanyalah perasaan benci kepadanya.

"Ceklek! " Terdengar suara pintu dibuka dari luar. Nampak seorang pemuda masih dengan menggunakan pakaian pengantinnya masuk ke dalam kamar,

Silvi yang masih dengan kesibukannya, tiba-tiba kaget melihat siapa yang datang,

"Ehm... Kalau sudah selesai turun!" Ucapnya dengan nada dingin, lalu pergi dan tak lupa menutup pintunya.

Silvi yang masih dengan kebingungannya, memegang kerudung yang hampir saja dia copot, untung masih belum membuka kerudungnya, takut pemuda itu melihatnya tanpa kerudung. Walaupun, sekarang mereka sudah sah menjadi suami istri, tapi Silvi masih takut-takut kepada Wawan. Apalagi, dari tampangnya yang dingin dan ada rumor yang mengatakan bahwa dia itu orangnya kasar.

Tak lama kemudian, Silvi mempercepat kegiatannya, takut pemuda itu datang lagi.

***

Silvi dengan pakaian sederhananya yang tak lupa memakai kerudung turun dari tangga. Ia melihat sesosok pemuda tengah duduk dimeja makan sambil menunggu seseorang datang.

"Duduk! " Katanya dingin.

Silvi yang masih merasa takut-takut dengan pemuda yang kelihatannya lebih tua darinya itu langsung duduk berhadapan dengan pemuda itu.

"Makan! " Perintahnya lagi,

Silvi pun makan dengan perasaan yang masih berdebar-debar, merasakan ketakutan dan kebencian.

Sekarang, hanya keheningan dan hanya suara sendok yang beradu dengan piring, suasana terkesan kaku. Tiba-tiba...

"Apa tujuan mu menikahiku? " Ucap Silvi membernikan dirinya bertanya,

"Apa kamu masih tidak tahu?, " Kata Wawan dengan tersenyum miring,

"Apa maksudnya? " Kata Silvi dalam hati.

"Kamu itu hanya sebagai ganti utang bapakmu itu, kamu tau kan! Bapakmu itu banyak utang sama aku, sebelumnya sih! Aku tidak mau meminjamkannya uang, tapi karena kasihan melihatnya, aku pinjamkan dengan syarat harus ada jaminan. Dan kamu tahu? Apa jaminannya?, " Kata wawan menatap Silvi yang berada didepannya sambil menatapnya tajam.

Silvi hanya menggeleng menandakan ia tidak tahu menahu persyaratan utang bapaknya itu.

"Kamu, kamu adalah jaminannya." Katanya lanjut.

Sontak Silvi membulatkan matanya, tak menyangka bahwa bapaknya rela mengorbankan anaknya hanya untuk utang.

"Hhhhh... Nggk nyangka kan! Bapak kamu rela mengorbankan anaknya sebagai jaminan utangnya?" Katanya sambil tertawa.

"Kamu bohong kan?" Ucap Silvi belum sepenuhnya percaya pada pemuda itu.

"Kamu kira aku berbohong dengan ingin memasukkan bapak kamu ke penjara? Lalu, kenapa bapak kamu takut, dan memaksa kamu untuk menikah denganku?, kalau saja aku berbohong, bapak kamu itu tidak akan takut dan dia tidak akan mau menikahkan kamu denganku" Ucapnya menjelaskan.

"Tenang saja, aku tidak akan menyentuhmu, kamu bisa tidur sendiri di kamarmu, dan akupun akan tidur di kamarku. Kamu hanya perlu membantuku menyiapkan makanan, menyuci bajuku, membereskan rumah, dan lainnya. " Sambungnya datar sambil menyendok makanan yang hampir habis.

"Menyiapkan makanan?, lalu, siapa yang menyiapkan makanan ini? " Tanya Silvi Menyeringitkan dahinya.

"Tuan, saya permisi dulu! " Kata seorang perempuan tua yang baru datang dari arah dapur.

"Iya mbok, ini! " Kata Wawan sambil memberikan amplop.

Perempuan tua itu pun pergi sambil membawa barang-barangnya.

Wawan hanya mengangkat sebelah alisnya sambil melirik Silvi tanpa menjawab pertanyaan Silvi tadi. Silvi pun hanya bingung, dan memilih untuk menyambung makanannya yang belum habis, sambil mencerna baik-baik apa yang terjadi di sini.

