Cerita ini hanya fiksi, banyak adegan kekerasan. Bagi pembaca di bawah umur, harap bijak dalam memilih bahan bacaan. Terima Kasih
Dress putih gading memeluk tubuh ramping seorang wanita yang sejak pagi mengatur degup jantungnya yang tidak beraturan, jika di ingat kembali dengan jelas, hari itu adalah hari paling indah dalam hidupnya dan hanya akan terjadi sekali seumur hidup. Banyak hal berkecamuk dalam kepalanya tapi itu adalah sebuah proses yang harus dilalui menjelang pernikahan, banyak yang mengatakan kalau menuju hari pernikahan, hati akan di goyangkan, keyakinan sebelumnya menjadi sebuah ketakutan yang tidak pernah dipikirkan.
“Alaia!.” Alaia menyadarkan lamunannya saat dia melihat frame besar di sudut rumah barunya, sudah hampir satu tahun pernikahan itu berlangsung tapi jantungnya masih berdebar sangat kencang saat melihat pasangan yang tengah tersenyum di foto tersebut.
Alaia Wijaya, wanita cantik dengan senyuman manis, sikap tegas dan lemah lembut, di umurnya yang sudah menginjak 25 tahun, dia masih disibukkan dengan pekerjaan yang tak jauh dari kriminal. Dia salah satu anggota detektif kejahatan umum, walaupun pekerjaannya sangat berbahaya, basic sebagai mantan atlet taekwondo dan beberapa olahraga bela diri lainnya yang dia tekuni membawa pekerjaan itu sebagai sebuah kegiatan yang sangat dia sukai.
Tahun ini sudah terhitung satu tahun pernikahannya dengan pria yang sangat dia cintai, hubungan selama 3 tahun yang sudah terjalin membawa mereka ke dalam kisah yang lebih serius, yaitu pernikahan yang penuh suka. Hari ini Alaia pindah ke rumah baru yang dibeli bersama suaminya, dibantu sahabatnya, Alaia memindah beberapa barang ke rumah baru dari apartemen lama.
“Yang ini mau ditaruh mana?.” Tanya Sena, sahabat paling dekat Alaia sejak sekolah menengah atas. Bukan saksi perjalanan cinta Alaia, tapi dia salah satu orang yang sangat peduli dan mendukung apapun pilihan Alaia.
“Taruh meja aja Sen, thanks ya udah bantuin.”
“Agam nggak bantuin?.”
“Agam kan masih sibuk di kantor, dia ada meeting hari ini, tapi udah bilang kalau mau pulang lebih cepat buat bantuin.”
“Bunda!!.” Anak kecil perempuan berlari ke arah Alaia dan memeluknya pahanya erat, anak kecil yang hanya memiliki tinggi sepaha Alaia itu tersenyum manis.
“Yashinta! Tante Alaia kan jadi terkejut kalau kamu gituin.”
“Maaf Ma.”
Alaia tersenyum dan berjongkok di depan Yashinta “Nggak papa sayang... Yas udah makan? Bunda punya makanan kesukaan Yas loh.”
“Bener bunda?.”
“Bener, tunggu di sofa sama mama dulu ya, biar bunda ambilin.”
Yashinta nampak sangat bahagia, Alaia berjalan menuju ke dapur dan mengambil sebuah cookies kesukaan Yashinta. Anak itu memanggilnya Bunda sejak kecil, dia anak pertama Sena dan Natio, suaminya. Lucunya lagi, Sena menikah dengan Natio yang sebenarnya adalah teman satu pekerjaan Alaia. Mereka mengenal satu sama lain saat Alaia akan bertemu dengan Sena yang kebetulan saat itu Alaia bersama Natio setelah melakukan pekerjaan. Selama satu tahun hubungan, Sena dan Natio memutuskan menikah dan jadilah Yashinta, putri pertama mereka.
Alaia berjalan menuju ke ruang tengah dengan membawa nampan berisi minuman dingin dan juga cookies yang dibeli saat perjalanan pulang dari rumah mertua nya. Saat melihat cookies itu, dia jadi teringat Yashinta.
