"Sah?"
"Sah," kata semua orang tanda selesai ijab kabul hari ini.
Sebuah pernikahan siri yang dilakukan oleh seorang gadis yatim piatu dengan seorang lelaki yang baru dikenalnya beberapa bulan ini.
Gadis itu adalah Dinda Khairunisa berusia 23 tahun. Sudah menjadi anak yatim piatu sejak berumur 10 tahun. Orang tuanya meninggal karena sebuah kecelakaan maut yang telah merenggut nyawa keduanya.
Dinda menikah dengan seorang pengusaha muda bernama Indra Laksmana berumur 27 tahun asal Jakarta. Sebuah hubungan singkat dia jalani ketika Indra memutuskan untuk menikahinya.
Dinda mengenal Indra ketika membeli cake ulang tahun, karena kebetulan Dinda bekerja disebuah toko kue dan roti. Berawal dari perkenalan biasa dan berlanjut ke hubungan yang lebih serius, membuat hati Dinda menjadi senang. Sebab, ini adalah kali pertamanya dia jatuh cinta dan dicintai oleh seorang lelaki.
"Selamat kalian sudah sah menjadi suami istri," ucap pak Penghulu di depan kedua pengantin.
Dinda melaksanakan ijab kabul disebuah hotel yang sudah disewa khusus oleh Indra. Selesai acara, Dinda diajak pulang kerumah oleh Indra yang telah resmi menyandang status sebagai suaminya.
"Ayo kita pulang ke rumah Din," ajak Indra pada Dinda.
Sebenarnya ada satu hal yang membuat Dinda bingung dan tak mengerti. Pasalnya, dia belum dikenalkan kepada keluarga Indra yang ada di Jakarta. Indra selalu beralasan setiap Dinda menyinggung tentang hal itu dan sempat membuatnya ragu.
Akan tetapi, dengan bujuk rayuan Indra yang lembut membuat hati Dinda luluh dan kembali mempercayai semua perkataan lelaki itu.
Kini Indra telah sampai dirumah yang sudah dipersiapkan sebelum pernikahannya dengan Dinda. Rumah minimalis itu cukup sederhana untuk menampung Dinda sementara waktu.
Indra keluar dan membukakan pintu mobil untuk Dinda. Mereka berdua pun masuk ke dalam. Sesampainya di dalam, Indra langsung menaruh kopernya ke dalam kamar. Dinda juga ikut masuk ke dalam kamarnya, karena dia mau mandi serta berganti baju.
"Kamu mandi dulu, aku mau keluar mengurus sesuatu," ucap Indra. Setelah itu dia keluar dari kamar dan meninggalkan istrinya sendiri.
Dinda merasa bingung dengan sikap suaminya. Dia merasa kalau sikap Indra yang berubah begitu dingin terhadapnya. Akan tetapi, Dinda tak ingin berburuk sangka karena kini Indra sudah sah menjadi suaminya. Setelah itu, Dinda pun masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Di luar rumah, Indra menghidupkan mobilnya. Dia ingin pergi ke suatu tempat untuk menemui seseorang. Setelah mobil berbunyi, Indra langsung keluar dari pekarangan rumah. Entah apa yang akan di lakukan oleh Indra di malam pernikahannya.
Beberapa menit kemudian, Indra sampai juga di sebuah kafe. Dia turun dan langsung masuk ke dalam kafe tersebut. Sesampainya di dalam, Indra di sambut pelukan hangat oleh seseorang. "Sayang, kok kamu lama banget sih. Aku sudah lama menunggu disini," ucap wanita itu dengan nada yang manja.
"Maaf, acaranya kan baru selesai. Kamu sudah makan belum?" tanya Indra pada wanita itu.
Wanita itu pun menggelengkan kepala tanda dia belum makan. Lalu, Indra segera memesan makanan pada pelayan. Selesai memesan Indra menunggu pesanannya sembari mengobrol dengan wanita itu.
"Sayang, beneran kamu mau ninggalin aku disini sendiri?" tanya Indra pada wanita itu.
Wanita itu tersenyum lalu menjawab,"Harus dong sayang. Aku kan ada pekerjaan di Jakarta. Kamu lakuin aja seperti yang sudah kita rencanakan. Okey!"
"Tapi, aku sangat berat untuk melakukannya sayang. Aku tidak bisa melakukan itu," sahut Indra sangat bingung.
