Bab 1
Langit masih terlihat cerah. Gang-gang kecil masih terlihat ramai akan tawa para anak kecil yang bermain. Suasana tenang yang selama ini melingkupi tempat dipinggiran kota ini.
Sampai disebuah rumah dengan dekorasi yang megah. Rumah itu terlihag satu-satunya yang memiliki kemewahan. Meski begitu, tidak berpengaruh pada masyarakat lainya. Sampai mereka mendengar suara baku tembak dari rumah itu.
Mendadak suasana hening mengerikan. Bahkan para orang tua membawa anak-anaknya masuk ke rumah dan mengunci rapat pintu masuk. Tidak tahu apa yang sedang terjadi disana. Hanya saja suara jeritan kesakitan begitu memekakan telinga.
Jam berlalu dengan lambat. Sampai akhirnya banyak polisi yang datang. Mobil ambulance juga datang dengan beberapa kantung mayat. Tidak ada yang tahu siapa yang tinggal disana. Mereka hanya mendengar jika sipemilik rumah adalah orang yang begitu kaya. Memiliki banyak usaha.
"Keluarga Agora yang tinggal disana. Tidak ada yang tahu seperti apa wajah mereka. Kami hanya mendengar nama itu saja," kata seorang wanita yang ditanyai polisi saat itu.
"Berapa anggota keluarga itu?"
Wanita paruh baya itu tidak menjawab. Dia menggeleng lalu kemudian meninggalkan polisi itu dengan diamnya.
Seorang gadis kecil keluar dari rumah itu. Wajah ayunya tidak dapat ditutupi meski tubuhnya berantakan. Badan yang terkena darah juga rambut yang semrawut.
Baju mahal yang dikenakanya sama sekali tidak terlihat mahal lagi. Kalung dan gelang tidak lagi memiliki sinarnya. Dialah Danita Agora. Putri satu-satunya dikeluarga Agora.
Sebelum polisi berhasil mendekat pada Danita. Dua orang berbaju hitam lebih dulu datang dan membawanya pergi. Membuat kasus rumah Agora itu menjadi buntu.
Lima tahun kemudian.
Seorang wanita dengan rambut ikal, matanya berwarna coklat dengan senyuman yang indah. Banyak pria yang menginginkanya. Hanya saja dia tidak dapat dimiliki begitu saja. Bukan karena dia memiliki keuarga yang kaya. Hanya saja dia adalah seorang pelayan disebuah restoran ternama.
Danita Agora. Lima tahun ini dia sudah belajar banyak. Dimana dia bahkan lupa akan masa lalunya. Dia kini diasuh oleh paman yang selalu mengawasinya. Tentu saja ini bukanlah hal baik, karena selama ini Danita hanya menjadi mesin pencari uang.
"Danita."
Baru saja Danita keluar dari rumah kecil itu. Suara pamanya yang lantang sudah berhasil membuatnya berhenti ditempat.
"Mana uangku?" Tanya Paman Mike dengan senyuman mengerikan.
"Paman. Bukankah kemarin sudah aku berikan semuanya. Aku...aku tidak ada lagi."
Paman Mike tidak puas dengan jawaban Danita. Dia langsung mengambil tas Danita dan mengeluarkan semua isinya. Sampai akhirnya beberapa lembar uang berhasil dia dapatkan.
"Jangan pernah membodohiku Danita. Jika kau melakukan ini lagi, aku tidak segan untuk membunuhmu."
Ancaman itu sudah sering Danita dengar. Sampai rasanya tidak ada lagi rasa dihatinya. Ingatan masa lalu yang menghilang membuat Danita tidak bisa melakukan apapun. Dia hanya bisa pasrah sampai ingatan itu datang kembali.
Mau lari, keinginan itu pastilah ada. Hanya saja Danita tidak tahu harus berlari kemana. Tidak ada siapapun yang dekat denganya, kecuali paman Mike.
Langkah Danita akhirnya sampai juga direstoran. Melihat jam tangan membuat Danita buru-buru masuk dan melakukan absen. Dia tidak mau sampai dicap kurang disiplin. Itu akan mempengaruhi gajinya nanti.
"Kamu baru datang?"
"Iya Pak." Danita mengulas senyum.
"Mau sarapan bersama?" Tanya Lucas lagi.
"Tidak, Pak. Sudah waktunya saya bekerja. Permisi."