“Al, kamu nggak mau program hamil sama Agam?.”
“Belum tau, masih mau hidup kayak gini dulu Sen.”
Agam Nalendra Cakrawala atau yang kerap di panggil Agam, pria hebat yang sedang banyak dibicarakan khalayak umum, seorang Presiden Direktur sebuah perusahaan besar, suami Alaia, orang yang sangat berarti dalam hidup Alaia. Setelah kepergian kedua orang tuanya, Alaia hanya tinggal sendiri, hingga dia bertemu dengan Agam, semuanya tampak seperti direncanakan oleh tuhan, saat Alaia bertemu dengan Agam di sebuah hotel. Saat itu Alaia mendatangi pernikahan Sena dan Natio, kebetulan acara perusahaan milik Agam bersebelahan dengan gedung pernikahan tersebut. Sebuah kebetulan yang mengantarkan Alaia bahagia dengan Agam.
Masalah anak, itu adalah keputusan dari dua belah pihak, Agam maupun Alaia masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing, mereka takut jika memiliki anak malah akan memberatkan anak mereka karena kedua orang tuanya sangat sibuk. Walaupun Agam lebih awal pulang setiap harinya sekaligus dia yang banyak mengerjakan pekerjaan kantor di rumah, tapi Agam sendiri kasihan dengan Alaia jika pulang dari bekerja harus di repotkan untuk mengurus anak mereka. Sehingga Agam sendiri mengatakan kalau masalah anak itu terserah Alaia, karena mau bagaimanapun juga Alaia yang akan mengandung dan melahirkan, bahkan Alaia juga akan menjadi ibu yang super repot.
“Gimana keluarga Agam?.”
“Mereka tidak terlalu peduli soal anak, apalagi Ibu. Ibu bilang kalau mengurus anak itu tidak mudah, dia mau aku siap dalam segala hal, toh sebenarnya mereka sudah punya cucu dari kakak perempuan Agam.”
“Tapi umur kamu akan terus bertambah Al.”
“Nggak papa, itu akan aku bicarakan dengan Agam.”
Sena mengusap pundakku lembut “Apapun keputusanmu, aku akan selalu mendukung, Yashinta juga anak kamu.”
“Hehehe Yashinta sayang bunda kan?.”
“Saaaayaaanggg baaanggeettt.” Jawab Yashinta sambil menunjukkan deretan giginya yang sudah mulai banyak tumbuh.
Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore, mobil Natio berhenti didepan rumah Alaia untuk menjemput anak dan istrinya.
“Al, pulang dulu, titip salam buat Agam.”
“Makasih ya Sen, sampai jumpa lagi Yas!.”
Alaia juga melambaikan tangannya pada Natio yang menunggu di dalam mobil, setelah mobil itu meninggalkan depan gerbang Alaia. Mobil lain datang, Alaia tersenyum dan membuka gerbangnya lebih lebar, siapa lagi kalau bukan suaminya, Agam.
Agam keluar dari mobilnya dengan membawa tas tenteng berisi berkas pekerjaannya yang sengaja dia bawa pulang, pria itu berjalan menghampiri Alaia dan memeluknya erat sambil mengecup dahi istrinya penuh kasih sayang.
“Teman kamu sudah pulang?.”
“Udah, kamu mau makan apa? Biar aku siapin.”
“Kita makan malam di luar aja ya, kamu pasti capek beres-beres karena aku harus meeting di kantor.”
“Enggak juga sih, tapi kalau mau makan malam di luar juga nggak masalah.”
Agam tersenyum dan menggandeng istrinya masuk kedalam rumah baru mereka, bau beberapa barang baru sudah sedikit memudar karena Alaia meletakkan beberapa bunga segar di meja-meja kosong.
“Mas, yang di dalam kamar belum aku pasang fotonya, soalnya tinggi banget.”
“Nanti aku pasang, kamu istirahat aja dulu.”
