Akademi Rania.
Sekolah ternama yang mencetak banyak sekali lulusan unggulan di banyak bidang pendidikan. Sekolah tersebut memiliki sejarah yang panjang dan memiliki akreditasi salah satu yang terbaik dalam skala nasional.
Banyak sekali anak dari para bangsawan yang dulunya bersekolah di Akademi Rania ini. Hal tersebut yang membuat Akademi Rania menjadi salah satu sekolah yang bergengsi dan juga terhormat. Karena sejarahnya yang panjang, mulai dari seni hingga bidang pendidikan, sekolah tersebut mempunyai nilai yang lebih di mata para orang tua.
Di halaman sekolah tepat setelah memasuki gerbang, terdapat jalan yang dihiasi oleh deretan pepohonan dan taman yang dimana para murid-murid berjalan masuk.
Mereka berjalan menuju gedung utama sekolah sembari asyik mengobrol dan kesibukan mereka masing-masing. Namun tepat setelah seorang gadis berjalan melewati gerbang menampakkan dirinya, pandangan mereka mulai teralihkan dan suasananya pun berubah.
“Hei, lihat gadis itu. Bukannya dia itu cantik?”
“Aku dengar dia adalah siswi yang bukan berasal dari sini. Kalau tidak salah, semester kemarin dia adalah pemegang nilai tertingginya di semua murid kelas satu.”
“Yang benar?! Bukankah itu sangat hebat?! ... Tapi kalau begitu, bukankah dia adalah gadis yang sempurna? Dia sangat mirip dengan gadis-gadis cantik yang ada di dalam dongeng.”
“Kau benar. Rasanya aku sangat minder kalau liat dia. Rasa percaya diriku seakan menghilang.”
Penampilan gadis tersebut sangat berbeda dan kontras di antara murid-murid wanita lainnya, membuat para cowok ataupun cewek tertegun ketika melihat sosok gadis tersebut.
Kulitnya putih dihiasi rambut perak bersinar serta mata biru yang bersinar terang, gadis tersebut seakan berkilau di bawah sinar matahari pagi.
Jika ditanya mengapa ia bisa memiliki penampilan yang sangat menyilaukan, itu dikarenakan dari kedua orang tuanya. Ayahnya berasal dari salah satu negara di Eropa, membuat mukanya halus, serta kecantikan alami wanita dan perasaan lembut, yang ia bawa dari ibunya yang berasal dari Jepang.
Selain penampilannya yang luar biasa cantik, bentuk badannya juga tidak kalah untuk mendukung pesona luar biasanya. Lengan dan kakinya ramping dan mulus, dia juga memiliki aset yang luar biasa yang tumbuh besar di tubuhnya, membuat semua wanita di luar sana iri karena mendapat cita-cita semua wanita di seluruh dunia.
Nama gadis dewi itu adalah Iroha Yuuki. Dia adalah gadis pandai yang selalu mendapatkan peringkat tertinggi setiap ujian. Selain otaknya, tubuhnya juga terlatih dengan sangat baik. Dia juga merupakan anggota OSIS yang menduduki posisi bendahara sejak dirinya masuk. Benar-benar cocok untuk disebut wanita super sempurna.
“Bukankah kita sebenarnya hoki bisa melihat Iroha di pagi-pagi seperti ini?”
“Kalau begitu ... Sekalian saja kita ke sana dan menyapanya sebentar? Jika kita betul-betul beruntung, menyapanya juga akan berhasil, bukan?”
“Kalau yang itu mustahil! Sangat-sangat mustahil! Lagian, menyapa orang yang tidak dikenal itu tidak sopan!”
“Bukannya kamu selalu mendekati gadis-gadis dan berbicara dengan mereka, tidak peduli siapa, kenal atau tidak. Ke mana sikap SKSD-mu itu? Padahal menyapa doang.”
“Kamu itu tidak mengerti! Dia itu sudah berada di level yang berbeda—tidak! Dunia yang berbeda! Dia itu dewi di surga, dan kita adalah budak di neraka. Kalau kamu mau, kamu saja yang mencobanya. Lagian, aku dengar gosip yang bagus buat hari ini.”
“Gosip yang bagus? Jangan-jangan gosip yang itu, kan?”
Dari sekitarnya yang selalu menatap Yuuki dengan iri dan kagum, kaki mereka secara alami berhenti untuk melihat karya terindah yang ada. Namun gadis itu berjalan seperti biasa dengan santai, menatap lurus tanpa memperhatikan sekitarnya.
Lalu, di saat semua memberikan jalan kepada dirinya, terdapat laki-laki yang mendekatinya. Pemandangan itu tentu saja akan menjadi omongan siswa yang ada di sekitar sana.