Lucas adalah pemilik restoran ini. Dia tampan juga memiliki pesona yang tajam. Beberapa kali Lucas mencoba mendekat pada Danita, hanya saja Danita memilih menjaga jarak. Dia tidak mau jika Paman Mike tahu ada yang mendekatinya.
Paman Mike tidak suka Danita didekati pria. Dia takut Danita akan lari dengan pria itu dan tidak akan kembali. Sudah tentu mesin pencari uang itu akan lenyap.
Jika Paman Mike tahu Danita didekati pria. Pukulan yang bertubi-tubi akan menghujani tubuh Danita. Tanpa ampun.
Tepukan tangan dari kepala pelayan menjadi sebuah tanda. Beberapa pelayan diruangan itu langsung mendekat, termasuk Danita.
"Ada pengumuman penting untuk hari ini." Mata kepala pelayan menatap seluruh anak buahnya itu.
Tidak ada yang bersuara.
"Orang terkaya dikota kita akan datang untuk acara malam ini. Malvin Brown. Jadi, saya ingin kalian melakukan hal terbaik yang kalian bisa. Khusu untuk kamu Danita, kamu akan ditugaskan menyuguhkan minuman untuk Tuan Brown nanti." Jelas kepala pelayan.
Danita mengangguk diikuti oleh yang lain. Setelah itu mereka kembali keurusan masing-masing.
Banyak pasang mata yang iri pada Danita. Wanita cantik itu yang akan bertemu dan berdekatan dengan Malvin Brown. Meski hanya untuk menuangkan minuman. Semua pelayan direstoran ini begitu menginginkanya.
Baru saja Danita mengantar makanan pada tamu restoran. Seorang teman dengan sengaja membuat Danita terjatuh. Marah, Danita ingin melakukan itu hanya dia tidak ingin sampai emosinya meluap. Dia mengatur nafas kemudian berdiri.
"Kenapa kamu melakukan itu padaku?" Tanya Danita langsung.
"Apa yang aku lakukan? Kau jatuh sendiri dan sekarang menyalahkan aku?"
Pelayan wanita itu akan pergi. Kemudian Danita melakukan hal yang sama. Sebelum wanita itu berdiri dan mengomel, Danita sudah melangkah pergi lebih dulu.
Dulu, Danita tidak pernah melawan atas tindakan teman-temanya. Apa lagi sampai atasanya yang melakukanya. Sampai akhirnya, Danita merasa tertekan. Membangun diri untuk membuat dirinya lebih dihargai.
Jam istirahat tiba. Danita duduk di kantin khusus karyawan direstoran. Makanan Danita begitu sederhana. Omelet telur dengan saus pedas. Hanya itu.
"Aku lelah mencarimu."
Danita menoleh. Melihat seorang wanita dengan pakaian mewahnya. Dia adalah Laura Kei, model papan atas. Pacar dari Lucas.
"Kenapa kau datang kesini?" Tanya Lucas acuh. Membuat pipi wanita itu memerah.
Mata Lucas tertuju pada Danita yang sedang duduk sendiri. Dia membawa makanananya dan duduk di depan Danita. Kaget, Danita bahkan hampir tersedak makanannya sendiri.
"Dia siapa?" Tanya Laura tidak senang dengan adanya Danita di depan Lucas.
"Aku pelayan. Anak buah dari Pak Lucas. Permisi," Danita berdiri dan akan berpindah tempat.
"Tunggu."
Laura menyekal tangan Danita. Danita berhenti dan menghadap pada Laura. Tidak ada kata, Laura hanya menatap Danita dari atas sampai bawah. Sebelum akhirnya berdecih dan kembali menatap pacar tampanya itu.
"Dia? Kau pikir aku bisa dibandingkan denganya?"
"Laura. Diam."
"Bagaimana aku bisa diam. Kau memutuskan aku karena wanita itu."
Mata Laura berputar. Tidak percaya dengan apa yang baru saja dia lihat. Seorang pelayan biasa bisa membuat Lucas memutuskan dirinya dengan kasar.
***
Acara makan malam Malvin Brown sudah tiba. Banyak tamu yang datang. Mulai dari kalangan pengusaha sampai artis ternama. Tidak ada yang memiliki kesederhanaan. Semuanya hanya tentang kemewahan.
