NovelToon NovelToon

HUKUMAN PENGUBAH TAKDIR

BAB 1. HUKUMAN

Rasa kantuk telah membuat Mishell tertidur, hingga dia tidak menyadari jika perusahaan tempat dirinya bekerja mengalami kebakaran.

Kebakaran yang nyaris menghanguskan seluruh area pabrik, dimana ribuan karyawan menggantungkan hidupnya di sana.

Akibat keteledorannya, Mishell harus menerima hukuman. Hukuman yang seharusnya, menghabiskan sisa hidup di jeruji besi karena tidak bisa mengganti kerugian.

Namun, Darma sang direktur perusahaan menawarkan sebuah penyelesaian dengan menghindari jalur hukum.

Mishell diminta menghadap ke pemilik utama perusahaan, di sanalah nanti hukumannya akan ditentukan.

Mishell sudah pasrah dengan nasib, dia menurut saja, saat seorang pengawal membawa dirinya ke sebuah rumah mewah yang sempat membuat Mishell terperangah.

Pengawal mengetuk ruang kerja dan sebuah suara sambil terbatuk-batuk menyuruh mereka untuk masuk.

Seorang lelaki tua sedang berdiri menatap keluar jendela, sambil memegang jenggotnya yang sudah memutih.

"Tuan, pemuda yang Anda tunggu sudah datang."

"Hemm, tinggalkan kami!"

"Baik Tuan!"

Pengawal pun meninggalkan ruang kerja tersebut. Sementara, Mishell tetap berdiri di tempatnya sambil tertunduk.

Aura dingin lelaki tua yang berdiri di hadapan Mishell, membuat nyalinya menciut. Mishell diam, sampai si kakek memintanya untuk duduk.

"Duduk!"

Mishell pun menjawab dengan gugup sambil menarik kursi yang ada di hadapannya, "Terimakasih Tuan."

"Kamu yang bernama Mishell?"

"Iya Tuan."

"Saya Artha Guna, kamu tahu kenapa saya memanggilmu ke sini?"

"Untuk menentukan hukuman saya, Tuan?"

"Hemm, baguslah jika kamu tahu!"

"Apa yang harus saya lakukan Tuan, agar tidak dipenjara? Karena saya memiliki seorang ibu dan adik perempuan yang masih membutuhkan saya, untuk memenuhi kebutuhan mereka."

Kakek Artha terdiam, beliau sebenarnya sudah tahu tentang latar belakang kehidupan Mishell.

Makanya, beliau tidak ragu untuk menyerahkan cucu semata wayangnya ke tangan pemuda itu.

"Menikahlah dengan cucu saya, itu hukumanmu!"

Mishell mendongak, dia kaget dan sama sekali tidak menyangka jika hukumannya akan seringan itu.

"Kenapa kamu diam? Apa kamu tidak mau menikah dengan cucu saya?"

"Apa saya tidak salah dengar Tuan? hukuman saya menikahi cucu Anda?"

"Jangan senang dulu, tugasmu sangat berat. Menjadi menantu di rumah ini harus kuat dan butuh kesabaran ekstra dalam mengurus serta melayani cucu saya. Mari ikut! Setelah melihatnya, baru kamu putuskan, mau pilih hukuman yang mana!" ucap Kakek Artha.

Mishell mengikuti langkah sang Kakek, keluar dari ruangan kerja dan masuk ke sebuah kamar yang terlihat mewah dan sangat besar.

Kamar itu tertata dengan rapi dan dari sana Mishell bisa melihat, pemandangan kolam serta taman yang indah, penuh dengan aneka bunga warna-warni yang sedang bermekaran.

Mishell melihat seorang gadis berambut indah, sedang duduk di atas kursi roda dengan membelakangi mereka.

"Kamu lihat! Dia Kalila, cucu saya."

"Apakah yang terjadi dengan Nona Tuan? Dan kenapa menggunakan kursi roda?"