“S-s-s-s-selamat Pagi!”
Siswa itu tergagap saat melakukan sapaan kepada Yuuki, senyumnya dan gerak-gerik tubuhnya juga kaku. Yuuki yang melihat siswa tersebut berhenti dan tersenyum kepadanya.
“Selamat pagi juga. Apa ada yang bisa aku bantu?”
Siswa yang tergagap itu mengenalkan dirinya dengan cara yang benar-benar buruk. Kata-kata yang ia ucapkan hampir tidak bisa dimengerti, suaranya juga kecil dan hampir tidak terdengar. Tujuan dari siswa tersebut adalah untuk menyatakan cintanya kepada Yuuki. Meski sudah berusaha keras untuk mengungkapkan perasaannya (walau butuh banyak waktu), Yuuki dengan tegas menolak perasaan cowok kaku tersebut.
“Kayaknya ending yang seperti itu sudah dapat ditebak sejak awal.”
“Ya, kau benar. Kalau mau nembak seharusnya percaya diri. Tapi kesampingkan itu, karena acara tadi cuma hidangan pembuka saja.”
Setelah siswa laki-laki kaku itu pergi dengan rasa malu yang akan terus ia kenang seumur hidup, tak berapa lama datang kembali siswa laki-laki mendekati Yuuki dan berhenti tepat di depannya.
“ ... Selamat pagi.”
“Ya, Selamat pagi juga. Bukannya pagi ini indah dan cerah?”
Yuuki memberikan sapaan mendadak itu dengan sopan. Kali ini dia sedikit membungkuk untuk menunjukkan kesopanan kepada kakak kelasnya, karena ia melihat dasi yang dikenakan laki-laki tersebut berbeda dengan miliknya.
“Aku pikir seperti itu?”
“Kamu sangat lucu. Benar. Namaku adalah *** dari kelas 2. Aku mengenalmu dari teman-teman seangkatanku.”
“Begitu, ya.”
Cowok yang bertingkah agak keren yang memperkenalkan dirinya sebagai *** itu, memiliki rambut coklat dan memakai seragam yang ia keluarkan untuk menambah pesona kerennya. Cowok itu bisa dibilang cukup tampan dan modis berdasarkan tren fashion sekarang.
Cowok tampan yang menghampiri Yuuki secara tiba-tiba itu mengundang teriakan kencang para gadis-gadis yang ada di sekitar. Tapi reaksi Yuuki tetap sama seperti sebelumnya seakan tidak tertarik dengan semua pesona cowok di depannya.
“Langsung saja ke intinya ... Kamu adalah gadis yang cantik dan manis. Tentunya cowok yang kaku dan payah seperti tadi itu tidak cocok denganmu. Akan aneh kalau gadis yang cantik tidak disandingkan dengan cowok yang kualitasnya juga sama. Jika kamu mau, apa kamu mau pergi di hari Sabtu nanti berdua denganku nanti?”
“Maaf, tapi aku enggak bisa ngomong Bahasa Indonesia.”
Yuuki segera menjawabnya tanpa ragu-ragu dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang fasih sebagai sebuah satir. Dibalas dengan sangat judes, cowok bernama *** tadi sekuat tenaga menahan ekspresi wajahnya yang terkejut setengah mati.
“Hah ... Kasar sekali. Kalau begitu kita bisa belajar bersama-sama nanti. Bagaimana dengan saling bertukar nomor telepon dahulu? Aku bisa mengajarkan semuanya yang kamu mau.”
“Tidak, terima kasih. Maaf, tapi aku sama sekali tidak tertarik denganmu. Satu hal lagi, pakaianmu benar-benar melanggar peraturan sekolah. Kalau kamu ingin bergaya, cobalah untuk bekerja di dunia model. Itu saja dariku, kalau begitu permisi.”
Yuuki dengan segera melangkah melewati cowok kelas dua bernama *** itu dan pergi begitu saja. Para murid di sekitar yang menyaksikan pemandangan itu hanya bisa menahan napas mereka dan kembali ribut.
“Ditembak dua kali di pagi hari, benar-benar luar biasa! Dia itu super duper luar biasa populer!”
“Bukan hanya itu, *** yang juga salah satu cowok paling populer di kalangan para gadis ditolak mentah-mentah olehnya. Bukannya dia itu udah kayak Putri Salju Penyendiri?”
“Aku bisa menebak seleranya itu setinggi langit ... Tidak, dari awal, apakah dia tertarik dengan lawan jenis? Juga, memangnya ada cowok yang bisa bersanding dengannya?”