Alaia tersenyum, Agam selalu manis padanya, dia bahkan hampir tidak mengerjakan pekerjaan rumah kalau ada Agam yang tidak sedang sibuk berkutat dengan berkas yang harus cepat ditandatangani. Wanita itu tengah sibuk di dapur mencuci beberapa bekas piring dan gelas kotor, sedangkan Agam ke kamar mereka untuk mandi dan berganti pakaian.
Posisi rumah mereka itu berada di salah satu perumahan kalangan elite yang super sibuk, sehingga banyak tetangganya yang tidak berada di rumah. Sedangkan rumah Alaia dan Agam sendiri berada di salah satu pekarangan yang luas, satu rumah utama dengan 3 lantai, lantai satu ruang tengah dan dapur, lantai dua kamar utama dan lantai tiga nya ruang bersantai outdoor dan indoor serta untuk Gym.
Di sebelah kiri rumah utama ada garasi untuk meletakkan mobil dan peralatan perkakas biasa, depan rumah nya ada taman kecil yang ditumbuhi beberapa bunga, dan belakang rumahnya sebuah kolam renang berukuran sedang sekaligus tempat bersantai juga.
Cerita ini hanya fiksi, banyak adegan kekerasan. Bagi pembaca di bawah umur, harap bijak dalam memilih bahan bacaan. Terima Kasih
Sebuah tangan melingkar di pinggang Alaia, wanita itu menoleh ke kiri saat merasakan bau maskulin yang tercium dari tubuh pria dibelakangnya. Perlahan senyumnya mengambang, tangannya yang tengah memotongi buah untuk mereka makan sebelum pergi keluar terhenti tatkala Agam yang ada di belakangnya mengambil pisau dari tangan Alaia.
“Duduklah, biar aku yang melanjutkannya.” Kalimat lembut keluar dari mulut Agam, bukankah Alaia harus bersyukur memiliki suami seperti Agam, tidak sedikitpun dari Agam yang dia benci, bahkan mungkin jika dibandingkan dengan dirinya yang hanya wanita pada umumnya dan banyak kekurangan, dia tidak pantas untuk pria sesempurna Agam.
Alaia duduk di kursi depan Agam, menopang dagunya menggunakan dua tangan, satu potongan buah apel di tangan Agam melayang ke arah Alaia, pria itu membiarkan suapan untuk istrinya.
“Hmm Enak.” Raut wajah Alaia sangat bahagia. “Bagaimana pekerjaanmu?.” Alaia mulai membuka obrolan ala suami istri.
“Seperti biasanya, tadi ada beberapa investor yang harus aku temui juga.”
“Ibu menghubungiku, katanya minggu depan mereka akan berkunjung sebentar, mampir dari rumah kak Lana.”
“Iya Ibu udah bilang, kak Lana juga bilang kalau anak nya lagi sakit jadi ibu berkunjung kesana, Cuma ayah kosongnya minggu depan.”
“Kok kamu nggak bilang sih mas, kita harusnya jenguk.” Alaia bangun dari duduknya dan pergi ke lantai dua, Agam hanya menggeleng dengan tingkah istrinya yang selalu perhatian pada semua orang di sekitar Agam. Niatnya memang Agam belum ingin memberitahu perihal keponakannya yang tengah sakit, karena seperti itulah reaksi Alaia yang Agam hafal.
Alaia menuruni tangga sambil berlari, Agam yang tengah berada di ruang tengah untuk merapikan beberapa berkasnya, langsung berdiri dan menghampiri Alaia, takut-takut kalau wanita itu terjatuh.
“Sayang... Kenapa lari-larian.” Agam mengucap sangat lembut pada istrinya yang malah tertawa melihat wajah khawatir Agam.
“Ayo mas , jenguk Kaluna.” Kaluna itu anak dari kakak Agam, Lana Nalendra Cakrawala yang menikah dengan Steve Alexander, seorang pria berkebangsaan Amerika, sehingga Kaluna sendiri sedikit memiliki wajah bule keturunan dari ayahnya.
