NovelToon NovelToon

Seranjang Dengan Mertua

Seranjang dengan Mertua

Seorang wanita terlihat mengerjap perlahan. Ia mengulurkan tangan, menampik silau dari sinar mentari yang datang menembus jendela kaca. Tirai berwarna abu-abu itu rupanya tak tertutup dengan sempurna, sehingga sinar mentari berhasil masuk ke dalam ruangan dan mengusik waktu tidurnya.

“Ahh, silau,” batin wanita yang perlahan turun dari ranjang.

Tangannya terulur dengan cantik, meraih bathrobes yang ada di lantai, lalu memakainya dengan cepat. Kaki jenjang, putih, nan mulus melangkah maju dengan sedikit gontai, seakan menahan sesuatu yang menusuk di tubuhnya.

“Jelas-jelas ini yang pertama, tapi kenapa semalam bisa liar seperti itu?” gumamnya lirih, menatap pemandangan pantai dan laut dari balik jendela kaca.

Ingatan yang tersimpan dengan acak, mulai tersusun. Sekitar empat jam yang sudah berlalu, lima jam, enam jam, tujuh jam. Kepingan tiap memori tersusun setiap detik, juga menit yang ia lewati.

Dari sebuah bar, hingga masuk ke dalam hotel. Dari memesan segelas cocktail, hingga mabuk dan menghabiskan satu malam dengan seorang pria asing yang tidak ia kenal sama sekali.

Di negara-negara barat tempatnya tinggal, menghabiskan satu malam bersama pria mungkin menjadi hal wajar, itu pun jika mereka berstatus single. Namun bagaimana jika statusnya sebagai istri atau suami orang? Berselingkuh?

Azalea Ottmar, wanita berdarah campuran timur tengah yang baru berusia 25 tahun. Seorang presenter terkenal di sebuah variety show, juga berstatus sebagai seorang istri dari Julian Walter. Namun statusnya sebagai seorang istri nampak tidak membuatnya menyesali tindakan gilanya semalam.

“Ugh… Fast! Faster, Please!”

Kalimat yang terucap dari bibirnya sendiri, entah mengapa hanya itu yang terus menerus membayangi dirinya. Bahkan saat ia beranjak dari posisi sebelumnya, lalu pergi membuat secangkir kopi. Sorot matanya sempat teralihkan beberapa saat. Menoleh memperhatikan seorang pria tanpa baju sedang tidur tengkurap di ranjang.

Entah siapa pria itu?

Sepertinya Azalea harus segera memberinya pertanyaan saat mata pria itu mengerjap. Mengingat, mereka melakukan hal itu tanpa pengaman, bahkan dalam beberapa ronde.

“Damn, I’m so crazy!” gumamnya sambil berbalik pergi untuk segera menyeduh secangkir kopi.

Monako, sebuah negara kedua terkecil dan paling padat penduduknya di dunia. Dengan luas wilayah yang hanya 2,02 km², Monako menyajikan pemandangan laut dan pegunungan yang berpadu cukup indah. Meski bukan salah satu surga dunia, tetapi negara ini menjadi salah satu destinasi wisata paling diminati di Eropa.

Begitu juga dengan wanita yang dipanggil dengan sebutan Zea. Sejak dulu, dia sangat ingin menghabiskan liburan musim panasnya disini. Setidaknya, saat ini tujuannya telah tercapai. Bahkan dia juga menghabiskan malam panas dengan pria asing.

Setelah menyeduh secangkir kopi, Zea merebahkan dirinya di atas sofa yang kebetulan berada di samping tempat tidur. Sorot matanya terus tertuju pada seorang pria dengan rambut panjang yang tergerai bebas menutupi setengah wajahnya.

Panjang rambutnya … mungkin itu sekitar sebahu. Aku kurang yakin karena dia mengikatnya semalam, tapi ….

Zea masih memperhatikan pria itu lekat-lekat. Seolah tak ingin ketinggalan momen saat pria itu terbangun. Sampai beberapa menit kemudian, dia melihat mata pria itu mengerjap perlahan.