“Memang sangat disayangkan. Aku sendiri setuju dengan dia yang tidak tertarik dengan lawan jenis. Aku sendiri sangat jarang ia akrab dengan cowok.”
“Tapi aku lebih memilih percaya kalau sebenarnya dia itu milik semua orang seperti idol.”
“Kalau benar dia adalah idol yang bisa dimiliki oleh semua orang, bukankan itu adalah kesempatan yang bagus? Dalam cinta, aku bisa mencintainya, menatapnya, bahkan memujanya setiap hari.”
“Imajinasimu benar-benar menyeramkan, kau tahu? Tapi kalau dipikir-pikir, memang masuk akal. Aku bisa mengerti dari mana asal pemikiran itu.”
Yuuki terus berjalan memasuki gedung sekolah, meletakkan sepatu luarnya ke dalam loker dan menggantinya ke sepatu ruangan, dan menuju ke ruangan kelas tanpa mengetahui semua percakapan tentangnya.
Kejadian yang seperti itu sudah umum baginya semenjak dia bersekolah di Akademi Rania. Menjadi pusat perhatian sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-harinya, jadi dengan mengabaikan semua dan bertingkah dingin membuatnya tidak menjadi repot.
Setibanya di ruangan kelas, ia langsung menuju ke kursinya di baris akhir dekat dengan jendela, meletakkan semua perlengkapan sekolahnya di meja, sambil mengabaikan perhatian teman sekelasnya.
Dengan santai, dia menoleh ke arah kursi yang ada di sebelahnya. Di sana, ada satu anak laki-laki bernama Eza Kelvin Putra sedang berbaring tertidur pulas di atas mejanya.
“.............”
Yuuki dan Eza sudah bertetangga selama satu semester dan Eza mendapati posisi yang diinginkan semua cowok di kelas.
Yuuki yang sudah memasang ekspresi jutek dan dingin sedari tadi menyipitkan matanya, melihat pemandangan tidak sedap di pagi hari.
“Selamat pagi, Eza.”
“...”
Eza yang sedang berada di posisi nyamannya hanya menggerakkan badannya sedikit, hal itu ia lakukan untuk merespons sapaan Yuuki.
Mata Yuuki semakin menyipit karena merasa terabaikan oleh tetangga di sebelahnya itu.
Ia lalu tersenyum ketika melihat posisi duduk Eza yang sudah berada di ujung kursi sebagai sebuah kesempatan.
“Aduh!”
Secara bersamaan dengan suara keras, kursi Eza bergeser dan membuat Eza terjatuh. Eza yang mencoba bangun, melihat dengan jelas Yuuki yang ada di bangkunya menatap tajam ke arahnya setelah mendorong kursi miliknya.
Teman-temannya yang melihat kejadian itu hanya menonton, mengisyaratkan kejadian seperti itu sudah biasa terjadi antara Yuuki dan Eza.
Hal itu disebabkan karena sudah rahasia umum untuk Yuuki, yang merupakan murid unggulan dan berprestasi, tidak tertarik dengan siapa pun, namun menjadi monster untuk tetangga sebelahnya.
“Pagi, Eza. Apakah kau begadang lagi semalam?” Yuuki kembali menyapa seakan tidak terjadi apa-apa.
Setelah semuanya sadar dan bisa mendengar suara Yuuki, Eza membalas perkataan Yuuki, “Ya. Ada anime dan juga event game semalam yang tidak bisa aku lewatkan.”
Setelah menjawab itu, Eza berusaha duduk kembali dengan santai, meski dipandang tajam oleh Yuuki di sebelahnya. Teman-temannya yang ada di kelas hanya bisa merasa kagum kepada dirinya.
“Kamu itu tidak pernah ada niatan untuk berubah? Mengurangi waktu tidur untuk hal seperti itu dan tidur di sekolah.”
“Mau bagaimana lagi, semua acara yang bagus adanya di malam hari. Juga, aku harus berbicara dengan teman sesama otaku untuk mendapatkan kesan yang lebih.”
“Kamu itu idot, ya? Tidak, bukan, kamu itu orang idiot yang tidak tertolong idiotnya.”
Perkataan Eza dijawab dengan pedas oleh Yuuki dengan tatapan penuh celaan. Meski begitu, Eza hanya menatap Yuuki dengan lembut.
“A-apa?” Yuuki yang ditatap seperti itu tiba-tiba merasa tergugup dengan kelembutan dari tatapan Eza yang datang secara tidak terduga.
“Aku hanya merasa kalau kamu hari ini juga terasa sangat sempurna.”