***

"Ish!... . Kayaknya dia sengaja deh! Pecat pembantunya itu. Dan menyerahkan semua pekerjaan rumah sama aku, dia pikir aku tuh pembantu apa?. . . Hhh! , mama aku mau pulang! " Ucap Silvi kesal sambil mencuci piring, dan merengek ingin pulang ke rumah.

Silvi terbilang anak yang manja dan selalu disayang oleh mamanya. Silvi merupakan anak pertama dari dua bersaudari. Adiknya masih sekolah SMA sekarang. Dan dia masih kuliah. Bapaknya itu bekerja sebagai pedagang kelontongan, dan selalu giat bekerja serta penyayang kepada keluarganya. Maka dari itu, saat Wawan bilang bapaknya menjadikannya sebagai jaminan utang, dia tidak percaya. "Apakah benar kata dia?" Katanya masih belum percaya pada omongan Wawan.

"Ehem..!" Deheman seseorang membuat Silvi kaget, dan menengok ke belakang, melihat Wawan tengah mengambil minuman di kulkas.

"Besok aku mau pergi pagi-pagi, jadi usahakan bangun pagi dan siapkan sarapan, dan bereskan rumah! " Katanya dingin.

"Tapi, besok aku ada kuliah pagi!" Kata Silvi belum menyelesailan kegiatannya.

"Yah! Lebih pagi-pagi lah!" Ucap Wawan kemudian pergi ke ruang tengah.

"Ish! Mana bisa, aku kan biasanya bangun telat" Kata Silvi dengan kesal. Dan cepat-cepat menyelesaikan kegiatannya itu. Kemudian berjalan keluar menuju ruang tengah.

"Ish! Dasar!, Laki-laki tua! " Ucapnya dari kejauhan sambil berbisik kesal kepada Wawan yang sedang duduk menonton televisi diruang tengah, lalu berlalu pergi menuju kamarnya dilantai atas.

Wawan yang mendengar ada langkah kaki, berbalik dan melihat Silvi sedang naik ke atas menuju kamarnya.

"Hh! " Katanya sambil tersenyum menyeringai.

***next

Bab. 2 Nasib Buruk Silvi

"Huaaaaaaaaamm.... mmm.. mmm" Silvi menguap bangun dari tidurnya, namun ada sosok tangan yang tiba-tiba menutup mulutnya. Tangan yang kekar, dan terlihat seperti tangan laki-laki, Sontak membuat Silvi kaget, dan memberanikan diri menengok kebelakangnya,

"Huaaaaaa...!!!!!" Teriaknya seketika, karena melihat Wawan ada di dalam kamarnya dengan tidak memakai baju.

"Huaaaaaaaaaaaaaa!!!! " Silvi terbangun dari tidurnya, dan tersadar, buru-buru ia melihat sekeliling, takut ada Wawan.

"Astaghfirullah! Ternyata hanya mimpi" Ucapnya sadar melihat sekelilingnya tidak ada seseorang pun.

"Tret... Tret... " Terdengar suara hp berdering. "Astaghfirullah! Ternyata sudah jam 4! " Ucap Silvi lalu beranjak dari tempat tidur dan langsung masuk kamar mandi.

Sekarang, kehidupannya sudah berubah, maka kebiasaannya pun juga harus ia ubah dengan mulai dari bangun tidurnya, ia harus lebih pagi dibanding suaminya.

"Allahu Akbar! " Ucap Silvi tanpa bersuara, mengerjakan sholat subuh di dalam kamarnya.

***

"Ehem! " Kata seseorang mengejutkan Silvi yang sedang asyik membuat nasi goreng di dapur. Yang dikejutkan malah tetap asyik menggoreng tanpa merespon,

Wawan kemudian duduk di meja makan sambil di suguhkan nasi goreng oleh Silvi.

"Aku pergi dulu! " Ucap Silvi setelah menyuguhkan makanan dan bergegas pergi menuju pintu keluar.

"Mau ke mana? " Tanya Wawan dengan dingin.

"Ya ke kampus lah" Jawab Silvi sambil terburu-buru mengambil tasnya yang ia letakkan di meja, kemudian pergi.

Wawan tidak merespon lagi, dia hanya menatap datar pundak Silvi yang hampir menghilang, sambil hendak menyendok nasi goreng yang kelihatan lezat itu.