Melihat lelaki di depannya sedang bingung membuat hati wanita itu sedih. Namun, ia kembali menyadarkan hatinya agar tidak ikut berlarut dalam pernikahan siri suaminya.
Wanita itu adalah Laura Florenzia istri pertama Indra Laksmana. Dia bekerja sebagai model majalah cover dan juga ikut dalam dunia peraktingan. Jadi, Laura sangat menjaga penampilannya. Pernikahannya dengan Indra sudah berjalan selama 5 tahun. Namun, Laura masih saja menunda untuk memiliki anak.
Hingga keluarga besar Indra menuntut agar segera memiliki keturunan. "Sayang, bersabarlah. Kalau kamu tidak melakukan hal itu, bagaimana kita bisa mempunyai anak. Sudah ya, aku tidak mau berdebat lagi. Kita sudah sepakat dengan semua ini, dan aku sudah memantapkan hati ini agar bisa menerima pernikahan kedua mu sayang. Jadi hargailah keputusan ku ini," jawab Laura menyakinkan suaminya.
Indra hanya bisa mendengus kesal, karena semua yang dilakukannya ini adalah rencana dari Laura. Karir cemerlang membuat Laura menghalalkan segala cara agar bisa memiliki anak tanpa harus capek-capek hamil. Bahkan dia tega menipu keluarga Laksamana yah sudah sangat baik terhadapnya.
"Sudah, sayang! Sana pulang, lakukan yang terbaik malam ini ya! Aku mencintaimu," ujar Laura sembari menggenggam tangan suaminya.
Indra meraih kedua tangan Laura lalu menciumnya lembut, "Baiklah demi kamu, aku rela melakukan apa saja."
Laura tersenyum puas bisa mengendalikan Indra di bawah pesonanya. Setelah itu makanan yang di pesan pun tiba. Mereka berdua langsung menikmati makanan tersebut.
Satu jam kemudian makan malam selesai. Laura memutuskan untuk kembali ke hotel. Indra sangat berat untuk berpisah dengan sang istri. Namun, lagi-lagi Laura menyemangati suaminya itu, "Sayang, aku kembali lagi ke hotel ya. Ingat malam ini harus bisa okey!" ucap Laura mencium bibir Indra dengan lembut.
Indra hanya bisa mengangguk dan melepas kepergian istrinya. Lalu, dia pergi untuk kembali ke rumah melaksanakan kewajibannya bersama Dinda. Indra melajukan mobilnya menuju ke rumah yang telah dia sewa.
Tak lama kemudian, Indra sampai juga di rumah. Lampu tengah sudah padam karena memang malam sudah mulai larut. Indra masuk dan langsung menuju ke kamar. Setibanya di dalam, Indra melihat Dinda sedang tertidur.
'Apa dia sudah tidur? Tapi syukurlah kalau dia sudah tidur, karena aku masih belum siap untuk melakukannya. Laura maafkan aku, sungguh aku belum siap untuk semua ini,' gumam Indra dalam hati.
Setelah itu Indra melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Dibalik selimut, Dinda menitikkan air matanya. Dia merasa kalau suaminya sengaja menghindar darinya.
'Apa salahku Mas? Mengapa sikapmu berubah setelah kita menikah?' ucap Dinda dalam hati. Jujur dia sangat terluka melihat sikap acuh Indra.
Dinda menyeka air matanya. Lalu dia bangun karena perutnya sangat lapar. "Aduh, perutku lapar sekali? Kenapa mas Indra bisa lupa kalau aku belum makan sama sekali," gerutu Dinda pelan.
Tak lama kemudian, Indra keluar dari kamar mandi dengan keadaan rambut yang basah. Dinda pun menoleh ke arah Indra yang berdiri dengan hanya mengenakan handuk sebatas pinggang.
Dinda langsung memalingkan pandangannya, dia merasa sangat canggung meski telah berstatus sebagai seorang istri.
"Kamu terbangun, Din?" ucap Indra sembari mengeringkan rambutnya yang basah.
"Iya Mas, aku sangat lapar karena belum makan sama sekali," jawab Dinda pelan.
Indra menghela nafas panjang, "Maaf, aku lupa kalau kamu belum makan. Tunggu, Aku akan delivery makanan untuk mu."
Setelah itu, Indra mengambil ponselnya dan segera memesan paket makanan untuk bisa diantar ke rumah.
