Mobil berwarna putih berhenti di depan sebuah rumah tua yang telah lama tak ditempati, seluruh warga melihat ke arah pemuda yang turun dari mobil tersebut. Pemuda dengan kemeja hitam kotak-kotak itu berjalan ke depan pintu rumah tua itu, ia mengetuk pintu rumah dengan pelan sambil sesekali berteriak memanggil pemilik rumah sewa.
"Nak Renzi!!" Panggil seorang wanita paruh baya padanya dari depan pagar kayu rumah tua itu, Renzi berbalik dan berjalan dengan penuh keheranan menuju wanita paruh baya itu.
"Loh, bi? Bibi nggak ke dalam? Beresin rumahnya? Kan, masih kotor," protes Renzi pada bibi Nini sang pemilik rumah sewa. Wanita itu menjitak kepalanya dengan kekuatan sedang.
"Kamu ini! Biayanya kan udah murah jadi bersihin sendiri!! Lagipula ngeri tau!!" Kata bibi Nini dengan bagian akhir kalimat yang diiringi nada gemetar dan mata tertutup membayangkan sesuatu yang menyeramkan.
Renzi menatap heran wanita itu yang tampak ketakutan. "Ngeri kenapa, bi?" Tanyanya curiga.
Wanita itu menggeleng lalu mengeluarkan kunci rumah dan memberikannya pada Renzi. "Sudahlah!! Jangan lupa bayar sewa tepat waktu." Ucap bibi Nini mengingatkan.
Setelah wanita itu pergi Renzi membawa kopernya yang baru saja ia keluarin itu masuk kedalam rumah, ia melihat sekeliling ruangan yang kotor dan penuh dengan debu serta barang-barang yang ditutupi kain putih. Untuk sebuah rumah sewa seharga Rp 500.000, rumah ini cukup lengkap dengan peralatan sehingga ia tak perlu memindahkan barang-barangnya dari rumah lamanya.
"Mari bereskan ini," katanya dalam hati lalu memulai program pembersihan rumah sewa.
Malamnya pukul 20:10
Setelah selesai membersihkan rumah itu, Renzi akhirnya dapat beristirahat. Ia membaringkan badannya di atas sofa tua berwarna putih dengan bagian belakang yang sobek sebesar bola kaki, bagian itu mengungkap rasa penasaran Renzi tentang isi sofa.
Ditengah rasa lelahnya, pemuda itu mendengar suara piring dari dapur yang terletak di belakang. Dia berjalan menuju dapur untuk memeriksa. Setibanya di dapur, ia melihat piring-piring yang tersusun rapi di rak piring padahal sebelumnya piring-piring itu tertumpuk di atas meja makan. Untuk sesaat ia termenung, kebingungan dengan situasi itu. "Mungkin aku salah ingat, lebih baik aku cuci muka lalu tidur," gumamnya pelan sambil berjalan ke arah kamar mandi.
"Hihihi…akh…'batuk'…kenapa mesti batuk disaat tawa ajaibku, sih?" Tanya sesosok perempuan berbaju putih yang sedang berdiri di depan pintu kamar mandi.
Perempuan itu adalah penghuni rumah sewa tua yang kini ditempati oleh Renzi, tampaknya ia berencana mengusir Renzi yang menempati rumahnya. Hantu itu menembus pintu dan berjalan ke belakang Renzi yang sedang mencuci wajahnya, ia memasang wajah seram dengan mata yang kosong tanpa bola mata sehingga darah keluar dari lubang matanya.
"Hihihihihihihih…hihihihihihihih…" Tawanya membuat pemuda itu merinding dan segera menoleh ke belakang.
"AAAAAAA!!!" Renzi berlari keluar rumah menuju rumah bibi Nini yang terletak di depan rumah yang ia sewa.
Hantu itu tertawa puas dengan apa yang ia lakukan. "Kau akan pindah segera! Hihihihihihihih…" gembiranya kemudian menghilang menembus lantai.