"Hm! " Ucap Wawan sambil menyendok nasi goreng itu, dan mulai memakannya. "Hm... Enak! " Lanjutnya, dan kemudian melahapnya sampai habis.

Sayangnya, dia hanya sendirian memakan nasi goreng lezat itu. Kesepian yang dia tetap rasakan, mengira setelah dirinya setelah menikah akan mengubah kehidupannya. Namun ternyata tidak, tetap saja seperti itu.

***

"Silvi! Kamu kemarin kok nggk masuk? " Tanya Fadilah, sahabat Silvi sejak masuk kuliah.

"Iya nih! Aku kemarin ada keperluan mendadak, dan nggk bisa ke kampus dulu.... Hhh! " Ucap Silvi berusaha menyembunyikan pernikahannya.

"Owh gitu, ya udah yuk! Masuk! Kayaknya dosen udah mau datang" Ucap Fadilah, mengajak Silvi masuk, karena mereka masih berjalan di lorong ruang kelas.

Silvi merupakan mahasiswa jurusan S1 nutrisi dan teknologi pakan ternak di salah satu Universitas di Indonesia. Kini, ia sudah berada di semester 5, semester yang akan memulai petualangannya untuk mengaplikasikan pengetahuan yang telah ia dapat selama semester-semester sebelumnya.

"Besok, kita akan turun ke lapangan, melakukan observasi ke salah satu peternakan Sapi Perah yang berada di dekat sini. Kita akan melihat bagaimana nutrisi dan teknologi pakan Sapi di tempat itu. " Kata Pak Latri, dosen pengampuh salah satu mata kuliah di semester ini.

Silvi dan Fadilah melirik satu sama lain, mengodekan bahwa mereka bahagia dengan adanya penerjunan langsung ke lapangan. Daripada di kampus, bosan dengan materi-materi dan tugas-tugas kuliah.

Beberapa jam kemudian, selesai kuliah jam pertama, Silvi melangkahkan kaki untuk pergi ke perpustakaan sendirian, karena Fadilah memilih untuk mengisi perutnya yang keroncongan dulu katanya. Fadilah sebenarnya mengajak Silvi untuk makan di kantin, tapi Silvi lebih memilih ke Perpustakaan, ada keperluan katanya.

Saat masuk ke dalam ruangan penuh buku itu, Silvi mengedarkan pandangannya mencari seseorang,

"Silvi! Sini! " Ucap seorang pemuda tengah duduk di salah satu bangku perpustakaan, dengan banyak buku dihadapannya.

"Eh! Kak Aan! "

Sebenarnya Silvi heran dengan satu pemuda ini, dia dikenal nakal dan ditakuti para junior, tapi tiba-tiba sekarang ada di perpustakaan, dan apalagi terlihat banyak buku dihadapannya.

Silvi bertemu dengan kak Aan saat di Ospek dulu, dan kak Aan lah salah satu senior yang Ospek saat jadi maba. Saat itu, Silvi kena hukuman oleh kak Aan, dan kak Aan suka menjailinya sampai sekarang.

"Sini duduk! " Ucap kak Aan sambil menunjuk bangku dihadapannya.

"Iya, kak! " Ucap Silvi sambil menghampiri bangku tersebut.

"Minta tolong yah! Ini buku-buku aku yang masih kosong, minta diisikan sama tulisan yang bagus, Mengertikan maksudku! " Ucap kak Aan dengan sembari tersenyum.

"Soalnya ada di file, nanti aku kirimin! Tolong cepat yah! Soalnya udah mau deadlinenya! " Sambung kak Aan sambil berdiri beranjak dari bangku yang ia duduki.

"Kak! Tapi aku.... " Ucap Silvi terhenti,

"Tenang! Cuman sedikit kok! Sebentar aku akan kembali yah! " Ucapnya sambil berlalu pergi meninggalkan Silvi dengan setumpuk buku-buku.

"Heh!.. " Ucap Silvi menghela nafas singkat.

Silvi mulai menulis, tulisannya memang bagus, tapi, " untuk menyuruh orang menuliskan tugasnya yang sudah menumpuk, itu sebuah keterlaluan" Kata Silvi. Tapi, Silvi juga tidak bisa membantah, karena takut. Kak Aan memiliki geng, gengnya terkenal sadis, siapapun yang macam-macam atau membantah perintah mereka, akan diapa-apain, ih! Ngeri! Kalau dipikir.