Kali ini Danita tidak lagi memakai baju pelayan biasa. Dia sudah memakai baju pelayan khusus yang disediakan oleh restoran untuk tamu penting.
Sampai saatnya Danita harus maju dan menuangkan minuman untuk Malvin. Tenang, harus sempurna. Mata Malvin yang awalnya serius berbicara dengan tamu sepesialnya terhenti saat Danita membungkuk dihadapanya untuk menuangkan minuman.
Saat itu rambut Danita dikuncir rapi. Membuat bagian belakang telinga sampai leher terlihat jelas. Dibelakang telinga Danita ada sebuah bekas luka yang tidak bisa hilang. Selama ini Danita menyembunyikanya, sampai Malvin melihatnya.
Tangan Malvin tiba-tiba menyentuh leher Danita. Berniat menyentuh bekas luka itu. Kaget, Danita mundur beberapa langkah sampai akhirnya menumpahkan minuman dibaju Malvin.
"Maaf. Maaf Tuan Brown, saya tidak sengaja." Ucap Danita sembari membersihkan baju Malvin dengan tanganya.
"Berhenti." Nada itu begitu tegas.
Danita berhenti dan tertunduk. Saat ini pekerjaanya akan dalam masalah besar. Malvin pasti tidak akan memaafkanya.
"Siapa namamu?" Tanya Malvin.
"Danita." Lirih Danita.
"Nama lengkap yang aku tanyakan."
"Danita Agora."
Agora. Kata itu berhasil membuat Malvin terdiam seribu bahasa. Selama ini dia sudah mencari nama itu. Tidak disangka jika pelayan itu memiliki nama Agora. Nama yang langka dan membuat Malvin berambisi.
"Pergi." Ucap Malvin kemudian.
"Baik, Tuan Brown."
Malvin memberikan isyarat pada asisten pribadi sekaligus pengawalnya. Don mendekat, Malvin membisikan sesuatu dan langsung diangguki oleh Don.
Jalanan mulai sepi. Tentu saja, ini sudah lebih dari jam enam sore. Anak-anak yang baru saja bermain sudah kembali kerumah masing-masing. Gang sempit dengan sampah yang berserakan dimana-mana. Danita sudah biasa melihat pemandangan itu.
Langkah Danita tenang. Dia merasa tenang karena Tuan Brown melepaskanya. Danita tidak perlu repot lagi mencari pekerjaan. Dia melihat makanan yang baru saja dia beli. Berharap jika Paman Mike akan lebih baik memperlakukanya. Meski harapan itu adalah harapan kosong.
Mata Danita terhenti saat melihat sebuah mobil mewah berhenti di depan rumah kecilnya. Danita merasa aneh saat itu, baru kali ini ada seseorang yang datang kerumah. Bahkan Paman Mike juga tidak pernah membawa orang lain ke rumah.
Perlahan Danita membuka pintu. Di dalam sudah ada beberapa orang berpakaian hitam. Paman Mike duduk dengan beberapa tumpuk uang ditanganya. Hal ini semakin membuat Danita bertanya-tanya.
"Nona Danita Agora."
Danita menoleh. Pria tegap dengan setelan jas hitam. Kumis tipis menghiasi wajahnya. Wajah itu terlihat tenang dan tidak mengerikan.
"Namaku Don. Orang dari Tuan Brown."
Saat itu Danita terdiam. Dia menatap pria itu dengan lekat. Tidak tahu apa yang akan dilakukan pria itu selanjutnya pada Danita.
Tangan Don terulur. Gemetar, Danita akhirnya menanggapi uluran tangan itu. Mereka berjabat tangan sebentar. Lalu Don tersenyum, dia melangkah pergi. Diikuti oleh dua pengawalnya.
"Paman. Kenapa dia datang kesini?" Tanya Danita pada Paman Mike.
Paman Mike tidak terlihat marah. Dia begitu serius menghitung uang di depanya itu sampai tidak mempedulikan Danita.
"Paman. Uang dari siapa itu?" Tanya Danita dengan marah.
Brak. Tangan pria itu menggebrak meja dengan kasar. Saat itu juga dia menarik Danita ke dalam kamar. Mendorong sampai Danita menabrak dinding. Danita yang memang kalah akan kekuatan hanya meringis kesakitan.
"Besok. Kamu pergi ketempat Tuan Brown. Dia baik padamu, kamu akan dijadikan istri."