Setelah mengatakan hal itu, Eza tersenyum lebar dan hangat. Teman-temannya yang melihat itu menatap biasa Eza. Namun Yuuki yang melihat pemandangan itu tepat di depan matanya justru—
“Berisik. バカ!”
Ya, dibalik sikap dingin dan judes dari sang penyandang julukan ‘Putri Salju Penyendiri', Yuuki merupakan seorang tsundere.
“Apa-apaan dengan pembukaan yang jelek seperti ini?”
“Berisik! Apa kamu tahu seberapa susahnya membuat ini, hah?!”
“Kamu itu tidak bisa menghargai sebuah karya, Eza. Apakah kamu makan sesuatu yang aneh sampai-sampai kamu jadi tahu segalanya?”
Yang mengeluh seperti itu adalah Eza, laki-laki berambut cokelat dengan mata yang mati, sedang melihat ke arah layar laptop yang temannya taruh di atas mejanya.
Saat ini kelas sedang berada di keadaan istirahat, jadi suasana kelas tidak terlalu ramai. Para murid ada yang pergi ke kantin dan ada juga yang menetap di kelas seperti Eza dan kedua temannya.
Sama halnya dengan yang teman-teman kelasnya yang menetap di kelas, kelompok Eza sedang mengobrol selama istirahat. Bedanya, jika teman-teman yang lain membicarakan tentang kehidupan nyata, kelompok Eza justru membicarakan tentang hobi dua dimensi mereka.
Tidak memedulikan balasan tajam yang diarahkan kepada dirinya, alih-alih meminta maaf, Eza justru melawan balik komentar negatif temannya.
“Kenapa kalian jadi marah kepadaku? Bukannya kalian yang ingin mendapatkan komentar dariku tadi?”
“Memang benar. Tapi komentarmu itu tidak memuji sama sekali tentang karya luar biasa ini.”
“Dari mana luar biasanya?” Eza merasa sedikit kesusahan dengan tingkah laku temannya itu dan menatapnya dengan lelah.
Sejak awal, ia merencanakan untuk tidur di jam istirahat kedua sampai jam untuk belajar datang. Namun, kedua temannya itu menghampiri Eza dengan gerakan yang mengganggu seperti gerombolan zombi yang mengejar targetnya. Jika sudah seperti itu mau tidak mau Eza harus meladeni mereka, jika tidak, kelakuan mereka akan semakin jadi. Terlebih jika itu menyangkut hobi mereka.
“Dilihat dari manapun ini adalah mahakarya luar biasa! Kamu tahukan kalau protagonis ceweknya itu cewek tercantik di sekolah ini? Sudah pasti kalau dia jadi protagonisnya, ceritanya bakal laris terjual di seluruh Indonesia! Tidak! Bahkan dunia!”
“Ooh! Aku bisa melihat bayangan masa depan itu! Masa depan di mana seluruh orang bisa melihat kisah romantis antara Dewi dan juga setan.”
“Siapa yang kau bilang setan, hah! Aku tahu kalian itu ngejek aku, kan! Iya, kan! Ngaku aja, deh!”
“Tenang dulu my friend. Semua ini bisa diselesaikan dengan kekeluargaan. Seharusnya kamu bersyukur bisa dipasangkan dengan protagonis cewek terbaik sepanjang sejarah manusia.”
Ia merasa menyesal sudah meladeni mereka berdua. Tapi menerima atau menolak hasilnya akan sama saja. Eza yang sudah tidak dapat menahan kekesalannya mencoba mengusir kedua temannya yang bertingkah bodoh.
“Cukup. Aku tidak ingin mendengar lagi. Kalian sudah selesai mendengar komentarku, kan? Biarkan aku tidur sekarang.”
Eza yang awalnya berdempetan di tengah-tengah badan kedua temannya, memutuskan untuk kembali ke mejanya yang tepat berada di belakang, mencoba memasang posisi terbaik untuk dirinya tidur. Namun saat dirinya merenggangkan kedua tangannya karena kaku, di situlah dia juga melakukan kesalahan. Masing-masing tangannya dengan cepat dipegang oleh kedua temannya.
“Tunggu sebentaaaaar! Dengarkan aku dulu temanku. Tidak, Tuan Eza! Jangan tinggalkan komentar negatif terhadap karyaku! Aku mohon kembalilah. Hanya kau satu-satunya yang bisa aku harapkan untuk memperbaiki ini semua.”
“Itu benar, Tuan Eza! Setidaknya, biarkan kecantikan Putri Salju itu terukir di sebuah cerita untuk kita kenang.”