"Ya sudah! Pasrah ajah! " Ucap Silvi sambil tetap menulis.

"Allahu Akbar!, Allahu Akbar! " Terdengar suara azan dari musholla kampus.

"Sudah Dhuhur!, pergi sholat dulu lah! " Ucap Silvi sambil menutup buku.

***

Matahari mulai menurun ke arah Barat, menandakan hari sudah menjelang sore. Silvi yang lelah telah menulis tanpa henti, sedang tertidur pulas sambil menempatkan kepalanya di meja perpustakaan.

Tiba-tiba, seorang pemuda menghampirinya dan melihatnya tidur diatas buku miliknya. Jari-jarinya mengambil buku yang lain dan menutupi Wajah Silvi karena terkena cahaya matahari yang masuk melalui sela-sela jendela perpustakaan. Pemuda itu nampak tersenyum tipis melihat Silvi yang masih menutup matanya itu.

Ia kemudian duduk berhadapan dengan Silvi sambil tetap memandangi wajah Silvi yang masih tertidur pulas.

Dia menggelengkan kepalanya, dan kemudian...

"Woy! Bangun!" Ucap kak Aan menepuk-nepuk pundak Silvi menggunakan buku.

"Mmmm... Astaghfirullah!" Ucap Silvi dari bangunnya. "Maaf kak! Aku ketiduran! " Ucap Silvi sedikit takut.

"Udah? " Tanya kak Aan,

"Belum kk, " Ucap Silvi,

"Ya udah! Bawa pulang! Besok harus selesai! " Ucap kk Aan dingin.

"Baik, kk! " Jawab Silvi.

Entah di rumah, atau di kampus, Silvi serasa hanya menjadi sosok robot yang disuruh-suruh. Di rumah, ada suaminya dan di kampus ada kk Aan. Sunguh nasib yang buruk buat Silvi.

"Ya udah! Mau pulang?, mau aku anterin? " Ucap kk Aan memandang Silvi yang merapikan buku-buku.

"Nggk usah kk, aku naik motor kok! " Ucap Silvi, selesai merapikan buku dan siap untuk pulang.

"Ya udah! Jangan lupa yah!, besok aku tagih" Ucap kk Aan sembari berjalan meninggalkan Silvi,

Silvi hanya memajukan mulutnya tanpa dilihat kk Aan, "hmmm.... " Serasa hatinya mau menangis, banyak banget tugasnya, mana pulang nanti harus beres-beres rumah, ini lagi, tugas kk Aan.

"Ssshh!!! " Ucap Silvi sembari memegang perutnya, "kok, perutku sakit yah! " Namun, Silvi tetap berjalan dan mencoba untuk tidak menghiraukan sakit perutnya itu, dan melangkah untuk pulang.

***

Silvi melajukan motor pespanya yang berwarna pink itu di jalan yang penuh kendaraan sambil sesekali memegang perutnya yang semakin sakit,

Tak berapa lama, silvi memarkirkan motornya di depan rumah yang nampak mewah dan elegan.

"Assalamu'alaikum... " Ucapnya sambil membuka pintu,

"Waalaikumsalam, " Jawab seseorang di dalam rumah dengan dingin, terlihat dia sedang santai menonton tv,

Wawan sesekali melirik Silvi yang baru datang, terlihat Silvi pucat dan nampak letih, Tiba-tiba...

"Bruk! " Silvi pingsan,

***next

Bab. 3 Si Cori?

"Mmmm, " Ucap Silvi terbangun dan membuka matanya, sedikit pusing dan Silvi merasa lemah, melihat sekeliling yang nampak tak asing baginya, buru-buru ia sadar, dia sekarang ada di kamarnya.

"Baru bangun?, ayo cepat makan! " Ucap seseorang dingin yang tengah menatap tajam kepada Silvi.

Silvi baru sadar, tadi dia baru saja masuk ke dalam rumah dan belum masuk ke dalam kamarnya, "apakah pria itu yang membawaku ke dalam? " Ucapnya dalam hati.

"Kenapa bengong?, ayo makan! Masih banyak pekerjaan rumah yang belum kau selesaikan! " Ucapnya lagi secara dingin,

"Aku kenapa? " Silvi yang bingung apa yang terjadi padanya tadi.

"Kamu pingsan! , kata dokter asam lambung kamu kumat, karena kamu sejak tadi pagi belum makan. Udah!, sekarang makan! Cepat nggk pake lama! " Gertak Wawan kemudian pergi.

