NovelToon NovelToon

Antara Cinta Dan Sahabat (Cinta Segi Tiga)

Keceriaan seorang gadis

Kediaman di rumah besar, ada dua orang gadis yang begitu ceria dan cantik. Namanya Mentari dan satunya lagi Vina, ia di besarkan dengan penuh kasih sayang. Mentari anak dari seorang pembantu di rumah Vina, ia di besarkan oleh Ibunya dan di sayangi oleh kedua orang tua dari Vina.

Pak Ibrahim tidak membedakan anaknya dan anak pembantunya, ia membiayai sekolah sampai ke pendidikan tertinggi. Mentari seorang gadis yang pintar dan penurut, ia mendapatkan beasiswa sampai sekarang ini.

Keceriaan sehari-harinya membuat orang-orang yang dekat dengan Mentari begitu senang. Ia di limpahkan begitu banyak kasih sayang terhadapnya, Pak Ibrahim menganggap dirinya sebagai putri kandungnya.

.

.

.

.

Pagi-pagi sekali Mentari membantu Ibunya yang sedang memasak untuk majikannya, ia senang bisa membantu ibunya. Pekerjaan yang begitu mulia menurut Mentari. Tidak ada sosok seorang Ayah yang ada dalam hidupnya, ia tidak mempermasalahkannya, bagi Mentari Pak Ibrahim sudah cukup untuk menggantikan seorang sosok Ayah dalam kehidupannya.

"Bu, sayur sudah Mateng." ucap Mentari.

"Pindahkan saja pada wadah itu, lalu sajikan ke tempat meja makan." titahnya pada sang anak.

"Siap, Bu." jawab Mentari yang semangat.

Di usia yang baru dua puluh satu tahun, ia bisa menguasai berbagai macam masakan dan membersihkan seluruh rumah ini. Ia tidak mau melihat ibunya sendirian mengerjakan pekerjaan rumah, walau pun masih ada ART lainnya. Mentari kasihan melihat ibunya banting tulang untuk dirinya, tanpa mengucapkan lelah sedikit pun.

Mentari bahagia menjadi anak dari Ibunya. Suatu hari nanti ia akan membahagiakan Ibunya kelak, mewujudkan mimpi-mimpinya yang belum ia gapai.

"Sekarang kamu bersih-bersih, bukannya ada kelas pagi, Tari." tanya Ibunya.

"Tapi, ini belum selesai, Bu."

"Biar Ibu yang selesai ini, kamu siap-siap saja, takut telat."

"Baiklah," ucap Mentari yang pasrah.

Ia berlalu meninggalkan Ibunya seorang diri, melangkah menuju kamarnya yang tidak jauh dari ruangan dapur. Biar pun kamarnya dekat dapur, tapi kamar itu begitu luas dan mewah. Pak Ibrahim merenovasinya sama dengan kamar tamu yang ada di dalam ruangan ini.

Ia berjalan ke arah kamarnya, tiba-tiba Vina mengagetkannya.

Dorr...,

"Ya ampun, Vin. Bikin kaget aja," ucap Mentari melihat sahabat dan majikannya.

"Senang banget kayaknya." ucap Vina.

"Harus, kita awali dengan ceria, Vin."

"Betul banget."

"Tar, hari ini ada jadwal kampus kan,"

"Iya, emang kenapa?"

"Bareng saja. Aku juga ada kelas pagi,"

"Oke, sip."

Vina meninggalkan Mentari, Setelah berpapasan dengan Vina, Mentari melangkah menuju kamarnya. Ia akan siap-siap untuk pergi ke kampus dengan Vina.

Di meja makan semuanya sudah ada, termasuk orang tua dari Vina, Pak Ibrahim dan Mama Sarah.

"Pagi Pah, Mah." ucap Vina yang mengecup pipi orang tuanya.

"Pagi, Sayang."

"Ada jadwal kelas pagi, Vin." ucap Pak Ibrahim, Papanya Vina.

"Ada." ucap Vina yang singkat, ia duduk di dekat Mamanya.

"Sekalian saja sama Mentari, Vin."

"Iya, Pah. Tadi udah bicara sama Tari."