Indra memesan paket KFC untuk Dinda. Setelah memesan dia menuju ke lemari untuk memakai pakaian. Di tempat tidur, Dinda bingung harus melakukan apa. Sikap Indra yang berubah membuatnya ragu untuk melakukan sesuatu.
"Kamu tadi darimana Mas?" tanya Dinda memberanikan diri.
Indra diam belum menjawab, dia sibuk memilih pakaian. Setelah memilih, Indra membalikkan badan dan berjalan menghampiri Dinda yang duduk di atas kasur. Lalu, dia duduk di samping istri barunya itu, "Maaf membuatmu kelaparan. Tadi aku menemui seseorang untuk menyelesaikan sebuah pembayaran saja," ucap Indra berbohong.
Dinda tersenyum manis menanggapi jawaban suaminya, "Tidak apa-apa Mas, aku hanya sedikit khawatir saja di malam pertama kita kamu akan pergi ninggalin aku. Maaf dengan pikiran yang jelek ini."
Indra sedikit tersentil dengan kata-kata istrinya. Lalu, dia mencoba untuk mengalihkan pembicaraan dengan mengajak Dinda keluar dari kamar, "Kita keluar yuk, mungkin sebentar lagi makanan yang aku pesan tadi akan tiba."
Dinda mengangguk lalu turun dari kasur mengikuti Indra yang sudah keluar dari dalam kamar. Indra duduk di ruang tamu, sedangkan Dinda pergi ke dapur untuk membuatkan segelas kopi panas. Melihat sikap lembut suaminya membuat perasaan Dinda menjadi lunak kembali. Keraguan di hatinya perlahan pudar.
Selesai membuat, Dinda langsung membawa kopi itu keluar dan dia menaruhnya di atas meja. Tak lama kemudian bel rumah berbunyi. Dinda beranjak untuk membukakan pintu.
Delivery food lah yang datang mengantarkan pesanan. Dinda langsung menerima makanannya dan dia kembali masuk ke dalam rumah.
"Mas, makanannya sudah datang nih! Temani aku makan ya!" seru Dinda pada suaminya.
Indra yang mendengar mau tidak mau harus menuruti permintaan istrinya itu. Dia harus tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami. Meski ada niatan terselubung dalam kewajiban itu. Indra beranjak dari sofa, berjalan menuju ke meja makan.
Dinda sibuk menata piring dan membagi dua porsi KFC, satu untuknya dan satu lagi untuk Indra. "Ini Mas!" ucap Dinda sembari meletakkan piring di hadapan suaminya.
Sebenarnya Indra masih kenyang karena tadi dia sudah makan bersama dengan Laura. Jadi ini hanya untuk membuat Dinda tidak berpikiran macam-macam kepadanya.
"Besok Mas sudah berangkat kerja ya?" tanya Dinda memberanikan diri. Dia ingin memecah keheningan di meja makan itu.
Indra menoleh ke arah istrinya dengan mulut masih mengunyah makanan. Lalu, Indra menjawab, "Iya aku besok akan pergi bekerja. Memang kenapa?"
"Emm, bolehkah aku bekerja Mas?"
Indra menganggukkan kepalanya, "Boleh aku tidak melarangmu untuk bekerja. Hanya saja, setelah kamu hamil nanti berhentilah dari pekerjaanmu."
DEG!
Jantung Dinda berdegup kencang ketika Indra membicarakan tentang kehamilan. Ada rasa bahagia tersendiri dalam lubuk hatinya. Dinda hanya tersenyum manis menanggapi ungkapan suaminya itu.
"Din, apa malam ini kamu sudah siap untuk melakukan kewajiban itu?" tanya Indra dengan jelas dan membuat Dinda tersipu malu.
"Apa yang kamu tanyakan Mas? Aku sudah sah menjadi istrimu. Jadi sudah sepatutnya aku melakukan kewajiban itu," sahut Dinda malu-malu.
"Tapi kapan kamu akan ...."
CUP!
Sebuah kecupan mendarat tepat di bibir Dinda. Indra sengaja melakukannya, seakan dia tahu apa yang ingin di katakan oleh istrinya.
"Sudah makannya? Ayo kita melakukan kegiatan wajib kita!" ucap Indra dengan menatap lekat manik mata istrinya yang sedang membulat karena terkejut.
Jantung Dinda berdegup dengan sangat kencang. Ini pertama kalinya dia berciuman dengan seorang lelaki. Indra tersenyum lebar sembari menarik tangan istrinya mengajaknya masuk ke kamar.