“So, where are you from?”

Itu adalah kalimat pertama yang keluar dari mulut Zea, tanpa peduli pria asing itu telah sepenuhnya terbangun atau belum. Benar saja, pria itu mencoba bangun dari posisinya tidur tengkurap dengan ling lung.

“Em … ugh! Sebentar,” sela pria yang kemudian mengusap wajah dan menyibak rambutnya ke belakang. Sebelum akhirnya ia menoleh menatap Zea dan melanjutkan kalimatnya.

“Jadi, kenapa kamu menanyakan ….” kalimatnya tertahan beberapa detik saat ia melihat tatapan Zea yang semakin tajam padanya.

Sepertinya dia bisa menebak, jika pertanyaan yang akan Zea lontarkan kemungkinan bisa membuat cangkir di tangan wanita itu melayang ke arahnya.

“Maksudku … ayolah, kita sudah dewasa. Lagi pula One Night Stand saat mabuk sedikit lumrah di negara barat dan Eropa, bukan?” lanjutnya lagi tanpa mengalihkan pandangan matanya.

Yeah, Zea terpaksa harus mengakui perkataan pria itu memang tidak mudah untuk dibantah. Namun, dia tidak bisa mengesampingkan, jika mereka telah melewati malam panas tanpa ‘pengaman’ itu.

“Hem, kau benar. Tapi kita melakukan itu tanpa pengaman, bahkan berkali-kali,” ketus Zea yang mengalihkan matanya, menatap isi dalam cangkir.

"Lalu? Aku bisa memberimu kartu nama … atau tanda pengenal, jika kau mau," jawab pria itu terdengar sedikit santai.

"Orang orang kaya mudah sekali membeli tanda pengenal palsu. Jadi untuk apa?" Zea kembali menyeruput kopi sambil membuang muka.

"Dari mana kamu tahu?"

"Jam tangan di meja." Zea melirik ke atas nakas yang berada tepat di samping tempatnya duduk.

"Itu bisa membeli satu Ferrari. Apa aku juga perlu menyebutkan harga sabuk, sepatu, juga baju yang Anda pakai?"

Mendengar perkataan Zea, pria itu sempat tercengang sebentar, sebelum akhirnya dia tersenyum lalu bangkit berdiri. Tatapannya cukup tajam, dengan langkah pasti dia berjalan mendekat ke arah Zea.

Lalu, ia membungkukkan badan, menaruh kedua tangannya di atas kayu yang menjadi rangka sofa.

"Embassy lantai 40 Nine Elms, London. Kau harus mengingatnya baik-baik karena aku tidak akan menulisnya di kertas," jawabnya santai dengan sorot mata fokus menatap Zea. Lalu kembali menegakkan tubuhnya.

GLEK!

Zea menelan salivanya kasar, sebelum akhirnya meneruskan pertanyaannya.

“Apa pekerjaanmu?” lanjut Zea dengan jantung yang mulai berdegup kencang lantaran tempat tinggal mereka ternyata berdekatan.

“Yeah, itu hanya usaha kecil-kecilan,” jawab pria itu santai.

“Oh, oke. Aku tidak bisa melihat itu kecil dengan merek barang-barang yang Anda pakai.”

Pria itu hanya memandang nanar ke arah Zea, saat Zea tidak percaya dengan ucapannya tentang usaha yang ia dirikan.

“Jadi … apa itu?”

“Itu hanya usaha jual beli valuta asing dan transfer antar negara.”

“Money Changer? Nesh?” Zea mencoba menebak beberapa perusahaan yang bergerak dibidang jual beli valuta asing.

“Nesh. Ya, persis.”

“Jangan bilang … Anda sedang membicarakan Darion Walter?”

“Ya, itu aku. Senang berkenalan denganmu!” Pria itu tersenyum, lalu menyodorkan tangannya ingin berjabat tangan dengan Zea.

