Jam menunjukkan pukul dua belas malam.
Di sebuah bangku taman dekat apartemen yang sepi, dua pasang manusia ciptaan Tuhan sedang merenung dengan isi pikiran masing-masing.
Mereka sempat terdiam tanpa kata dalam beberapa waktu. Sampai akhirnya salah satu dari mereka tak tahan dan mengucapkan sebuah kalimat telak mematikan.
"Aku menyerah, Kak! lebih baik kita akhiri saja hubungan ini." Kata itu terucap bersamaan dengan jatuhnya air mata yang menetes perlahan membasahi pipi. Dingin malam yang terasa menusuk kulit tak Anna hiraukan sama sekali.
Ia sudah lelah, ia ingin memantapkan hati untuk mengakhiri hubungan dua belas tahun pacaran dengan sang kekasih yang tak berujung sampai detik ini.
"Jangan gila Anna! Kamu tahu sendiri menjalani hubungan selama dua belas tahun tidaklah mudah! Banyak hal yang sudah kita lalui untuk sampai pada detik ini. Aku hanya ingin memintamu menunggu sebentar lagi."
Plakk!
Satu buah tamparan melayang di pipi sang kekasih. Pria berhati dingin bernama Hero itu memegang sebelah pipinya yang memanas.
"Tolong jangan seperti ini Anna," ucapnya lemah. Reflek pria itu mendongak setelah beberapa waktu tertunduk dalam kebisuan.
"Kamu yang jangan seperti ini, Kak! Apa dua belas tahun yang sudah berjalan masih belum cukup juga untuk kamu berfikir lebih serius lagi tentang hubungan kita. Apa sih salahnya menuruti keinginan orang tua kandungku? Mereka hanya meminta jatah sepuluh juta per-bulan. Yang menurutku tidak seberapa jika dibandingkan dengan gaji yang kamu terima dari perusahaan I-Mush Grup. Bahkan jika kamu tidak bersedia, aku masih sanggup bekerja untuk membiayai orang tua kandungku sendiri. Kurang apalagi coba?Mungkin memang dasarnya kamu yang suka mengulur-ngulur waktu agar aku jadi perawan tua dan tidak laku." Anna menatap Hero penuh kegamangan. Dadanya sangat sesak ketika harus mengeluarkan seluruh isi kepalanya di saat-saat menyakitkan seperti ini.
Hero kembali terdiam dengan kepala menunduk. Membiarkan Anna mengeluarkan semua unek-unek yang selama ini dia simpan.
"Jika kamu belum siap, pergilah! Aku tidak ingin menunggu ketidakpastian. Tahun ini umurku sudah 29. Sudah masuk dalam kategori wanita telat menikah. Jangan suruh aku memilih antara kamu dan kedua orang tuaku, aku tidak sanggup!" tegasnya dengan napasnya semakin memburu tidak beraturan.
***
.
Seperti yang diketahui, Anna adalah anak angkat dari pemilik utama perusahaan saham I-Mush Grup. Meskipun hanya anak angkat, tapi gadis itu mendapat banyak cinta dan kasih sayang dari orang tua angkat tuan Fernando dan nyonya Maria. Tak lupa juga ada kakak angkatnya Marco Fernando yang selalu berdiri di garda terdepan jika Anna sampai disakiti.
Berbanding terbalik, orang tua kandung Anna yang asli justru menjadi benalu mematikan dalam alur kehidupan Anna. Mereka bukan hanya tega menjual gadis malang itu pada orang lain, tapi sampai detik ini sang ayah tega membiarkan status Anna menjadi perawan tua lantaran tidak mau menikahkannya dengan Hero sang kekasih.
Seperti memiliki dendam pribadi, orang tua kandung Anna sangat membenci pria itu. Mereka tidak pernah setuju putrinya menikah dengan bawahan seperti Hero. Mereka mau Anna menikah dengan direktur yang memiliki perusahaan agar gadis itu dapat menjamin kelangsungan hidup sekeluarga. Dan hal itu membuat Hero geram pada kelakuan orang tua kandung Anna yang tak ada habisnya menyiksa gadis itu sejak kecil.
Apakah Anna itu bodoh? Kenapa gadis itu tidak pernah paham bahwa kedua orang tua kandungnya sedang memperdayanya.