Dengan panik dan histeris, Renzi mengetuk pintu sambil berusaha mengatur nafasnya. "Bi!!! Bibi!!!" Teriaknya.
Suaranya terdengar sampai ke dapur hingga membuat wanita paruh baya itu segera membukakan pintu tepat setelah mengambil amplop berisi uang muka yang di berikan Renzi tadi. "Ini, nak." Kata bibi Nini sambil menyodorkan amplop ke arah Renzi yang keheranan sambil menatap amplop itu.
"Apa maksudnya ini, bi?" Tanya Renzi kebingungan. "Mungkin bibi nggak tau kalau di rumah itu ada ular piton, lebih baik bibi telepon pemadam kebakaran daripada memberikan ini." Ucapan Renzi membuat bibi Nini sedikit bingung karena ia pikir kalau Renzi telah bertemu dengan hantu yang terkenal suka mengganggu para penghuni baru di rumah itu.
"U…ular?" Tanya wanita itu keheranan. Renzi mengangguk kemudian memaksanya untuk cepat menghubungi pemadam kebakaran.
Wanita itu merasa lega karena Renzi tidak meminta kembali uangnya dan belum bertemu dengan hantu itu. Beberapa menit kemudian pemadam kebakaran pun tiba di rumah itu dan segera mengevakuasi ular piton tersebut, butuh waktu setengah jam untuk mengevakuasinya dan memastikan tidak ada lagi ular di rumah itu.
Setelah proses evakuasi dan pemeriksaan selesai, Renzi kembali masuk ke dalam rumahnya sambil sesekali menoleh ke belakang karena masih takut dengan ular piton itu. "Sepertinya aman, baiklah waktunya untuk tidur,"girangnya dan membaringkan tubuhnya di atas kasurnya.
Ketika matanya tertutup terdengar suara pintu terbuka, karena berpikir bahwa itu hanya 'salah dengar' ia pun tidak menghiraukan suara itu dan suara-suara setelahnya.
Sementara itu hantu penghuni merasa kesal dengan pemuda yang tak menghiraukannya, ia akhirnya memutuskan untuk berdiri dengan wujud menyeramkan di samping tempat tidur Renzi.
2 jam lewat 15 menit
"Zzzz…eh?...kok gak bangun-bangun, sih?" Tanya hantu penghuni kemudian berjalan ke arah pintu sambil menguap. 'Dddeeebbbrrruuukkk!!!' tiba tiba saja ia tersandung oleh bajunya yang panjang sehingga membuatnya terjatuh.
Disebabkan oleh rumah itu ialah rumah panggung, getaran ketika hantu penghuni terjatuh membuat Renzi tersentak.
"Apa?! Apa itu?!!" Tanya Renzi kaget. Pandangannya seketika tertuju pada sosok putih yang terduduk di lantai dengan rambut yang beterbangan lalu menghilang menembus lantai. Untuk beberapa saat Renzi mematung memikirkan tentang apa yang barusan ia lihat kemudian kembali berbaring dan melanjutkan tidurnya.
Hantu itu merasa kesal, ini pertama kalinya ia bertemu dengan manusia yang sangat aneh. "Dasar manusia aneh!!!!! Kujitak baru tau!!! Awas saja, besok akan ku buat kau ketakutan!!!" Ancam hantu itu yang memunculkan kepalanya di lantai.
...----------------...
Renzi mematung didepan cermin kamar mandi yang terdapat sebuah tulisan yang ditulis dengan cairan merah, di sana tertulis 'Pergi sana'. Ia mengambil air dengan menggunakan gayung dan menyiram tulisan itu.
Merasa diremehkan, hantu penghuni itu mematikan lampu kamar mandi. Pemuda itu keheranan sambil mencoba mencari saklar lampu. 'klik' Saat lampu kembali hidup, ia melihat sosok mengerikan yang bergantung di atas bak air diiringi dengan lampu yang berkedip-kedip dan suara tawa seorang perempuan.
