...Aku hanyalah seorang gadis biasa, berpenampilan sangat biasa dan juga dari keluarga yang biasa-biasa saja. Tetapi semua berubah menjadi luar biasa saat takdir mempertemukan aku dan dia....
...Ya, dia. Pria asing dengan mata elang yang menyorot tajam kepada semua orang. Membuat kekacauan hingga akhirnya menimbulkan skandal besar yang menyeretku, membawa aku kedalam jurang gelap hingga kehilangan arah kehidupan....
...Aku tidak akan melupakan nama itu, El-barack Alexander....
...🍃...
...🍃...
...🍃...
Paakkk!
Satu tamparan mendarat tepat di wajah El-Barack. Ya, dia sudah menduga sang Papa pasti akan datang hari ini, namun dia tidak menyangka, tanpa mendengar penjelasan apapun dia langsung dihakimi begitu saja.
"Berani-beraninya kamu mencoreng nama baik Alexander dengan foto asusila itu! Sebelum semua semakin memburuk, kamu harus pergi meninggalkan negara ini."
El-Barack masih terdiam, menatap sorot mata sang Papa yang begitu tajam. "Apa tidak bisa, Papa mendengar penjelasan dariku terlebih dahulu? Apa Papa percaya jika aku sudah melakukan itu?"
"Masa b*doh! Yang jelas skandal yang membawa nama besar keluarga kita hari ini, harus segera di tuntaskan. Besok kamu dan Asistenmu Boril, berangkat ke Melbourne, masalah ini Papa yang akan menyelesaikan."
El-barack tidak bisa berkata-kata, hari ini dia seolah dipojokkan oleh takdir, hingga membuat semua orang tak lagi percaya dengan apa yang dia ucapkan.
***
Aina Caroline, seorang gadis sederhana yang berprofesi sebagai sekretaris CEO Rich Grup, hari ini perusahaan benar-benar kacau, karena kasus skandal video percintaan sang atasan dengan seorang model cantik berseliweran di jagat maya.
"Nona, dimana Tuan El sekarang?"
"Kapan Tuan El akan menggelar konferensi pers?"
"Bagaimana tanggapan Tuan Alexander tentang video itu, Nona?"
Para wartawan terus mengerumuni Aina. Namun wanita itu tidak menjawab apapun, dia terus melangkah dan masuk kedalam mobilnya. Dia bisa bernafas lega setelah berhasil meninggalkan halaman perusahaan.
Senja hampir berganti malam, menutup hari yang melelahkan. Aina terus menginjak pedal gas mobil pergi menuju apartemen sang atasan untuk menyampaikan laporan terakhirnya karena esok dia akan mengundurkan diri.
Sudah satu tahun ini, dia sudah cukup lelah menghadapi semua masalah yang dibuat oleh El Barack. Dan hari ini, rasa lelah itu sudah sampai puncaknya, Aina tidak tahan lagi menjadi seorang sekertaris meski gajinya cukup besar.
~
Selang beberapa menit, mobil Aina sudah sampai di depan gedung apartemen tempat El Barack tinggal. Untung saja disana tidak ada wartawan, karena penjagaan sangat ketat.
Sesampainya di dalam unit apartemen sang atasan, Aina bisa melihat jika keadaan malah lebih kacau. Sampah plastik dan botol minuman keras berserakan dimana-mana. "Huuft, pria ini benar-benar tidak bisa dipercaya."
Prankkk!
Suara nyaring benda berjatuhan membuat Aina mempercepat langkahnya hingga ke kamar. "Tuan, anda baik-baik saja?" Tanyanya saat melihat El Barack terduduk lemas di lantai kamar.
Perlahan El Barack mendogakkan kepalanya menatap wanita yang saat ini berdiri di hadapannya. "Ck, dasar kau wanita mu*rahan! Berani-beraninya kamu menyebarkan video itu."
Aroma alkohol begitu pekat hingga membuat Aina menyadari jika sang atasan sedang mabuk berat. "Tuan saya Aina, saya kesini untuk menyerahkan laporan bulanan dan juga surat pe--"
Belum sempat Aina menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba El Barack berdiri dan medorong dia hingga jatuh ke atas tempat tidur. Tatapan sayu pria itu membuat Aina mulai ketakutan. "A-apa yang anda lakukan? Sadarlah Tuan!"