Meski Eza mengetahui kedua temannya itu hanya berpura-pura memasang ekspresi sedih dan ingin menangis, dia tidak dapat menolaknya. Karena sudah jelas, jika dia menolak permintaan kedua temannya dengan keadaan masing-masing tangan dipegang oleh mereka berdua, dirinya akan ditarik dengan paksa demi keegoisan mereka.
Eza yang sudah tidak berkutik membuang napasnya. Dengan berat hati, ia kembali menatap layar laptop milik temannya itu.
“Biar aku katakan lagi. Ini semua sampah, tahu.”
“Kami sudah dengar itu semua. Memangnya tidak ada sesuatu yang lain yang bisa kamu ucapkan selain sampah?”
“Dengar baik-baik, ok? Kalau kalian ingin mencoba membuat karya tentang kecantikan Putri Salju kelas kita, kamu harus membuatnya dengan benar.”
Saat Eza mengatakan itu dengan serius, kedua temannya mengangguk dan entah mengapa menelan ludah, dengan gugup bersiap mendengarkan semua hal yang akan diutarakan oleh Eza.
“Pertama, konflik dan penyelesaiannya berjalan terlalu cepat.”
“Uhuh, silakan untuk dilanjutkan.”
“Terus, kenapa ada nama yang disensor?”
“Kalau itu memang akunya saja yang tidak suka. Nama cowok keren yang menjalani hidup normal harusnya disembunyikan di dalam tanah selamanya.”
“Kalau tidak salah, bukannya itu diambil dari cerita tentang senior kita di kelas dua? Kalau tidak salah namanya *** yang jadi kapten di tim baseball, bukan? Dia itu pikirannya gila, ya? Jelas-jelas olahraga yang seperti itu tidak populer di sini. Aku yakin, dia kalau sudah lulus paling mentok jadi karyawan minimarket.”
“Kalian ini tidak bisa menghargai senior kalian sendiri apa? Sebegitu bencinya kah kalian sampai-sampai tidak ingin menyebutkan namanya?! Tunjukkan setidaknya adab kalian walau itu kejadian nyata yang memalukan! Lagian, kayaknya aku pernah baca ini di suatu tempat. Apa kalian itu Cuma copy paste karya orang?”
“Itu pasti cuma perasaan kamu aja. Kita itu orang baik-baik yang mengerti hak cipta dan patuh sama yang namanya undang-undang. Mana mungkin kita main ambil karya orang begitu saja. Yah, Kalau kepepet pastinya kita pakai teknik ATM.”
“Iya, itu pasti cuma perasaan kamu aja. Kita mana mungkin copy paste yang terkenal karyanya di sini. Kalau kepepet, kita pasti lihat yang ramai di luar tapi yang baca sedikit di sini.”
“Hati kalian itu sebenarnya terbuat dari apa sampai-sampai dengan santai ngomong kayak gitu.”
Eza yang mendengar pengakuan melanggar hukum itu hanya bisa berharap dua temannya itu dimasukkan ke dalam sel, dan segera menjauh supaya tidak terkena getah dari dua makhluk berdosa di dekatnya.
“Terus, kenapa aku yang jadi protagonisnya?”
“Kalau orang lain aku tidak sudi. Kalau protagonisnya aku sendiri, kayaknya hal itu tidak baik untuk jantungku. Makanya aku pilih kamu.”
“Ooh! Aku mengerti itu! Rasanya kalau kita yang jadi protagonisnya, kita bakal jadi target dari kultus tersembunyi yang dibuat sama penggemar fanatiknya Putri Salju. Kalau kamu kita jadi tenang, setidaknya kamu yang bakalan mati.”
“Alasan macam apa itu!? Jadi aku ini dijadikan tumbal oleh kalian! Tunggu, itu semua enggak ada di dunia nyata. Kalian terlalu parno kebanyakan nonton anime. Nah, sekarang lanjut mengenai Iroha.”
Aura serius langsung dirasakan oleh dua temannya. Tapi entah mengapa, aura serius yang dipancarkan Eza bukan hanya berlaku kepada dua temannya, tetapi juga menyebar ke seluruh ruangan kelas.
Itu adalah kekuatan kata Putri Salju. Saat kau menyebutkan namanya, secara mengejutkan, seluruh indra pendengaran manusia akan meningkat tajam. Tak terkecuali jika yang mengatakannya adalah sekelompok otaku yang tidak mencolok. Terlebih, yang mengatakannya adalah Eza, orang yang sering berinteraksi dengan sang Putri Salju dan juga orang yang duduk di sebelahnya. Tentunya, semua hal itu akan menarik banyak perhatian.