Namun, gadis itu justru sangat terkejut dengan pria yang berdiri di depannya. Begitu terkejut hingga ia bangkit berdiri dengan cepat dan secara tidak sengaja menjatuhkan cangkir putih berisi kopi panas.

PYAR!!

Isinya pun tumpah ruah mengenai paha dan kaki putih mulusnya, sebelum akhirnya jatuh dan pecah di lantai menjadi beberapa bagian.

Hal apa yang membuatnya sangat terkejut? Apakah status dari pria bernama Darion?

...☆TBC☆...

Bayangin aja bayangin! Punya mertua modelan begini. Bayangin aja sih ya, jangan bablas 🤭

Masukin rak dulu, besok lanjut lagi ....

Hubungan yang gila

Zea masih diam meski paha dan kakinya terkena tumpahan kopi panas. Dia tak bereaksi apapun, hanya diam dengan mulut yang sedikit terbuka. Entah apa yang membuatnya terkejut. Mungkin, itu karena dia baru saja bermalam dengan seorang pebisnis sukses berumur 45 tahun. Yah, usia yang terpaut cukup jauh dengannya.

“Ka-kau gila!” teriak pria yang baru saja memperkenalkan dirinya sebagai Darion Walton, pendiri Nesh.

Pria kekar dengan rambut panjang sebahu itu dengan cepat mengangkat tubuh Zea dan membawanya pergi ke kamar mandi. Zea tentu saja sempat berontak, bahkan berteriak setelah mendapatkan tindakan yang sangat tiba-tiba dari Darion.

“A-apa yang Anda lakukan? Turun! Turunkan aku!”

Darion terlihat acuh. Dia terus berjalan hingga memasuki kamar mandi. Lalu dengan cepat menurunkannya di pinggiran bathtub, menyalakan shower, kemudian membilas paha dan kakinya yang terkena tumpahan kopi panas.

Apa yang sedang dia lakukan? Apa dia tidak mengenaliku? Dia tidak tahu siapa aku kan?

Berbagai pertanyaan terus terangkai dalam batin Zea, saat diam-diam memandangi wajah Darion yang terlihat sangat serius membasuh kakinya dengan air dingin.

“Bagian mana yang membuatmu cukup terkejut?” ucap Darion tanpa menatap mata Zea dan terus fokus dengan shower yang masih menyala membasahi kaki gadis itu.

Ah … apa? Apa yang dia coba katakan?

“Apa maksud Anda? Aku tidak mengerti.” Zea masih mencoba mencerna arah pembicaraan mereka.

“Kamu masih berpura-pura? Haruskah aku menjelaskannya dari awal?”

Darion mengangkat kepalanya sedikit, hingga pandangan mata keduanya bertemu. Namun itu hanya beberapa detik, sampai Darion mengalihkan matanya ke tempat lain. Dia mematikan keran shower sambil menjelaskan maksud kata-katanya.

“Jadi, bagian mana yang membuatmu terkejut? Darion Walter sebagai pemilik Nesh? Atau ….” Darion menghentikan ucapannya untuk sesaat. Dia membungkuk, menatap mata Zea dengan nanar, lalu meneruskan kalimatnya.

“Atau Darion Walter, ayah dari Julian Walter? Ayah mertuamu sendiri?”

Degh!

Jantung Zea seakan berhenti sejenak untuk berdetak. Tangan dan kakinya tiba-tiba berkeringat, bahkan bergetar tak dapat terkontrol. Mulutnya terkunci, padahal ia ingin sekali berbicara.

Melihat ekspresi wajah Zea, Darion merasa sudah cukup untuk menggodanya. Ia menegakkan tubuh kekarnya, kemudian berbalik dan menyalakan kran air dari wastafel. Tanpa berkata apa-apa, Darion membasuh wajahnya dengan air dingin. Berusaha membuatnya agar tersadar dari rasa kantuknya.

“Tidak perlu terkejut. Aku sudah tahu pernikahan kontrak kalian. Bahkan lengkap dengan perjanjiannya.” Darion meraih handuk, menyeka wajah dan tangannya. Lalu, ia berbalik menatap Zea.