Dibawah pengaruh alkohol, El Barack tidak perduli apapun dia naik keatas tubuh Aina dan mulai meracau tidak jelas. "Kau telah menuduhku melakukan hal yang tidak pernah aku lakukan. Baiklah, sekarang aku akan mengabulkan semua halusinasi mu itu!"
Rasa panik mulai mendera, Aina mencoba melepaskan diri namun sayang dia kalah tenaga. "Tuan saya mohon ja-ngan ...." Daarahnya berdesir hebat saat sentuhan El Barack semakin berani dan dalam.
Hari itu adalah hari paling menyedihkan yang akan Aina ingat seumur hidupnya. Dia menyesal karena sudah menyepelekan sifat liar seorang El Barack Alexander. Ya, selama satu tahun El Barack memang tidak pernah menggodanya, namun nyatanya itu bukan jaminan.
***
Keesokan paginya Boril, supir keluarga Alexander datang ke apartemen untuk menjemput sang majikan, atas perintah Antonio Alexander.
Sesampainya di basement apartemen, dia menghentikan langkahnya ketika dari kejauhan melihat Aina melangkah tergesa-gesa dengan penampilan acak-acakan. "Bukankah itu Nona Aina, sekertaris Tuan muda."
Lama dia memperhatikan, hingga akhirnya dia memilih untuk segera menyelesaikan tugasnya. Hari ini dia dan juga sang majika akan terbang ke Melbourne dan mungkin akan menetap disana dalam jangka waktu lama.
~
Sama dengan Aina, Boril bisa langsung masuk kedalam unit apartemen itu karena dia juga mengetahui kata sandi pintu. Dia cukup tercengang ketika melihat El Barack terlelap dalam keadaan setengah polos.
Pikirannya pun kembali mengarah saat dimana dia melihat Aina di basement dengan penampilan acak-acakan. "Jangan-jangan ... ah tidak, sekarang aku harus fokus ketugasku."
Boril segera bergerak cepat, memunguti semua botol bekas minuman yang berserakan diatas lantai. Hingga pandangannya kembali melihat bercak darah di sprei kasur, namun dia kembali membuang pikiran buruknya.
***
Saat ini El Barack dan Boril sedang dalam perjalanan menuju bandara. El Barack masih memijat keningnya yang terasa pening. "Kepalaku sakit sekali. Kenapa juga aku harus melarikan diri seperti ini, aku bisa mengadakan konferensi pers dan membantah video itu."
"Anda bisa saja membantah tuan, tapi wanita itu punya bukti. Biarkan Tuan besar menangani skandal ini, anda fokus saja ke untuk menenangkan diri." Boril mengeluarkan sesuatu dari dalam dasboard mobil. "Saat bersih-bersih tadi, saya menemukan surat pengunduran diri Nona Aina. Apa anda tidak sadar saat dia datang ke apartemen Anda?"
Sambil memejamkan mata, El Barack menggelengkan kepalanya. "Entahlah aku tidak ingat, biarkan saja dia. Berhentilah bicara, aku sangat frustasi sekarang, rasanya aku ingin menghilang dari muka bumi ini."
"Maaf, Tuan." Akhirnya dia memilih diam, meski pikirannya mulai berasumsi akan banyak hal tentang kemungkinan hal yang terjadi antara Aina dan El Barack. Dia tidak ingin menambah beban pikiran El Barack yang saat ini pasti sangat tertekan.
***
"Ai, kamu benar-benar tidak mau makan?" tanya Kakak Aina yang sedang berdiri di depan pintu kamar. Sejak pulang pagi tadi sampai malam ini, Aina belum sekalipun keluar dari kamar.
Didalam kamar, Aina meringkuk dengan air mata yang tidak henti-hentinya mengalir deras tanpa suara. Semua kejadian malam kemarin terus menghantui pikirannya. Dia tidak lagi perduli dengan sang Kakak yang tidak henti-hentinya mengetuk pintu kamar.
Sekarang hidupku benar-benar hancur. Ini semua gara-gara pria bre*sek itu! Aku tidak akan pernah melupakan namamu, El Barack Alexander, batin Aina.
Bersambung 💕
Sekujur tubuh Aina begetar hebat, saat melihat dua garis yang terpampang nyata di sebuah alat tes kehamilan yang dia beli pagi ini. Satu bulan sudah sejak kejadian itu, dan ketakutannya terbukti sudah. "Apa yang harus aku lakukan sekarang."
"Aina, apa yang ada di tanganmu itu?" tanya sang Kakak ipar yang tiba-tiba saja datang ke kamar Aina. Raut wajah curiga kini terlihat jelas saat ia melihat Aina menyembunyikan benda kecil itu.