"Hemm, 2 tahun lalu menjelang pernikahan, Kalila dan tunangannya mengalami kecelakaan. Mobil mereka hancur dan untungnya Kalila selamat."

Sejenak Kakek Artha terdiam, menghela nafas berat dan tersirat kesedihan mendalam lewat tatapan matanya.

Kemudian Kakek melanjutkan ucapannya, "Kecelakaan tersebut, telah merenggut nyawa tunangannya dan Kalila sendiri lumpuh serta buta.

Dan lebih parahnya lagi, ketika mengetahui tunangannya meninggal, sejak saat itu Kalila menjadi mayat hidup. Dia tidak mau berbicara sepatah katapun dan kepada siapapun."

Mishell yang mendengar hal itu ikut prihatin dan dia tidak menyangka, jika dibalik kemewahan rumah ini, ternyata tersimpan kepedihan yang sangat besar.

Kakek Artha setiap hari harus melihat Kalila, cucu semata wayangnya, diam membisu bak mayat hidup.

"Tragis sekali nasib Nona Kalila, Tuan!" ucap Mishell yang mengerti akan kesedihan Sang Kakek.

"Hemm, itulah yang memaksaku harus selalu kuat, meski raga ini sudah lelah dan mungkin tidak lama lagi akan terbujur. Harta berlimpah percuma, semua ini tidak bisa membuat Kalila tersenyum."

"Sabar Tuan, Tuhan pasti punya rencana indah dibalik cobaan ini. Apakah ilmu kedokteran dan terapi tidak bisa membantu menyembuhkannya, Tuan?"

"Kalau bisa, aku tidak akan memanggilmu untuk datang ke sini!" jawab Kakek Artha sambil mendekati Kalila.

"Tapi, saya 'kan bukan dokter Tuan? Saya tidak mungkin bisa menyembuhkan Nona Kalila," ucap Mishell.

"Aku tahu. Aku cuma minta, jadilah kamu mata dan kaki untuknya. Serta, buatlah agar Kalila bisa tersenyum, bersemangat menjalani hidupnya kembali."

"Keinginan terakhirku, memiliki seorang penerus, Hanya Kalila harapanku."

"Bagaimana jika aku gagal Tuan?"

"Jeruji besi menantimu! Ingat Mishell, aku hanya memberimu waktu 1 tahun. Sebelum aku mati, setidaknya cucuku sudah kembali tersenyum."

"Dan apabila kamu berhasil, aku akan menanggung seluruh biaya hidup keluargamu dengan separuh hartaku."

Mishell terdiam, hukumannya merupakan tawaran menggiurkan, dia tidak harus bekerja keras siang malam untuk mendapatkan banyak uang, demi memenuhi kebutuhan ibu serta adiknya.

Tapi Mishell belum yakin, jika dia akan berhasil membuat Kalila sembuh dari trauma kecelakaannya.

Menolak ataupun menerima sama-sama merupakan hukuman yang berat. Tapi demi kemanusiaan, Mishell akan mencoba.

"Bismillah, pantang menyerah sebelum berperang!" monolog Mishell.

"Bagaimana Mishell, kamu terima atau tolak tawaranku?"

"Tuan, bolehkah saya minta waktu? Saya akan bicarakan hal ini, dengan ibu. Jika ibu setuju, besok saya akan datang bersama beliau. Tapi, jika beliau tidak setuju, saya akan langsung menyerahkan diri ke kantor polisi," ucap Mishell.

Kakek Artha tersenyum, itu yang dia suka dari Mishell. Seorang pemuda yang tidak lari dari tanggungjawab.

"Bagaimana Tuan?"

"Hemm, baiklah. Saya tunggu keputusanmu besok."

"Terimakasih Tuan, apakah saya sudah boleh pulang? Ibu, pasti saat ini sedang cemas, Dua hari dua malam, sejak kejadian kebakaran itu saya belum pulang dan tidak sempat memberi kabar kepada beliau."