“Iroha adalah gadis yang sempurna. Dia cantik, pintar, dan juga dia mempunyai tubuh yang cukup atletik, jadi aku yakin dia juga pintar dalam berolahraga. Lalu kalian menyederhanakan semua sifat itu dengan ‘gadis cantik di dalam dongeng’ dan juga ‘idol’.”
Kedua temannya, termasuk orang-orang yang di dalam kelas mengangguk dan mengatakan, “oooh, itu benar sekali,” di dalam hati mereka, setuju dengan ucapan Eza dan kembali menyimak perkataannya.
“Tapi bukannya semua itu terlalu berlebihan? Maksudku, dia itu orangnya super duper kasar, tidak sabaran, jutek, mudah marah, temperamental—“
Di saat Eza mengatakan semua sifat Yuuki secara serius, teman-temannya di dalam kelas yang awalnya ikut mendengarkan perkataan Eza, mulai ketakutan, berhenti menyimak, dan berusaha agar tidak terlibat, saat suhu di dalam kelas tiba-tiba berubah menjadi dingin dan tubuh mereka mengirim sinyal bahaya kehidupan ketika sebuah monster masuk ke dalam kelas.
Eza sendiri yang tidak merasakan adanya bahaya mendekati dirinya secara perlahan, masih mengoceh ketika dua temannya diam-diam sudah hilang dari sisinya, meninggalkannya sendiri bersama sang monster.
“—juga keras kepala. Terlebih, apa yang kalian maksud dengan kalimat terakhir itu? Tsundere? Dia? Jangan buat aku tertawa. Dia itu sama sekali tidak punya sifat yang seperti itu. Apa kalian mengerti wahai teman ....”
Ketika Eza berusaha menyelesaikan kalimatnya sambil melihat dua temannya agar keduanya mengerti, di situlah detik-detik riwayat hidupnya akan berakhir. Alih-alih melihat dua anak laki-laki seumuran, Eza justru melihat sosok perempuan berambut perak menyilangkan kedua tangannya dengan senyuman ... Yang harusnya manis.
“Guhh ....”
Di depan matanya, Eza melihat sesuatu yang harusnya ia tidak lihat dan juga ia hindari. Posisinya saat ini sudah dalam keadaan terkepung atau dalam permainan catur, bisa disebut dengan sekak mat!
Ah, aku ingat sesuatu yang seperti ini. Ini yang dinamakan orang-orang sebagai kejadian yang mengesankan itu, kan? Mimpi yang nyata itu!
Karena sudah sangat terpojokkan, di dalam pikirannya, Eza membuat alasan yang menurutnya masuk akal untuk bisa keluar dari keadaan hidup matinya.
Karena aku tadi sangat mengantuk, kesempatan untuk tiba-tiba tertidur tanpa sadar pastinya sangat tinggi. Untuk lebih memastikan, lebih baik aku lakukan sekarang.
Masih ditatap dengan tatapan yang sangat tajam, Eza yang sedang mencoba melarikan diri dari kenyataan, dengan santai ia mengangkat salah satu tangannya, menatapnya, dan mulai menghitung jari-jari yang menempel di tangan kanannya itu.
“Satu, dua, tiga, empat, lima ... Tunggu, ini salah. Coba deh aku hitung ulang. Satu, dua—“
Seraya Eza menghitung jari tangan kanannya, teman-temannya yang ada di kelas hanya merasa aneh melihat kelakuannya dan berbicara di dalam hati mereka, “apa sih yang dilakukan sama orang itu.”
“—empat, lima. Duh ... Kok, jarinya masih ada lima terus, sih?”
Eza yang terus menghitung jari-jarinya itu, kini tampak pucat saat hitungannya selalu menghasilkan lima angka dan tidak lebih.
“ ... Apa yang kamu sedang lakukan?”
Orang yang sedari tadi menatap tajam Eza dari dekat adalah Iroha Yuuki, gadis yang diberikan julukan Putri Salju oleh murid-murid di sekolah, dan juga mimpi buruk bagi Eza yang kini sedang menekan dengan auranya yang mencekam. Aura itu sangat-sangat kuat sampai seluruh orang yang ada di kelas, meninggalkan Eza sendiri di tempat duduknya, hanya bisa berdoa nyawanya tidak lenyap hari ini.
“O-ooh, Iroha ... Aku tidak melihatmu selama pelajaran tadi, Aku juga tidak melihatmu selama jam istirahat ini. Apakah kau baik-baik saja? Apakah ada urusan yang harus kau selesaikan? Apakah itu sudah selesai? Kerja bagus!”
“... Apa yang sedang kamu Lakukan?”