Dinda hanya menurut saja ketika Indra menarik tangannya. Dia benar-benar sudah jatuh cinta pada lelaki yang telah berhasil mencuri hatinya itu. Sesampainya di kamar, Indra langsung mendudukkan istrinya di ranjang.
Setelah itu dia mulai membelai wajah cantik Dinda. Indra menatap lembut wajah gadis yang ada di depannya itu, 'Sangat cantik, tapi maaf aku terpaksa melakukan ini padamu,' gumamnya dalam hati.
Indra mulai menidurkan Dinda di atas kasur. Dia menatap dalam lagi wajah polos yang hanya bisa pasrah tanpa melakukan perlawanan apapun itu. Indra mengecup dahi istrinya. Lalu meminta izin sekali lagi, "Apakah kamu sudah benar-benar siap? Ini pertama untukmu, jadi aku tidak ingin membuatmu takut."
Dinda menarik nafas panjang lalu tersenyum simpul. "Aku sudah siap Mas, lakukanlah! Diri ini seutuhnya milikmu," jawab Dinda dengan menangkup wajah tampan Indra.
Setelah itu, Indra melakukan kewajiban suami istri. Indra melakukan aksinya hampir satu jam lamanya. Hingga dirinya lelah dan tertidur di samping istrinya. Dia menatap dalam wajah cantik yang ada di depannya itu. 'Dinda kenapa harus kamu yang mengalami ini? Maafkan aku, karena aku juga sangat mencintai Laura,' gumam Indra dalam hati. Seketika ada rasa menyesal yang muncul.
Akhirnya pasangan pengantin baru itu tertidur dengan lelap. Indra memejamkan mata dengan menarik tubuh Dinda dalam pelukannya.
Keesokan paginya, Dinda terbangun dari mimpinya semalam. Ketika membuka mata, posisi Indra sedang memeluk erat pinggangnya. Perlahan Dinda melepas pelukan itu, kemudian dia turun untuk membersihkan diri. Dinda merasakan sakit di bawah perutnya.
"Sssshh! Kenapa harus sesakit ini!" gumam Dinda pelan. Setelah itu dia berjalan perlahan menuju ke kamar mandi.
Sesampainya di dalam, Dinda langsung mengguyur tubuhnya. Banyak sekali tanda merah di bagian da da. Sekilas dia mengingat adegan semalam. Lalu, Dinda mencoba menyadarkan diri untuk tetap berpikir positif.
"Dinda, sekarang kamu sudah menjadi seorang istri. Jadi tugas dan kewajiban mu adalah melakukan hal itu," gumamnya pelan sembari menggosok badan dengan sabun.
Dua puluh menit kemudian, Dinda keluar dari kamar mandi. Dia keluar hanya dengan lilitan handuk di tubuhnya. Dia berjalan menuju lemari untuk mengambil baju ganti. Indra masih tertidur dan Dinda tak berani membangunkannya.
Dia berinisiatif untuk memasak sarapan pagi. Selesai memakai baju, Dinda langsung keluar dari kamar untuk menuju ke dapur. Sesampainya di dapur, dia ingin membuat nasi goreng.
Dinda menyiapkan semua bahan lalu memasaknya. Dua puluh menit kemudian, nasi gorengnya pun jadi. Dinda menyiapkan semua di atas meja. Tak lama kemudian, Indra keluar dari kamar dengan pakaian yang sudah rapi.
"Sarapan dulu Mas, aku sudah membuat nasi goreng untukmu," seru Dinda dengan wajah ceria.
"Maaf, tapi aku tidak bisa Din. Ada acara mendadak dan aku sudah telat. Lain kali saja," sahut Indra dengan terburu-buru.
Belum sempat menjawab, Indra sudah keluar dari rumah. Dinda menatap dua piring nasi goreng dihadapannya. Ada rasa kecewa dan sedih ketika usahanya tak di hargai.
'Siapa kamu sebenarnya Mas? Kenapa kamu belum menjelaskan apapun denganku?' ucap Dinda dalam hati.
Setelah itu Dinda memakan sendiri nasi goreng yang telah dibuatnya dengan perasaan yang campur aduk.
Setelah menolak sarapan dari istrinya, Indra telah masuk ke dalam mobil. Dia segera menghidupkan mobilnya lalu pergi dari rumah. Dia ingin menemui Laura di hotel, karena malam nanti istri sahnya itu akan kembali ke Jakarta.