"Pergilah! Tapi, tolong pikirkan tawaran saya baik-baik. Aku tahu, kamu pemuda baik dan aku yakin kamu pasti bisa," ucap Kakek sebelum Mishell, keluar dari kamar Kalila.

Mishell melangkah sambil memantapkan hati, apapun keputusan ibunya nanti, akan dia jalani dengan ikhlas.

Sepeninggal Mishell, Kakek Artha tersenyum, ternyata penyelidikan yang dilakukan oleh pengawalnya tentang sifat dan perilaku Mishell tidaklah salah.

Jadi, beliau bisa pastikan, kebakaran yang terjadi di pabrik bukan karena kesalahan Mishell, tapi ada unsur kesengajaan seseorang.

Kakek Artha pun menghubungi asisten pribadinya dan beliau meminta untuk menyiapkan pernikahan, karena dia yakin keputusan ibu Mishell akan sama dengannya.

Besok, saat Mishell bersama ibunya datang, pernikahan akan langsung dilaksanakan.

Beliau tidak ingin menunda-nunda hal yang menurut fillingnya akan membawa kebaikan bagi sang cucu.

Kakek Artha mengawali penyelidikannya, sejak dia mendapatkan laporan jika Mishell tersangka penyebab terjadinya kebakaran di pabrik.

Beliau terkejut ketika pengawal mengirimkan foto Mishell lewat ponsel, Kakek tidak menyangka jika pemuda itu begitu mirip dengan almarhum tunangan Kalila.

Kemudian beliau meminta pengawal untuk menyelidiki Mishell lebih lanjut, tentang asal usulnya.

Secercah harapan kembali dalam hidup Kakek Artha, beliau berharap akan mendapatkan pewaris dari Kalila.

Jika pun nanti, takdir menentukan Kalila tidak juga bisa sembuh, maka harapan Kakek akan dia tumpukan pada Mishell.

Setidaknya, sebelum kematian Kakek tiba, ada seorang pemuda bertanggungjawab yang akan menjaga Kalila sampai akhir hidupnya.

Apakah ibu akan mengizinkan Mishell menikahi Kalila si gadis cacat?

Bersambung.......

Yuk ikuti terus kelanjutan ceritaku ya, dan jangan lupa beri dukungan kalian dengan cara, follow akun, Vote, beri hadiah, pencet iklan, like, serta komentar yang membangun.

Akan ada giveaway ya, bagi yang setia mengikuti karyaku. Kita akan berbagi rezeki, berupa pulsa/dana untuk 3 orang fans teratas (30k untuk fans silver, 50k fans gold dan 70K fans diamond, diakhir karya ini)

Terimakasih bagi seluruh pembaca yang selama ini terus mendukung karya-karyaku.

See you, happy reading 🙏🥰

BAB 2. SARAN IBU

"Assalamualaikum," ucap Mishell sambil mengetuk pintu.

"Bu, Kak Mishell pulang!" teriak Anggun. Anggun pun buru-buru membukakan pintu.

"Alhamdulillah Kak! darimana saja Kak, dua malam tidak pulang? Kami sangat mencemaskan Kakak.

"Ponsel Kak Mishell pun tidak bisa dihubungi, sedangkan Anggun dan ibu tidak tahu alamat kerja Kakak yang baru."

"Iya, maaf Dek. Kami sedang sibuk dan ponsel Kakak juga rusak karena terjatuh, ibu mana Dek?"

"Sedang di kebun belakang Kak, memetik sayur. Bu haji meminta diantarkan sayur mayur ke warungnya."

Bu Anis, ibu Mishell dan Anggun memang sejak dulu rajin berkebun. Dari hasil kebun, beliau bisa meringankan beban Mishell.

Meski Mishell selalu memberi beliau uang, tapi Bu Anis menyimpan sebagian untuk berjaga-jaga, mana tahu ada kebutuhan mendesak.

