NovelToon NovelToon

RAHASIA RANIA [ END ]

SEORANG GADIS

..."Ceklek.. Ceklekk.. Kriiieeettt..."...

Bunyi pintu rumah dibuka. Rumah lama yang telah direnovasi sedemikian rupa oleh ayahku. Kesan pertama yang kurasakan adalah senang sebab, rumah baru kami sedikit lebih besar dari pada rumah yang sebelumnya. Belum lagi, halaman depan dan halaman belakang yang menambah kesan luas. Maklum saja, dulu kami tinggal di ibukota dan sekarang, kami tinggal di desa. Tentu harga lahan dan rumah jauh berbeda sehingga kami, dapat memiliki rumah yang lebih luas.

Kepindahan kami kali ini dikarenakan pengangkatan ayah menjadi kepala area baru di kabupaten ini. Pabrik tempatnya bekerja, membuka pabrik baru di sini. Ayah lah yang diberi tanggungjawab untuk mengelolanya. Lebih jelasnya, aku sendiri masih kurang mengerti.

Kami akan tinggal berempat nantinya. Ayahku, ibuku, aku dan juga mak Tum (asisten rumah tangga kami). Mak Tum sudah lama ikut bersama kami. Sejak beliau masih gadis, beliau sudah ikut dengan nenekku. Setelah nenekku meninggal, beliau ikut ibuku. Hubungan kerja yang lama inilah yang membuat keluargaku dan juga keluarga mak Tum begitu dekat. Sudah seperti keluarga sendiri.

"Tantri mau kamar yang mana?" tanya ayahku.

Kumasuki satu persatu kamar yang ada di sana lalu kupilihlah satu kamar yang terletak di sisi kanan. Dengan begitu, ayah dan ibuku menempati kamar di seberang kamarku. Sedangkan letak kamar mak Tum, tidak jauh dari dapur. Selain tiga kamar itu, masih ada satu kamar lagi yang belum diputuskan akan digunakan untuk apa. Yakni kamar yang berada di sebelah kamarku tepat. Sementara ini, sengaja dibiarkan kosong dengan tetap dijaga kebersihannya.

Agenda selanjutnya adalah kegiatan yang sangat melelahkan. Apalagi kalau bukan menurunkan semua barang-barang lalu menatanya sedemikian rupa sekaligus membersihkannya. Aku sendiri, lebih fokus pada kamarku. Setelah ranjang, kasur, lemari dan meja dimasukkan. Selanjutnya, aku berkutat dengan tumpukan barang-barang milikku. Sementara ayah, ibu, mak Tum dan dua orang yang ayah sewa jasanya, sibuk membereskan keseluruhan barang hingga tanpa terasa, sudah pukul satu siang. Ayah menghentikan kegiatan berbenah lalu mengajak semuanya untuk makan siang bersama. Beberapa makanan telah ia pesan melalui jasa pesan makanan online yang kini, telah disajikan oleh mak Tum di ruang tamu.

"Silahkan! silahkan dimakan! jangan sungkan!" ucap ayah mempersilahkan.

"Tantri ke kamar mandi dulu bu!" jawabku ketika ibu memanggilku untuk lekas bergabung.

"Oh ya sudah," jawab ibu.

Aku berjalan menuju kamar mandi lalu masuk ke dalam. Tidak lama kemudian, kembali keluar. Di luar, sudah ada salah seorang pekerja yang ayah sewa untuk membantu proses pindahan. Sedikit terkejut karena ketika kubuka pintu, dia telah berdiri di sana. Yang kulakukan selanjutnya adalah mengulas senyum sembari sedikit menundukkan kepala isyarat mempersilakan ia untuk masuk. Bapak itu mengulas segaris senyum seraya berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Sementara aku, kembali ke ruang tamu untuk makan siang.

"Dem.."

Rasanya, dadaku dihantam sesuatu saking terkejutnya ketika kudapati bapak yang beberapa saat lalu masuk ke dalam kamar mandi, ternyata sedang duduk, makan bersama dengan ayah dan ibuku di ruang tamu.

"Loh kok.. itu.. yang di kamar mandi tadi?"

Otakku dipenuhi tanda tanya. Namun, rasa penasaran mengalahkan semuanya. Alhasil, kembali kulangkahkan kaki menuju kamar mandi untuk memeriksa.

"Dag.. dig.. dug.."

Suara detak jantungku, seiring batin yang mulai menebak.