Setelah obrolan itu berlanjut menemani suasana dalam sarapan pagi hari. Menanyakan tentang hal-hal yang membuat Keluarga itu tetap harmonis.

Mentari kadang iri dengan keluarga yang Vina rasakan, begitu lengkap dan bahagia. Ada rasa ingin tahu tentang keadaan Ayahnya, entah ada dimana, sosok seperti apa? Mentari hanya bertanya tentang Ayah kandungnya, tetapi Ibunya selalu beralasan yang tidak-tidak, membuat Mentari enggan untuk menanyakannya lagi.

Selesai sarapan Mentari menunggu sahabatnya dari kecil, tumbuh bareng, senang bareng, sedih bareng-bareng. Semua yang dilakukan kedua bersama-sama. Mentari menganggap Vina sebagai sahabat yang lebih dari saudaranya, begitu ia menyayanginya bagai adik kandungnya.

Perbedaan ia dan Vina hanya beberapa bulan saja, membuat Mentari merasa senang dan bahagia. Bisa share apa saja tentang apa yang dilakukannya, begitu pun dengan Vina.

"Sudah selesai, gak ada yang lupa kan" ucap Mentari, soalnya Vina suka lupa dan gampang cengeng.

"Semuanya sudah, gak tau deh, kalau sudah di sana." ucap Vina.

"Jangan sampai balik lagi ya, Vin."

"Hehehe... Kan ada kamu, sahabatku."

"Dasar,"

Vina dan Mentari menuju tempat dimana mobilnya terparkir di halaman rumahnya. Vina melemparkan kunci mobil itu pada Mentari untuk mengemudikannya. Mentari menangkap kunci itu dan mengemudikan mobil mewah ini.

.

.

.

.

.

.

Sesudah pulang dari kampus, Tar. Kita ke Mall dulu, kita jalan-jalan, happy happy...

Halo kakak-kakak yang baik, ini cerita aku. Semoga kakak-kakak pada suka.

Nasehat sang Ibu

Sesampainya di kampus tempat Mentari dan Vina belajar, Mentari memarkirkan mobilnya di halaman yang sudah disediakan oleh kampus. Ia turun dan di susul oleh Vina, melangkah melewati orang-orang yang berlalu.

Mentari dan Vina adalah wanita yang populer di kalangan kampusnya, Mentari wanita yang cantik dan pintar, dan Vina juga tidak kalah cantik, tapi wataknya keras kepala dan manja.

Di dalam kelas Mentari membuka tasnya, ia mengambil buku dan mempelajarinya, sebelum dosen itu masuk ke kelasnya.

"Tar, fokus banget. Santai saja, hidup itu dibawa happy." ucap salah satu teman kampusnya.

Mentari hanya menjawabnya dengan senyuman, ia sudah biasa di perlakukan oleh temannya, Vina selalu heboh di dalam kelasnya. Ia akan menunjukkan apa yang ia punya kepada teman satu kelasnya.

"Biarin saja, Tari itu lagi fokus, jangan ganggu dia." ucap Vina, walau pun Vina orang manja, tapi kalau menyangkut sahabatnya ada yang usil dan ngerjain dia, Vina yang maju duluan untuk menghadapinya. Begitu ia sangat menyayanginya seperti saudaranya sendiri.

Setelah selesai jam kelasnya, Mentari dan Vina keluar menuju kantin tempat orang-orang mengisi perutnya. Ia berjalan beriringan dengan Vina, membuatnya menjadi pusat perhatian orang-orang, terutama para Pria.

"Duduk di situ saja, Tar." tunjuk Vina.

"Oke,"

Sesudah memesan makanan dan minuman, Tari dan Vina mengobrol sesuatu apa saja, untuk mengisi kekosongan.

"Tar, sebenarnya aku malas banget, terjun di bidang ini, bukan selera ku, kamu tahu kan hobby aku apa, Papa selalu mengekang aku harus ini dan ini." ucap Vina yang selalu mengadu pada sahabatnya dari kecil.

"Mau gimana lagi, Vin. Siapa lagi yang mau di harapkan selain kamu, Pak Ibrahim mau yang terbaik untuk mu."