"Ish!, dingin banget sih! " Ucap Silvi kemudian memegang perutnya, kini ia merasakan lapar. Tanpa berlama-lama Silvi pun melahap makanan yang diletakkan Wawan di meja kamarnya.

"Mmm... Bubur nya enak, apakah dia yang buat? " Ucap Silvi heran, sebab kan di rumah udah tidak ada pembantu.

"Aku lupa belum makan, " Ucapnya kemudian,

Tanpa ia ketahui, seseorang tengah mendengarnya di dekat pintu. Pria itu hanya tersenyum miring mendengarnya, dan tanpa berlama-lama langsung menuruni anak tangga menuju ruang tengah.

***

"Huft! " Ucap Silvi menghela nafas berat setelah berjalan cukup jauh.

"Capek banget!, hh, ini peternakannya mana sih?, jauh banget! " Ucap Fadila sambil menyenderkan tubuhnya ke pohon pinus yang menjulang tinggi.

" Tinggal beberapa meter lagi" Ucap ketua tingkat sambil berjalan di depan.

Kini, mereka menuju peternakan untuk observasi. Namun, peternakan itu berada di daerah dataran tinggi, hanya sampai di jalanan beraspal mereka bisa menggunakan kendaraan, dan untuk masuk lebih jauh ke peternakannya di dalam hutan, mereka harus berjalan kaki. Aneh juga sih, kenapa ada peternakan di dalam hutan. Mana jauh banget lagi.

"Ayo cepat! Nanti ditungguin pak Latri lagi, " Ucap ketua tingkat.

"Iya.. Iya.. Tunggu napa" Ucap Fadila kemudian mulai berjalan lagi disusul beberapa teman-temannya yang lain.

"mo...mo..." Terdengar suara lirih dan pelan. Silvi menghentikan langkahnya dan mencari-cari suara lirih itu. Tanpa ia sadari, ia telah berpisah dari teman-temannya. Silvi melihat seekor anak sapi yang tergeletak nampak lemah dan terlihat tak terurus.

"Teman-teman! " Panggilnya sambil berbalik hendak memberitahu teman-temannya. Tapi, tak ada satupun teman-temannya yang terlihat, Silvi sudah ketinggalan jauh dari rombongan.

"Cepat banget! " Ucapnya bingung.

Silvi kemudian menghampiri si sapi dan mengusap-ngusapnya.

"Sepertinya, sapi ini kena racun" Silvi menduga-duga karena dari tampilan fisik dan juga keadaannya sekarang. Silvi kemudian membuka tasnya dan mengambil beberapa cairan dan suntik.

"Cori!,... Cori! " Terdengar seseorang tengah memanggil-manggil. Ia melihat seorang perempuan yang sedang menyuntikkan sesuatu kepada seekor sapi yang tengah tergeletak lemah.

"Hey?! " Teriaknya kencang dan keras, membuat perempuan itu kaget dan dengan cepat melepaskan suntikannya pada sapi itu.

"Apa yang kamu lakukan pada sapi itu? " Tanyanya menghampiri perempuan itu.

"Maaf pak!, saya hanya ingin membantu" Ucap Silvi kemudian berbalik badan dan melihat seseorang tengah berdiri di depannya.

"Kamu?" Ucap mereka bersamaan, kaget setelah melihat siapa yang ada dihadapan mereka masing-masing. Ternyata yang ada dihadapan Silvi sekarang adalah Wawan.

"Apa yang kamu lakukan di sini? " Tanya Wawan kepada Silvi yang tengah memegang suntik.

"Kamu juga, apa yang kamu lakukan di sini? " Silvi malah balik nanya kepada Wawan.

"Mo..... " Sapi itu bersuara, namun dengan suara yang lebih lirih dan pelan dibanding tadi, dan terlihat mulutnya mengeluarkan cairan berwarna putih seperti busa.

"Eh! Cori! " Panggil Wawan melihat kepada si sapi yang nampak lemah itu, dan mendekat mengusap-ngusapnya.

"Apa yang kamu lakukan pada Cori hah?, kenapa Cori seperti ini?" Tanya Wawan dengan marah sambil melirik pada Silvi.

"Hah! Cori? Sapi ini? " Tanya Silvi dalam hati, ingin rasanya dia tertawa terbahak-bahak mendengar panggilan itu, seakan Wawan si dingin itu sangat menyayangi sapi itu. Tapi, dia mengurungkan niatnya, takut Wawan lebih marah.