Dalam perjalanan, Indra masih terbayang-bayang dengan aksinya tadi malam. Terbesit wajah pasrah Dinda dalam pikirannya. Lalu, Indra mencoba menyadarkan dirinya sendiri untuk tidak larut dalam perasaan yang lebih pada Dinda.
"Stop! Memikirkan hal itu Ndra, kamu hanya perlu menjalankan tugasmu saja. Jangan sampai ada perasaan apapun .untuknya," gumam Indra pelan dengan fokus menyetir.
Pagi ini Laura ingin bertemu dengan suaminya, karena malam nanti dia akan kembali ke Jakarta. Butuh waktu kurang lebih lima belas menit untuk sampai di hotel tempat menginap Laura. Sesampainya di sana, Indra langsung turun dan melihat istrinya berjalan keluar dari dalam hotel.
Laura berlari mendekat ke mobil Indra."Sayang," panggil Laura pada suaminya. Setelah itu Laura masuk ke dalam mobil.
"Cepet banget kamu sampainya sayang," seru Laura sembari memasang seatbelt.
Indra memeluk Laura dan mengecup keningnya, "Karena aku kangen sama kamu."
Laura tersenyum senang, "bagaimana kamu sudah melakukannya kan sayang?" tanya Laura penasaran.
Indra mendengus kesal, melihat Laura yang tidak masalah sama sekali. "Apa kamu tidak cemburu dengan ku? Hem?" tanya Indra.
Laura membelai wajah suaminya dengan lembut, "Aku sudah menguatkan hatiku sayang. Ini semua demi karir dan juga keturunan keluargamu juga lho."
Indra merasa cinta Laura tak sebesar rasa cintanya. Merasa terabaikan, Indra langsung menghidupkan mobil dan pergi dari tempat itu. Sepanjang perjalanan, Indra selalu diam. Pikirannya melayang membayangkan malam bersama Dinda.
Melihat itu membuat Laura heran, kemudian dia bertanya pada suaminya, "Sayang, kamu kenapa diam dari tadi?"
"Tidak ada apa-apa, aku hanya lapar saja. Tadi, sempat dibuatkan nasi goreng tapi aku menolaknya demi cepat datang kesini," jawab Indra dengan nada beda.
Laura memalingkan mukanya melihat ke arah depan, "Sepertinya dia gadis yang sangat rajin. Sayang, nasibnya akan menjadi malang," sahut Laura sinis.
Indra hanya mengabaikan jawaban sinis isterinya. Entah kenapa dia sedikit tidak suka dengan apa yang terucap dari mulut Laura. Lalu, dia melajukan kendaraannya menuju ke restoran untuk sarapan pagi bersama sebelum berjalan-jalan nanti.
Di Tempat Lain.
Dinda sedang membersihkan dapur mencuci piring kotor sisa nasi goreng tadi. Dia mulai beraktivitas seperti kebanyakan istri, seperti mencuci baju dan menyapu. Sebenarnya dia ingin masuk kerja, akan tetapi dia merasa tidak nyaman dengan daerah intinya yang masih sakit akibat pertempurannya semalam.
Tepat jam 11 siang seluruh aktivitasnya selesai. Dinda duduk di depan televisi dengan santai. Lalu, dia mencoba menghubungi ponsel Indra, namun tak ada jawaban.
"Mas Indra kenapa ya? Kok nomornya tidak aktif. Apa dia sangat sibuk? Kenapa di saat seperti ini aku meragukan cintanya? Aku merasa ada sesuatu yang disembunyikannya, tapi apa itu?" Dinda terus bergumam pelan dengan menarik nafas panjang.
Setelah itu Dinda mencoba pergi keluar rumah untuk membeli sesuatu untuk mengusir kebosanannya. Dia mengambil tas di kamar lalu segera pergi menuju ke swalayan membeli bahan-bahan membuat kue.
Dinda pergi ke swalayan dengan naik angkot. Jarak rumah dan swalayan cukup jauh. Butuh waktu 20 menit untuk sampai disana. Setelah sampai, Dinda turun dari angkot dan segera masuk ke dalam. Dia berjalan menuju ke salah satu toko yang menyediakan bahan khusus membuat kue.