"I...istri?"
"Ya."
Paman Mike menutup pintu. Bahkan kali ini dia mengunci dengan rapat. Tentu saja, Paman Mike takut jika Danita akan lari. Peluang emas itu akan hilang jika Danita pergi.
Ada alasan sendiri kenapa Paman Mike memberikan Danita pada Malvin. Malvin mengatakan jika dia akan memberikan uang sepuluh juta per bulan pada Paman Mike. Uang sejumlah itu sangat banyak bagi Paman Mike yang hanya duduk dan bersenang-senang.
***
Malvin duduk dengan sebuah laptop di depanya. Disana dia melihat jika Paman Mike sangat setuju. Apa lagi uang dua milyar sudah dia berikan.
Samar-samar terlihat senyum mengerikan dari sudut bibir Malvin. Setelah itu Don menutup laptop itu. Mengatakan jika besok Danita sudah bisa dia bawa untuk kerumah besar ini. Hal yang sangat menyenangkan bagi Malvin.
Kembali Malvin teringat akan luka itu. Dengan jelas Malvin tahu luka itu disebabkan oleh apa. Hal yang selama ini Danita ingin tahu.
"Apa kau sudah menyelidiki wanita ini?" Tanya Malvin.
"Saya hanya menemukan dia diumur tiga belas tahun. Setelah itu buntu."
"Maksudmu?"
"Pamanya menemukan Danita sendiri di jalan. Saat itu, pamannya yang kasihan membawa dia pulang. Awalnya sikap paman Mike begitu baik. Sampai dia kehilangan pekerjaan. Membuat Danita harus pergi bekerja."
"Jadi dia bukan paman kandung wanita itu?"
"Benar Tuan."
Mendengar hal ini membuat Malvin semakin menginginkan Danita. Dia ingin tahu, siapa wanita ini dan kenapa bisa menyandang nama Danita Agora.
Setelah meminta Don untuk tahu lebih lanjut. Malvin kembali ke kantornya. Di dalam ruangan kerjanya ada sebuah foto keluarga yang cukup besar. Keluarga utuh Brown, hanya saja saat ini tidak lagi. Malvin berdiri sendiri.
Flashback Malvin.
"Kamu yakin mau bergabung dengan keluarga Agora?" Tanya Mama Malvin yang tidak percaya akan keputusan Papa Malvin.
Sekali lagi Papa Malvin mengangguk. Bahkan saat ini tumpukan uang sudah berada di koper. Siap untuk dibawa kerumah Agora. Mereka akan menjalankan sebuah bisnis bersama.
Entah apa yang terjadi. Mama Malvin begitu tidak setuju dengan hal ini. Mungkin karena dulu pernah jatuh bersama dengan keluarga Agora. Membuatnya takut kembali kejalan itu.
"Pa." Ucap Mama Malvin.
"Sudahlah Ma. Kamu jaga Malvin saja dirumah. Kali ini pasti berhasil, Ma."
Papa Malvin pergi begitu saja. Tinggal Mama Malvin yang diam. Saat itu Malvin hanya duduk diam mengamati percakapan itu. Dia belum tahu apa yang akan dilakukan Papanya itu.
Sampai saat berita terbaru muncul di TV. Dimana sudah terjadi pembunuhan dirumah Agora. Disana tidak ada yang selamat, sampai desas desus tentang anak tunggal dari Agora masih hidup.
Saat itu, Malvin begitu membenci nama Agora. Dia begitu ingin tahu apa yang terjadi dirumah Agora. Sampai akhirnya Ayahnya tiada.
Tok tok tok.
Flash back berakhir.
Malvin sadar dari semua ingatanya. Dia melihat sekertarisnya masuk dengan beberapa berkas. Itu adalah berkas tentang pembangunan gedung apartemen miliknya.
"Pak Malvin. Anda harus tanda tangan disini," kata sekertaris Mel dengan lembut.
"Ya."
Mel bukan hanya sekertaris Malvin. Dia juga teman lama Malvin saat berkuliah. Mereka sudah mengenal lama. Meski begitu, saat di dalam kantor tidak ada panggilan biasa. Mereka menggunakan panggilan seperti bos dan anak buahnya.
"Mel."
"Ya, Pak."
"Tolong saya. Saya butuh data pribadi dari wanita bernama Danita Agora."