"Tidak ada apa-apa, Kak Lin." Wajahnya mulai memucat dengan keringat dingin yang mulai berjatuhan dari dahinya. Sebagai seorang wanita yang selalu menjaga kesuciannya, tentu ini adalah pukulan berat.
"Berikan benda itu, sekarang!" Bentak Kak Lin. Dia mendekat dan mengambil paksa benda kecil yang disembunyikan Aina di balik punggungnya. Sejenak dia terdiam melihat benda pipih itu, hingga sedetik kemudian matanya membulat sempurna. "Ai, i-ini ... kamu hamil?"
"Aku ... aku tidak mungkin, pasti itu salah." Aina masih tidak percaya tentang kehamilannya. Meski dia pun tahu kemungkinan itu bisa saja, mengingat satu bulan yang lalu kesuciannya direnggut paksa oleh El Barack.
"Bagaimana mana mungkin salah, ini semua sudah membuktikan kalau kamu hamil!" Kak Lin mencengkram erat kedua sisi bahu Aina. "Sekarang katakan kepada Kakak, siapa yang telah menghamili kamu, hah!?"
"Ada apa ini?" Reynald muncul dengan raut wajah bingung, dia mendekati sang istri yang nampak kesal dan juga Aina yang mulai menangis tersedu-sedu. "Lin, apa yang terjadi. Kenapa Aina menangis?"
"Kamu tanyakan saja kepada adikmu ini. Sudah aku duga dia tidak sepolos itu." Kak Lin, memberikan alat tes kehamilan itu kepada suaminya.
Kakak Aina nampak terkejut saat melihat dua garis merah yang terdapat paa alat itu. Di tatapnya sang adik tak percaya. "Ai, kamu ... ini semua bagaimana mungkin?"
"Mungkin saja. Adik kamu ini, selalu pulang malam. Sudah aku duga dia pasti tidak bekerja." Kak Lin kembali melirik tajam kearah Aina. "Aku tidak mau menanggung malu, siapapun ayah biologis dari anak itu, aku tidak perduli. Kamu harus keluar dari rumah ku!"
"Lin, tahan dulu. Kita harus mendengar Aina." Reynald menatap sang adik lekat. "Aina, sekarang kamu jawab Kakak. Siapa Ayah dari anak itu?"
Bukannya menjawab, Aina malah terdiam menatap sang Kakak. Jawaban apa yang harus aku berikan. Sementara pria itu sudah tidak ada di negara ini. Maafkan aku kak, Kakak pasti sangat kecewa, batin Aina.
"Jawab Kakak, Aina Caroline!" tegasnya. Sebagai anak yatim piatu, Reynald punya tanggung jawab besar kepada sang adik. Namun sayang hari ini dia merasa gagal menjaga sang adik.
"Aku tidak tahu, dan aku tidak mau mencari tahu! Andai kalian tahu betapa traumanya aku, jangan paksa aku untuk menjawab. Aku mohon." Aina terduduk lemas di lantai kamar sambil menutup kedua telinganya.
"Sayang, aku mau kamu bawa adik kamu ini jauh dari rumah kita. Aku akan malu kalau keluargaku dan tetangga sekitar tahu tentang kehamilannya," ucap Kak Lin mendesak sang suami.
Reynald pun mulai di landa kebingungan. Dia harus memilih salah satu, adik atau istrinya. "Jangan desak aku. Biarkan aku berpikir." Tanpa mengatakan apapun lagi, Reynald segera meninggalkan kamar san adik.
Sementara Kak Lin masih berdiri disana, memandang sinis kearah Aina yang terduduk lemas di lantai kamar. "Ck, puas kamu, menjadi beban untuk Kakakmu? Dasar tidak berguna." Dia segera menyusul sang suami yang sudah keluar lebih dahulu.
***
Pukul empat dini hari, Aina yang masih terjaga mulai mengemasi barang-barangnya. Meski sang Kakak belum memutuskan apapun, namun dia sudah memutuskan untuk pergi, agar Reynald dan Kak Lin tidak perlu berdebat hanya karena dirinya.
Setelah kopernya terisi penuh, Aina melangkah pelan keluar dari kamar hingga ke pintu utama. Sebelum benar-benar pergi dari rumah itu, dia kembali menoleh menggedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan untuk terakhir kalinya.