Pemandangan perkelahian antara dewi dan juga karakter sampingan sudah menjadi hal biasa di dalam kelas, karena memang bukan sebuah hal yang baru.
Saat ajaran baru saja dimulai dan semuanya baru mengenal satu sama lain, suasana di pojok kelas sudah seperti medan perang. Tidak ada satu pun yang mengerti mengapa pojokan kelas sudah menjadi tempat yang tidak nyaman. Tapi melihat perbedaan sifat yang kontras antara sang Putri dengan segala bakatnya dan karakter otaku dengan segala sifat sampahnya, membuat mereka berpikiran itu adalah hal yang alami.
Namun alasan yang sebenarnya dari semua persepsi yang ada hanya diketahui oleh Yuuki sendiri. Dia yang sudah berjuang sekuat tenaga untuk masuk ke salah satu sekolah terbaik di negara lain, merasa bangga pada dirinya sendiri.
Teman-teman sekelasnya yang mengagumi sosok dirinya, hanya ia anggap sebagai hadiah karena sudah bekerja keras, karena dari awal dia tidak menginginkan pujian dari siapa pun kecuali dirinya sendiri. Hingga pada akhirnya, semua kebanggaan itu mulai terusik ketika ia mengetahui ia satu kelas bersama dengan orang yang memiliki sifat pemalas dan tidak peduli dengan lingkungannya, duduk di sebelah mejanya.
Memang awalnya ia tidak memedulikan orang yang duduk di sebelahnya itu. Namun puncak amarahnya sudah tidak bisa terbendung kembali saat Yuuki diberikan tugas bersama dengan Eza.
Eza yang pemalas selalu membuat alasan, alasan yang sangat tidak masuk akal seperti, “nanti saja, ya! Ada anime yang harus aku tonton” dan mengerjakan tugasnya di saat-saat momen terakhir. Hal itu yang membuat darah Yuuki naik ke permukaan dan mendisiplinkan sifat Eza yang membuatnya dalam keadaan bermasalah.
Orangnya sendiri yang tiba-tiba dimarahi merasa kebingungan dengan perubahan sikap dari Yuuki. Jadi selama satu semester berakhir, ia selalu dihadapkan dengan rasa mencekam di tubuhnya dan mencoba melarikan diri dari kenyataan, sama seperti saat seperti ini.
“Aku tidak melakukan apa-apa, kok sumpah.”
Yuuki yang mendengar alasan dari Eza untuk melarikan diri, semakin menyipitkan matanya untuk mengintimidasi Eza.
“Lalu mengapa aku mendengar kata IROHA dan juga KERAS KEPALA, JUTEK, juga KASAR yang bersangkutan dengan sifat?
Kalau kamu tahu kenapa kamu nanya! Kamu sengaja ngelakuin ini, kan?! Iya, kan?!
Sambil memalingkan pandangannya, keringat mulai bercucuran dari pucuk kepala Eza. Saat ini pikirannya sedang berkutik dengan segala hadangan yang ada, menghabiskan banyak gula dan cadangan makanan tubuhnya untuk berpikir bagaimana caranya lolos dari situasi 1v1, hidup atau mati, dari sebuah monster kutub.
“Kamu tahu itu, kan? Errr ... Kamu tidak akan menyadari sesuatu kalau kamu sendiri tidak dapat menyadarinya. Aku berpikir kalau aku sudah berhasil melewati kesadaran yang tinggi seperti dan rasanya luar biasa. Ini ternyata memerlukan keterampilan yang sangat tinggi, huh. Gugup!”
“Mendadak apa yang kamu katakan ...”
“Maksudku, kau akan menyadari dirimu merasakan takut, gugup, atau semacamnya setelah momen menegangkan itu berakhir, bukan?”
“Jadi, apa ada hubungannya dengan itu semua?”
Eza membuat pose seperti seorang komedian yang membuat suasana lebay, namun serangannya gagal. Yuuki tetap tidak berkutik dan menginginkan alasan yang jelas dan dapat diterima mengenai apa yang didengarnya tadi.
“Apa yang sebenarnya kamu lihat di dalam laptop itu?”
Tidak ingin membuang waktunya lebih lama, Yuuki segera mendekat ke arah Eza duduk dan mengambil laptop yang ada di atas meja dan mulai membaca isi di dalamnya. Segera, alisnya terangkat satu dan ekspresi jijik langsung terlihat di wajahnya.
“Apakah kau tidak keberatan menjelaskan hal ini?”
Pikiran Eza langsung menangkap kesempatan emas yang muncul hanya beberapa persen itu. Ujung matanya meruncing, dan seakan ada bintang di sana, ia memberikan kode kepada dua temannya yang sudah mengkhianati, meninggalkan dirinya sendiri. Jangan salahkan diriku, kalian sendiri yang memulai ini!