Inilah yang ada dipikiran Hero sekarang, inilah yang membuat Hero enggan berdamai dengan memberikan jatah sepuluh juta perbulan agar ia dapat menikahi Anna.
"Untuk saat ini aku belum bisa mengatakan apa pun. Tapi apabila kamu percaya padaku, aku sedang berjuang untukmu, An!"
"Berjuang apanya? Kamu hanya mau denganku saja, tapi tidak pernah mau menerima kekurangan keluargaku. Terutama ayah dan ibu kandungku! Apa itu yang namanya berjuang untuk orang yang kita cintai. Kamu egois, Kak!"
"Tapi aku masih menyayangi orang tua angkatmu. Maaf, aku memang belum bisa berdamai dengan orang tua kandungmu, An. Tolong beri kesempatan untukku sekali lagi. Percayalah untuk kali ini saja ... aku benar-benar sedang berjuang untuk kebahagiaanmu!"
Tangan Hero berusaha menggenggam jemari gadis itu, tetapi Anna dengan sigap menepisnya dengan kasar. "Sudahlah, aku akan memberimu waktu dua hari untuk memutuskan semua ini. Sekali lagi kukatakan, jangan menyuruhku memilih antara kamu dan kedua orang tua kandungku. Karena seburuk apa pun watak mereka, mereka tetap orang tua kadungku! Aku masih butuh restu dan walinya agar aku dapat menikah!" tegas Anna seraya berdiri dari bangku taman.
"Ann!" Hero berusaha menarik lengan gadis itu agar jangan buru-buru pergi.
"Sudah malam, Kak! Aku mau pulang," tepisnya kasar."
"Biar kuantar! Suruh supirmu pulang terlebih dulu saja." Namun, gadis itu bersikeras menolak tawaran Hero.
"Tidak usah! Sebaiknya kamu istirahat dan renungkan semua yang aku katakan tadi. Selamat malam!"
"Ann, jangan seperti anak kecil begini!" Hero berdiri. Lekas menarik bahu Anna sebelum ia sempat pergi.
Gadis itu tersenyum kecut. Ia tatap wajah menyebalkan itu dengan air mata yang masih terus membanjiri permukaan pipi mulusnya. "Aku memang anak kecil. Maka dari itu akhiri saja hubungan kita sekarang agar kamu dapat mencari wanita yang lebih dewasa. Bukan anak kecil sepertiku. Lepas!"
Gadis itu berbalik menuju mobil yang terparkir tak jauh dari tempat duduk mereka tadi. Hero hanya dapat menghela napas lemah serta memandang kepergian Anna. Ia tidak mengejar karena ia tahu bahwa Anna bukan tipe yang suka dipaksa.
Aku mencintaimu, An! Demi Tuhan aku sangat mencintamu. Maaf ... aku belum bisa memberi kebahagiaan yang aku mau.
Punggung kecil nan ringkih itu perlahan menjauh. Masuk ke dalam mobil hitam yang mulai melaju pelan meninggalkan halaman taman di apartemennya.
***
Hero membuka pintu apartemennya. Tak beberapa lama selepas Anna pergi ia juga kembali. Pria itu merogoh ponsel di kantong sambil melangkah tergesa-gesa menuju sofa. Ia membiarkan ruang di sekelilingnya gelap saking buru-burunya.
Lantas Hero duduk sambil menekan angka pada layar ponsel. pria itu melakukan sebuah panggilan pribadi dengan nomor khusus yang tak pernah ia simpan dalam daftar kontaknya.
Hallo, Tuan!
Terdengar seorang pria menyahut panggilan Hero dari balik sana.
"Lakukanlah sekarang! Kita sudah tidak ada waktu lagi untuk bermain-main."
Tapi Tuan ... bukti yang kita miliki belum cukup. Saya tidak ingin hal ini membahayakan keselamatan Anda dan yang lainnya. Dan jika dugaan kita tidak terbukti benar, hubungan Anda dan keluarga Fernando bisa terancam, jawab seseorang dari balik sana. Perasaan Hero saat kini makin berkecamuk, tapi ia tidak punya pilihan lain.