Melihat adiknya santai di rumah, sedangkan Bu Anis yang sakit masih juga berkebun, Mishell pun menegur Anggun, "Kamu ngapain, kenapa nggak bantu ibu, Dek?"

"Anggun 'kan beberes rumah Kak dan sore ini mau ke sekolah, karena ada kegiatan ekstrakulikuler."

"Oh, pergilah bersiaplah! Kakak mau temui ibu dulu."

"Kak, Anggun boleh ya minta uang?" ucap Anggun dengan wajah memelas, sambil bergelayut manja di lengan Mishell.

"Sepulang ekskul, teman-teman ngajak nonton dan kata mereka filmnya sangat bagus, Anggun 'kan bosan di rumah saja, Kak!"

"Heem...tapi ingat ya Dek! saat maghrib sudah harus sampai rumah! Kak Mishell nggak suka, anak gadis malam hari masih berada di luaran.

"Kamu tahu 'kan, saat ini kondisi sedang rawan, apalagi para begal berkeliaran di mana-mana."

"Siap Kakak!" ucap Anggun sambil menerima uang pemberian Mishell dan berlari ke kamarnya.

Mishell pun pergi menyusul Bu Anis di kebun.

Saat melihat Mishell datang, "Owalah Le, darimana saja kamu Nak! Kenapa tidak memberi kabar? Rencana, setelah mengantar sayur-sayuran ini, ibu mau pergi mencarimu."

"Maaf Bu, kemaren ada masalah di pabrik tempat Mishell bekerja," jawab Mishell. Wajahnya pun seketika muram.

"Ada masalah apa Le, ceritalah! barangkali Ibu bisa membantu. Sepertinya masalahmu sangat berat ya Le?"

Mishell mendesah, lalu bercerita, "Pabrik mengalami kebakaran Bu. Dan semua itu, gara-gara keteledoran Mishell."

"Ya Allah, apakah ada korban Le? Kamu nggak ada luka 'kan?" tanya Bu Anis khawatir, lalu meninggalkan pekerjaannya dan menghampiri Mishell sambil memperhatikan tubuh sang putra.

"Memangnya apa yang kamu lakukan toh Le, hingga menyebabkan kebakaran?"

"Mishell ketiduran Bu. Memang sih nggak ada korban, tapi kerugian perusahaan sangat besar, soalnya hampir semua barang hangus terbakar."

"Kok bisa to Le? sini duduk dan ceritakan kronologi kejadiannya sama Ibu!"

"Mishell pun bingung Bu, kenapa sampai bisa ketiduran.

Padahal, biasanya sengantuk apapun Mishell bisa tahan. Tapi, malam itu Mishell tidak ingat apapun."

"Saat api membesar dan tubuh terasa panas, barulah Mishell terbangun."

"Ya Allah Le, perusahaan pasti menuntut tanggungjawabmu. Cobaan apalagi ini Le, Ibu nggak mau, jika kamu sampai dipenjara."

"Sekarang, apa yang harus kita lakukan ya Le, untuk mengganti kerugian. Jumlah tabungan ibu cuma sedikit, mana mungkin Bos perusahaan akan memaafkanmu," ucap Bu Anis sambil memijat kepalanya yang tiba-tiba saja terasa pusing.

Mishell diam, dia memang cemas, tapi Mishell tidak mau jika ibunya sampai sakit gara-gara memikirkan masalahnya.

Kemudian Bu Anis menggenggam tangan Mishell, lalu berkata, "Le... jika dengan cara Ibu bekerja di sana, menjadi pembantu mereka seumur hidup, Bos kamu mau memaafkan, Ibu bersedia melakukannya, Le."

"Tidak mungkin Mishell membiarkan Ibu melakukan hal itu. Lebih baik Mishell dipenjara daripada Ibu mengambil alih tanggungjawab Mishell."