Mel menatap heran. Tidak biasanya Malvin menanyakan seorang wanita. Apa lagi tentang data pribadinya. Hal ini membuat Mel merasa terancam.
"Mel."
"Baik, Pak. Segera saya kirimkan lewat email."
"Terima kasih."
Mel mengangguk. Dia langsung keluar dari ruangan Malvin. Untuk sesaat Mel merasa tidak tenang. Selama ini hanya ada dia wanita yang dekat dengan Malvin. Tiba-tiba saja wanita bernama Danita membuat Mel tersaingi.
***
Malam mulai datang, hawa dingin mulai melingkupi tubuh Danita. Belum lagi rasa lapar yang sejak tadi datang. Hal itu membuat Danita memeluk dirinya sendiri dengan erat. Niatan untuk membawa makanan pada Pamanya sudah hancur, kini dia juga harus kelaparan.
Pintu terbuka. Perlahan sebuah cahaya memasuki ruangan sempit itu. Paman Mike masuk dengan sebuah lilin ditanganya. Dia meletakan lilin itu, tanpa menoleh pada Danita.
"Paman." Panggilan itu tidak dijawab. Paman Mike sudah kembali keluar dan menutup pintu.
Hampir saja Danita merasa putus asa. Tubuhnya saat ini sudah menggigil karena dingin dan lapar. Sampai Paman Mike kembali masuk. Dengan kasar Paman Mike melempar selembar selimut. Dia juga membawakan makanan untuk Danita. Kali ini bukan makanan basi atau makanan sisa. Melainkan ayam goreng dengan nasi.
Mata Danita seakan tidak percaya. Dia merasa Paman Mike berubah, dia tidak akan memberikan Danita pada Malvin. Sampai Paman Mike berkata, "Aku tidak ingin Tuan Brown marah karena melihatmu kusut."
Kembali dunia Danita seakan runtuh. Baru saja dia merasakan kehangatan keluarga. Kini kembali hancur oleh kenyataan. Dimana dia benar-benar akan diberikan pada Malvin Brown.
"Paman. Kenapa Paman mau memberikan aku pada Tuan Brown. Disni hanya paman keluargaku."
"Gadis bodoh. Kau itu bukan keluargaku. Selama ini aku mengasuhmu agar kamu memberikan uang untukku."
Sakit. Rasa sakit itu tidak bisa dijelaskan lagi dengan sebuah kata. Dimana dicampakan oleh orang yang selama ini ada disampingnya. Bukan karena hubungan darah, Danita sudah menganggap Paman Mike seperti ayahnya sendiri.
"Makan dan tidurlah. Besok kau harus terlihat cantik didepan Tuan Brown."
Kali ini tidak ada tanya apa lagi kata. Danita hanya mengangguk lemah dengan tetes air mata dipipinya. Mau bagaimanapun, Paman Mike tidak menerima penolakan Danita.
Mobil mewah sudah datang ke depan rumah Paman Mike. Kali ini Don sendiri yang membawa mobilnya. Perintah Malvin tidak akan ditolaknya. Sampai dirumah itu Don membawa satu paket baju dengan perhiasanya. Dia juga meminta seseorang untuk menata rambut Danita.
Pamqn Mike duduk dan menyuguhkan beberapa kudapan pada Don. Meski tidak disentuh sama sekali. Don hanya fokus pada tujuanya membawa Danita ke rumah Malvin.
Saat ini Danita menatap dirinya sendiri di depan cermin. Dimana pantulan dirinya begitu indah dengan gaun dan perhiasan. Bahkan sebuah ingatan tiba-tiba muncul begitu Danita menatap dirinya sendiri.
Ingatan dimana dia sedang berada dirumah besar. Saat itu banyak tamu yang datang. Mereka berniat investasi untuk perusahaan Agora. Sampai beberapa orang masuk dengan topeng. Tanpa ampun mereka menembaki orang disana.
"AAAAAAAAAAaaaa."
Saat itu juga Danita berteriak. Membuat Paman Mike dan Don buru-buru masuk. Melihat Danita duduk dengan tatapan ketakutan. Paman Mike langsung merapikan Danita lagi.
"Kamu kenapa?" Tanya Paman Mike dengan tenang.
"Ti...tidak."
"Kau ini."