"Jangan membantah perintahku! Lebih baik mencoba daripada tidak sama sekali. Suruh semua bawahan kita untuk melakukannya malam ini juga. Masalah hukum dan lainnya kamu tidak perlu takut. Semua ini tanggunganku!"
B-baik, Tuan! Jika itu yang Anda inginkan saya akan melakukannya.
Tak ada bantahan lagi dari balik sana. Panggilan itu Hero tutup setelah pria asing di balik sana menyetujui rencana Hero malam ini.
Selepas panggilan di tutup Hero menengadah ke langit-langit gelap sambil menaruh kepalanya di sandaran sofa. Hembusan napasnya masih terdengar tak beraturan karena harus menahan emosi yang meluap-luap dari dalam diri.
Aku harap kau bisa bersabar sedikit lagi Anna. Tunggu aku membereskan semuanya, maka kita akan menjemput kebahagiaan bersama-sama, batin Hero. Ada rasa sesak yang menikam dadanya saat ini.
Dua kelopak mata Hero terpejam sesaat. Pikirannya berkelana mengingat kejadian beberapa tahun silam saat ia masih beranjak remaja. Momen di mana ia bertemu dengan Anna untuk pertama kali.
Saat itu usia Anna masih tujuh tahun, dan Hero sudah memasuki sekolah menengah atas. Usianya waktu itu sudah enam belas tahun. Sembilan tahun lebih tua daripada Anna.
Di bawah pohon apel yang tak berbuah, pria muda itu tengah menikmati bekal makan siangnya yang belum sempat dimakan karena sibuk mengerjakan tugas. Ia tampak sumringah saat membuka tutup tempat makan dan mendapati ibu membuatkan sandwich kesukaannya.
"Yes!" Mulutnya langsung terbuka lebar. Namun tak sengaja matanya menangkap sesuatu yang bergerak-gerak dari balik semak-semak.
"Siapa kamu?" seru Hero sambil berdiri mendekat ke arah semak. Ia dapat melihat punggung seseorang tengah bersembunyi di balik cela daun dan ranting.
"Keluar atau kupukul kau!"
Orang itu masih diam. Membuat Hero mengepalkan tangannya geram sambil terus mendekat.
"Baiklah kalau kamu tidak mau keluar. Artinya aku akan memukulmu dengan batu besar ini!" Hero memungut sebuah batu besar yang berada tepat di bawah telapak sepatunya.
Seseorang di balik sana langsung ketakutan mendengar ancaman Hero yang terdengar serius sekali.
"A-a--ampun! A-aku keluar." Seorang anak kecil dengan tubuh gemetar ketakutan keluar dari balik semak-semak itu. Matanya sudah berkaca-kaca dan nyaris menangis.
"Anak kecil?" seru Hero seraya memperhatikan badan anak yang kecil itu yang kumel dan tampak menjijikkan dengan bola mata melebar heran. "Apa yang kamu lakukan di tempat ini anak kecil?"
"Anak kecil?" seru Hero seraya memperhatikan badan anak yang kecil itu yang kumel dan tampak menjijikkan dengan bola mata melebar heran. "Apa yang kamu lakukan di tempat ini anak kecil?"
Gadis kecil bernama Anna itu hanya tertunduk takut seraya melirik-lirik kotak bekal Hero yang masih tergeletak di bawah pohon dengan tutup terbuka.Ia memang sering sekali mengunjungi tempat ini menjelang waktu sore hari.
Biasanya, di taman ini banyak sekali anak sekolah yang mampir hanya untuk memakan bekal siangnya yang kelewat. Tak jarang mereka meninggalkan sisa atau malah membuang semua bekalnya karena tak suka dengan menunya.
Lalu, setelah para anak sekolah itu pergi, Anna akan datang mengambil sisa bekal mereka yang tak termakan dan berjajar di bangku taman atau pun di bawah pohon. Tak jarang ia mendapat sepotong roti utuh atau setenganya. Sebuah berkah untuk gadis kecil malang yang tengah kelaparan.
Anna suka itu, ia selalu menyempatkan diri mampir di tempat ini sehabis ngemis demi mencari makanan sisa untuk mengganjal perutnya yang seharian tak di isi.