“Ini mau malam, tunggu biar malam sekalian sayang.” Agam menarik tangan Alaia untuk duduk terlebih dahulu, padahal wanita itu sudah sangat siap dengan dress abu-abu muda selutut dipadukan dengan flat shoes putih dan tas selempang putihnya yang bermerek Chanel.
Jika bertanya berapa kekayaan milik Agam, mungkin sekitar 100 miliar dollar lebih, di kutip dari sebuah majalah bisnis yang terbit tahun ini. Alaia sendiri sering membaca majalah bisnis hanya untuk melihat wajah tampan suaminya, dia bahkan berlangganan majalah khusus bisnis yang terbit setiap bulan.
Rumah baru yang mereka beli ini, ada 30% uang tabungan Alaia, walaupun sekeras apapun Agam mengatakan kalau dia bisa membelikan rumah ini untuk Alaia, tapi wanita itu tidak mau jika tidak ikut berpartisipasi membantu keuangan rumah tangga, mengingat Alaia juga bekerja walaupun gajinya tidak seberapa banyak.
Alaia mengambil makanan ringan dari lemari penyimpanan di dapur, dia juga membawa air mineral. Wanita itu duduk menghampiri Agam yang tengah berkutat dengan ipad nya, sekarang itu serba elektronik, dia bisa meminta beberapa berkas yang tidak untuk ditandatangani melalui pesan elektronik, namun sesekali juga harus berupa hard file.
“Sibuk?.” Tanya Alaia sambil membuat camilan, makanan ringan kesukaan Alaia, bahkan baunya saja sangat bau micin.
Agam melirik makanan yang ada di tangan Alaia dan mengambilnya dengan paksa “Sayang, tidak boleh makan makanan seperti ini.”
“Mas... kenapa sih.”
“Nggak sehat, ganti yang lain aja.” Agam berdiri dan mengambil semua makanan ringan yang dibeli Alaia, makanan itu tidak sehat dan Agam tidak mau istrinya makan makanan tidak sehat. Pria itu memasukkan ke dalam satu kantong plastik yang lumayan besar dan meletakkan di atas meja.
“Mas, mau dibuang? Aku juga beli loh itu.”
“Dikasih ke orang yang membutuhkan, kamu nggak usah makan makanan kayak gitu lagi.” Agam membersihkan buah anggur dan meletakkan diatas piring kecil, dia juga mengupas buah mangga dan memotongnya kecil-kecil.
“Tadi kan udah makan buah.”
“Makan buah banyak itu sehat.” Agam menyodorkan piring kecil itu pada Alaia.
“Kalau gitu aku bisa makan camilan di kantor.” Alaia menunjukkan wajah kesalnya sambil membawa pergi piring buah.
“Aku akan bilang Natio.”
Mobil honda civic hitam memiliki plat khusus meninggalkan area perumahan elite, Agam tersenyum pada satpam yang menjaga pintu utama perumahan sambil memberikan sekantong plastik camilan yang dia pungut dari rumah. Alaia juga tersenyum pada satpam tersebut, kedatangan pasangan baru membuat satpam yang menjaga perumahan elite itu menjadi bahagia, pasalnya penghuni perumahan ini rata-rata pria paruh baya dengan wanita simpanannya atau pasangan yang anak-anaknya sudah memiliki rumah masing-masing.
Agam menghentikan mobilnya di depan sebuah toko penjual roti, “Tunggu disini saja, biar aku yang keluar untuk membeli.” Ucap Alaia agar lebih cepat.
“Aku ikut.” Tapi sudah bisa ditebak kalau Agam pasti akan ikut kemanapun Alaia melangkah.
“Mas... Cuma sebentar lo.”
“Nggak papa, aku ikut.”
“Ya udah deh.”
Mereka berdua masuk kedalam toko kue yang lumayan ramai pengunjung, Alaia memilih kue yang sekiranya bisa dimakan Kaluna atau kue kesukaan Kaluna. Alaia juga tidak bisa menulikan pendengarannya saat salah satu meja membicarakannya dengan Agam.