Renzi menatap sosok itu untuk beberapa saat kemudian menyiramnya dengan sisa air yang ada di gayung yang ia pegang. "Ada ada aja imajinasi ku," gumam Renzi yang kembali membersihkan tulisan di cermin.
Hantu itu mematung dan pergi meninggalkan Renzi. "Manusia jenis apa itu?" Tanyanya kesal. "Baiklah catatan jangan menakuti manusia yang baru bangun," sambungnya bergumam.
Di kampus, Renzi duduk ditempatnya. Kebetulan baru dua orang yang telah tiba dikelas yaitu Renzi dan Shinta, seorang gadis paling cerewet dan pemarah.
"Eh, Ren. Hari ini kok gak telat?" Tanyanya meledek.
Dengan tatapan kesal Renzi memalingkan wajahnya berusaha untuk tidak mempedulikan Shinta yang tertawa cekikikan.
"Doorrr!!!!" Teriak Yura yang datang secara diam-diam dan mengagetkan Shinta yang sebelumnya tertawa. Seketika gadis pemarah itu mengomeli Yura yang menertawainya sementara Renzi hanya bisa pasrah oleh kenyataan bahwa ia harus sekelas dengan orang yang menjengkelkan.
Pandangan Yura tiba-tiba saja tertuju pada Renzi yang sedari tadi mencoba memalingkan wajah dari mereka. "Renzi, bukankah kau tinggal di rumah yang terletak 3 blok dari kampus?" Tanya Yura yang mendekat dan duduk di sampingnya.
Ia mengangguk pelan dan mulai menanggapi Yura.
"Kau tidak takut?" Tanya Yura pada Renzi yang keheranan dengan pertanyaan yang diajukan oleh Yura.
"Takut?" Herannya.
"Takut? Emangnya kenapa harus takut?" Tanya Renzi pada Yura. Kedua gadis didekatnya itu saling bertatapan kemudian menatapnya dengan penuh heran.
"Jadi kau tidak tau apa-apa tentang rumah yang sekarang kau tinggali?" Tanya Yura, pemuda itu mengangguk sambil memperhatikannya yang seolah tak percaya. "Kalau gitu kau harus tau, dirumah itu pernah ditemukan mayat seorang perempuan," katanya dengan tangan yang digerakkan dan suara yang sedikit berbisik.
Pemuda itu mulai hanyut dalam pembicaraan kedua gadis tersebut. "Iya, katanya penyebab kematiannya tak pernah diketahui dan kasusnya telah ditutup. Semenjak itu siapapun yang tinggal di sana akan dihantui sampai pergi," sambung Shinta buka suara.
"Tak pernah? Diketahui? Eeemmmm...". Sepanjang pelajaran ia termenung memikirkan pembicaraannya dengan Shinta dan Yura, rasa penasaran mulai mengerubungi hatinya sehingga membuatnya tidak terlalu fokus hari itu.
Pukul 16:15, dirumah
Ia memarkirkan mobilnya di halaman kosong yang ada di samping rumah. Dengan tergesa-gesa Renzi segera berlari masuk kedalam rumah yang katanya ada penghuninya, ditengah langkahnya pandangannya mendadak tertuju pada sebuah benda berwarna cokelat yang berada di kolong sofa. Tangannya meraih benda itu, ternyata itu ialah sebuah bingkai foto dengan kaca yang retak tepat di bagian wajah seorang wanita.
"Apa ini milik perempuan yang dikatakan meninggal itu?" Tanyanya lalu memajang bingkai itu di dinding.
Hantu penghuni yang berdiri sedikit jauh dibelakang Renzi mematung melihat pemuda itu memajang fotonya yang sudah tak jelas. "Dia...orang pertama yang memajang ini," lirihnya pelan kemudian mengikuti Renzi yang berjalan menuju kamarnya. Ia berhenti di depan pintu kamar yang terbuka dan memperhatikan Renzi yang sedang menghidupkan laptopnya di meja belajar.