Gadis berusia 25 tahun itu masih diam membisu. Otaknya berusaha mencerna setiap kata yang keluar dari mulut pria yang baru saja menghabiskan malam gila bersamanya. Pria yang tidak lain adalah mertuanya sendiri. Mertua yang hanya ia ketahui namanya saja, tidak dengan wajahnya.

Benar, itu adalah kesalahan terbesarnya. Meski wajah Darion sering mondar-mandir di berbagai majalah ataupun berita, tetapi Zea justru tidak pernah mencari tahu sedikitpun tentang mertuanya.

Menurutnya, pernikahan kontrak yang hanya membutuhkan nama tidak perlu untuk saling bertatap muka. Bahkan saling mengenal keluarga satu sama lain. Alasan itu membuat Zea enggan mencari tahu wajah mertuanya dan hanya mengetahui namanya saja.

“Pernikahan kontrak selama 1 tahun, tanpa ada sentuhan fisik atau bahkan tinggal bersama ….” Darion berjalan mendekati Zea yang masih duduk di pinggiran bathtub.

“Satunya demi melunasi hutang, satunya demi bisa mendapatkan saham,” Darion melanjutkan ucapannya.

“Ba-bagaimana Anda tahu?”

Satu pertanyaan akhirnya bisa keluar dari mulut Zea. Meski dengan nada yang sedikit bergetar, tapi ia berhasil menanyakan 1 hal yang menurutnya penting. Namun mendapat pertanyaan itu, Darion justru tertunduk dan tersenyum.

“Menurutmu?” Darion berbalik, lalu perlahan pergi meninggalkan Zea yang kebingungan di kamar mandi.

Namun Zea tidak diam saja, dia segera menyusul Darion untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaannya.

“Tunggu! Setidaknya Anda bisa memberi sedikit jawaban padaku.”

Darion lagi-lagi tersenyum. Ia meraih ponselnya di atas nakas, kemudian mengetik sesuatu disana. Sebelum akhirnya dia kembali berjalan, memungut baju dan celananya yang berserak di lantai.

“Tuan, ah maksudku … A– “

Belum sempat Zea meneruskan kalimatnya, Darion lebih dulu menyelanya. “Panggil saja Darion. Aku tidak mau panggilan lain selain itu.”

Mendengar jawaban dari Darion, tentu membuat Zea semakin bertanya-tanya. Namun dia segera menepis prasangkanya dan mengangguk dengan cepat.

“Lalu, Tuan Darion. Jika Anda sudah mengetahui semuanya, apa pertemuan kita disini bagian dari rencana Anda?”

Tiba-tiba tawa lepas terdengar keluar dari mulut Darion. Tawanya begitu renyah dengan nada sedikit mengejek.

“Apa kau akan menanyakan hal yang sama jika pria malam itu bukan aku?” Darion menatap Zea yang diam mematung.

“Dengar! Pertama, aku adalah seorang Darion. Kedua, aku pemilik sekaligus pendiri Nesh yang amat sibuk. Kau tahu maksudku kan?”

Kedua pasang mata mereka masih saling menatap satu sama lain selama beberapa detik. Sampai, suara ketukan pintu terdengar. Darion yang sudah memakai celana pun langsung membuka pintu.

Seorang pria sedang berdiri di depan pintu, pria itu terlihat menyerahkan sesuatu pada Darion. Pertemuan keduanya begitu singkat, setelah menerima barang itu, Darion menutup pintu dan kembali masuk ke dalam.

Dia meletakkan sebuah salep di atas ranjang sambil berkata, “Aku sedang sibuk. Jadi, obati kakimu sendiri!” Kemudian ia meraih kemeja dan segera memakainya.

“Anda akan mengatakan hal ini padanya?” tanya Zea yang sedikit ketakutan dengan hal yang sudah mereka lalui.

“Kenapa? Aku bahkan tidak menganggapnya sebagai anak. Bahkan tidak tahu apa dia benar anakku atau bukan!”