"Ibu jangan cemas, Mishell nggak mau ibu sakit. Mishell pasti bisa menyelesaikannya. Mishell hanya butuh saran dan doa dari ibu."

"Begini Bu, pemilik perusahaan telah memberikan sebuah penawaran, jika tidak ingin Mishell dipenjara."

"Tawaran apa itu Le?" tanya Bu Anis tidak sabar, sambil mengguncang lengan Mishell.

"Ada dua pilihan, penjara atau menikah," jawab Mishell.

Sebelum sang ibu bertanya, Mishell pun menceritakan apa yang dia bicarakan tadi siang bersama Kakek Artha, pemilik perusahaan tempatnya bekerja.

Ibu pun terdiam setelah mendengar cerita Mishell, menurutnya kedua pilihan yang ditawarkan, sama berat.

"Bagaimana Bu? jika Mishell pilih menikahi gadis itu?"

"Sebenarnya pernikahan bukanlah sebuah permainan atau sebagai alat tukar Le."

Bu Anis pun kembali terdiam, beliau harus berpikir dengan matang untuk memberikan saran kepada Mishell agar putranya bisa menentukan pilihannya nanti, tanpa sesal.

Kemudian, Bu Anis pun melanjutkan ucapannya, "Menurut ibu, keduanya sama berat. Bedanya, jika pilih penjara, kamu bisa bebas dalam waktu yang sudah diputuskan. Tapi jika pilih menikah, kamu harus siap terikat dengan gadis itu seumur hidup."

"Ibu, nggak mau kamu menikah hanya demi selamat sesaat dan demi iming harta. Ibu mau kamu ikhlas, agar kebahagiaan bisa kamu dapatkan. Belajar, cintai dan sayangi gadis itu, meski dia cacat."

"Apa kamu siap Le, menjadi kaki serta mata untuknya seumur hidup? Dan sebaliknya jika dia sembuh, bisa saja kamu akan dicampakkan. Saat istrimu sadar, bahwa dirimu bukan pria yang dia cintai dan tentu saja karena tidak sederajat."

"Pikirkan dan pertimbangkan omongan ibu Le, sebelum kamu memutuskan," ucap Bu Anis sambil menepuk-nepuk punggung tangan Mishell.

"Terimakasih atas sarannya Bu. Mishell siap menikahi gadis itu, bukan karena takut ataupun tentang harta, tapi karena rasa kemanusiaan."

"Kasihan mereka Bu, terutama Kakek Artha. Gadis itu cucu satu-satunya, yang beliau harapkan bisa melahirkan penerus."

"Tapi, semuanya Mishell serahkan sama ibu. Jika harus dipenjara, Mishell juga siap, karena itu konsekuensi dari keteledoran Mishell."

Bu Anis terdiam, sejenak beliau mempertimbangkan semuanya.

"Lakukan istikharah Le, untuk memohon petunjuk kepada Allah, mengenai pilihan apa yang terbaik. Cuma itu saran terakhir dari ibu, agar kamu lebih mantap dalam mengambil keputusan."

"Ingat Le, Rasulullah bersabda yang artinya: "Jika salah seorang di antara kalian hendak melakukan sesuatu, hendaklah terlebih dahulu mengerjakan sholat dua rakaat selain sholat fardhu..." (HR. Ahmad, Al-Bukhari, Ibn Hibban, Al-Baihaqi dan yang lainnya)

"Sekali lagi terimakasih Bu, Ibu telah mengingatkan Mishell. Nanti malam, Mishell akan lakukan istikharah dulu Bu, agar lebih tenang."

"Ibu pun akan bantu doa Le, semoga apapun yang kamu putuskan, adalah yang terbaik untuk semuanya."

"Sekarang, pergilah beristirahat, agar tubuh dan pikiranmu rileks. Ibu mau menyiapkan panen sayur sedikit lagi."

"Iya Bu. Mishell istirahat dulu ya Bu."