"Kasus penemuan mayat didalam rumah," ketiknya di keyboard. Hasil ketikannya terpapar di layar, ia mencari foto rumah atau alamat yang mirip dengan rumah tempat ia tinggal. "Ini dia!" Pekiknya dengan bangga kemudian membaca artikel itu.saat fokus-fokusnya membaca, layar laptopnya mendadak mati sehingga pantulan dirinya terlihat serta pantulan hantu penghuni yang berdiri di depan pintu. Renzi yang kaget segera berdiri dan melihat ke arah pintu, tapi sosok itu telah hilang diiringi dengan layar laptop yang kembali menyala.
"Lebih baik aku mencari tau tentang hantu ini," gumamnya kemudian membaca artikel tentang rumah yang ia sewa. Setelah membaca cukup banyak, ia pun memulai mencari dokumen-dokumen yang mungkin masih ada dirumah itu seperti KTP dan sejenisnya.
Dengan sangat yakin kalau tidak ada yang akan menempati rumah itu apalagi mengambil barang dirumah yang dihantui tersebut. Ia membongkar lemari yang ada di ruang tamu, lemari berdebu dengan tumpukan kertas yang sangat kotor ditemukan di dalam lacinya. Penuh keterpaksaan ia harus memegang kertas yang mungkin berisi sesuatu yang penting.
"Kartu keluarga? Penting ini," ucapnya kemudian memeriksa kartu keluarga itu. Terdapat hal janggal yang ia temukan di dalam kertas itu, yaitu hanya terdapat satu nama orang saja.
"A…Ameryl Hanvia Clara. Perempuan. 12 june 1998?" Heran Renzi yang membaca kertas ditangannya. Seorang gadis dengan 3 kata di namanya dan memiliki seluruh surat tanah serta rumah atas namanya, ia kemudian membalikkan badannya sambil membawa tumpukan kertas itu ke kamarnya.
Pemuda itu menuliskan nama pemilik lama rumah itu di buku catatannya dan seluruh keterangan yang ia ketahui. Sembari membaca rangkuman artikel yang tadi telah ditulisnya, ia menggoyang-goyangkan kakinya untuk membantunya fokus.
Matanya mulai sakit karena terlalu lama menatap tulisan-tulisan itu serta layar laptopnya "Argh!! Dimana aku meletak kacamataku?" Tanya Renzi yang membuka laci meja. "Kacamatanya kotor, lebih baik kuambil air dan membersihkannya," Batinnya kemudian melangkah menuju kamar mandi. Ketika ia membuka pintu kamar mandi, perasaannya seketika menjadi tidak enak karena merasa kalau akan terjadi sesuatu dan perasaan itu semakin terasa saat ia tiba di depan cermin wastafel.
Dengan ragu ia memutar keran air untuk mengisi gayung yang baru ia ambil, mendadak sepasang tangan keluar dari cermin dan mencengkram kedua pundaknya. Pemuda yang sebelumnya melihat ke aliran air yang keluar dari keran mengangkat kepalanya dan melihat ke cermin yang mulai tampak sebuah kepala yang keluar dari cermin.
"Hihihihihihihi…hihihi…aduh!!!" Tawa menyeramkan sosok itu berhenti ketika Renzi memukul kepalanya dengan gayung yang airnya telah ia buang.
Hantu itu memegangi kepalanya yang sakit karena di getok oleh Renzi sambil melayang ke samping wastafel. Suasana hening sesaat ketika hantu penghuni melirik Renzi yang seperti melihatnya, ia berjalan mundur untuk memastikan kalau Renzi benar-benar melihatnya. Ia berjalan maju dan mundur beberapa kali kemudian menyadari bahwa lelaki itu dapat melihatnya karena seharusnya hantu tidak dapat dilihat jika mereka tidak ingin menampakkan diri mereka pada manusia.
"AAAAA!!!!" Teriaknya sambil menunjuk ke arah lelaki yang melihatnya dengan tatapan yang santai.