Setelah mendapatkan semuanya, Dinda segera membayar kemudian keluar menuju ke tempat belanja bahan makanan. Sesampainya disana, Dinda segera memilih sayur, ikan dan juga makanan ringan untuk cemilan. Belanjaan yang banyak membuat Dinda sangat kerepotan sekali.
'Seandainya Mas Indra ada disini dan bisa membantuku pasti hati ini akan senang sekali,' gumam Dinda dalam hati.
Akhirnya, Dinda membawa barang belanjaannya dengan sangat kerepotan. Dia memutuskan untuk pulang karena semua telah dibelinya. Dinda berjalan dan berdiri di eskalator, kemudian matanya melihat sosok seseorang dari kejauhan.
Mata Dinda terus mencari bayangan tersebut, "Seperti Mas Indra, kemana tadi arahnya?" ucapnya penasaran.
Sesampainya di bawah Dinda langsung mencari seseorang yang dilihatnya tadi. Namun, orang itu sudah tidak ada. Pikiran Dinda sedang campur aduk, dia yakin kalau orang itu adalah Indra suaminya.
'Aku yakin itu tadi Mas Indra, tapi dia lagi sama siapa? Bukanya tadi dia sedang bekerja,' ucap Dinda dalam hati. Dia sangat penasaran dengan apa yang dilihatnya.
Setelah itu, Dinda kembali pulang. Sepanjang perjalanan pikirannya terganggu dengan kejadian tadi. Namun, Dinda mencoba untuk menenangkan hatinya agar tidak berpikiran buruk pada suaminya.
Dinda menarik nafas dalam lalu menghembuskan kasar, "Tenang Dinda pasti kamu sudah salah lihat tadi. Aku yakin Mas Indra sedang bekerja."
Di Tempat Lain.
"Sayang, setelah aku kembali ke Jakarta nanti jangan lupain aku loh ya," ucap Laura dengan bergelayut manja di lengan suaminya.
"Apa maksudmu? Hati ini hanya ada untukmu. Bukankah rencana ini kamu sendiri yang mengajukan! Jadi jangan berpikiran macam-macam, okey!"
"Ya aku takut saja kalau kamu ada perasaan sama gadis itu. Aku akui kalau dia cantik, alasan aku memilihnya karena dia hampir mirip denganku. Jadi kalau dia hamil nanti wajah anaknya biar ada kemiripan denganku walaupun sedikit," sahut Laura dengan semua egonya.
Indra hanya bisa menghela nafas dalam. Dia sebenarnya berat dengan ide gila istrinya itu. Tapi dia tak bisa berbuat banyak, karena rasa cintanya yang begitu dalam pada Laura.
"Sudah tidak usah berpikiran yang aneh lagi. Mending kamu cepat belanja sebelum kembali ke Jakarta. Nanti, satu Minggu aku akan kembali juga karena pekerjaanku disini hampir selesai," ujar Indra sembari memeluk Laura dengan mesra.
"Baiklah aku tunggu, tapi sebelum kamu kembali ke Jakarta pastikan dulu kalau gadis itu sudah hamil," seru Laura dengan penuh ambisi. Hal itu membuat Indra semakin bingung. Lalu mereka memasuki salah satu shop untuk berbelanja.
Sesampainya di dalam shop, Laura segera memilih baju untuk dipakainya dalam acara meet and great dalam sebuah acara. Jadi dia ingin tampil maksimal dalam acara tersebut. Melihat istrinya yang sibuk memilih membuat Indra mengaktifkan ponsel yang sengaja dia matikan. Ponsel itu khusus dia gunakan untuk menghubungi Dinda.
Setelah ponsel diaktifkan, ada dua panggilan dan tiga chat WhatsApp dari Dinda. Indra langsung membuka chat tersebut dan membaca isi pesan Dinda.
[Mas, apa kamu tadi pergi di swalayan? Soalnya kalau tidak salah aku tadi melihatmu dengan seorang wanita?]
DEG!
Jantung Indra berdegup kencang, karena Dinda melihatnya sedang bersama Laura. Lalu, Indra membalas pesan tersebut.
[Kamu pasti salah lihat Din, sejak pagi tadi aku berada di kantor. Malam ini aku pulang jam 8 malam. Siapin makan malam untukku ya!]
Indra membohongi istrinya lagi. Dia pun mencoba mengalihkan pembicaraan dengan menyuruh Dinda memasak makan malam untuknya. Setelah membalas pesan Dinda, Indra pun menghampiri Laura untuk membayar tagihan belanja di kasir.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!