“Tentu saja aku bisa menjelaskan! Dengar baik-baik, ya. Aku sama sekali tidak terlibat dalam pembuatan tulisan yang memalukan itu.”
“Ooh? ... Dan apa yang membuatmu sangat percaya diri dengan itu? Bisakah aku mendapatkan penjelasannya.”
“Tentu saja. Itu karena ... Laptop itu bukan milikku!”
Eza tertawa puas sambil melakukan gerakan memalukan yang biasanya ada di dalam anime fantasi di dalam hatinya.
Bagaimana! Itu sudah cukup menjelaskan, bukan?!
Yuuki yang menatap tajam matanya ke Eza mulai mengakhiri tindakannya. Matanya ia tutup dan mulai membuang napasnya dengan berat seakan melalui masa-masa yang sulit.
“Baiklah, aku percaya padamu. Tapi aku akan menyimpan laptop ini dan menghapus berkasnya.”
Eza yang walaupun percaya diri, masih merasa sedikit cemas jika alasan yang ia buat tidak dapat diterima. Karena bagaimanapun, tidak ada yang bisa mengubah fakta kalau dirinya mengatakan sesuatu yang buruk ke arah Yuuki. Tapi akhirnya ia bisa bernapas lega karena sudah dibebaskan dan tidak mendapatkan hukuman.
Hmm? Mungkinkah ia merasa malu kalau ada orang lain yang melihat cerita itu?
“Haaah ... Apa yang sebenarnya kamu lakukan? Menggunakan jam istirahat sangat lama sampai mengorbankan makan siang? Waktunya hanya tersisa 4 menit lagi untuk kamu bisa istirahat. Apa kamu tidak merasa lelah nanti?”
Di saat Eza memikirkan tentang mengapa ia bisa dengan mudahnya lolos dari situasi buruk. Otaknya tiba-tiba menangkap hal yang sangat jelas yang tidak boleh dilewatkan disaat Yuuki mengeluh sambil memegangi dahinya yang terasa sedikit sakit melihat kelakuan Eza.
“A-apa yang kamu bilang tadi?”
“Huh? Apakah kamu tidak merasa lelah nanti?”
“Bukan itu! Sebelumnya! Apa yang kau katakan sebelumnya?”
“Waktu istirahatnya hanya tersisa 4 menit lagi?”
Mendengar perkataan Yuuki dengan jelas sekali lagi, Eza dengan cepat kembali ke meja miliknya dengan tergesa-gesa dan tidak sabaran saat ia mulai merogoh dalam tasnya. Setelah menemukan apa yang dicari, segera Eza mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi game secepat kilat.
Yuuki yang melihat gerak-gerik perilaku anehnya itu, kembali mengangkat satu alis miliknya.
“Apa yang kamu lakukan? Sampai-sampai dengan beraninya mengeluarkan ponsel di saat pelajaran ingin di mulai, terlebih di hadapan diriku ini yang seorang anggota OSIS?"
“Aku tidak dapat disalahkan! Karena jika tadi waktuku tidak terbuang, aku tidak mengeluarkan ponselku sekarang.”
Yuuki yang masih melihat Eza dengan dingin menganggap yang dilakukan oleh Eza hanyalah sesuatu yang aneh.
“Memangnya hal penting apa yang membuatmu mengeluarkan ponsel di saat seperti ini?”
“Bukankah itu sudah jelas? Gacha harian dari event terbatas!”
“Aku sita ponselmu!”
Saat Yuuki mulai berjalan mengulurkan tangannya untuk mengambil ponsel milik Eza, yang bersangkutan melakukan aksi penghadangan dengan memasang pose stop!
“Tunggu sebentar! Sebentarrrr sajaaa!”
Dengan sekuat tenaga, Eza mencoba menghentikan Yuuki sambil melihat secara tajam ponselnya ke arah bawah dan melanjutkan gachanya lalu ...
“Uwoooooh! Bintang 5 Eresh! Aku dapat karakter bagus dari gacha gratis hanya dalam satu putaraaaan!”
Eza dengan keras meneriakkan suaranya ketika mendapatkan sesuatu yang langka, menghiraukan semua lingkungan di sekitarnya sampai ia melihat ke arah depan kelas ...
“Eza! Apa yang kamu lakukan! Bapak sita ponselmu!"
Terdapat guru yang sudah masuk kelas, siap untuk menyita semua kesenangan miliknya.
Yuuki yang sudah duduk di sebelahnya menatap kejadian itu dengan mengumpat, “idiot.”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!