"Aku hanya menyuntikkan cairan yang akan membuat racun di tubuhnya keluar. Dia sepertinya telah memakan atau meminum sesuatu yang mengandung racun. Sekarang, cairan yang keluar dari mulutnya itu adalah racunnya. " Jelas Silvi.

Tak lama kemudian, sapi kecil itu bangun dan berdiri walaupun agak masih lemah,

"Cori! " Panggil Wawan dengan senang.

"Sekarang, dia agak mendingan. Tapi masih lemah, lebih baik berikan dia nutrisi yang lebih sehat dan pakan yang terhindar dari pestisida yang akan menjadikannya racun di dalam tubuh hewan. " Jelas Silvi lebih lanjut.

Wawan hanya diam tanpa berterima kasih kepada Silvi yang telah menolong sapinya itu, dan hendak berjalan sambil menggiring sapinya itu.

"Tunggu!, kenapa kamu bisa di sini? " Tanya Silvi kepada Wawan. Membuat langkah Wawan terhenti.

"Kamu tak perlu tau!, " Ucap Wawan dan melanjutkan langkahnya.

"Ish! Bilang terima kasih kek, dingin! " Ucap Silvi pelan tanpa didengar Wawan.

Silvi yang tidak tahu mau ke mana karena ditinggal jauh oleh rombongan memilih mengikuti Wawan secara diam-diam. Namun, Wawan tahu, bahwa ada sesosok yang mengikutinya. Tapi, dia memilih membiarkannya dan tetap melanjutkan perjalanannya.

Diperjalanan, Silvi melihat banyak tanaman singkong yang masih pendek-pendek, dan terlihat segar dan menggoda untuk hewan makan. "Eh! Jangan-jangan... " Silvi memikirkan sesuatu yang membuatnya sedikit terganggu.

Semakin lama mereka berjalan, semakin menanjak jalanan yang mereka lalui, dan disamping jalanan terdapat jurang yang sangat dalam. Silvi yang masih sibuk dengan pikirannya itu, membuatnya tak menyadari langkah kakinya yang berada di pinggir jalanan dan dekat jurang.

"Eh! " Kaki Silvi tak sengaja keseleo dan membuat tubuhnya tidak seimbang dan hampir jatuh ke kejurang. Silvi yang takut, menutup matanya, dalam hati, Silvi hanya pasrah. Tiba-tiba, dengan cepat ada tangan kekar yang menggenggam tangannya.

Wawan menarik tubuh Silvi dengan cepat, membuat Silvi dan Wawan saling berdekatan. Wajah Silvi sangat dekat dengan wajah Wawan, membuat jantungnya berdetak kencang.

"Kamu bodoh!, jangan berjalan di pinggir jurang! " Marah Wawan.

"Maaf! " Ucap Silvi,

"Aduh! " Lirihnya merasa sakit pada kakinya membuatnya sedikit menunduk dan melihat kakinya yang kelihatan membiru. Tapi, Silvi berusaha untuk menahan rasa sakit itu tatkala melihat Wawan berjalan meninggalkannya tanpa menolongnya terlebih dahulu.

"Ish! Sshhh, sakit". Ucapnya sambil berjalan pincang

" Bruk!, awww!! " Lirih Silvi saat tiba-tiba dia jatuh. Silvi menahan tangisannya, ia merasakan rasa sakit pada kakinya, ia tidak bisa berjalan lagi.

***

"Huft! Akhirnya sampai juga di peternakannya. " Ucap ketua tingkat tiba di peternakan sapi diikuti beberapa teman-temannya.

"Eh! Tunggu!, Silvi mana yah? " Ucap Fadila baru sadar Silvi tidak ada di antara rombongan.

***

Tiba-tiba..

"Cepat! Aku gendong! " Ucap Wawan sambil membungkuk membelakangi Silvi memberikan punggungnya untuk dinaiki Silvi.

Silvi tidak bisa apa-apa, daripada ia ditinggal sendirian di situ. Mau tidak mau harus digendong.

Mereka pun melanjutkan perjalanannya dengan Silvi yang digendong oleh Wawan, sedangkan Cori si sapi tetap ngikutin pemiliknya.

"Sebenarnya aku ke sini mau.... "

***next

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!