Bu Anis menghela nafas, beliau tidak menyangka, jika nasib Mishell masih saja kurang beruntung.

"Kamu harusnya hidup enak dan mendapatkan gadis yang kamu sukai Le. Ini semua gara-gara mereka yang terlalu serakah!"

"Maafkan Ibu Le, bukan maksud Ibu untuk membuatmu hidup sengsara. Nanti, jika sudah waktunya, ibu akan bawa kamu kembali."

"Saat ini, kukumu belum cukup kuat untuk melawan mereka. Mudah-mudahan, saudaramu juga selamat dan hidup bahagia, meski Ibu nggak yakin," monolog Bu Anis.

Bu Anis bangkit, beliau tidak jadi melanjutkan panen sayur, tapi malah mencuci tangan serta kakinya, lalu menuju kamar.

Beliau mengambil sebuah gelang dan pakaian bayi dan kilas balik masa lalu pun melintas di alam pikirannya.

"Bayi Nyonya, kini tumbuh menjadi pria yang sangat tampan dan baik. Nyonya pasti sangat merindukan dia. Semoga Nyonya baik-baik saja di sana, bersama Marshell. Kami pasti akan kembali, Nya!" monolog Bu Anis lagi.

Bu Anis menyimpan benda kenangan tersebut di dalam lemarinya, lalu beliau kembali bergegas menuju kebun, menyiapkan panenan dan setelah itu ke dapur untuk memasak makanan kesukaan Mishell.

Di dalam kamar, Mishell bukannya tidur, tapi dia terbayang saat melihat Kalila, dia belum tahu seperti apa wajah gadis itu.

Meskipun hanya melihat belakang tubuhnya saja, tapi Mishell yakin, Kalila gadis yang cantik.

Kakek Artha saja, meskipun usianya sudah renta, masih terlihat sisa-sisa ketampanannya.

"Aku harus menolongnya, kasihan gadis itu, masa depannya masih panjang. Tuhan, tolong beri petunjuk agar aku tidak salah langkah," monolog Mishell.

Mishell pun akhirnya tertidur dan dalam tidurnya, dia kembali bermimpi melihat api yang berkobar di pabrik tempatnya bekerja.

Keringat dingin membasahi tubuh Mishell, dia berteriak dan akhirnya terjaga, saat ibu memanggil serta mengetuk-ngetuk pintu, untuk memintanya melaksanakan ibadah Ashar.

Bersambung.....

BAB 3. CEMAS

"Kenapa kamu Le, ibu dengar kamu teriak-teriak minta tolong? Mimpi apa kamu Le?"

"Mishell mimpi tentang kebakaran kemaren Bu. Di situ tubuh Mishell hampir terpanggang dalam kobaran api, tapi ada seseorang datang menolong."

"Dia mendorong Mishell, hingga keluar dari kobaran api dan yang mengejutkan lagi, wajahnya mirip Mishell Bu, bedanya dia memiliki tahi lalat di area dagu."

"Setelah Mishell selamat, seorang pria mengulurkan tangan sambil tubuhnya membelakangi, seperti mau mengajak pergi. Belum selesai mimpi, eh...rupanya Ibu datang membangunkan Mishell."

"Sudah bangkit sana, berwudhu dan ingat, jangan lupa berterima kasih karena Allah telah menyelamatkan kamu." pinta ibu.

"Iya Bu, Mishell ke kamar mandi dulu ya Bu," ucap Mishell sambil menyambar handuk.

Ibu termenung sambil menganalisa mimpi Marshell dan mengingat tentang masa lalu. Masa dimana dirinya membantu kelahiran putra kembar. Memang benar, kembaran Mishell memiliki tahi lalat yang lumayan besar di dagunya.