Sedangkan Renzi memasukkan tangan kanannya ke saku celana sambil menatap heran hantu penghuni yang teriak ketakutan ketika menyadari ia dapat melihatnya padahal seharusnya sebaliknya.
"Eghem! Mau ku getok lagi?" Tanyanya sambil mengangkat gayung saktinya. Hantu itu memegangi kepalanya dan menggeleng.
"Kau...bisa melihatku?" Tanya hantu penghuni. Renzi mengangguk kemudian memintanya untuk mengobrol sebentar di ruang tamu.
"Jadi, perkenalkan namaku Renzi. Kau pasti nona Ameryl Hanvia Clara, bukan?" Tanyanya dengan mata yang tertuju pada buku yang ada ditangannya.
Hantu itu mengangguk "Panggil saja A-ra, mengerti?" Ara memejamkan matanya sambil tersenyum lebar di balik rambutnya, sedangkan Renzi tidak menghiraukannya.
"Apa kau tahu penyebab kematianmu?" Tanya Renzi dengan menyiapkan pulpen untuk menulis jawaban dari hantu itu.
Ara menggeleng kemudian mengalihkan pandangannya "Tidak ingat," jawabnya. "Aku tak ingat apapun kecuali namaku," sambungnya.
Renzi yang telah bersiap untuk menulis kecewa dengan jawaban dari hantu itu, ia meletak bukunya dan melirik Ara yang hendak berdiri. "Hei!!! Bagaimana mungkin kau tak tahu penyebab kematianmu. Kau ingat namamu, kan? Dasar aneh".
Nada bicara dari pemuda itu membuat Ara kesal sehingga ia memelototinya dengan rambut yang beterbangan, wajahnya mengerikan disertai dengan cahaya merah yang keluar dari matanya membuat Renzi terbungkam. "Dasar anak zaman sekarang!!!! Gak mungkin aku lupa namaku!!! Aku terbangun di dekat jasadku, yah jelas aku ingat namaku!" Balasnya kesal lalu mengarahkan beberapa helai rambutnya ke kening Renzi.
"Dan ingat, ya! Kau seharusnya bicara sopan padaku, aku telah lahir bahkan ibumu sebelum menikah tau!!!" Gertaknya pada Renzi.
Aura kemarahan Ara membuat tirai-tirai berkibar serta rumah itu bergetar.
"Baiklah...maafkan aku nenek." Ucap Renzi setengah meledek. Hantu itu terdiam sesaat kemudian tertawa cekikikan, Renzi yang melihatnya tertawa kebingungan "Dia hantu gak waras," gumamnya.
"Hihiihihihihihi...baiklah, nak. Terserah kau saja," Katanya menyetujui.
"Baiklah nenek berhentilah tertawa." Pintanya yang mulai merinding mendengar tawanya.
...****************...
Besok Pagi Pukul 05:30
Renzi menatap tajam Ara yang berdiri dengan rambutnya yang tergerai di mana mana dengan senyuman lebar yang mengeluarkan darah. Dirinya yang sempat kaget mulai kesal pada hantu itu yang mengganggunya "Hei, nek. Kau masih ingin mengusirku?" Tanyanya sinis.
Ara mengangguk kuat kemudian menurunkan rambutnya yang tergerai kembali menutupi wajahnya. "Nek, kumohon tidurlah." Pinta pria itu yang beranjak dari kasurnya.
Ketika ia membuka pintu kamar, seluruh ruangan menjadi gelap dan barang-barang mengeluarkan cahaya berwarna ungu kehitaman yang melayang-layang.
"Argh!!!!! Nenek, ayolah. Sudah cukup." Pintanya. "Dari pukul 00:00:15 sampai pukul 05:18:37 kau menghantuiku sebanyak 7 kali. Apa maumu?" Tanya Renzi pasrah. Ara melayang ke hadapan Renzi dan tersenyum di balik rambutnya.
"Apa ya? Coba tebak?" Suruhnya sambil menyilangkan tangannya. Renzi menunduk sedikit menggeram dengan tingkahnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!