Don hanya menatap. Dia tidak mengatakan apapun. Ponselnya tiba-tiba berdering. Ternyata Malvin yang memberikan perintah untuk segera membawa Danita kerumah. Malvin sudah sangat menginginkanya.
Setelah dirasa semua persiapan cukup. Danita sudah akan masuk ke dalam mobil. Dia tidak membawa apapun. Hanya sebuah kalung dengan liontin bentuk bunga lily kecil yang dia bawa. Danita tidak tahu kalung itu berasal dari mana. Hanya saja, Danita merasa begitu terikat dengan kalung itu.
"Tuan Don. Apa saya bisa bicara dengan Paman Mike dulu?" Tanya Danita sebelum masuk ke mobil.
"Silahkan, tapi waktu kita hanya sebentar."
Danita mengangguk perlahan. Dia berjalan kearah Paman Mike yang sedang bermain dengan gadgetnya. Terlihat begitu senang dan tanpa beban.
"Paman."
"Ya."
"Apa Paman tidak akan mengantarkan aku?"
"Untuk apa? Jangan pasang wajah sedih itu lagi. Mulai saat ini, kamu akan menjadi wanita yang dikagumi."
"Tapi Paman..."
"Diam. Pergilah."
"Baik."
"Jika ada hal buruk. Cepat hubungi aku," kata Paman Mike saat Danita berbalik.
Mendengar itu Danita sedikit tersenyum. Setidaknya Paman Mike masih mencoba menenangkan dirinya. Dengan perasaan yang tidak tentu. Danita akhirnya masuk ke dalam mobil. Disana hanya ada dia dan Don saja.
***
Mata Mel terus menatap pada foto wanita di depanya. Wanita bernama Danita Agora ini belum pernah dia lihat. Bahkan dilihat dari data dirinya Danita bukanlah orang yang penting. Bukan juga orang kaya dan bermartabat.
"Siapa wanita ini?" Lirih Mel.
Kembali Mel mencoba mencari tahu lebih. Tidak ada data lagi selain ini. Membuat Mel semakin penasaran. Ingin langsung bertanya, tapi sepertinya Malvin tidak akan jujur padanya.
*Aku sudah dapat data diri wanita yang kamu mau.*
Pesan itu dikirim oleh Mel dari ponsel pribadinya. Tidak lewat email seperti yang dikatakaanya saat dengan Malvin.
*Kirim segera.*
Lima menit kemudian. Mel mengirim email yang diinginkan oleh Malvin. Malvin melihat data diri itu dengan lekat. Tidak ada sesuatu yang istimewa. Bahkan pendidikanya juga sederhana, seperti bukan keluarga yang sedang dicarinya.
Sampai saat melihat kalung yang dipakai oleh Danita dalam foto itu. Malvin masih sedikit ingat tentang surat kabar tentang hilangnya Danita. Malvin mencari majalah itu melalui online, disana ada beberapa artikel yang dibutuhkan oleh Malvin.
Benar. Danita Agora yang hilang memiliki kalung ini. Begitu juga dengan Danita Agora yang saat ini dia temukan. Meski begitu Malvin tidak ingin gegabah. Dia akan mencari tahu dengan perlahan. Sampai Danita sendiri yang mengatakan semuanya.
*Kami sudah hampir sampai Tuan.*
Malvin menekan tombol pada telfon kantor. Tidak lama langsung tersambung pada orang yang dituju.
"Siapkan mobil. Aku ingin cepat sampai dirumah."
Setelah itu Malvin mengambil jas dan keluar dari ruanganya. Mel dan Malvin bertemu, bahkan sampai bertatap muka. Hanya saja Malvin memilih tetap berjalan dan tidak menyapa Mel.
"Siapa wanita itu? Kenapa begitu penting bagi Malvin."
***
Rumah besar dengan dekorasi zaman dulu. Terawat, bahkan begitu terlihat elegan dan bergaya. Sebelum masuk kerumah taman depan sudah menyuguhkan keindahan dengan berbagai bunga.
Suasana yang begitu menenangkan. Mobil yang membawa Danita baru saja sampai di depan pintu rumah. Seorang pelayan langsung membukakan pintu mobil tanpa diminta. Senyumannya menyapa Danita, membuatnya sedikit tenang.
"Selamat datang dirumah Brown." Ucap Don saat membuka pintu untuk Danita.