"Kira-kira, beneran ada orang gak ya di kamar mandi?"

Pintu kamar mandi tertutup rapat ketika aku tiba. Seolah mendukung kengerian yang ada. Tak ada pilihan selain mengetuknya lalu sedikit mendorong pintu agar tahu, terkunci ataukah tidak.

..."Tok.. Tok.. Tok.. Dukk."...

Mataku membulat seiring tahu kalau pintu terkunci dari dalam.

..."Tok.. Tok.. Tok.."...

Tidak ada tanggapan dari dalam.

..."Tok.. Tok.. Tok.."...

Masih dalam keheningan yang sama.

..."Tok.. Tok.."...

"Siapa di dalam?"

Kuberanikan diri untuk bertanya. Namun, lagi-lagi tak ada jawaban hingga kemudian, pintu kembali kuketuk dan tanpa kuduga, terbuka dengan sendirinya.

..."Kleekk"...

Kunci seolah terbuka seiring pintu yang bergerak. Tubuhku mematung diam seperti menanti, apakah ada yang akan keluar setelah ini? batinku yang terlanjur penasaran, memilih untuk mengintip yang mana ternyata, tak ada siapa pun di dalam.

...Deg.....

Tubuhku kembali mematung untuk beberapa saat sebelum kemudian bergidik ngeri ketika embusan angin yang entah dari mana datangnya, menerpa kulit tanganku. Dingin, itu yang kurasa sekaligus menyadarkan diri untuk lekas beranjak pergi.

Kulangkahkan kaki yang tadinya pelan menjadi larian kecil. Jantungku berdegup tak beraturan seiring bulir keringat yang berjatuhan. Di ruang tamu, ibu tersenyum padaku seraya mengayunkan tangan agar aku mendekat.

"Ayo makan!" ajaknya.

Aku mengangguk sembari sesekali melirik ke arah pekerja yang tadi kulihat di kamar mandi.

"Ada apa ini? apakah hanya halusinasi?" tanyaku di dalam hati.

"Makan yang banyak Tantri!" pinta ibuku.

"Iya buk," jawabku.

Selesai makan siang, kegiatan berbenah rumah masih dilanjutkan. Baru berhenti ketika sore menjelang. Para pekerja yang bapak sewa, pamit pulang. Tinggallah kami berempat di rumah.

"Ayo! siapa yang mau mandi duluan?" tanya ayah.

Aku lekas berseru sebab tak ingin menjadi urutan terakhir untuk mandi. Terlebih setelah melihat sesuatu yang sulit untuk dinalar. Hingga detik ini pun, separuh hatiku masih ragu. Antara benar ada penampakan ataukah hanya halusinasiku? entah mana yang benar, aku tetap tidak ingin mandi ketika maghrib datang. Selepas isya, kami memilih untuk beristirahat sebab badan yang kelelahan. Memulihkan energi untuk melanjutkan berbenah rumah pada esok hari. Beruntungnya tak terjadi apa pun hingga pagi.

...🍁🍁🍁...

Keesokan harinya, agenda berbenah kembali dilanjutkan. Kegiatan ini masih akan berlanjut di hari-hari berikutnya. Yang terpenting, barang-barang yang berukuran besar telah masuk ke dalam rumah dan telah ditata semuanya. Selebihnya bisa ditata perlahan di setiap harinya. Di tengah kegiatan berbenah, Aku berjalan, menghampiri mak Tum di dapur seraya membantunya untuk membuat camilan dan juga es jeruk nan segar. Setelah itu, aku masuk ke dalam kamar untuk tidur siang. Baru sebentar menutup mata, Dita (sahabatku) menghubungiku. Kuraih ponselku seraya membaca nama yang tertera di layar lalu mengangkatnya.

"Hallo! ada apa Dit?" tanyaku dalam sambungan telepon.

"VC (Video Call) Tan!" pinta Dita seraya lekas merubah sambungan telepon biasa menjadi video call.

"Apa Dit?"

"Pengen tahu rumah barumu kayak apa."

"Hais, ya biasa aja Dita, kayak rumah-rumah lainnya. Dikira rumahku rumah sultan apa? sampai minta room tour segala."

Dita cekikikan.

"Puterin kek kameranya! pengen lihat kamarmu."

Aku menurut seraya lekas kuedarkan kamera ponselku ke sekeliling kamar.

"Puas?"

"Wah lebih nyaman kayaknya Tan."

"Hemm.. iya sih, namanya juga suasana baru, pasti feelnya juga beda."