"Kamu lapar?" Hero berkata kembali setelah memahami bahwa gadis itu tengah memperhatikan bekal makanannya yang masih tergeletak di bawah pohon sana.
Melihat gadis kecil itu sepertinya tidak berbahaya, akhirnya ia berbalik mengambil kotak bekal siangnya. Pemuda itu sedikit merasa bersalah saat melihat Anna mulai menangis sesenggukan dengan wajah merah padam.
Hero menghampiri gadis itu. Kali ini ia berjongkok untuk mensejajarkan posisi mereka berdua.
"Apa kamu akan menangkap dan memberikanku pada petugas keamanan?" tanya gadis kecil itu seraya mundur dua langkah. Alasannya bersembunyi di semak-semak karena ia adalah seorang pengemis. Dan pengemis dilarang masuk di kawasan taman ini.
"Tidak! Aku tidak kenal dengan petugas yang bekerja di tempat ini. Ayo ikut aku duduk, nanti kuberikan bekal makanan siang ini untukmu." Ia menjabat paksa tangan mungil gadis itu. "Namaku Hero! Siapa namamu?"
"A-Anna," jawab gadis kecil itu tergugu-gugu.
"Baiklah Anna! Aku tahu kamu lapar." Tanpa basa-basi Hero menggendong anak kecil bertubuh kurus itu hingga baju seragamnya ikut kotor akibat terkena debu yang menempel di baju lusuh anak itu. Ia kembali duduk di bawah pohon dengan posisi memangku tubuh kecil Anna di atas pahanya.
"Sebentar!" Ia meraih dua tangan Anna. Lantas menjabarkan dua telapak tangan kecil itu sambil meraih tisu basah dari dalam tas. "Tanganmu kotor sekali. Kuman akan mudah masuk ke tubuhmu jika kotor seperti ini."
Setelah memastikan tangannya bersih, Hero segera memberikan sepotong sandwich kesukaannya pada gadis kecil itu.
Namun Anna terdiam dan hanya memandangi sandwich di tangannya. Ia tampak ragu-ragu saat hendak memakan makanan menggiurkan itu.
"Kenapa tidak dimakan?" Anna hendak memotong sandwich itu menjadi dua bagian. Namun buru-buru Hero menahan aksinya.
"Makanan ini tidak enak! Aku sudah kenyang, makanya kuberikan ini untukmu!"
Refleks Anna mendongak. Menatap dagu Hero dengan mata berbinar. "Benarkah?" tanya gadis itu antusias.
Setelah pria muda itu tersenyum seraya menganggukkan kepalanya, ia baru berani melahap sandwich itu.
Menggemaskan sekali si anak kecil ini. Apa mereka memang polos dan bodoh begini, pikir Hero.
Hari ini Hero merasa bahagia karena bertemu dengan sosok pengemis kecil bernama Anna. Ia bahkan mengajak Anna jalan-jalan di sekeliling taman dan membelikan Anna es krim.
Awalnya gadis kecil itu takut karena ada satpam yang berjaga di taman itu, namun setelah Hero menjelaskan bahwa ia akan aman jika bersama Hero, akhirnya Anna menyetujui ajakannya.
Sampailah mereka di ujung perempatan. Anna melepas gandengan tangan Hero dan berjalan menuju tiang lampu. Tempat di mana ia biasa mengemis di sana.
"Terima kasih Kakak baik sudah mau antar Anna sampai di sini. Kakak pergi saja, nanti ibuku akan datang menjemput Anna ke sini."
"Ya sudah kalau begitu! Kakak pergi dulu ya. Sampai jumpa gadis jelek." Satu tepukan lembut melayang di puncak rambut Anna yang hampir tidak pernah dikeramasi. Meskipun awalnya harus menahan napas karena kondisi Anna bau dan jijik, namun perlahan Hero mulai terbiasa.
Ibu kandung Anna memang sengaja membuatnya jadi seperti itu. Tujuannya agar Anna terlihat kumal dan mendapat banyak belas kasih dari orang yang melintas di jalan itu.
***
Lagi gak? Sedih ya? awal-awalnya emang agak melow. Tapi bab novel ini emang gak banyak. Yang mau nambah jangan lupa kasih dukungan bintang buat novel ini ya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!