Beberapa pelayan mengangguk dan membungkukan badan tanda hormat. Danita yang tidak pernah mendapatkan hal ini merasa malu. Dia hanya menundukan kepalanya, tidak berani menatap mereka.
"Tuan Malvin sedang menunggu diruang baca," kata seorang kepala pelayan pada Don.
"Terima kasih."
Tanpa diperintah. Danita mengekor pada Don. Sampai disebuah pintu yang berukir. Tidak seperti pintu pada umumnya. Don membuka pintu, mempersilahkan Danita untuk masuk lebih dahulu.
Di dalam ruang baca. Malvin duduk dengan kaki bersilang. Dia sedang fokus pada buku yang dipegang. Sampai saat Danita masuk membuat buku itu langsung tertutup. Mata Malvin menatap wanita cantik itu yang masuk perlahan.
"Ini Nona Danita, Tuan."
"Ya. Kau bisa pergi sekarang."
Don mengangguk. Dia langsung keluar dari ruangan itu meninggalkan Malvin dan Danita.
Tidak ada kata yang diucapkan pada Danita. Malvin hanya berjalan mengelilingi Danita. Membuat wanita itu merasa gelisah karena terus menerus ditatap oleh pria asing. Sampai saat Malvin mendekat dan menyibakan rambut Danita. Bekas itu memang nyata, bukan hanya sebuah halusinasi.
Jantung Danita hampir lompat dari tempatnya atas kelakuan Malvin. Danita yang memang tidak pernah disentuh lelaki merasa aneh dan risih. Apa lagi mata Malvin yang menatap tajam pada dirinya.
"Dimana kau mendapatkan luka ini?" Tanya Malvin.
"Saya tidak ingat. Hanya saja, luka ini sudah lama berada disana."
Jawaban Danita tidak memuaskan bagi Malvin. Dia melihat kearah leher Danita. Disana tidak ada kalung dengan liontin Lily yang dia cari. Ingin bertanya, hanya tidak memungkinkan saat ini.
"Tuan Brown. Apa Tuan tahu tentang luka ini?"
Pertanyaan itu tidak ditanggapi oleh Malvin. Dia memilih untuk duduk dan membuka laptopnya. Mencari tentang kalung itu, kalung yang begitu diinginkan banyak orang. Danita tidak tahu, kalung itu begitu berharga untuk beberapa organisasi gelap.
"Tuan," lirih Danita.
"Apa kau bisa diam!" Suara itu begitu keras. Nyali Danita langsung menciut saat itu juga.
Tubuh wanita itu bergetar ketakutan. Sampai saat Malvin selesai mencari tahu. Dia berbalik pada Danita, menatap wanita yang saat ini begitu terlihat takut. Malvin menyunggingkan senyum. Saat ini, dia memikirkan cara agar Danita mau bicara sejujurnya.
"Keluar. Aku ingin kau besok terlihat cantik. Pernikahan kita, akan menjadi hadiah terbesar dalam hidupmu." Ucap Malvin.
Danita kaget dengan ucapan itu. Dia kira Malvin akan berbual tentang pernikahan. Ternyata tidak, dia benar berniat membuat Danita menjadi miliknya. Sampai tujuanya tercapai, Danita tidak bisa tersentuh siapapun.
BRAK
Pintu ditutup dengan kasar. Saat itu Don masih saja di depan pintu ruang belajar. Dia melihat jelas Malvin yang mengusir Danita dengan kasar.
"Saya akan bawa Anda ke kamar. Mari ikut saya," kata Don.
Tanpa suara, Danita mengekor pada Don. Sampai dilantai dua rumah itu. Don membukakan pintu dengan perlahan.
"Silahkan masuk Nona Danita."
Danita yang melihat ruangan itu terdiam sesaat. Semua yang ada didalam kamar itu adalah kemewahan. Bahkan banyak barang dari merek ternama. Danita tidak bisa memikirkan berapa uang saja yang keluar untuk hal ini.
"Nona."
"Ya."
"Silahkan masuk. Nanti akan ada kepala pelayan yang datang dan menjelaskan semuanya."
"Terima kasih."
Wajah Danita masih tidak bisa berbohong. Dia begitu kagum dengan dekorasi kamar itu. Semua yang dia perlukan juga sudah disiapkan. Hal ini berbanding terbalik saat dia berada dirumah Paman Mike. Dimana Danita harus bersusah payah untuk hal yang dia inginkan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!