"Mungkinkah ini pertanda, waktumu sudah hampir tiba Le, untuk bertemu keluargamu? Ibu senang, jika kamu bisa berkumpul lagi dengan mereka, tapi Ibu juga sedih, apakah masih boleh, Ibu menganggapmu anak, sedangkan kamu adalah majikan ibu. Strata sosial kita sangatlah jauh berbeda," monolog Ibu Anis.

Bu Anis mendesah, lalu bangkit meninggalkan kamar Mishell. Beliau pergi ke belakang rumah untuk mengangkat pakaian yang dijemur.

Beliau sangat bersyukur berkesempatan membesarkan putra baik seperti Mishell dan juga mendapatkan kasih sayang darinya.

Sejak kecil, Mishell hidup mandiri, dia tidak menyusahkan Bu Anis. Bahkan sejak suami Bu Anis meninggal beberapa tahun lalu, Mishell lah tulang punggung di rumahnya, dia yang mencari nafkah untuk Bu Anis dan Anggun putri semata wayangnya.

Setelah selesai mengangkat kain, Bu Anis pun pergi ke kebun untuk membersihkan rumput dari sela-sela tanaman sayur.

Mishell yang tidak menemukan sang Ibu di dapur, lalu berjalan ke halaman belakang, dia ingin mencari ibunya di sana.

"Bu, biar Mishell saja yang kerjakan, ibu istirahat saja. Bukankah sejak pagi ibu belum beristirahat."

"Nggak apa-apa Le, nanti malam 'kan juga istirahat, sudah terbiasa bekerja, badan malah sakit jika Ibu tiduran saja."

"Ya sudah, Mishell bantuin dari arah sebelah timur ya Bu, biar cepat selesai."

"Iya Le, pakai saja cangkul, nanti tangan kamu luka, karena sudah lama tidak turun hujan, tanah mengeras, jadi susah mencabut rumputnya."

"Iya Bu."

Ibu dan Mishell membersihkan kebun dari rumput liar dan tidak terasa hari pun mulai senja.

Mereka bergegas masuk untuk membersihkan diri untuk bersiap menjalankan ibadah Maghrib.

"Anggun kenapa belum pulang ya Bu, padahal tadi Mishell bilang jangan pulang Maghrib. Nggak baik untuk anak gadis, apalagi zaman sekarang, banyak orang menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan uang."

"Iya, ibu juga tadi sudah mewanti-wanti. Inilah yang ibu tidak suka, terlalu memberi kebebasan kepada dia."

"Ya sudah Bu, kita bersiap saja, sebentar lagi adzan, jika lepas Maghrib Anggun tidak juga pulang, Mishell akan cari dia ke bioskop atau ke rumah temannya. Mau di telepon, ponsel Mishell rusak dan besok rencananya baru mau Mishell bawa ke tempat reparasi."

"Iya, ibu ambil mukenah dulu."

Bu Anis masuk ke dalam kamar untuk mengambil mukenah, sedangkan Mishell mengembangkan sajadah, mereka akan beribadah secara berjamaah.

Sejak Mishell kecil, Bu Anis memang kerap menanamkan ilmu agama, hingga ketika dia menginjak remaja sampai sekarang beranjak dewasa, Mishell sudah terbiasa menjadi imam.

Selesai mengerjakan ibadah, Mishell mengenakan jaket, dia pamit akan mencari Anggun.

Mishell melajukan motornya, menyusuri jalan raya menuju bioskop yang terletak di Mall Pondok jati.

Sambil celingukan, Mishell memarkirkan motornya. Dia berharap akan segera bertemu Anggun.

Mishell masuk ke dalam, dia bertanya kepada penjual tiket, apakah masih ada film yang saat ini di putar di dalam.

Jawaban penjual tiket membuat Mishell terkejut. Ternyata, pukul 5 sore tadi terakhir film di putar dan tiket yang mereka jual saat ini untuk pemutaran besok.

Dengan cemas, Mishell keluar mengambil motor dan melajukan ke rumah teman Anggun.