Maafkan aku Kak, aku harus pergi. Ketakutan terbesar ku adalah membebani Kak Rey dan Kak Lin. Sekarang aku akan menanggung ini sendiri, aku berjanji akan menjadi seorang wanita yang kuat dan mandiri, batinnya.
Setelah beberapa saat Aina menyeka air matanya lalu berbalik pergi. Hari ini, takdir menjadi saksi, seorang wanita muda mengambil langkah besar dalam hidupnya. Entah apa yang akan terjadi nanti, namun satu yang pasti, Aina akan mempertahankan anak didalam rahimnya.
***
Empat tahun berlalu...
Pukul sepuluh malam. Seorang pria mengendarai mobil Ferarri berwarna merah dengan kecepatan tinggi. Ia seolah tidak perduli dengan para pengguna jalan lain yang terganggu dengan aksi ngebutnya. "I'm back!!!"
Iringan musik DJ mengiringi perjalanan pria itu hingga akhirnya dia tiba disebuah Mansion mewah milik keluarga, Alexander. Ya, dialah El Barack Alexander. Pria yang diasingkan karena skandal besar dan lebih yang lebih menyedihkan dia di diagnosa kanker perut sebulan setelah tiba di Melbourne.
Namun semua itu sudah berakhir. Sekarang dia sudah terbebas dari hukuman dan juga penyakitnya. Dia kembali untuk memulai kehidupannya kembali, meski ada satu hal yang tidak akan bisa di perbaiki.
"Akhirnya kamu kembali," ucap seorang pria paruh baya yang sedang berdiri di depan jendela besar di sebuah ruangan bernuansa American clasic.
El Barack mencengkram kedua tangannya, karena di sambut dengan begitu dingin oleh satu-satunya orang yang dia miliki di dunia ini. "Aku datang karena memang sudah waktunya aku kembali. Apa Papa pikir aku akan maati karena diasingkan dan menderita kanker?"
Antonio Alexander, dia berbalik memandangi sang putra. "Sekarang katakan kepada Papa, bagaimana caranya kamu akan memberikan penerus keluarga Alexander. Ck, akibat obat kemoterapi itu, kamu tidak bisa memiliki keturunan."
Helaan napas El Barack terdengar berat. Dia duduk di sofa mewah yang ada disana sambil memijat keningnya. "Papa menikah lagi saja, apa susahnya?"
"Dasar bedebah." Antonio melempar sebuah buku kearah sang putra. "Aw punggung ku." Dia meringis kesakitan saat merasakan nyeri dibagian punggungnya. "Apa kau tidak lihat ini, punggung Papa saja sudah rapuh, bagaimana bisa membuat anak!"
"Huuft, lalu apa yang harus aku lakukan, Pa? Aku lebih baik tidak punya anak dari pada harus maati konyol dan meninggalkan Papa sendirian di dunia ini." El Barack berdiri dari posisi duduknya. "Aku akan kembali ke perusahaan mulai besok. Sudah jangan dipikirkan lagi."
"Hey bocah kau jangan pergi dulu, ah punggungku. " Antonio tidak bisa melanjutkan langkahnya menyusul sang putra yang memilih keluar dari pada mendengarkan keluh kesahnya.
Saat keluar dari ruangan sang Papa, El Barack menghentikan langkahnya saat melihat sang asisten ternyata sudah berdiri disana. "Kenapa kamu masih disini? Hari ini kamu bisa pulang, aku akan mulai bekerja besok."
"Maaf, Tuan. Saya ingin membicarakan sesuatu yang penting. Ini tentang Nona Aina Caroline, mantan sekretaris anda," ucap Boril dengan kepala tertunduk.
Bersambung 💕
Perhatian...
Author mau merekomendasikan novel keren nih.
Xena Elsava, seorang gadis yang berasal dari keluarga kaya raya. Kehidupannya sangat glamour dengan segala gaya hidup yang tak biasa.
Namun segala kemewahan itu, tiba-tiba sirna karena oknum tidak bertanggung jawab, yang mana membuat ayah dan ibunya tewas.
Semua harta yang dia miliki tak ada sisa lagi, hingga adik sang ayah yang tahu akan hal ini, berpura-pura baik dan merawat Xena.
Namun, pada akhirnya sang gadis cantik hanya digunakan sebagai alat menghasilkan uang.
Sang gadis harus menikah dengan pria yang sama sekali tidak ia kenal.
Dia terikat dalam simpul pernikahan dan tidak bisa lepas darinya.