“ssstt ssstt pasangan itu ga cocok ya, ceweknya kurang cantik.”
“Iya, sumpah ganteng banget suaminya, mending sama aku aja ga sih.”
“Iya lebih cantikan kamu juga sih Sel.”
Agam menoleh ke arah meja tersebut, bahkan wanita itu terang-terangan melambaikan tangannya pada Agam. Alaia yang merasa sangat canggung menunjuk salah satu kue kesukaan Kaluna.
“Yang ini mbak, sekalian di bungkus yang cantik ya.”
“Iya kak, mohon ditunggu sebentar ya.”
“Terimakasih mbak.”
Padahal Alaia ingin segera keluar dari toko, tapi dia harus menunggunya. Agam yang tau perasaan Alaia, menggenggam kedua tangan Alaia lembut.
“Kamu nggak papa sayang?.”
“Apa? Nggak kok, bentar lagi kue nya selesai di bungkus.” Alaia mencoba tersenyum pada Agam.
Kue nya pun siap diberikan, Alaia mengambil kue tersebut, Agam siap menerimanya untuk membantu Alaia membawa ke mobil. Mereka berdua keluar dari toko kue, Alaia melihat sekilas meja mereka, nyatanya memang dia lebih cantik dari Alaia.
“Jangan dipikirkan ya.” Agam menggenggam tangan Alaia lembut.
“Tapi kenapa kamu memilihku?.”
“Emm Karena kamu Alaia, Alaia hanya satu dan aku hanya akan jatuh cinta pada Alaia ku.”
“Tapi aku ga cantik mas.”
“Cantik, siapa yang bilang kamu nggak cantik? Mereka harus tau kalau kamu cantik dari sisi manapun.”
Alaia tidak bisa berkata-kata lagi mendengar jawaban Agam, dia selalu memberikan jawaban yang berbeda atas pertanyaan itu dan Alaia tidak bisa mengatakan hal buruk mengenai perasaan tulus Agam padanya.
Cerita ini hanya fiksi, banyak adegan kekerasan. Bagi pembaca di bawah umur, harap bijak dalam memilih bahan bacaan. Terima Kasih
Mobil Agam berhenti didepan rumah kakaknya, mereka tinggal di salah satu perumahan, berbeda dengan Agam yang seorang pengusaha, kakaknya sendiri menekuni hobinya sebagai seorang desainer hebat, dia juga memiliki butik sendiri. sedangkan Steve suaminya adalah seorang bos perusahaan kontraktor yang telah lama bekerja di Indonesia, walaupun sempat berkebangsaan Amerika, tapi setelah menikah dengan Lana, dia pindah ke Indonesia.
Lana membuka pintunya saat mendengar suara bel rumah dibunyikan, Agam dan Alaia berada di depan pintu, melihat kedua adiknya, Lana langsung memeluk Alaia erat. Rasanya sudah lama tidak bertemu dengan mereka berdua, padahal baru bulan lalu mereka merayakan ulang tahun pernikahan orang tua Agam dan Lana di rumah keluarga.
“Kangen banget loh Al.”
“Sama kak, Gimana keadaan Kaluna?.”
“Agam yang bilang ke kamu ya? Mama juga heboh banget, padahal Kaluna tuh cuma jatuh dari sepeda doang, kakinya luka. Masuk dulu, jangan di luar gitu.”
Agam dan Alaia masuk kedalam rumah Lana, duduk di ruang tengah, seorang pelayan datang memberikan minuman untuk mereka berdua. Pelayan di rumah Lana itu lumayan muda, mungkin umurnya di bawah Alana, dia juga cantik walaupun penampilannya sedikit lusuh.
“Terimakasih ya.” Lana tersenyum, sama seperti Agam, Lana juga sangat baik. Alaia bersyukur berada di keluarga ini, di kelilingi orang-orang baik yang menyayanginya seperti keluarga.
Terlihat Kaluna yang keluar dari kamarnya sambil sedikit susah berjalan karena kakinya di perban.