Mishell mengenal beberapa orang teman Anggun dan untung saja, dia pernah mengantar Anggun ke rumah teman-temannya itu.

Satu persatu Mishell datangi, tapi belum juga menemukan sang adik. Bahkan mereka mengatakan jika tidak tahu, Anggun pergi menonton dengan siapa dan di bioskop yang mana.

Reni, teman Anggun mencoba meneleponnya, tapi nomor ponselnya tidak aktif.

Mishell mendesah, dia tidak menyangka jika Anggun sanggup membohonginya dan juga membohongi ibu. Padahal selama ini, apapun keinginan Anggun tetap Mishell turuti.

Dengan perasaan cemas, Mishell keluar dari rumah Reni, dia keliling dulu sambil jalan pulang. Mishell berharap bisa menemukan Anggun, sebelum dirinya sampai ke rumah.

Setelah keliling dan belum juga menemukan Anggun, Mishell pun memutuskan untuk pulang. Dia berharap, begitu sampai, Anggun sudah ada di rumah.

Namun, Mishell kecewa saat melihat ibu duduk di teras menanti kedatangannya bersama Anggun.

"Bagaimana Le, apa kamu tidak menemukan Anggun?"

"Mishell sudah cari Bu, bahkan ke beberapa rumah temannya, tapi Anggun tidak bersama mereka."

"Bagaimana ini Le, hari makin malam, ibu takut terjadi hal buruk terhadapnya Le."

"Ibu tenang ya, tunggu saja di dalam, Mishell akan mencarinya lagi."

"Kamu hati-hati ya Le!"

"Iya Bu. Ibu masuk sekarang ya. Mishell berangkat dulu Bu."

Mishell kembali melajukan motornya, walau dia sendiri belum tahu akan kemana mencari Anggun.

Saat di persimpangan jalan menuju kota, Mishell melihat Anggun turun dari sebuah mobil mewah, dia diantar oleh seorang pemuda yang sama sekali tidak Mishell kenal.

Pemuda itu terlihat lebih muda beberapa tahun darinya dan lebih tua sedikit dari Anggun. Sudah bisa dipastikan jika dia anak dari keluarga terpandang.

"Anggun!" panggil Mishell.

"E-eh...Kak!" ucap Anggun gugup.

"Kamu siapa?" tanya Mishell sambil menatap tajam ke arah pemuda yang masih duduk di balik stiur mobilnya.

"I-tu Kak, dia Reza, teman Anggun."

"Jika dia memang temanmu, kenapa musti menurunkan mu di sini! Bukannya mengantar sampai ke rumah. Tidak bertanggungjawab sebagai pria," gerutu Mishell.

"Memangnya kamu siapa? kenapa ikut campur urusan kami! Mau ku antar atau tidak, itu bukan urusanmu!"

Mishell panas mendengar ucapan pemuda tersebut, lalu dia menarik kerah bajunya sambil berkata, "Ini bukan urusanku kamu bilang! Kamu tidak tahu ya siapa aku? Aku punya hak untuk menjaga dan melindungi adikku dari pria brengsek seperti mu!" teriak Mishell sambil memperkuat cengkeraman tangannya.

"Kakak Kenapa sekasar itu? lepaskan Kak! dia tidak bersalah. Anggun yang memang tidak mau diantar pulang!" bela Anggun.

"Ya sudah Nggun, aku pamit ya, ternyata abangmu sangat ortodok, otoriter dan mainnya masih kurang jauh!" ucap Reza sambil menutup kaca mobilnya.

"Eh, diomongi malah kabur. "Dasar pemuda tidak tahu sopan santun!"

Mishell kesal, kenapa Anggun bisa berteman dengan pemuda sombong seperti itu.

Reza menggeber kenderaannya, sebelum pergi meninggalkan Mishell dan Anggun.

Siapakah pemuda tersebut? ikuti terus ya sobat kelanjutannya, terimakasih.

Bersambung.....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!