"Liburan sekolah nanti, aku main ya ke rumahmu?"

"Emang boleh?"

"Boleh, nanti kan bisa VC ibuku pas udah sampai di rumahmu."

"Kita beda kota loh sekarang. Tiga jam perjalanan kereta untuk sampai ke sini."

"Gak masalah, selama sama kamu sih, ortuku aman-aman saja. Ortu kita juga sudah saling kenal."

"Okelah kalau begitu, kangen juga sama kamu."

"Uuuwww... eh.."

Dita terlihat memicingkan pandangannya ketika melihat seorang gadis lain berada di kamarku. Gadis yang semula sekedar lewat di belakangku tiba-tiba mengintip, nongol masuk ke frame kamera ponselku lalu lekas menghindar lagi. Ia lakukan beberapa kali. Seperti orang yang iseng mengajak mainan ciluk bha ketika zaman masih kecil. Setidaknya, itu yang ia katakan. Meski menurutku, dia hanya berhayal karena jelas, aku sendirian di kamar.

"Tan, lagi sama siapa kamu? ada saudara yang lagi menginap kah?" tanya Dita saat itu.

"Ada."

"Cewek?"

"Iya."

"Siapa dia?"

"Mak Tum haha!" jawabku disusul tawa.

"Hemm.. mak Tun sih emang tinggal di situ. Maksudku ada cewek lain gak selain kamu, mak Tum dan ibumu?"

"Kenapa sih Dit? aneh banget kamu."

"Aku lihat ada cewek loh di situ. Masih muda seusia kita, rambutnya sebahu Tan."

...Deg .....

"Mana? halu ya kamu? haha."

Kutanggapi ucapan Dita dengan candaan.

Sementara Dita terlihat masih bertanya-tanya. Berulang kali berusaha meyakinkan kalau benar, ada orang lain di kamarku. Aku yang sudah mengantuk berat memilih untuk tidak menggubris seraya berpamitan untuk mengakhiri sambungan video call kami.

"Ya sudah kalau begitu, dilanjut WA (WhatsApp) saja nanti!"

"Iya Dit, assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam!"

Kuletakkan ponsel di nakas seraya kembali memejamkan mata.

...🍁🍁🍁...

Sekitar pukul tiga siang, aku terbangun. Masih berguling-guling di kasur sembari membuka dan menutup aplikasi dalam ponselku. Barulah setelah itu, kuteringat pada apa yang Dita katakan.

"Seorang gadis? ada gadis lain di kamarku? bentar, kok terdengar janggal ya? apa Dita sengaja mengerjaiku? dari ekspresi wajahnya sih, sepertinya enggak."

Netraku berpendar, memandang ke sekeliling ruanga. Melihat setiap detil barang. Namun, tak ada apa pun yang mencurigakan dan sangatlah jelas kalau hanya ada aku seorang. Tak ingin berpikir macam-macam, aku memilih untuk bangkit lalu berjalan ke kamar mandi guna membersihkan diri.

Ketika hendak masuk ke dalam kamar mandi. Kulihat seklebat sosok yang terlihat persis sama seperti yang Dita gambarkan. Seorang gadis setinggi diriku dan memiliki rambut sepanjang bahu. Kelebatan itu begitu cepat. Berjalan dari arah dapur menuju ruang tengah. Anehnya, aku yang seharusnya takut malah hanya berdiri diam lalu berjalan santai masuk ke dalam. Aku sadar kalau itu tidaklah wajar tapi batinku menganggap, itu sebagai hal yang lumrah dan biasa.

...🍁 BERSAMBUNG🍁...

RANIA

Malam kedua di rumah baru masih sama seperti sebelumnya. Usai makan malam, satu persatu beranjak untuk tidur, aku pun begitu. Bukan hanya karena lelah melainkan juga karena besok, aku akan mulai masuk sekolah. Di sekolah yang baru tentunya. Pindah kota, pindah rumah dan tentu dibarengi dengan kepindahan sekolah juga.

...🍁🍁🍁...

SMA Negeri 3 tertulis jelas di samping gerbang sekolah baruku. SMA yang cukup difavoritkan di sini. Kulangkahkan kaki menuju ruang guru. Tidak sulit untuk menemukannya karena seperti kebanyakan sekolah lainnya, ruang guru berada di lantai dasar. Kuketuk pintunya sembari mengucapkan salam.

"Waalaikumsalam!" sebuah jawaban terdengar dari dalam.