Namun ketika kejadian malam itu, membuat Xena harus hamil anak suaminya sendiri, dia menyesal lalu berusaha menggugurkan kandungannya.
Kehidupan seorang gadis kaya raya yang menyedihkan, akankah dia mendapatkan kebahagiaan?
Simak di sini kisahnya!
"Apa maksud kamu tiba-tiba ingin membahas tentang mantan sekretarisku?" tanya El-barack sesaat setelah dia dan Boril sampai di balkon utama Mansion. Sudah empat tahun berlalu, dia bahkan sudah asing dengan nama, Aina Caroline.
Kedua bola mata Boril melirik kanan kiri untuk memantau situasi, lalu perlahan dia kembali melangkah hingga posisinya sejajar dengan El Barack. "Sebelumnya saya minta maaf, Tuan. Sudah empat tahun belakangan ini saya terus memantau Nona Aina melalui orang suruhan saya."
El Barack menoleh dengan raut wajah bingung. "Untuk apa kamu memantau dia? Apa dia seorang tersangka sebuah kasus atau dia telah melakukan kejahatan?"
Perasaan gelisah kembali menghantui Boril. Karena selama empat tahun ini dia sudah menyimpan rahasia itu sendiri, agar sang majikan fokus menjalani pengobatan dan tidak terbebani.
Obrolan antara Antonio dan El Barack tadi membuat Boril semakin yakin untuk mengungkapkan semua yang dia simpan selama ini. Dia mencoba mengatur napas sebelum kembali melanjutkan ucapannya.
"Ehm, sebenarnya ... empat tahun lalu saya melihat Nona Aina keluar dari gedung apartemen tempat anda tinggal dengan penampilan acak-acakan." Boril terus menerangkan semuanya secara rinci.
Jika dulu Boril hanya bisa berasumsi, sekarang dia mempunyai bukti kuat untuk membenarkan kejadian itu. Dia bicara tanpa ragu, dengan harapan akan ada satu harapan terakhir untuk keluarga Alexander.
Setelah mendengar penjelasan sang asisten, El Barack tidak bisa bicara apapun, perlahan dia mundur hingga terduduk di sebuah sofa yang ada di balkon itu. "Jadi hari itu, aku dan dia ...."
"Benar, Tuan. Selama empat tahun ini Nona Aina membesarkan anak laki-lakinya sendiri karena diusir oleh Kakaknya. Selama empat tahun ini saya bolak balik Melbourne- Indonesia hanya untuk memastikan mereka baik-baik saja."
"Kenapa kamu baru mengatakan padaku sekarang!" Seru El Barack, dia mengusap wajahnya dengan kasar saat berusaha memutar memori kenangan lalu. Ya, yang tersisa dalam ingatannya hanyalah seorang Aina yang polos dan pekerja keras.
"Maafkan saya, Tuan. Sebulan setelah sampai di Melbourne anda di diagnosa kanker, bagaimana bisa saya semakin menambah beban pikiran Anda. Jika anda mau menghukum atau me--"
"Antar aku kesana." Potong El Barack. "Aku harus memastikan sendiri jika, anak itu benar-benar adalah daraah dagingku." El Barack berdiri dari posisi duduknya. "Kenapa kamu melamun, ayo."
"Ba-baik, Tuan." Boril hanya bisa menunduk, lalu melangkah pergi mengikuti El Barack dari belakang. Meski merasa lega karena sudah mengungkapkan semuanya, namun ada satu hal yang Boril takutkan yaitu, kemungkinan tentang El Barack yang akan mengambil paksa anak Aina.
Perjalanan menuju tempat tinggal Aina akan memakan waktu, apalagi ini sudah malam. Namun semua itu tidak menyurutkan keinginan El Barack, karena Aina adalah harapan terakhirnya.
***
Seorang bocah kecil menyeret boneka kesayangannya menuju dapur dengan raut wajah sendu. Sesampainya di ambang pintu dapur dia menghentikan langkahnya, memandangi seorang wanita yang terlihat sedang sibuk berkutat dengan bahan makanan. "Ma, Al lapal."
"Al, sudah bangun, Nak." Wanita itu menoleh sambil tersenyum memandangi sang putra. Ya, dialah Aina Caroline, seorang orang tua tunggal yang harus mengambil peran Ayah dan Ibu diwaktu bersamaan. "Mama sudah goreng nugget untuk kamu, tunggu sebentar ya."
Dengan cekatan Aina mengambil nasi dan juga nugget ayam yang sudah dia siapkan untuk sang putra. Pukul empat dini hari dia sudah terbangun, menggoreng risol mayo dan kue basah lainnya.