"Tapi aku gak mau, Tar."

"Sabar ya,"

Sesudah menghabiskan makan siangnya, keduanya masuk ke dalam kelas untuk mengikuti pelajaran berikutnya.

.

.

.

.

Keluar dari kampus mereka berencana akan pergi ke Mall, untuk menghilangkan kejenuhannya setelah mengikuti pelajaran yang tadi, membuat Vina ingin rasanya polos, tapi apa daya. Kalau Mentari hanya mengikuti Sahabatnya itu pergi.

"Kamu mau beli apa, Vin?" tanya Mentari.

"Gak tahu juga mau beli apa! Kita keliling-keliling saja, siapa tahu dapat cowok ganteng."

Mentari hanya menghela napas panjang, kebiasaan Vina seperti ini, selalu ingin menghabiskan waktu yang ia lalui. Berhura-hura, menonton, jalan-jalan, semua yang dilakukan oleh Vina selalu begitu.

Bukannya mentari selalu mengingatkan Vina, tapi watak keras kepalanya tidak bisa di ubah, Mamanya selalu memanjakannya dengan limpahan yang ia miliki.

"Ngapain cape keliling-keliling cari cowok ganteng sih, Vin. Tinggal nonton saja di rumah, banyak cowok ganteng."

"Beda, Tar. Kalau lihat langsung itu gimana rasanya."

"Terus, kalau sama si Rio mau di kemana kan, Vina."

"Hehehe... Jangan bilang-bilang sama dia ya,"

Mentari hanya bisa pasrah dengan kelakuan sahabatnya, ia melangkah mengikuti apa mau sahabatnya itu lakukan. Percuma juga ia berdebat ujung-ujungnya ia juga yang mengalah.

.

.

.

.

.

Waktu menunjukan jam lima sore, setelah puas berkeliling di Mall, akhirnya keduanya memutuskan untuk pulang. Mentari merasa cape mengikuti apa mau sahabatnya itu, Mentari tidak membeli apa-apa, kecuali Vina.

Setibanya di rumah, Mentari melangkah menuju kamarnya. Ia ingin membersihkan badannya yang rasanya lengket sekali, seharian beraktivitas diluar.

Sesudah membersihkan diri, Mentari menghampiri sang Ibu yang sedang menyetrika baju-baju keluarga Vina.

"Biar Tari saja, Bu. Yang lanjutin, ibu istirahat saja." ucap Mentari.

"Tidak usah, Tar. Sebentar lagi juga beres." jawab Ibunya.

"Kamu sudah makan?" tanya Ibunya.

"Udah, Bu. Tadi di Mall, Nemenin Vina."

Ibu menghela napas, ia melihat ke arah sang anak.

.

.

.

.

.

.

Jangan sering-sering merepotkan mereka, Tari. Kamu harus sadar, kita ini siapa, dan mereka siapa.

Pertemuan yang tak di sangka.

Pagi hari ini yang begitu cerah, secerah namanya Mentari yang menyinari di paginya. Mentari melakukan hari-hari dengan begitu senang, senang membantu ibunya, senang membersihkan rumah dan memasak.

"Pagi, Bu." ucap Mentari yang menghampiri ibunya yang lagi memasak sarapan untuk Tuannya.

Ibunya tersenyum mendengar suara putri satu-satunya itu.

"Ibu masak apa?" tanya Mentari.

"Nasi goreng sama ikan pepes pesenan Non Vina." jawab Ibunya.

"Tari bantuin apa, Bu?" tanya Mentari.

"Kupasin bawang saja, tadi Ibu lupa belum kupasin bawang, buat ikan pepesnya."

"Siap, ibu Bos."

Ibu Mentari tertawa. "Buruan, jangan di mainin aja."

"Iya, iya. Ibu bawel banget sih," ucapnya lagi.

Selesai memasak, makanan itu matang dengan sempurna. Mentari menyajikan pada piring dan meletakkan dimeja makan.

"Tari, kamu belum siap-siap ke kampus?" tanya Ibunya.

"Pagi ini, gak ada kelas, Bu. Besok baru ada, sekarang Tari pull bantuin ibu di rumah." ucap Mentari yang tersenyum.