“Kakak Tinkerbell.” Kaluna terlihat sangat bahagia dan langsung menghampiri Alaia, memeluknya erat. Sejak pertama kali bertemu dengan Alaia, Kaluna memanggilnya dengan panggilan kakak Tinkerbell, katanya Alaia sangat cantik bagaikan peri dan lucu seperti tinkerbell. Kaluna yang saat itu masih berumur menginjak 3 tahun, dia menyukai salah satu kartun Tinkerbell, saat melihat Alaia, dia sangat senang karena menurutnya Alaia adalah Tinkerbell di dunia nyata.
“Isshh Kaluna, panggil yang bener tante Alaia nya.”
“Apa sih mama...”
“Gitulah anak-anak.”
Alaia melihat kearah Kaluna lembut, memperhatikan kaki Kaluna yang di perban “Nggak papa kok kak, kata papa ini proses belajar, jadi harus kuat walaupun jatuh.”
Alaia mengusap kepala Kaluna “Udah pinter ya sekarang.”
Hanya satu jam saja Agam dan Alaia berada di sana, kebetulan Steve juga belum pulang karena harus lembur di kantor. Mengingat Agam yang sudah berniat mengajak Alaia untuk makan malam hari ini, sehingga mereka tidak bisa lama-lama di rumah Lana.
“Kapan-kapan kesini lagi ya Al, nggak usah ngajak Agam.”
“Hahaha iya kak pasti, sampai jumpa lagi, Bye Kaluna.”
“Dahh kakak Tinkerbell.”
Agam dan Alaia melanjutkan perjalanannya menuju ke sebuah restoran makanan korea, gara-gara nonton drama korea, Alaia mengatakan kalau dia ingin makan makanan korea, sehingga jadilah mereka disalah satu restoran makanan korea. Agam sendiri bisa makan makanan apapun, selagi bisa dimakan, mengingat dia yang juga sering ke luar negeri, makanan negara asing sudah bisa di terima lidahnya dengan baik.
Wajah Alaia berbinar saat makanan sudah siap di meja, banyak pengunjung lain yang memiliki suara mengganggu, tapi karena makanan itu menggoda, Alaia sendiri tidak merasa terganggu.
“Selamat makan...” Ucap Alaia.
Agam tersenyum melihat istrinya yang sangat antusias, dia harus berterimakasih pada Drama Korea yang Alaia tonton hari ini, karena membuat istrinya sangat bersemangat hanya karena makanan. Alaia itu cukup pemilih soal makanan, apalagi dia punya alergi makanan laut, sehingga agak susah membuat Alaia senang dengan makanan yang tengah dimakan walaupun Alaia bisa memakannya.
Setelah makan, mereka memutuskan untuk pulang. Rumah yang masih gelap membawa Alaia dan Agam terlarut dalam sebuah lagu indah yang memutar malam itu, mereka berdua berada didalam kamar utama. Tanpa alas kaki, Alaia menari sangat indah, lekuk tubuhnya di balik dress biru muda itu membuat Agam takjub. Disentuhnya pinggang Alaia lembut, membawa tubuh istrinya dalam pelukan.
Lagu klasik di temani sebotol wine yang sudah di tuangkan kedalam dua gelas, Alaia tersenyum “Kalau nanti aku mati lebih dahulu, apa kamu akan sedih?.” Pertanyaan dari Alaia membuat Agam termenung.
“Tidak, karena aku juga akan ikut mati bersamamu.”
“Mas, ini pertanyaan serius.”
“Aku juga serius sayang, tidak ada yang bisa aku lakukan tanpa mu, jika kamu pergi, maka aku akan mengikutimu pergi.”
“Ada yang bilang kalau yang hidup harus tetap hidup, aku mau kamu juga seperti itu.”
“Kalau begitu kamu juga harus hidup, tidak ada kematian untuk salah satu dari kita.”