Zea tertegun mendengar penjelasan Darion. Meski sebelumnya dia sudah mencari tahu tentang seluk beluk keluarga suaminya yang memang terkesan kacau. Namun dia tidak pernah membayangkan jika hubungan mereka akan sekacau ini.

Pakaian Darion sudah rapi, meski tanpa jas, pria itu terlihat cukup tampan. Rambut panjangnya diikat menjadi satu. Terlihat cukup maskulin meski usianya sudah menginjak 45 tahun.

Sebelum pergi, Darion terlihat mengambil dompet, kemudian mengeluarkan sesuatu dari sana. Rupanya, dia mengambil sebuah kartu nama, yang pada akhirnya dia taruh kartu nama itu di atas ranjang.

“Uangku lebih banyak dari pada miliknya. Hubungi aku saja jika kau membutuhkan sesuatu. Bahkan jika itu menyangkut hutang atau kebutuhanmu!” ucapnya dengan nada sedikit sombong.

“Apa ini termasuk kompensasi? Atau hubungan kita sebagai mertua dan menantu?” tanya Zea memastikan statusnya dihadapan Darion.

“Aku melihatmu sebagai seorang wanita. Lantas, bagaimana aku bisa melihat menantu, yang bahkan anak saja tidak ku akui?”

Tanpa menjelaskan panjang lebar, Darion pergi meninggalkan ruangan. Meninggalkan Zea yang hanya diam tanpa bisa memberi jawaban atau bahkan merespon dengan ekspresinya.

CLAK!

Saat pintu yang dilewati Darion tadi tertutup kembali. Kaki Zea yang sejak tadi mencoba berdiri dengan tegak, akhirnya terasa lumpuh hingga ia jatuh terduduk.

Gila! Kau gila Zea!

Bagaimana kau bisa begitu tenang saat tahu, bahwa pria yang menghabiskan waktu satu malam dengan mu itu adalah Darion Walter? Mertuamu sendiri?

Sial! Aku benar-benar sial!

...☆TBC☆...

Sial yang enak ya mbak 🤭🤣

Jangan lupa jejaknya 😌

Awal Mula

Zea masih duduk teronggok, mengingat kejadian yang sudah terjadi satu tahun lalu. Mengingat masa-masa dia terlontang lantung di kota Lamberth, London-Ingris.

Dia baru saja kehilangan pekerjaan pada saat itu. Kontrak kerjanya berakhir di momen yang tidak tepat, bahkan mereka tidak berniat memperpanjang kontrak yang hanya satu tahun itu.

Ingatannya terpaut pada saat ia duduk di taman kota dengan secangkir kopi yang bahkan sudah dingin. Tangannya mengengan ponsel yang berdering beberapa kali. Namun dia sangat engan menjawab.

Sampai pada akhirnya, Zea menjawab panggilan itu.

"Kenapa kau tidak segera menjawab panggilan?"

Suara serak seorang pria terdengar cukup nyaring. Sampai-sampai, dia perlu menjauhkan sedikit ponselnya agar gendang telinganya tidak rusak.

"Aku sedang menenangkan diri," jawab Zea.

"Menenangkan diri apa? Mereka sudah menunggu di depan rumah dengan tongkat kasti!" teriaknya dari balik telepon.

"Kontrakku baru saja berakhir. Aku menganggur sekarang! Apa kau tidak bisa membayarnya dulu?" Zea pun meninggikan nada bicaranya.

"Kau bercanda? Aku seorang pria yang akan menikah. Aku sendiri butuh uang banyak!"

Zea menggigit bibir bawahnya. Lalu dengan acuh tak acuh mematikan ponselnya dan mengumpat dalam hati.

Ya, itu ingatan yang sangat lama. Sekitar satu tahun yang lalu. Saat dimana dia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Bahkan ia sempat berpikir untuk menjual tubuhnya demi bisa melunasi hutang peninggalan orang tuanya.