..."Kriiett"...

Pintu kubuka lalu masuk ke dalamnya. Seorang guru perempuan membawaku ke kelas yang nantinya akan kutempati. Seperti murid baru pada umumnya. Aku diminta untuk memperkenalkan diri lalu duduk di bangku kosong yang telah disiapkan untukku.

"Baik bu, terima kasih!" ucapku seraya berjalan menuju tempat dudukku.

Setelah itu, pelajaran pun dimulai. Suasana kelas sama seperti pada umumnya. Hanya saja, saat itu kulihat, ada seorang siswi yang terlihat sedikit berbeda dari para murid yang lain. Ia duduk di baris kedua, sejajar dengan deretan tempat dudukku. Meski hanya sekilas, aku tetap tahu. Wajahnya terlihat sedikit pucat. Pikirku, dia sedang tidak enak badan. Ohya, di kelas ini, bangku dibuat sendiri-sendiri. Tidak ada meja panjang yang berisi dua kursi, semuanya sendiri.

Bu guru mengajar dengan sangat baik, terlihat dari cara para murid memperhatikan. Kecuali murid yang terlihat pucat tadi. Sesekali kulirik, gadis itu terlihat sibuk menulis sesuatu di dalam buku tulis. Hal ini tentu saja lumrah terjadi. Bahkan, di sekolah lamaku lebih banyak lagi. Bukan sekedar tidak memperhatikan guru yang sedang menerangkan. Melainkan juga asik berbincang atau malah, makan diam-diam. Begitulah segelintir keisengan di sekolah yang nantinya akan menjadi kenangan. Kuabaikan gadis tersebut seraya kembali memperhatikan bu guru yang tengah menjelaskan pelajaran.

Waktu berlalu dan kemudian, jam istirahat pun dibunyikan. Entah kenapa, mataku lekas tertuju ke arah gadis yang terlihat pucat. Rasanya, ingin sekali menghampirinya lalu mengajaknya untuk berteman. Sayangnya, begitu bunyi bel terdengar, dia lekas berdiri lalu berjalan keluar kelas. Bahkan, ketika bu guru masih belum beranjak, ia telah pergi tanpa permisi. Buku yang sedari tadi tak lepas dari tangannya pun dibiarkan terbuka begitu saja di atas meja membuatku penasaran, ingin melihat. Alhasil, kulongokkan sedikit kepalaku seraya membaca, apa yang telah ia tuliskan.

"Rania.."

Itulah yang tertulis di sana. Segera kumenduga kalau Rania adalah namanya.

"Oh, namanya Rania.." benakku.

Beberapa teman mendekatiku seraya mengajakku berkenalan dan juga mengajakku makan bersama di kantin.

"Baiklah," jawabku menyetujui ajakan.

🍁🍁🍁

Ketika bel masuk berbunyi. Rania telah kembali juga ke dalam kelas. Aku sempat berusaha mendekatinya tapi bu guru keburu datang. Alhasil kuurungkan niatku sembari menunggu jam pulang sekolah. Sayangnya, lagi-lagi Rania keluar lebih dulu dari kelas tanpa berpamitan. Aku heran, kenapa bu guru dan para teman-teman membiarkan. Bahkan, tidak ada satu pun yang memandang ke arahnya, aku mendengus seraya melirik ke bangku Rania. Coba mengintip, apa lagi yang telah ia tulis. Ternyata tidak ada, hanya Rania saja yang ia tuliskan.

"Gadis yang misterius," pikirku.

...🍁🍁🍁...

Ketika hendak keluar kelas, aku baru menyadari satu keganjilan lagi. Selain terlihat pucat, Rania juga berbeda dengan murid pada umumnya. Ia tidak membawa tas seperti yang lain. Satu-satunya buku dan alat tulis, hanyalah yang tergeletak di mejanya. Selain itu, tak ada satu pun catatan pelajaran di sana. Untuk sesaat aku menilai kalau Rania adalah anak yang nakal. Malas belajar dan juga mengerjakan tugas. Ditambah perilakunya yang tidak sopan pada bu guru yang sedang mengajar, memperkuat penilaian negatifku padanya.

...🍁🍁🍁...

Usai makan malam di rumah. Aku berbincang sebentar dengan ibu sebelum kemudian masuk ke dalam kamar. Seperti biasa, aku dan Dita saling bertukar cerita. Terlebih, ini adalah hari pertamaku masuk di sekolah baru. Yang paling membuat Dita penasaran adalah tentang cowok populer di sekolahku. Hemm.. itu selalu menjadi topik yang hangat untuk dibicarakan.