Sudah empat tahun ini dia memilih untuk menjual kue, yang awalnya di titip ke toko-toko kini dia sudah cukup banyak menerima pesanan. Dari hasil menjual kue dia bisa membiayai kehidupannya dan sang putra.
"Ini makanannya. Al, duduk di depan TV dulu ya, Mama masih goreng risol, nanti Mama menyusul." Aina menepuk pelan pundak sang putra.
"Iya, Ma." Al berbalik lalu melangkah menuju ruang TV yang tidak jauh dari dapur. Anak laki-laki itu sangat sabar, seolah mengerti jika sang Mama bekerja keras untuk menghidupinya.
Aina memandangi sang putra dari kejauhan. Sudah begitu lama waktu berlalu, tetapi setiap melihat Alvian hatinya selalu saja terenyuh. Dia segera menyeka air mata lalu melanjutkan aktivitasnya menggoreng risol.
***
"Ini, Bu. Total pesanan 40 puluh risol, saya kasih bonus dua lagi, terima kasih banyak." Aina memberikan plastik berisi risol kepada customernya yang sudah menunggunya di teras depan.
"Sama-sama, Ai. Teman-teman kantor saya ketagihan sama risol mayo buatan kamu, bulan depan ada acara, saya pasti akan pesan kue sama kamu." Wanita itu terlihat sumringah melihat risol di kantong plastik itu.
"Tante, makan lisol teyus," sahut Al yang tiba-tiba datang dari arah belakang Aina. "Kan kue Mama banyak yang lain co--" Al tidak bisa melanjutkan ucapannya karena mulutnya di bekap sang Mama.
"Maaf ya, Bu. Al memang sedikit cerewet." Aina menghela napas pelan. Karena sang putra selalu saja sok akrab dengan para customernya. Meski orang-orang menganggap Al lucu, tapi Aina tetap saja merasa tidak enak.
"Haha, tidak apa-apa, Ai. Baru saja saya mau nanya Al kemana, kok tumben tidak muncul." Ibu itu mengeluarkan uang pecahan seratus ribu sebanyak dua lembar. "Ini untuk risolnya 120 ribu, sisanya kasih bocah tampan ini ya."
"Terima kasih, Tante baik," ucap Alvian, menunjukkan senyum terbaiknya. Terkadang Aina merasa tidak enak kepada para customer yang begitu baik kepada putranya.
"Ti-tidak usah, Bu. Itu terlalu banyak, biar saya ambil kembaliannya sebentar." Aina segera melangkah cepat masuk kedalam rumah untuk mengamankan uang kembalian. Namun sayang saat dia kembali keluar, Ibu itu sudah tidak ada.
"Teyat, Ma. Tantenya udah pelgi," sahut Al saat melihat sang Mama datang dengan terburu-buru.
"Huuft, lagi-lagi Mama tidak bisa menolak." Aina mengusap lembut pucuk kepala Al. "Kalau begitu uangnya kita masukkan ke celengan kamu yuk."
"Boyeh," ucap Al antusias. Saat hendak masuk kedalam rumah. Al dan Aina menghentikan langkah mereka ketika melihat sebuah mobil mewah memasuki halaman rumah. "Ma, itu capa Ma?"
"Mama tidak tahu." Aina masih terlihat santai hingga sedetik kemudian, wajahnya mulai menegang. Ya, dari jarak beberapa meter dari teras dia melihat seorang pria berpakaian formal keluar dari mobil.
Siapa lagi kalau bukan El Barack Alexander. Dia membuka kacamata hitam yang menutupi kedua netra hitamnya, memandangi Aina dan juga Al sambil terus melangkah mendekat bersama Boril.
Kepanikan mulai melanda Aina, dia ingin lari masuk kedalam dan mengunci pintu. Namun tubuhnya terasa kaku, tidak bisa bergerak. Bagaimana bisa, kenapa dia bisa datang kesini, batin Aina.
Langkah El Barack terhenti tepat di depan Aina. Dia melirik kearah bocah laki-laki yang menatapnya dengan berani. Bahkan aku tidak memerlukan tes DNA. Semua yang ada pada diri bocah laki-laki ini, benar-benar mirip denganku. Batin El Barack.
El Barack kembali beralih melihat Aina. Lengkungan senyum kini tergambar jelas di wajah maskulin itu. "Long time no see, sekertaris Ai."
Bersambung 💕
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!