"Ya udah, kamu bantuin ibu buat setrika baju-baju ya,"

"Iya, Bu. Apa pun Tari lakukan buat Ibu tercintanya Tari."

"Lebay, kamu."

"Hehehe..., si ibu, di bilanginnya malah gitu."

"Jangan banyak omong, cepat kerjakan."

"Ya Allah, Bu. Tari mandi dulu, gak lihat masih pake baju tidur." ucap Mentari.

"Ya udah sana, mandi bilang wangi." jawab Ibunya.

Setelah berlalu, Mentari membersihkan badannya yang begitu lengket sehabis membantu ibunya.

Tiba-tiba ketukan pintu pun terdengar, Tari membukanya dan melihat Vina berdiri di depan pintu.

"Ada apa?" tanya Mentari.

"Temenin aku yuk, keluar. Bete nih di rumah aja." ajak Vina.

"Kayaknya gak bisa deh, Vin. Aku harus bantuin Ibu, soalnya aku udah janji mau bantuin." alasan Mentari, ia ingat nasehat ibunya kemarin, tidak boleh terlalu merepotkan dan melibatkan keluarga ini yang selalu ada untuknya.

"Sebenar saja, Tar. Kalau pekerjaan rumah biar yang lain saja yang kerjakan."

"Maaf, Vin. Aku udah terlanjur janji sama ibu, kasihan ibu, aku juga pengen punya privat buat ibu ku, kamu ngerti ya." ucap Mentari yang tak enak juga menolak ajakan Vina.

"Ya udah deh, terserah kamu, aku mau telpon Rio dulu." ucap Vina yang meninggalkan Mentari di pintu kamarnya.

Sesudah mandi, Mentari mengambil baju-baju yang akan ia setrika, Ibunya menghampirinya.

"Tar, sesudah itu, temenin Ibu buat belanja bulanan ya," ucap ibunya.

"Siap, Bu."

Jam sepuluh, Mentari selesai mengerjakan tugas yang diberikan oleh ibunya. Dan mencari sang ibu yang entah dimana keberadaannya.

"Mbak Marni, lihat Ibu?" panggil Mentari pada pembantu di rumah ini juga.

"Eh, neng Tari. Bikin kaget Mbak saja. kayaknya ada di belakang deh, Neng." jawab Mbak Marni.

"Makasih, Mbak Marni." ucap Mentari yang berlalu.

.

.

.

"Bu...," panggil Mentari. Yang menghampiri sang ibu yang membersihkan halaman belakang.

"Iya," jawab Ibunya.

"Kapan kita ke pasarnya, Tari udah selesai menyetrikanya." tanya Mentari.

"Ya udah, yuk sekarang. Mumpung belum siang." ajak ibunya.

Sesudah bersiap-siap, Tari dan Ibunda di antarkan oleh supir yang ada di rumah.

Sesampainya di pasar yang memakan waktu tidak lama, Tari turun di susul oleh ibunya. Tari merasa senang, berbelanja di pasar ini. Banyak sayuran dan buah-buahan yang masih segar-segar.

Ia melangkah masuk ke dalam, dan memilih sayuran dan buah-buahan yang menurut ia begitu menggiurkan. Tiba-tiba ada yang menabrak dari arah belakang, membuat sayuran terjatuh dan berantakan di lantai. Membuat Mentari kesel dan ingin memarahi orang itu.

"Eh, punya mata tidak?"

"Ini." ucap Pria itu yang menunjuk pada kedua matanya.

"Kenapa tidak di pake?"

"Emang baju harus di pake, mata itu untuk melihat, cantik."

"Nah itu, kenapa gak melihat ada orang di sini."

"Gue buru-buru, gak sempat lihat Lo."

"Kamu bener-bener ya, tuh lihat, sayuran ku jadi jatuh semua, ini gara-gara kamu." ucap Mentari yang penuh emosi.

"Ya udah, gue ganti." ucap Pria itu.

"Gak usah," ucap Mentari yang berlalu meninggalkan Pria itu.

.

.

.

.

.

.

Aneh nih, cewek. Tadi marah-marah, mau di ganti gak mau..

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!