"Aku belum tahu, siapa artis (sebutan untuk cowok terpopuler) di sekolahku. Mungkin, beberapa minggu lagi, aku akan tahu," jawabku.

"Kalau begitu, siapa yang paling tampan di kelasmu?"

"Hemm.. harus kupikirkan dulu!"

"Apakah ada banyak cowok tampan di sana?"

"Em.. ada beberapa lah yang sedap di pandang."

"Siapa?"

"Ada deh.. mau tahu saja kamu."

"Haiss... kenalkan padaku! aku jomblo nih."

"Memangnya aku enggak?"

Kami berdua pun tertawa. Membahas tentang lawan jenis, memang tak ada habisnya hingga tanpa terasa, malam kian larut. Aku pun mengakhiri chat kami kemudian beranjak untuk tidur.

...🍁🍁🍁...

Keesokan harinya, aku melakukan aktivitas yang sama seperti sebelumnya, yakni pergi ke sekolah. Entah kenapa, Rania menjadi perhatianku sekarang. Ketika memasuki kelas, mataku reflek memandang ke arah bangkunya berada. Hanya ingin memastikan, apakah hari ini, dia ada? ternyata iya, Rania telah duduk di kursinya dengan tenang. Bahkan sangat tenang, tanpa bersuara sedikit pun. Sekedar berbincang dengan teman-teman pun, juga tidak.

"Mungkinkah dia murid baru, sama sepertiku? tapi.. rajin juga sih, jam berapa dia datang tadi?" tanyaku di dalam hati.

"Jika benar dia murid baru sepertiku, wajar kalau dia masih canggung untuk berbincang dengan teman yang lain."

Tak lama kemudian, guru datang.

...🍁🍁🍁...

Sepertinya, perhatianku kepada Rania mulai berlebihan hingga mengganggu konsentrasi belajarku. Hal ini bukan tanpa alasan karena memang, sikap Rania begitu tak biasa. Sangat diam dan wajahnya masih terlihat pucat. Tidak menghargai guru dan seolah mengabaikan semua hal yang ada di sekitar. Aku menjadi kian penasaran. Bulat tekadku untuk mengajaknya berbincang pada jam istirahat.

...🍁🍁🍁...

Para murid bersorak ketika bel istirahat dibunyikan. Segera kusimpan buku dan pena milikku lalu bergegas menghampiri Rania. Namun, aku malah tertegun diam. Mematung pada posisiku ketika kulihat beberapa murid yang berjalan menembus tubuh Rania. Rania sendiri tetap melangkah meski tubuhnya ditembus beberapa kali.

...Dem......

Entah bagaimana menjelaskannya, aku terperangah.

"Rania hantu? yang kulihat selama ini.. hantu..?"

Setelah Rania keluar dari kelas, barulah aku tersadar. Terduduk seketika seiring tubuh yang mulai gemetar. Sepersekian detik kemudian, mataku kembali tertuju pada sebuh buku di atas meja Rania. Entah keberanian dari mana, aku malah menghampirinya. Memandanginya sesaat sebelum kemudian kubuka, lembar demi lembar.

...🍁 BERSAMBUNG 🍁...

TAHUN 1989

Suasana tiba-tiba berubah ketika kusentuh buku tulis milik Rania. Kuedarkan pandangan ke segala arah. Memang benar, itu ruang kelasku. Hanya saja, nuansanya jauh berbeda. Butuh beberapa detik untuk mengamati sekitar.

"Kenapa tiba-tiba berubah?" gumamku sembari terus kuedarkan pandangan.

"Benar-benar kelasku kan? atau.. di mana sih ini? bentar.. ini.. kenapa? ada apa?"

Aku mulai sedikit panik tapi, tetap kucoba untuk mengendalikan diri. Beberapa kali kutarik napas lalu kuembuskan kembali.

"Tenang Tantri, tenang!" ucapku pada diriku sendiri.

Beberapa saat kemudian, kembali kuamati.

Meja, kursi dan papan tulis, semua berbeda. Papan tulis yang semula menggunakan spidol ( white board \= papan tulis putih ) berubah menjadi papan tulis hitam khusus untuk kapur. Kulangkahkan kakiku seraya kusentuh papan tulis tersebut.

"Nyata, papan tulis ini bisa kusentuh."