Agam mendekap tubuh istrinya, mengecup kepala Alaia lembut. Malam itu menjadi malam yang sangat panjang untuk mereka, sekitar pukul 12 malam Agam terbangun dan membuat Alaia juga terbangun.
“Kenapa?.” Dengan mata yang masih tertutup, Alaia melayangkan pertanyaan pada suaminya.
“Aku melupakan sesuatu di kantor, aku ambil terlebih dahulu.”
“Apa nggak besok aja mas?.” Alaia mulai bangun dan duduk.
Agam mendekat dan mengecup kepala Alaia “Tidak bisa, aku hanya sebentar sayang.”
“Kalau begitu aku ikut.”
“Jangan, kamu besok kan kerja, jadi kamu istirahat saja, aku hanya sebentar.”
“Ya udah hati-hati mas.”
Agam mengangguk, pria itu mengambil kunci mobilnya yang ditaruh diatas meja, keluar dari kamar sambil menutup pintu kamar itu kembali.
Suara melengking air mendidih di dalam teko membangunkan seorang gadis yang masih terlelap di rumahnya. Dia yang hanya tinggal sendirian, langsung terbangun dan turun dari ranjang dengan was-was, dia mengambil tongkat baseball yang ada di belakang pintu kamarnya.
Ceklek
“Siapa disana?.” Takut-takut gadis itu bertanya di dalam rumahnya sendiri.
Sebuah siluet di dapur membuatnya mundur, dia tidak bisa melihat jelas siapa itu tapi buru-buru gadis itu masuk kedalam kamar dan menguncinya.
“Tidak-tidak!, dimana ponselku!.” Gadis itu berusaha mencari ponselnya yang biasa ditaruh di atas nakas tempat tidur.
Tok tok tok
“Keluarlah, ponselmu ada disini.”
“Tolong! Tolong!.” Gadis itu berusaha membuka jendela kamarnya tapi gagal, dia juga tidak bisa menyalakan lampu kamarnya.
Ceklek
Pintu terbuka lebar, seseorang pria memakai pakain serba hitam menghampiri seorang gadis yang duduk di sebelah ranjangnya sambil menangis. Pria itu berjongkok di depannya, menyentuh lembut dagunya menggunakan tangan yang terbalut sarung tangan hitam. “Kenapa menangis sayang...”
“Siapa kamu!.”
“Kamu tidak mengenalku, tapi aku mengingat wajah cantikmu.”
Pria itu menarik rambut gadis yang ada di depannya dan menjatuhkan di ranjang, byurrr... air panas dari dalam teko menyiram wajah cantik gadis itu.
“Aaaaaaa!!! Panasss tolong!!!.” Teriak gadis itu.
“Diam sayang, wajahmu sangat cantik seperti ini.” Suara lembut pria itu bagaikan suara yang sangat menakutkan.
Sebuah pisau dapur di tangannya “Aku tadi mencari pisau yang lebih tajam, tapi aku tidak menemukannya, harusnya kamu lebih sering mengasahnya agar bisa tajam, ini lebih menyakitkan kalau tumpul.”
“Aaarrrhhh!!!.” Pisau itu mengenai paha gadis itu, di antara jeritannya karena air panas yang mengenai wajah, sebuah pisau yang sangat tumpul merobek pahanya dengan paksa, darah berceceran dimana-mana, membuat seprai putih menjadi kotor.
“Ahh ada yang lupa.” Pria itu berdiri dan mengambil tongkat baseball yang tergeletak di depan pintu. “Kamu akan memukulku dengan ini? Kita coba terlebih dahulu apakah ini bisa menyakitkan."
Bugghhh!!!
Pukulan tongkat baseball yang sangat keras itu mengenai wajah gadis yang tergeletak lemas di ranjang.
“To-to-long... he-n-ti-kaan... a-ku mo-hon...”
“Hahaha satu lagi teerakhir.”
Bugghhh!!.
Gadis itu sudah tidak sadarkan diri, senyuman berada di balik kain hitam yang menutup setengah wajahnya. Pria itu pergi meninggalkan rumah itu dengan perasaan puas.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!