Namun belum sempat Zea melakukan tindakan nekat itu. Beberapa pereman mendatangi rumahnya untuk menagih hutang. Beruntung Zea berhasil kabur, tetapi sayangnya dia tertangkap di jalan.

Ketika seorang pria bertubuh kekar ingin membawanya secara paksa, dua orang pria berjas hitam menghentikan tindakan para penagih hutang.

Dari sanalah, Zea berkenalan dengan seorang pria, yang pada akhirnya menawari kontrak pernikahan.

"Hanya satu tahun, tidak ada sentuhan fisik atau tinggal bersama," tegas pria berumur 25 tahun yang sedang duduk santai di sofa.

Benar, setelah dua pria itu menghalau para penagih hutang. Mereka membawa Zea pergi ke sebuah kafe yang tak jauh dari lokasi.

"Hutang 500 ribu poundsterling itu, aku akan membayarnya. Aku juga akan memberimu 31 ribu setiap bulannya."

Tawaran yang begitu menggiurkan itu tak langsung diterima Zea. Gadis itu terdiam beberapa saat, memikirkan matang-matang tawaran dari pria yang tak dikenalnya itu.

Sampai akhirnya, seseorang datang membawa sebuah berkas berisi tentang perjanjian pernikahan kontrak mereka.

Zea tidak punya pilihan lain selain setuju. Lagi pula, tidak ada yang peduli dengan hutang orang tuanya selain dia sendiri. Kakak laki-lakinya pun tidak bisa di andalkan dalam hal ini.

"Baik, aku setuju. Tapi, aku tidak ingin ada ikatan apapun dengan orang tua atau keluarga." Zea menatap wajah pria muda yang usianya lebih tua satu tahun darinya.

"Anda … tidak masalah dengan itu bukan?" tanyanya lagi.

Pria bernama Julian Walter itu hanya tersenyum menaikkan satu sudut bibirnya. "Oke, itu tidak masalah!"

Seperti itulah, bagaimana pernikahan mereka bisa terjadi. Sertifikat nikah mereka bahkan sudah jadi sehari setelah perjanjian kontrak di tanda tangani.

Pernikahan tanpa pesta, tanpa adanya kehadiran orang tua. Bahkan, keduanya mendatangi catatan sipil dengan terpisah.

Pernikahan mereka hanya sebuah surat. Hanya berupa perjanjian tertulis tanpa adanya ikatan cinta. Semua demi keuntungan yang di dapat dari masing-masing pihak.

Ya, semua berjalan sedemikian sempurna selama 10 bulan terakhir. Namun, justru menjadi rumit di dua bulan menjelang perceraian.

"Aah! Kenapa aku begitu sial?! Padahal selama ini tidak ada masalah apapun!"

Zea mengacak acak rambutnya. Kesal dengan beberapa hal yang sudah terjadi. Namun, mulai dari mana? Dari pertemuab dengan Julian atau ayahnya, Darius?

Namun dari semua itu, dia justru memikirkan hubungan antara ayah dan anak. Hubungan yang menurutnya tidak baik-baik saja.

Bagaimana bisa?

Dia mengetahui hubunganku dengan Julian, tapi malah bermalam denganku. Dia bahkan tidak ingin memberitahu Julian.

Ditengah pemikirannya tentang tindakan Darion, Zea teringat akan sebuah kartu yang sempat ditaruh pria itu. Zea buru-buru bangkit dari duduknya, untuk bisa melihat kartu nama yang ada di atas ranjang.

"Hubungi aku saja jika kau membutuhkan sesuatu. Bahkan jika itu menyangkut hutang atau kebutuhanmu!”

Begitulah kata-kata Darion yang dia ingat saat ia memegang kartu nama berwarna hitam milik mertuanya.

Benarkah aku bisa menghubunginya?

Ah gila gila! Sudahlah, lupakan itu! Anggap saja pria kemarin malam itu orang lain!

...☆TBC☆...

Sudah tab love?

Buruan ditekan, biar bisa dapet pemberitahuan bab baru loh. Jangan lupa Likenya juga 💕💕

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!