Bagian-bagian lain pun juga kuraba. Solid, semuanya nyata, yang aneh dari itu semua adalah, ada sebuah tulisan di sisi kanan papan tulis hitam. Sebuah tulisan yang lekas membuatku bertanya-tanya.

"Mei 1989, maksudnya bulan mei tahun 1989 kan? tapi kok 1989 sih? harusnya kan.. Apa aku.."

...Deg.....

Mataku membulat ketika sebuah lonceng dibunyikan.

..."Teng.. teng.. teng.. teng.."...

Suara lonceng terdengar dan tak lama kemudian, para murid masuk ke dalam kelas.

"Oh.. ini sama seperti bunyi bel sekolah saat aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar dulu," benakku.

Satu persatu murid, masuk lalu duduk di kursi masing-masing. Sementara aku, masih berdiri dalam posisiku. Memandang ke arah para murid yang kini mulai mengambil buku dari dalam tas dan kemudian, Rania masuk ke dalam kelas.

...Deg.....

"Rania.. kenapa dia juga ada?"

"Kenapa ini? kenapa bisa ada Rania dan aku.. aku.."

Aku baru menyadari kalau semua murid di kelas itu, tidak bisa melihat keberadaanku.

"Apa yang terjadi? kenapa mereka tidak bisa melihatku? apa aku.. apa aku sudah mati? enggak-enggak, pikiranku sedang kacau sekarang."

Tak lama kemudian, seorang guru masuk dan dimulailah kegiatan belajar mengajar. Demi meyakinkan diri, kucoba menyentuh lengan Rania, sayangnya sentuhanku malah menembus tangannya.

...Deg.....

Mataku membulat seketika seiring kacaunya pikiran. Tak berhenti di sana. Kembali kulakukan percobaan ke dua, ke tiga, ke empat hingga semua murid, coba kusentuh tapi gagal. Reflek, pikiranku langsung menjurus pada satu kemungkinan yakni, aku sudah meninggal. Untuk sesaat, aku kalud. Nyaris tak bisa mengendalikan diri hingga saat kupandang kembali papan tulis bertuliskan tahun 1989 tadi.

"Ah benar, aku pasti sedang bermimpi kembali ke tahun 1989. Baiklah, tenang Tantri tenang! kamu hanya perlu mencari cara untuk bangun tapi, bagaimana ya?"

Aku benar-benar bingung, mondar mandiri ke sana dan ke mari. Keluar masuk kelas beberapa kali. Terduduk di lorong kelas lalu kembali masuk ke dalam. Aku bingung, benar-benar bingung.

"Bagaimana ini? apa yang harus aku lakukan?"

Sepersekian detik kemudian, aku tersadar. Mataku mengedar ke segala arah lalu terfokus kembali ke buku tulis milik Rania.

...Deg.....

"Aku mengerti," gumamku seraya beringsut mundur.

Waktu seakan kembali berputar. Mengembalikan semuanya pada posisi yang benar. Semua hal kembali seperti semula dan aku pun telah kembali ke kelasku. Kuraih ponsel seraya mengamati seisi kelas. Secepat kilat kuberlari keluar, mengamati semuanya sembari berharap kalau aku benar-benar telah tersadar. Tak henti-hentinya syukur terucap saat kuyakin kalau semuanya, baik-baik saja.

"Syukurlah, alhamdulillah! ini benar, aku sungguh sudah pulang. Jadi, yang tadi itu.. mimpi atau bukan?" tanyaku pada diri sendiri.

Perlahan kulangkahkan kaki lalu duduk di tepi lapangan. Sengaja mencari keramaian sembari mencerna sedikit demi sedikit keanehan yang baru saja terjadi. Butuh lima belas menit lamanya untuk membuat diriku kembali tenang dan yakin kalau Rania memang, bukanlah manusia.

"Rania, arwah penasaran kah?" lantas, bangku siapa yang selama dua hari ini Rania tempati? Itu bukan ilusi, bangku itu sungguh ada. Aku dan murid yang lain bisa menyentuhnya."

Sepersekian detik kemudian, aku teringat.

"Dika, itu pasti bangku Dika. Dua hari ini, dia tidak masuk sekolah. Benar, itu bangku milik Dika sekaligus bangku milik Rania saat Rania masih sekolah di sini pada tahun 1989 dulu."

...Deg.....

"Masuk akal, sudah jelas sekarang," gumamku yang mulai memahami keadaan.

...🍁 BERSAMBUNG 🍁...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!